You are on page 1of 9

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut David (1990), sel-sel dalam suspensi seperti bakteri atau sel-sel
darah merah biasanya mengaglutinasi ketika dicampur dengan antiserumnya.
Aglutinasi menyediakan metode yang berurutan untuk mengidentifikasi variasi
bakteri, jamur, dan tipe sel darah merah.
Antigen merupakan suatu substansi yang bila memasuki inang vertebrata
menimbulkan respon kekebalan yang membawa kepada terbentuknya kekebalan
padatan. Respon ini mengakibatkan pembe ntukan antibody spesifik yang beredar
dalam aliran darah (imunitas humoral) atau merangsang peningkatan jumlah sel-sel
reaksi khusus yang disebut limfosit (Pelczar and Chan), 1988).
Molekul antigen yang mungkin terdapat beberapa tempat di permukaannya
yang dapat bereaksi secara khas dengan antibody, tempat ini disebut determinan
antigen. Bahan yang mempunyai berat molekul rendah sehingga tidak dapat bersifat
antigen, dan hanya dapat menimbulkan produksi antibody bila bahan ini bergabung
dengan protein lain, kemudian dapat bereaksi secara khas dengan antibody itu
disebut hapten (Staf Pengajar FKUI, 1994).
Definisi yang lebih tinggi dari pengertian aantigen muncul melalui penemuan
bahwa bakteri pasti memproses flagella, sehingga dua antigen dapat dibedakan yaitu
antigen flagella dan antigen somatic atau antigen dinding bakteri (Flynn, 1966).
Menurut Jawetz (1996), antibody yaitu protein yang diproduksi sebagai
akibat pemberian suatu antigen dan mempunyai kemampuan untuk bergabung
dengan antigen yang merangsang produksinya. Antigen yaitu suatu zat yang dapat
dideteksi bila dimasukkan ke dalam tubuh hewan serta dapat menginduksi respon
imun.
Uji Widal dirancang secara khusus untuk membantu diagnosis demam
typhoid dengan cara mengaglutinasikan basilus typhoid dengan serum penderita.
Namun, istilah ini kadang-kadang diterapkan secara tidak resmi pada uji aglutinasi
lain yang menggunakan biakan organisme yang dimatikan dengan panas selain
Salmonella typhii (Pelczar and Chan, 1988).

B. Tujuan
Mendeteksi bakteri penyebab pathogen salmonella thypii dengan uji serologi (uji
widal)

I. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah objek glass,
mikropipet, tip.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah reagen widal
(antigen Salmonella typhii H) dan serum (antibodi Salmonella typhii dari
pasien).

B.Metode

Pengenceran 1:80, dibuat dengan cara memipet serum 20 μL ditambah


dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 20 x 1/1600 = 1/80

Pengenceran 1:160, dibuat dengan cara memipet serum 10 μL ditambah


dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/160

Pengenceran 1:320, dibuat dengan cara memipet serum 5 μL ditambah


dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/16

I. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Hasil pengamatan untuk pengenceran 1/80 di peroleh hasil positif yaitu
terdapat aglutinasi yang ditandai dengan gumpalan seperti pasir, yang berarti bahwa
terjadi infeksi sedang sehingga dilanjutkan pada pengenceran berikutnya.
Hasil pengamatan pada pengenceran 1/160 menunjukkan adanya gumpalan
seperti pasir yang berarti terjadi infeksi sedang dan dilanjutkan pengenceran
berikutnya.
Pengenceran berikutnya yaitu pengenceran 1/320 juga menunjukkan hasil
yang positif dengan adanya aglutinasi yaitu gumpalan yang seperti pasir, hal tersebut
menunjukan adanya infeksi berat.

B. Pembahasan
1. Uji Serologi
Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat antigeniknya.
Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis laboratories penyakit
menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi antigen-antibodi memperluas
keterampilan diagnostic para ahli klinik dan mempedomani usaha-usaha pengobatan.
Uji serologi merupakan bagian yang besar dari teknik laboratories yang tersedia
untuk membantu para ahli klinik. Uji serologi yang terpenting dan digunakan paling
luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen.
Antibody (immunoglobulin) adalah sekelompok lipoprotein dalam serum
darah dan cairan jaringan pada mamalia. Antibody memiliki lebih dari satu tempat
pengkombinasian antigen. Kebanyakan antibody makhluk hidup mempunyai 2
tempat pengkombinasian yang disebut bivalen. Beberapa antibody bivalen dapat
membenuk beraneka antibody yang mempunyai lebih dari 10 tempat
pengkombinasian antigen.
Antigen adalah bahan yang asing untuk badan, terdapat dalam manusia atau
organisme multiseluler lain yang dapat menimbulkan pembentukan antibody
terhadapnya dan dengan antibody itu antigen dapat bereaksi dengan khas. Sifat
antigenik dapat ditentukan oleh berat molekulnya.. Salmonella dan jenis-jenis
lainnya dalam family Enterobacteriaceae mempunyai beberapa jenis antigen, yaitu
antigen O (somatic), H (Flagella), K (Kapsul) dan Vi (Virulen).
Antigen di dalam reaksi aglutinasi dapat berupa sel atau partikel, misalnya
partikel latex yang permukaannya telah diresapi antigen yang dapat larut,
ditambahkannya antibody yang homolog akan menyebabkan terjadinya aglutinasi
atau penggumpalan, sehingga menghasilkan agregat kasat mata sel-sel itu, reaksi
aglutinasi juga digunakan di dalam penggolongan dan penentuan tipe darah manusia.

2. Uji Widal
Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahui ada tidaknya
antibody terhadap Salmonella typhii dengan jalan mereaksikan serum seseorang
dengan antigen O, H, dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi
widal positif, berarti serum orang trsebut mempunyai antibody terhadap Salmonella
typhii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun sedang
menderita tipus. Reaksi widal negative artinya tidak memiliki antibody terhadap
Salmonella typhii (tidak terjadi aglutinasi). Cara kerja reaksi widal digunakan 3
macam cara seri pengenceran yaitu:
1. Pengenceran 1:80, dibuat dengan cara memipet serum 20 μL ditambah
dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 20 x 1/1600 = 1/80
2. Pengenceran 1:160, dibuat dengan cara memipet serum 10 μL ditambah
dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/160
3. Pengenceran 1:320, dibuat dengan cara memipet serum 5 μL ditambah
dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/16

Reaksi aglutinasi mempunyai prinsip yang sama dengan hubungan antigen-


antibodi. Perbedaan yang penting adalah bahwa kompleks soluble tidak terbentuk
pada aglutinasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi aglutinasi adalah ukuran
partikel, kepadatan muatan elektrostatik permukaan, atau sifat-sifat imunokimia
antibody derta keadaan fisikokomia tertentu. Proses aglutinasi fase pertama
penyatuan antigen-antibodi terjadi seperti pada presipitin dan tergantung pada
kekuatan ion, pH, dan suhu. Fase kedua, pembentukan kisi-kisi, tergantung pada
penanggulangan gaya tiolak elektrostatik partikel-partikel. Aglutinasi sel darah
merah, misalnya dalam sisi-sisi reseptor antigenic mungkin terletak pada cekungan
yang dalam. Pada permukaan sel, antibody diikat kuat pada sisi reseptor pada satu
sel. Pembentukan kisi-kisi tidak dapat terjadi sampai valensi reseptor bebasnya
melekat pada antigen antara sel-sel yang berdekatan. Jika sel terpisah oleh gaya
tolak, ujung bebas molekul antibody tidak akan mendekat ke antigen cukup rapat
untuk membuat ikatan yang kuat. Gaya tolak dapat diatasi dengan metode fisik yang
memaksa sel menjadi lebih dekat dengan semifugasi. Namun, dengaan beberapa
system antigen-antibodi cara demikian ini tidak mempunyai pengaruh sehingga
aglutinasi tidak dapat terjadi.

4. Pengertian Salmonella typhii


Salmonella typhi termasuk Enterobacteriaceae (kuman enterik batang gram
negatif) yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan intraseluler
fakultatif.
Sallmonella typhi merupakan bakteri patogen yang mempunyai kemampuan
transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang, toksigenisitas dan
kemampuan menghindari sistem imun inang. Sekali masuk ke dalam tubuh, bekteri
harus menempel atau melekat pada sel inang, biasanya pada sel epitel.18
Bakteri Salmonella typhi mempunyai pili atau adhesin untuk melekat pada
reseptor sel inang. Salmonella typhi di usus halus melakukan penetrasi ke dalam
epitel, kemudian sampai lamina propria.18

5. Antigen-antigen Salmonella typhii


Macam-macam antigen antara lain :
1. Antigen jaringan manusia, meliputi antigen ABO, MN, Ss, P, dan Rh. Yang
paling dikenal adalah yang menyebabkan adanya penggolongan darah ABO,
yaitu golongan darah A, B, AB, dan O. Antigen-antigen ini terdapat di dalam
sel-sel darah merah sebagia orang, bereaksi dengan iso-antibodi (antibodi
yang ada di dalam spesies yang sama) pada orang lain. Antigen Rh
membangun sistem antigen golongan darah yang kompleks
2. Antigen bakteri dan virus. Antigen bakteri diekskresikan sebagai eksotoksin
dan enzim atau merupakan komponen struktural sel. Bagian paling luar sel
bakteri dapat terdiri dari kapsul. Kapsul polisakaride pneumokokus bersifat
antigenik, seperti halnya antigen kapsular K atau Vi pada Salmonella thypi
dan beberapa salmonella lain. Pada spesies Salmonella yang berflagela,
antigen flegelar dinamakan antigen H. Kompleks antigen O (suatu
endotoksin) basilus entrik gram negatif terletak pada kompleks dinding sel
membran bakteri ini (meskipun antigen O itu kadang-kadang disebut somatik
atau tubuh). Ini merupakan kompleks polisakaride- fosfolipid-protein;
spesifisitas (kekhususan) serologisnya terletak pada komponen
polisakaridenya (Pelczar dan Chan, 2008).

I. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Uji serologi dapat digunakan untuk menentukan jenis kuman yang diasingkan

dari penderita, serum darah yang mengandung antibody direaksikan dengan reagen

widal sehingga terjadi aglutinasi. Berdasarkan hasil tes widal pada titer 1/80, 1/160

dan 1/320 menunjukkan terjadinya aglutinasi, ini menunjukkan bahwa penderita

memiliki antibody terhadap Salmonella typhii atau dengan kata lain mengalami

infeksi berat demam tifoid.

B. Saran

Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus berhati-hati karena

menggunakan serum bakteri penyebab pathogen, dan perhitungan waktu yang tepat

agar tidak terjadi hasil yang menunjukan positif palsu atau negative palsu.

DAFTAR REFERENSI

David, B.D. Renato. 1990. Microbiology 4th. London : Tippicoll Company.

Flynn, John E. 1966. The New Microbiology. USA : Mc Graw Hill.


Jawetz, Melnick & Adelberg. 1966. Microbiologi Kedokteran. Jakarta : Buku
Kedokteran.

Pelczar and Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.

Pelczar and Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.

Staf Pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Volk, W. A, and Wheeler, M. F. 1984. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga

Zmijewski, C. M and Bellanti, J. A. 1993. Imunologi 3. Yogyakarta : UGM Press.

You might also like