You are on page 1of 2

2/6/2008 | 27 Jumadil Awal 1429 H

Bergegaslah Dalam Kebaikan

Oleh: DR. Amir Faishol Fath

dakwatuna.com - “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu
berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Al Abaqarah 148

Dalam ayat ini Allah memerintahkan fastabiqul khahiraat (bersegeralah dalam berbuat baik).
Imam An Nawawi dalam kitabnya Riyadhush shalihiin meletakkan bab khusus dengan judul:
Babul mubaadarah ilal khairaat wa hatstsu man tawajjaha likhairin ‘alal iqbaali ‘alaihi bil jiddi
min ghairi taraddud (Bab bersegera dalam melakukan kebaikan, dan dorongan bagi orang-orang
yang ingin berbuat baik agar segera melakukannya dengan penuh kesungguhan tanpa ragu
sedikitpun). Lalu ayat yang pertama kali disebutkan sebagai dalil adalah ayat di atas. Perhatikan
betapa Imam An Nawawi telah memahmi ayat tersebut sebegai berikut:

Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda, melainkan harus segera
dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada kehidupan, segeralah berbuat baik. Lebih dari
itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada
kesempatan untuk kebaikan, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah
swt. dalam Al Qur’an selalu menggunakan istilah bersegeralah, seperti fastabiquu atau wa
saari’uu yang maksudnya sama, bergegas dengan segera, jangan ditunda-tunda lagi untuk berbuat
baik atau memohon ampunan Allah swt. Dalam hadist Rasulullah saw. Juga menggunakan istilah
baadiruu maksudnya sama, tidak jauh dari bersegera dan bergegas.

Dalam sebuah buku tentang kisah orang-orang saleh terdahulu diceritakan salah seorang dari
mereka berpesan: maa ahbabta ayyakuuna ma’aka fil aakhirat if’alhul yaum. Wamaa karihta
ayyakuuna ma’aka fil aakhirat utrukul yaum (apa yang kau suka untuk dibawa ke akhirat kerjakan
sekarang juga. Dan apa yang kau suka untuk kau tidak suka untuk di bawa ke akhirat tinggalkan
sekarang juga). Ini menggambarkan sebuah sikap kesigapan dalam memilah dan memilih
perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu secara fitrah tidak ada manusia yang suka
membawa dosa-dosa ke akhirat, kecuali orang-orang yang sudah mati hatinya. Karena itu makna
fastabiquu pada ayat di atas memang benar-benar sangat penting -kalau tidak mau dikatakan
sebuah keniscayaan- untuk selalu kita amalkan.

Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling tolong
menolang. Imam An Nawawi mengatakan: wa hatstsu man tawajjaha likhairin ‘alal iqabaal
‘alaihi. Ini menunjukkan bahwa kita harus membangun lingkungan yang baik. Lingkungan yang
membuat kita terdorong untuk kebaikan. Karena itu dalam hadits yang menceritakan seorang
pembunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan taubat
tersebut disyaratkan akan ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit
memang seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Karena itu Imam An
Nawawi menggunakan al hatstsu yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari
lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara
istiqamah.
Lebih dalam jika kita renungkan makna ayat fastabiquu kita akan menemukan makna bahwa di
mana kita memang harus menciptakan lingkungan. Sebab dalam kata tersebut terkandung makna
“berlombalah”. Dalam perlombaan tidak mungkin sendirian, melainkan harus lebih dari satu atau
lebih. Maka jika semua orang berlomba dalam kebaikan, otomatis akan tercipta lingkungan yang
baik. Karena dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran,133: wasaari’uu
ilaa maghfiratin mirrabbikum di sini Allah swt. menggunakan kalimat wa saari’uu diambil dari
kata saa ra’a- yusaa ri’u maksudnya tidak sendirian, melainkan ada orang lain yang juga ikut
bergegas. Seperti dhaaraba-yudhaaribu artinya saling memukul. Dalam makna ini tergambar
keharusan adanya lingkungan di mana sejumlah orang saling bergegas untuk berbuat baik. Bagitu
juga dalam surah Al Hadid, 21, Allah berfirman: saabiquu ilaa maghfiratin mirr rabbikum, kata
saabiquu mengandung makna saling berlombalah. Suatu indikasi bahwa menciptakan lingkungan
yang baik adalah sebuah keniscayaan.

Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik ini adalah dengan memulai dari diri
sendiri dan keluarga. Allah swt. berfirman: quu anfusakum wa ahliikum naaraa. Perhatikan dalam
ayat ini, Allah swt hanya focus kepada diri sendisi dan keluarga dan tidak melebar kepada
masyarakat luas dan Negara. Mengapa? Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki
sebuah bangsa. Kita harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa apapun hebatnya
secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh bila pribadi dan keluarga yang ada di
lamanya sangat rapuh.

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan yang dalam.
Imam An Nawawi mengatakan: bil jiddi min ghairi taraddud . Kalimat ini menunjukkan bahwa
tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang setengah hati dalam mengerjakannya.
Rasulullah saw. bersabda: baadiruu fil a’maali fitanan ka qitha’il lailill mudzlim, yushbihur rajulu
mu’minan wa yumsii kaafiran, ,wa yumsii mu’minan wa yushbihu kaafiran, yabi’u diinahu bi
‘aradhin minad dunyaa (HR. Muslim). Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong agar segera
beramal sebelum datangnya fitnah, di mana ketika fitnah itu tiba, seseorang tidak akan pernah bisa
berbuat baik. Sebab boleh jadi pada saat itu seseorang dipagi harinya masih beriman, tetapi pada
sore harinya tiba-tiba menjadi kafir. Atau sebaliknya pada sore harinya masih beriman tetapi pada
pagi harinya tiba-tiba menjadi kafir. Agama pada hari itu benar-benar tidak ada harganya, mereka
menjual agama hanya dengan sepeser dunia.

Uqbah bin Harits ra. pernah suatu hari bercerita: “Aku shalat Ashar di Madinah di belakang
Rasulullah saw. kok tiba-tiba selesai shalat Rasulullah segera keluar melangkahi barisan shaf para
sahabat dan menuju kamar salah seorang istrinya. Para sahabat kaget melihat tergesa-gesanya
Rasulullah. Lalu Rasulullah keluar, dan kaget ketika melihat para sahabatnya memandangnya
penuh keheranan. Rasulullah saw. lalu bersabda: Aku teringat ada sekeping emas dalam kamar,
dan aku tidak suka kalau emas tersebut masih bersamaku. Maka aku segera perintahkan untuk
dibagikan kepada yang berhak (HR. Bukhari).

Dalam perang Uhud, kesigapan untuk berbuat baik seperti yang dicontohkan Rasulullah barusan,
nampak sekali di tengah sahabat-sahabatnya. Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa pernah salah
seorang bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasul, apa yang akan aku dapatkan jika aku
terbunuh dalam peperangan ini? Rasulullah menjawab: Kau pasti dapat surga. Seketika orang
tersebut melepaskan kurma yang masih di tangannya, lalu berangkat ke tengah medan tempur
dengan tanpa ragu, lalu ia berperang sampai terbunuh. (HR. Bukhari-Muslim). Subhanallah,
sebuah kenyataan dalam sejarah, di mana umat Islam harus memiliki kwalitas seperti ini. Wallahu
a’lam bishshawab.

You might also like