You are on page 1of 8

JURI Januari 2003, Vol. 10 No.

STUDI ANALITIK PENGARUH PEMASANGAN KATETER TERHADAP


KADAR ANTIGEN SPESIFIK PROSTAT DALAM DARAH PADA PASIEN
HIPERLASIA PROSTAT JINAK DENGAN RETENSI URIN
Suharto Wijanarko, Widjoseno Gardjito, Sunaryo Hardjowijoto, Adi Santoso, Sabilal Alif, Widodo JP, Doddy M. Soebadi

ABSTRACT
Objectives: To study the impact on serum PSA of insertion of a urethral catheter in patients with acute urinary retention.
Patient and Methods: 40 patients presenting in urinary retention with presumed BPH were randomly selected and
divided into two therapeutic groups. Half of the patients (20) had urethral catheterisation, whilst the other 20 had a
supra pubic cystotomy. PSA levels were measured on presentation and at 24, 72 and 168 hours after intervention.
Analysis of the data was by the student t-test with significance variant at p=0.01. Results: The mean patient age was 65.1
years. Prostatic specimens were resected and BPH was confirmed, the average weight of specimen was 21.8 gms. The mean
PSA level before treatment was 21.17 ng/ml, at 24 hours after relief of retention the mean was 16.22 ng/ml, at 72 hours it
was 13.436 ng/ml and at 168 hours the mean was 17.44 ng/ml. There was a significant difference between PSA levels at
24 and 72 hours post treatment (p=3.30, p=0.004), and PSA measurement before catheterisation and 72 hours after
catheterisation (p=0.008). There was no difference in the readings of PSA in patients who are either catheterised or who
had a cystotomy at all readings including 24 hours, 72 hours and 168 hours post treatment. Conclusion: PSA levels in
patients with BPH caused acute urinary retention are raised at the time of presentation due to the retention. Following
relief of retention,PSA levels showed a decrease, particularly 72 hours after catheterisation. There was no significant
difference between PSA levels in patients in acute retention who are either catheterised by the urethra or who had a supra
pubic cystotomy to relieve their retention.
Keywords: PSA levels, BPH with retention, catheterization

PENDAHULUAN Peningkatan nilai konsentrasi PSA dapat juga terjadi sebagai


akibat tindakan pemeriksaan BPH seperti pemeriksaan colok
Antigen Spesifik Prostat (PSA, Prostate Specific Antigen) dubur (DRE, Digital Rectal Examination), pemasangan
adalah suatu glikoprotein protease yang diproduksi dan kateter, sistoskopi, biopsi jarum, Ultrasonografi Transrektal
disekresi oleh sel epitel prostat dan berperan aktif dalam (TRUS, Transrectal Ultrasound), reseksi prostat transuretra
likuifaksi semen. PSA merupakan petanda tumor yang pal- (TURP, Transurethral Resection of the Prostate),
ing efektif untuk kanker prostat, PSA berbeda dengan petanda bertambahnya umur dan retensi urin serta besarnya volume
tumor yang lain karena diproduksi oleh sel epitel prostat prostat. Ini berarti bahwa pengukuran nilai PSA pada
maka PSA sangat spesifik untuk jaringan prostat sedangkan seseorang hendaknya dilakukan dan dipikirkan dengan
menghindarkan kemungkinan tersebut di atas.2,48,52
untuk karsinoma prostat mempunyai keterbatasan untuk
dipakai dalam diagnostik karsinoma prostat.6,7,29,40
Di RSUD Dr. Soetomo pemeriksaan PSA dilakukan untuk
pentapisan terhadap adanya karsinoma prostat. Apabila
Selain pada karsinoma prostat, psa juga meningkat pada
didapatkan peningkatan kadar PSA di atas 4 ng/ml dan DRE
beberapa penyakit jinak seperti hiperplasia prostat jinak
jinak setelah pemasangan kateter uretra menetap, di klinik
(BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) prostatitis dan
RSUD Dr. Soetomo pasien tersebut diperlakukan sebagai
kerusakan jaringan prostat lainnya. Akibatnya timbul suspek karsinoma prostat dan perlu dilakukan pemeriksaan
kesulitan untuk membedakan karsinoma prostat dan BPH TRUS dan biopsi prostat. Sampai saat ini belum diketahui
bila kadar PSA berkisar antara 4-20 ng/ml. kapan sebenarnya pemeriksaan kadar PSA yang paling
bermakna pada pasien BPH retensi urin dengan kateterisasi
Program Studi Urologi Laboratorium / SMF Urologi uretra menetap dan diharapkan pemeriksaan yang berlebihan
FK Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya. dapat dihindari.

1
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

Atas dasar permasalahan di atas, kami melakukan penelitian kelompok terdiri dari 20 pasien, kelompok I dilakukan
prospektif pengaruh pemasangan kateter uretra terhadap kateterisasi dan kelompok II dilakukan sistostomi trokar
kadar PSA dalam darah pada pasien BPH dengan retensi sebagai kelompok kontrol.
urin.
Bahan Sampel
Tujuan Penelitian
Serum 0.5 ml diambil dari darah 2.5 ml dan dipisahkan
1. Mengetahui kadar PSA dalam darah pasien BPH dengan maksimal 2 jam sesudah pengambilan darah. Bila tidak
retensi urin akut. langsung dipisahkan, serum disimpan di almari es (2 -8 C)
o o

2. Mengetahui pengaruh kateterisasi uretra menetap dan akan tahan dalam 24 jam, bila >24 jam harus disimpan
pasien BPH dengan retensi urin terhadap kadar PSA dalam freezer (-20 C).
o

darah.
3. Mengetahui pola perubahan kadar PSA dalam darah Evaluasi
pada pasien BPH retensi urin akut dengan kateterisasi
uretra menetap. Evaluasi laboratorik dilakukan atas dasar pemeriksaan PSA
sebelum manipulasi, 24 jam, 72 jam dan 168 jam setelah
METODE PENELITIAN manipulasi. Kemudian semua data dicatat.

Sifat dan Sampel Penelitian Variabel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Variabel tergantung : Kadar PSA
sampel 40 pasien BPH dengan retensi urin akut di IRD dan Variabel bebas : pemasangan kateter uretra
poliklinik Urologi RSUD Dr. Soetomo pada bulan Februari Variabel confounding : Umur pasien, lama retensi,
sampai dengan Agustus 1997, kemudian dibagi dua jumlah urin, besar spesimen prostat
kelompok dengan cara randomisasi sederhana. Setiap

Tatalaksana Penelitian

Klinis BPH dengan retensi urin akut


(tanpa manipulasi prostat)

PSA sebelum manipulasi


Ambil darah 2,5 ml

BOF
Thorak foto
Laboratorium

Kelompok I Kelompok II
kateterisasi trokar sistostomi
Pemeriksaan colok dubur (DRE) DRE

MRS

PSA 24 jam setelah manipulasi Observasi tanda vital dan efek


samping setiap 8 jam
PSA 72 jam setelah manipulasi Observasi tanda vital dan efek
PSA 168 jam setelah manipulasi samping setiap 24 jam

Gambar 1. Skema tata laksana.

2
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

Pengolahan data Hasil pemeriksaan kultur urin didapatkan steril pada 14 pasien
(35%) sedangkan yang positif terinfeksi kuman 26 pasien
Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan stu- (65.0%) dengan jumlah kuman terbanyak Pseudomonas pada
dent t-test untuk menguji beda rata-rata mean, batas 13 pasien (32.5%), E.coli pada 9 pasien (22.5%), Enterobacter
kemaknaan yang digunakan a <0.01. 3 pasien (7.5%) dan Klebsiella 1 pasien (2.5%).

HASIL PENELITIAN Pemeriksaan bof didapatkan 39 pasien (97.5%) normal, 1


pasien (2.5%) hasil bof didapatkan adanya batu ginjal
Selama penelitian didapatkan 45 pasien retensi urin karena kanan, batu ureter 1/3 distal kanan dan buli-buli opaque
pembesaran prostat akan tetapi 5 pasien drop-out dari besar yang tidak menimbulkan obstruksi.
penelitian sehingga sampel penelitian menjadi 40 pasien. Dari
Berat prostat setelah dilakukan operasi TURP maupun
40 pasien yang diteliti 28 pasien (62.2%) hasil patologi operasi terbuka prostatektomi Millins yang terkecil 5 gram
anatominya adalah BPH adenomyomatik dan 12 pasien sedang yang terbesar 70 gram dan berat rata-rata 21.892 gram.
(26.7%) hasil patologi anatominya adalah BPH dengan
keradangan. Hasil pemeriksaan PSA pada BPH retensi urin sebelum
dilakukan tindakan kateterisasi maupun sistostomi, terendah
Distribusi umur dari penelitian ini, untuk kateterisasi rata- 0.52 ng/ml, sedangkan yang tertinggi 64.180 ng/ml dengan
rata umurnya 65.4 tahun dan pada tindakan sistostomi rata-rata PSA 21.178 ng/ml, selanjutnya hasil PSA sesudah
24 jam, 76 jam dan 168 jam dapat dilihat pada tabel 1.
mempunyai rata-rata umur 64.85 tahun serta rata-rata pada
semua pasien adalah 65.125 tahun. Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil PSA kateterisasi dan
sistostomi ada kecenderungan menurun sampai 72 jam dan
Lamanya retensi rata-rata 19.625 jam, dan rata-rata jumlah pada 168 jam akan meningkat lagi. Dan PSA pasien yang
urin yang dikeluarkan dengan kateterisasi dan sistostomi dilakukan kateterisasi dengan uji t dan derajat kemaknaan
masing-masing 936.25 cc dan 732 cc. a <0.01 (Tabel 2).

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kadar PSA Penderita BPH Berdasarkan Waktu dan Cara Terapi

No. Tindakan Pem. PSA Rata2 SD Min Max

1. Kateterisasi Sebelum 21.034 18.665 0.520 52.320


24 jam 16.122 13.732 0.530 44.760
72 jam 13.426 11.810 0.490 43.950
168 jam 14.444 13.412 1.170 42.840
2. Sistostomi Sebelum 21.321 22.203 0.710 64.180
24 jam 10.049 9.892 0.680 34.750
72 jam 9.133 10.151 0.670 39.100
168 jam 9.290 8.445 1.140 33.380

Tabel 2. Uji t Pada Penderita yang Dilakukan Kateterisasi

No. PSA t p Derajat kemaknaan

1. PSA sebelum dg PSA 24 jam 2.29 0.034 Tidak berbeda bermakna


2. PSA 24 jam dg PSA 72 jam 3.30 0.004 Berbeda bermakna
3. PSA 72 jam dg PSA 168 jam -0.86 0.401 Tidak berbeda bermakna
4. PSA sebelum dg PSA 72 jam 2.92 0.008 Berbeda bermakna
5. PSA sebelum dg PSA 168 jam 2.44 0.025 Tidak berbeda bermakna
6. PSA 24 jam dg PSA 168 jam 1.47 0.158 Tidak berbeda bermakna

3
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

Tabel 3. Uji t Pada Penderita yang Dilakukan Sistostomi

No. PSA t p Derajat kemaknaan

1. PSA sebelum dg PSA 24 jam 3.18 0.005 Berbeda bermakna


2. PSA 24 jam dg PSA 72 jam 1.41 0.176 Tidak berbeda bermakna
3. PSA 72 jam dg PSA 168 jam -0.16 0.872 Tidak berbeda bermakna
4. PSA sebelum dg PSA 72 jam 3.32 0.004 Berbeda bermakna
5. PSA sebelum dg PSA 168 jam 2.93 0.009 Berbeda bermakna
6. PSA 24 jam dg PSA 168 jam 0.76 0.457 Tidak berbeda bermakna

Uji t pada tabel kedua didapatkan perbedaan yang bermakna 24 jam (t = 3.18; p = 0.005). Pasien yang diperiksa sebelum
pada pemeriksaan PSA 24 jam dengan PSA 72 jam (t = 3.30; sistostomi dan sesudah 72 jam serta pasien sebelum
p = 0.004) dan pemeriksaan PSA sebelum kateterisasi dengan sistostomi dengan sesudah 168 jam. Sedangkan uji beda
PSA 72 jam (t = 2.92; p = 0.008). Pemeriksaan PSA pasien makna yang dilakukan kateterisasi dengan sistostomi dapat
yang dilakukan sistostomi dengan uji t dan derajat kemaknaan diketahui bahwa perbedaan pemeriksaan PSA pasien BPH
a<0.01.Tabel 3. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang retensi urin yang dilakukan kateterisasi dengan sistostomi
bermakna pada pasien yang dilakukan sistostomi antara ternyata tidak bermakna baik sebelum, 24 jam, 72 jam dan168
pemeriksaan PSA sebelum sistostomi dan PSA sesudah jam setelah tindakan (Tabel 4).

Tabel 4. Uji Beda Kateterisasi-Sistostomi dengan Independent t-Test

No. PSA t p Derajat kemaknaan

1. Sebelum kateter-sistostomi -0.04 0.965 Perbedaan tidak bermakna


2. 24 jam kateter-sistostomi 1.60 0.117 Perbedaan tidak bermakna
3. 72 jam kateter-sistostomi 1.24 0.224 Perbedaan tidak bermakna
4. 168 jam kateter-sistostomi 1.45 0.154 Perbedaan tidak bermakna

Tabel 5. Pengaruh Confounding Variabel Terhadap Kadar PSA Sebelum Perlakuan

No. Confounding Variabel F p Derajat kemaknaan

1. Lama retensi 3.052 0.024 Tak bermakna


2. Jumlah retensi 3.114 0.022 Tak bermakna
3. Besar prostat 2.854 0.031 Tak bermakna
4. Umur 3.090 0.022 Tak bermakna

Pasien BPH retensi urin akut, sebelum dilakukan (Setelah manipulasi 24, 72 jam dan 168 jam) serta confound-
manipulasi hasil PSAnya tidak dipengaruhi faktor ding variabel (umur, lama retensi, jumlah urin dan berat
confounding variabel berdasarkan uji Anova (Tabel 5). Uji spesimen prostat) yaitu secara keseluruhan dapat dilihat
Anova menunjukkan hubungan antara kelompok pada tabel 6. Jadi dapat disimpulkan bahwa confounding
perlakuan (kateterisasi dan sistostomi) dengan hasil PSA variabel mempengaruhi hasil PSA.

Tabel 6. Hubungan antara Kelompok Perlakuan, Hasil PSA Tabel 7. Hubungan Kelompok Perlakuan (kateterisasi
dan Confounding Variabel Secara Keseluruhan. sistostomi) dan Kadar PSA

No. PSA F p Derajat kemaknaan No. PSA F p Derajat kemaknaan


1. 24 jam 6.847 0.001 Bermakna 1. 24 jam 3.021 0.092 Tidak bermakna
2. 72 jam 5.483 0.001 Bermakna 2. 72 jam 1.341 0.256 Tidak bermakna
3. 168 jam 4.567 0.002 Bermakna 3. 168 jam 1.743 0.197 Tidak bermakna

4
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

Hubungan antara kelompok perlakuan dan kadar PSA darah urin, jumlah urin dan umur) terhadap hasil PSA setelah
dengan uji anova tidak bermakna (Tabel 7).Pengaruh manipulasi (24 jam, 72 jam dan 168 jam) dengan uji anova
confounding variabel (berat spesimen prostat, lama retensi derajat kemaknaan a <0.01 dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Confounding Variabel Terhadap Kadar PSA Setelah Perlakuan.

No. Confounding Var. PSA F p Derajat kemaknaan

1. Berat spesimen prostat 24 jam 16.362 0.001 Bermakna


72 jam 15.627 0.001 Bermakna
168 jam 9.860 0.002 Bermakna
2. Lama retensi urin 24 jam 0.417 0.523 Tidak bermakna
72 jam 0.569 0.457 Tidak bermakna
168 jam 1.195 0.283 Tidak bermakna
3. Jumlah urin 24 jam 0.102 0.751 Tidak bermakna
72 jam 0.189 0.667 Tidak bermakna
168 jam 0.344 0.562 Tidak bermakna
4. Umur penderita 24 jam 1.315 0.261 Tidak bermakna
72 jam 1.532 0.225 Tidak bermakna
168 jam 0.476 0.495 Tidak bermakna

DISKUSI bahwa terjadi penurunan hasil PSA setelah retensi urinnya


teratasi sampai 72 jam (tabel 1). Apabila dibandingkan antara
Penelitian ini didapatkan 40 pasien BPH retensi urin dengan kadar PSA kedua perlakuan dengan uji independen t
umur rata-rata 61.125 tahun, sesuai dengan umur pasien BPH didapatkan perbedaan kedua tindakan dari waktu ke waktu
dalam kepustakaan.24,29 Lama retensi urin rata-rata 19.625 semuanya tidak bermakna (tabel 4). Hal tersebut didukung
jam dan rata-rata jumlah urin yang dikeluarkan baik dengan uji anova hubungan kelompok perlakuan dengan
kateterisasi maupun sistostomi 834,125 cc, sudah melebihi kadar PSA sesudah perlakuan, ternyata hasilnya baik 24 jam,
kapasitas buli-buli orang dewasa normal 350-450 cc. Hal ini 72 jam dan 168 jam semuanya tidak bermakna (tabel 7).
kemungkinan penyebab pasien tidak segera datang ke rumah
sakit adalah ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya atau Kadar PSA pasien BPH retensi urin setelah retensinya diatasi
keluhan adanya gangguan miksi sebelumnya yang tidak hasilnya tetap di atas kadar harga normal PSA, dengan uji
terlalu dirasakan oleh pasien. anova variabel confounding setelah perlakuan terhadap
kadar PSA ternyata hanya berat spesimen prostat yang
Pemeriksan colok dubur (dre) didapatkan perkirakan berat mempengaruhi kadar PSA darah, variabel lainnya: lama
prostat secara subyektif 20-40 g. Hasil dre sesuai dengan retensi urin, jumlah urin dan umur tidak bermakna
berat spesimen prostat hasil operasi yaitu rata-rata 21.892 g. mempengaruhi kadar PSA (tabel 8).

Pemeriksaan kultur urin pada kedua kelompok setelah 2-3 Jadi kadar PSA pasien BPH retensi urin akut sebelum
hari perlakuan didapatkan hasil positif terinfeksi 26 pasien kateterisasi di atas normal, akan menurun sampai 72 jam, dan
(65.0%) dan Pseudomonas merupakan kuman terbanyak kemudian meningkat sedikit setelah 168 jam. Faktor yang
(32.5%) disusul E. coli (22.5%). Berbeda dengan penelitian mempengaruhi kadar PSA kemungkinan besar adalah retensi
Pratanu (1994) yang mendapatkan 36 pasien (72%) positif urin dan terlihat terjadi penurunan kadar PSA setelah
terinfeksi, dengan kuman terbanyak Enterobacter (24%) kateterisasi. Kadar PSA setelah kateterisasi masih di atas
kemudian Pseudomonas (22%). Tampak terjadi pergeseran
normal dan faktor yang mempengaruhi adalah berat spesimen
kuman nosokomial dari Enterobacter ke jenis Pseudomonas.
prostat sesuai dengan hasil penelitian Stamey (1987) bahwa
Hasil rata-rata kadar PSA sebelum dilakukan tindakan adalah setiap gram jaringan prostat akan meningkatkan kadar PSA
21.178 ng/ml, sedangkan hasil rata-rata sesudah tindakan rata-rata 0.3 0.25 ng/ml.29,52
semuanya lebih rendah dari kadar PSA sebelum tindakan,
tetapi semuanya di atas harga normal PSA (4 ng/ml). Retensi urin mungkin mengakibatkan kenaikan PSA,
walaupun retensinya sudah diatasi, tetapi tekanan pada
Yang paling memungkinkan mempengaruhi kenaikan kadar prostat yang ditimbulkan akibat retensi urin dalam waktu
PSA adalah retensi urin dan hal ini terlihat pada tabel pertama tujuh hari masih belum cukup untuk mengembalikan keadaan

5
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

prostat ke kondisi normal. Hal ini sesuai dengan Stamey dan 4. Babaian R.J, Miyashita H, Evans RB, Raminez EI.. The
Oesterling, bahwa diperlukan waktu minimal 2-3 minggu agar distribution of Prostate-Specific Antigen in Men Without Clini-
kadar PSA kembali ke harga dasar setelah manipulasi pada cal or Pathological Evidence of Prostate Cancer: Relation-
prostat. ship to Gland Volume and Age J. Urol 1992;147: 837 840.
5. Bare R, Hart L, Mc Cullough DL. Correlation of Prostate-
Pasien yang dilakukan kateterisasi dengan uji t terdapat Specific Antigen and Prostate-Specific Antigen Density with
perbedaan yang bermakna pada kadar PSA sebelum Out Come of Prostate Biopsy. Urol 1994; 43: 191-196.
kateterisasi dengan kadar PSA 72 jam setelah kateterisasi,
6. Brawer MK. The Diagnosis of Prostatic Carcinoma Cancer.
serta kadar PSA 24 jam dan 72 jam setelah kateterisasi (tabel
Suppl. 1993; 71: 899-905.
2). Dengan demikian hipotesa kami yang pertama hanya
7. Brawer MK, Chetner MP, Beatle J, Buchner DM, et al.
berlaku pada pemeriksaan PSA sebelum dan 72 jam sesudah
Screening for Prostatic Carcinoma with Prostate Specific
kateterisasi, hipotesa ke dua hanya berlaku pada
Antigen. J. Urol 1992; 147: 841-845.
pemeriksaan PSA sesudah 24 jam dengan sesudah 72 jam
kateterisasi. 8. Breul J, Binder K, Block T, Hartung R. Effect of Digital
Rectal Examination on Serum Concentration of Prostate-Spe-
SIMPULAN cific Antigen. Eur. Urol 1992; 21: 195 199.
9. Catalona WJ, Smith DS, Ratliff TI, et al. Measurement of
Prostate Specific Antigen in Serum as A Screening Test for
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: Prostat Cancer. N. Engl. J.Med 1991; 324: 1156-1161.
1. Kadar PSA pasien BPH retensi urin sebelum dan 10. Chetner MP, Brawer MK. Prostate - Specific Antigen in
sesudah kateterisasi kemungkinan di atas kadar normal The Early Detection of Prostate Cancer: in Questions and
PSA (4 ng/ml). Uncertainties About Prostate Cancer by Peeling WB
2. Terdapat perbedaan bermakna kadar PSA sebelum Blackwell Science, 1996: 97-122.
kateterisasi dengan 72 jam setelah kateterisasi.
11. Chodak GW. Early Detection and Screening for Prostatic
3. Terdapat perbedaan bermakna kadar PSA 24 jam dan 72
Cancer. Suppl. to Urology 1989; 34: 10-12.
jam sesudah kateterisasi.
12. Chybowsky FM, Bergstrach EJ, Oesterling JE. The Effect
4. Terdapat kecenderungan penurunan kadar PSA pasien
of Digital Rectal Examination on The Serum Prostate-Spe-
BPH retensi yang di kateterisasi sampai 72 jam setelah
cific Antigen Concentration Results of a Randomized Study.
kateterisasi dan akan meningkat setelah 168 jam.
5. Faktor retensi urin kemungkinan berpengaruh terhadap J. Urol 1992; 83-86.
kadar PSA pada pasien BPH retensi urin akut disamping 13. Coffey DS. The Molecular Biology: Endocrinology and Physi-
faktor berat spesimen prostat. ology of The Prostate and Seminal Vesicles. In Campbells
6. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar Urology, 6 Ed. WB. Saunders Comp. 1992; 254-255.
th

PSA pasien BPH retensi urin yang dikateterisasi dengan 14. Collin GN, Lee RJ, Mc Kelvie GB, Rogers ACN, Hehir M.
kadar PSA pasien BPH retensi yang tidak dikateterisasi. Relationship Between Prostate-Specific Antigen, Prostate
Volume and Age in The Benign Prostate, Br. J. Urol 1993;
SARAN 71: 445-450.
15. Cooner WH, Hosley BR, Rutherford CL, et al. Prostate
Disarankan pada pasien BPH retensi urin akut sebaiknya Cancer Detection in A Clinical Urological Practice by Ultra-
kadar PSA diperiksa sesudah 72 jam kateterisasi dan masih sonography, Digital Rectal Examination and Prostate- Spe-
tetap dipikirkan adanya suatu suspek karsinoma prostat cific Antigen. J. Urol 1990; 143: 1146-1154.
apabila kadar PSA di atas normal. 16. Golomb J, Lindner A. Percutaneous Suprapubic Cystostomy
Using Modified Urethral Sound. J. Urol 1991; 146: 813-814.
DAFTAR PUSTAKA 17. Gottesman JE, Flanagan M.J. Suprapubic Cystotomy. A Sim-
plified Technique. Urol 1978; XI: 478-479.
1. Armitage TG, Cooper H, Newling DWW, Robinson MRG. 18. Dnistrian AM, Schwartz MK, Smith CA, et al. Abbott IMx
The Value of The Measurement of Serum Prostate-Specific Evaluated for Assay of Prostatic-Specific Antigen in
Antigen in Patients with Benign Prostatic Hyperplasia and Serum. Clin. Chem. 1992; 38: 2410-2192.
Untreated Prostate Cancer. Br. J. Urol 1988; 62: 584-589. 19. Feero, P.Nickel JC, Brown .,Young I. Prostatic Infarction
2. Allhoff E, de Riese W, Liedke B, Jonas U. ProstateSpesific Associated with Aortic and Illiac Aneurysm Repair. J. Urol
Antigen: An Up to Date after a Decade. Prospectives I 1990: 1990; 143: 364-368.
6-8. 20. Graves HCB, Wehner N, Stamey TA. Comparison of a
3. Babaian RJ, Mettlin C, Kane R, et al. The Relationship of Polyclonal and Monoclonal Immunoassay for Prostate-Spe-
Prostate-Specific Antigen to Digital Rectal Examination and cific Antigen: Need for an International Antigen Standard. J.
Transrectal Ultrasonography. Cancer 1992; 69: 1195-1200. Urol. 1990; 1516-1522.

6
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

21. Guthman DA, Wilson TM, Blute M.L, et al. Biopsy-Proved 38. Nadler RB, Humphrey PA, Catalona WJ. Effect of
Prostate Cancer in 100 Concecutive Men with Benign Digi- Inflamation and Benign Prostatic Hyperplasia on Elevated
tal Rectal Examination and Elevated Serum Prostate Specific Serum Prostate-Specific Antigen Levels. J. Urol. 1995; 151:
Antigen Level. Urol. 1993; 42: 150-154. 407-413.
22. Hagood PG, Darra RO, Rauscher JA. Non Traumatic Eleva- 39. Narayan P. Neoplasms of The Prostate Gland in Smiths
tion of Prostate-Specific Antigen Following Cardiac Surgery General Urology Ed. A Lange Medical Book, 1995: 378 -
and Extra Corporeal Cardio Pulmonary By Pass. J.Urol. 410.
1994; 152: 2043-2045. 40. Oesterling JE. Prostate-Specific Antigen: A Critical
23. Hardjowijoto S. Trokar Sistostomi: Suatu Non Operatif Assessment of The Most Usefull Tumor Marker for
Diversi Urin yang Dapat Dikerjakan di Perifer. Program Studi Adenocarcinoma of the Prostate J. Urol. 1991; 145: 907-923.
Urologi FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya; PIT IKABI 41. Oesterling JE, Rice DC, Glenski WJ, et al. Effect of Cystos-
V Juli 1988. copy, Prostate Biopsy and Transurethral Resection of Pros-
24. Hardjowijoto S. Benigna Prostat Hiperplasi (BPH), Program tate on Serum Prostate-Specific Antigen Concentration.Urol.
Studi Urologi FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1995. 1993; 42: 276-282.
25. Hybritech. Effect of Prostate Manipulation on Serum PSA 42. Papsidero LD, Wang MC, Valenzuela LA, et al. Prostate-
Values Hybritech Incorporated. 1990. Antigen in Sera of Prostatic Cancer Patients. Cancer Res.
26. Hybritech. Tandem-R PSA. Immuno Radio Metric Assay 1980; 40: 2428 - 2432.
for The Quantitative Measuremant of Prostate-Specific An- 43. Powell CS, Fielding AM, Rosse K, et al. Prostate-Specific
tigen (PSA) in Serum: Hybritech Incorporated. 1991. Antigen A Screening for Prostatic Cancer. Br. J. Urol. 1989;
27. Kalish J, Cooner WH, Graham SD. Serum PSA Adjusted for 64: 504-506.
volume of Transition zone (PSAT) is more Accurate than 44. Pratanu A. Reseksi Prostat Transurethral: Penyulit Intra
PSA adjusted for total Gland Volume (PSAD) in Detecting Operatif dan Penyulit Dini Tinjauan Prospektif. Seksi
Adenocarnoma of the Prostate.Urology 1994; 43: 601-606. Urologi/ UPF Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1994.
28. Killian CS, Ming Chu. Prostate-Specific Antigen: Questions 45. Pudji Rahardjo WJ, Poernomo H, Machmoed MH. Metode
Often Asked; Cancer Inves. 8, 1990. Penelitian dan Statistik Terapan Airlangga University Press.
29. Kirby R, Fitz Patrick J, Kirby M. et al. Shared Care for 1993.
Prostatic Disease, ISIS Medical Media, 1994: 60-64. 46. Schaeffer AJ. Catheter-Associated Bacteriuria. Urol. Clin.
30. Lange P, Brawer MK. Serum Prostate-Specific Antigen: Its Of North Amer. 1986; 13: 735-747.
Use in Diagnosis and Management of Prostate Cancer. 47. Shearer. Prostatic SpecificAntigen. Br. J. Urol. 1991; 67: 1-5.
Supp. Urol. 1989; 33: 13-17. 48. Sihombing S. Peranan Pemeriksaan Prostate-Spesific Antigen
31. Labrie F, Dupont A, Suburu R, et al. Serum Prostate-Specific (PSA) pada Hipertrofi Prostat Jinak (HPJ). Sub Bagian
Antigen as Pre Screening Test for Prostate Cancer. J. Urol. Urologi/Bagian Bedah FK UNPAD Bandung.
1992; 147: 846-852. 49. Simak R, Maders Bacher S, Zhang and Maier U. Impact of
32. Lee MJ, Papanicolaou N, Nocks BN, et al. Fluoroscopically Ejaculation on Serum Prostate Specific Antigen. J. Urol. 1993;
Guided Percutaneous Suprapubic Cystostomi for Long-term 150: 895-897.
Bladder Drainage: An alternative to Surgical Cystostomy. 50. Sipan G., Umbas R. Pengaruh Penggunaan Kateter Uretra
Radiology 1993; 188: 787-789. (Abstract). terhadap kadar Prostate-Specific Antigen. J. Urol. Ind. 1995;
33. Leventhal EK, Rozansky TA, Morey AF, Rholl. The Effects 5: 28-33.
of Exercise and Activity on Serum Prostate-Specific Antigen 51. Smith A, Carstens S, O. Morchoe, et al. A New IMx
Levels. J. Urol. 1993; 150: 893-894. Automated Microparticle Enzyme Immuno Assay for The
34. Lindner A, Siegel YI, Korczak D. Serum Prostate-Specific Quantitation of Prostate-Specific Antigen in Human Serum.
Antigen Levels During Hyperthermia Treatment of Benign Clin. Chem. 1990; 36: 1096. (Abstract).
Prostatic Hyperplasia. J. Urol 1990; 144: 1388-1389. 52. Stamey TA, Yang N, Hay AR, Mc Neal JE, et al. Prostate-
35. Mc Aleer JK, Gerson LW, Mc Mahon D, Geller L. The Effect Specific Antigen As A Serum Marker for Adenocarcinoma of
of Digital Rectal Examination (and Ejaculation) on Serum The Prostate. N. Engl. J.Med. 1987; 317: 909-916.
Prostate-Specific Antigen after Twenty-Four Hours. Urol. 53. Tchetgen MBN, Oesterling JE. Prostate-Specific Antigen and
1993; 41: 111-112. Other Prostate Tumor Markers in Topics in Clinical Urology:
36. Matzkin H, Laufer M, Chen J, et al. Effect of Elective New Diagnostic Tests by Resnick MI and Spirnak JP:
Prolonged Urethral Chateterization on Serum Prostate- Igaku-Shoin, New York-Tokyo. 1996: p. 36 - 58.
Specific Antigen Concentration. Urology 1996; 48: 63-66. 54. Umbas R, Sipan G. Influence of Catheterization on Serum
37. Nadji M, Tabei SZ, Castro A, et al. Prostatic-Specific Antigen: Prostate-Specific Antigen level in Patients with Benign Pro-
An Immunohistologic Marker for Prostatic Neoplasms. static Hyperplasia. Division of Urology School of Medi-
Cancer 1981; 48: 12291232. cine. University of Indonesia (Abstract).

7
JURI Januari 2003, Vol. 10 No. 1 Pengaruh Pemasangan Kateter terhadap Kadar PSA

55. Versey SG, Goble M, Stower MJ, et al. The Effects of Tran- 58. World Health Organization. The 3rd International
surethral Prostatectomy on Serum Prostate Specific Antigen. Consultation On Benign Prostatic Hyperplasia.
Br. J. Urol. 1988; 62: 347-351. Recommendations of The International Consensus
56. Vessella RL, Note Boom J, Lange PH. Evaluation of The Committee. 1995.
Abbott IMx Automated Immuno Assay of Prostate-Specific 59. Yuan JJ, Codlen PE, Petros JA, et al. Effect of Rectal Exami-
nation, Prostatic Massage, Ultrasonography and Needle Bi-
Antigen. Clin. Chem. 1992; 38: 2044-2054.
opsy on Serum Prostate Specific Antigen Levels. J. Urol.
57. Wijaya A. Petanda Tumor untuk Diagnosis, Uji Saring dan 1992; 147.
Pemantauan Terapi Kanker. Program Pustaka Prodia seri 60. Zeidman EJ, Chiang H, Alarcon A, Raz S. Suprapubic
Petanda Tumor 02. 1992. Cystostomy Using Lowsley Retractor. Urol. 1988: 54-55.

You might also like