You are on page 1of 7

Andalusia Neneng Permatasari (0906499902)

Ilokusi Behabitif pada Teks Wacana Naratif Berjudul Lajang karya Samuel Mulia
1. Pendahuluan
Komunikasi bukan hanya sekedar mengekspresikan pernyataan kebahasaan saja. Dalam
mengekspresikan bentuk kebahasaan tersebut, di dalamnya ada tindakan, hal inilah yang
kita kenal dengan speech act atau tindak tutur. Ketika kita mengucapkan kata ada film
bagus pada seorang kawan, di sana tidak hanya ada bentuk kebahasaan semata yang
memberitahu ada film bagus, tapi di sana ada bentuk tindakan mengajak juga.
Begitu juga dalam wacana narasi yang berjudul Lajang karya Samuel Mulia. Di
dalamnya banyak terdapat bentuk-bentuk tindak tutur yaitu ilokusi yang berjenis behabitif
(ekspresif) yang ditunjukkan dengan kritik-kritiknya yang tajam. Menariknya, tulisan
Samuel Mulia yang kental dengan kritik ini menjadikan dirinya sendiri sebagai objek kritik.
Hal inilah yang menjadi motivasi saya untuk menganalisis tindak tuturnya yang sarat
nuansa kritik. Selain itu, gaya kepenulisannya pun menjadi salah satu faktor penarik saya
untuk menelitinya, karena Samuel membuat bahasa lisan berpindah ke bahasa tulis.
Untuk datanya, yaitu wacana naratif dari Samuel Mulia diambil dari Harian Umum
Kompas. Wacana naratif Samuel Mulia ini selalu hadir setiap hari minggu dalam rubrik
Parodi. Biasanya yang dibicarakan dalam tulisannya adalah hal-hal yang ada dalam
kehidupan sehari-hari disertai kritik-kritiknya yang tajam.
2. Masalah
Dengan melihat latarbelakang tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah bentuk tindak ilokusi behabitif dari wacana narasi Samuel Mulia yang
berjudul Lajang?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan bentuk tindak ilokusi behabitif dari wacana narasi Samuel Mulia yang
berjudul Lajang.
4. Landasan Teori
Speech Act pertama kali diajukan oleh seorang Filusuf bernama J. L Austin. Ada tiga jenis
tindakan yang dilakukan seseorang pada saat ia menghasilkan ujaran sebagaimana yang
dikatakan J.L Austin dalam bukunya How to Do Things with Words (1962) yaitu tindak
lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlukosi
(perlucotionary act).
Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Daya ilokusi dapat berupa pernyataan
(statement), perintah (command), menawarkan (offer), salam (greeting), saran (suggestion),
janji (promise), dan masih banyak lagi. Teori Austin ini dikembangkan oleh John Searle
(1969: 12-17) dengan mengembangkan teori tindak tutur dan mengkategorikan tindak
ilokusi menjadi:
1. Asertif (assertives), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya dengan kebenaran
atas apa yang dikatakannya.

1
2. Direktif (directives), yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud
agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu.
3. Ekspresif (expressive), yaitu tindakan yang dilakukan dengan maksud agar
ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu.
4. Komisif (commissives), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan apa yan disebutkan di dalam ujarannya.
5. Deklarasi (declarations), yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan
maksud untuk menciptakan hal baru.
Ilokusi Behabitif (Ekspresif)
Austin (1962: 152) dalam how to do things With Words mengatakan bahwa ilokusi
behabitif itu sangat beragam, tergantung pada sikap dan kebiasaan sosial. Ilokusi behabitif
memasukkan reaksi-reaksi dari kebiasaan dan keberuntungan (kesempatan) setiap orang.
Selain itu ilokusi behabitif juga memasukkan karakter dan ekspresi khas dari setiap karakter
itu menjadi bagian dari pengamatannya. Hal ini sangat berhubungan dengan bagaimana
mendeskripsikan apa yang kita rasakan dan bagaimana cara mengekspresikannya. Di bawah
ini adalah yang termasuk ekspresi bahasa yang dapat termasuk pada ilokusi behabitif
(Austin, 1962: 160).
1) Untuk meminta maaf kita mengekspresikan dengan kata maaf.
2) Untuk berterimakasih kita mengekspresikan dengan kata terimakasih.
3) Untuk menunjukkan simpati ditunjukkan dengan kata selamat, dan lain-lain.
4) Untuk menunjukkan sikap ditunjukkan dengan kritik, komplain, atau seperti kata
tidak apa-apa, dan lain-lain.
5) Untuk memberi salam ditunjukkan dengan kata selamat datang, selamat tinggal,
dan lain-lain.
6) Untuk harapan ditunjukkan dengan kata semoga, good luck, dan lain-lain.

7) Untuk kesempatan ditunjukkan dengan dare, bisa juga dengan bentuk protes
(bentuk memprotes sesuatu), dan lain-lain.
IFID (Ilocutionary Forces Indicating Devices)
Untuk menganalisis ilokusi dalam hal ini yaitu ilokusi behabitif dapat digunakan IFID
(Ilocutionary Forces Indicating Devices). Ada beberapa hal dalam IFID yang digunakan
untuk menganalisis ilukosi (Austin, 1962: 73-76), yaitu:
1) Mood (modal)

Di dalam tindak tutur biasanya ditemukan bentuk-bentuk seperti akan, harus, seharusnya,
sebaiknya, dan lain-lain. Bentuk-bentuk seperti itu menjadi salah satu bukti dari ilokusi.
2) Tone and emphasis
Dalam melakukan tindak tutur tentu disertai nada dan penekanan untuk menunjukkan apa
yang dimaksud dan diinginkan. Dalam penelitian ini, bagian ini tidak dimasukkan karena

2
bagian ini tidak dapat diamati dalam tindak tutur teks wacana naratif.

3) Adverbs (adverbial phrases)


Dalam konteks kalimat frasa adverbial ini kerap ada dalam kalimat sebab akibat dan
persyaratan.
4) Connecting particles
Partikel penyambung ini tentu sangat dibutuhkan untuk melihat kesinambungan kalimat,
apalagi jika kalimat itu bentuknya sebab akibat atau persyaratan.
5) Accompaniments of the utterance
Dalam hal ini yang dimaksud adalah hal-hal di luar ujaran yang menyertai ujaran, seperti
gesture atau bahasa tubuh. Dalam penelitian ini bagian ini tidak bisa disertakan karena
tindak tutur yang dianalisis adalah tindak tutur dalam teks wacana naratif .
6) The circumstances of the utterance
Konteks juga merupakan hal yang penting untuk diamati dalam sebuah bangun kalimat.
Dalam penelitian ini, konteks yang dimaksud adalah konteks kalimat dalam teks wacana
yang dianalisis yaitu teks wacana naratif berjudul Lajang.
Dalam penelitian ini, IFID akan digunakan untuk menganalisis ilokusi-ilokusi behabitif
yang ditemukan dari wacana naratif berjudul Lajang karya Samuel Mulia.
5. Temuan dan Analisis
Ada empat verba yang nampak dan dominan dari wacana naratif berjudul Lajang karya
Samuel Mulia, yaitu bertanya, jujur, cemburu, dan menipu diri. Keempat verba tersebut
diambil sesuai konteks kalimat dari wacana tersebut, dan menunjukkan adanya ilokusi
behabitif. Selanjutnya, kalimat-kalimat itu akan dianalisis oleh IFID untuk menemukan dan
menggambarkan ilokusi behabitif yang terdapat dalam wacana naratif berjudul Lajang
karya Samuel Mulia.

Jenis Ilokusi Verba yang Cara untuk Variasi dimensi


menunjukkan mengenaliny
ilokusi a Tujuan Kecocokan kenyataan
tindak antara dunia psikologis
tuturnya dan kata

ekspresif Bertanya pertanyaan kekhawatiran Usia tua dan Keresahan


akan kekhawatiran
menghadang
bagaimana
kalau saya
begindang,
saya
begindung

3
Jenis Contoh Cara untuk Variasi dimensi
Ilokusi Verba yang mengenalinya
menunjukkan Tujuan Kecocokan kenyataan
ilokusi tindak antara dunia psikologis
tuturnya dan kata

ekspresif Jujur Tak lama lagi ketidakberda Usia setengah Kekecewaan


saya akan yaan abad dan yang
setengah abad, masih sendiri menimbulka
usia yang tak menimbulkan n sikap tidak
pernah saya kecemasan. berdaya.
pikirkan akan
saya capai
sendirian,
tetapi apa
boleh buat.

Jenis Ilokusi Contoh Cara untuk Variasi dimensi


Verba yang mengenalinya
menunjukkan Tujuan Kecocokan kenyataan
ilokusi tindak antara dunia dan psikologis
tuturnya kata

ekspresif jujur Saya akan Ungkapan Berpasangan sinis


menjadi sinis berarti ada yang
pembohong mengkhawatirkan
besar, kalau
sejujurnya sangat
senang
mengetahui ada
manusia yang
khawatir,
tepatnya
mengkhawatirkan
diri saya

Jenis Contoh Cara untuk Variasi dimensi


Ilokusi Verba yang mengenalinya
menunjukka Tujuan Kecocokan kenyataan
n ilokusi tindak antara dunia psikologis
tuturnya dan kata

ekspresi cemburu Meski yang tak Keharusan Saling percaya Keraguan untuk
f saya sukai dari untuk dapat berdua/berkomit
menjadi berdua saling menurunkan men.
adalah rasa percaya kadar
cemburu yang kecemburuan

4
timbul meski
sejuta suara
mengatakan
harus
memberikan
kepercayaan.
Jeleknya, saya
itu orangnya
engga
percayaan dan
cemburuan

Analisis
Untuk mengetahui dan menggambarkan adanya ilokusi behabitif pada wacana naratif karya
Samuel Mulia ini akan dipergunakan IFID. Berikut ini tindak tutur yang memperlihatkan
adanya ilokusi behabitif karena merupakan ekspresi perasaan dan sikap dari Samuel Mulia
selaku penulis dalam wacana naratifnya.
(1)Apalagi umur makin tua, sejuta pertanyaan akan menghadang bagaimana kalau saya
begindang, kalau saya begindung.
(2) Tak lama lagi saya akan setengah abad, usia yang tak pernah saya pikirkan akan
saya capai sendirian, tetapi apa boleh buat.
(3) Saya akan menjadi pembohong besar, kalau sejujurnya sangat senang mengetahui
ada manusia yang khawatir, tepatnya mengkhawatirkan diri saya.
(4)Meski yang tak saya sukai dari menjadi berdua adalah rasa cemburu yang timbul
meski sejuta suara mengatakan harus memberikan kepercayaan. Jeleknya, saya itu
orangnya engga percayaan dan cemburuan.

Kalimat Pertama
Kalimat (1) ini memperlihatkan adanya modal yang ditunjukkan dengan kata akan sebagai
petunjuk perkiraan apa yang akan terjadi di masa datang ketika umur semakin tua. Setelah
modal akan dilanjutkan dengan frasa adverbia bagaimana kalau saya begindang, kalau
saya begindung. Hal ini juga menunjukkan partikel penyambung sebagai sebuah klausa
pengandaian yang ditunjukkan sebelumnya oleh bukti adanya modal akan sebagai bentuk
perkiraan penulis pada apa yang akan terjadi di masa tua.
Adapun konteks dari kalimat (1) ini jika dilihat juga kalimat sebelumnya yaitu kesepian itu
sudah saya alami, menjadi takut sendiri itu memiriskan nyali, maka yang tergambarkan
adalah perasaan khawatir yang berlebihan. Rasa khawatir yang berlebihan ini ditunjukkan
oleh bagaimana kalau saya begindang, kalau saya begindung yang sebelumnya pada
klausa pertama apalagi umur makin tua. Ekspresi khawatir akan nasib di masa tua adalah
bagian dari bentuk ilokusi behabitif dalam wacana naratif berjudul Lajang ini. Dalam
ekspresi khawatir ini, penulis (Samuel Mulia) mencoba membangun otokritik pada
pembaca yang mungkin pernah mengalami rasa kekhawatiran seperti itu, hingga akhirnya

5
memutuskan berdua (berpasangan) hanya karena khawatir akan masa tua.

Kalimat Kedua
Dalam kalimat (2) modal muncul dua kali sebagai petunjuk sesuatu yang akan terjadi yaitu
dengan kata akan. Modal akan ini menjadi sebab untuk akibat yang ditunjukkan oleh frasa
adverbial yang dalam performatif kerap ada dalam hubungan sebab akibat. Dalam kalimat
(2) ditunjukkan dengan tetapi apa boleh buat yang merupakan akibat dari bahwa dalam
masa usia setengah abad dia akan sendirian.
Konteks kalimat (2) ini adalah bentuk tuturan ketidakberdayaan yang ditunjukkan dengan
apa boleh buat sebagai penutup kalimat. Ketidakberdayaan pada kesendirian di umur tua,
yang masih bersambung dengan kalimat sebelumnya yang ditunjukkan oleh kalimat (1)
yang menggambarkan kekhawatiran atau kegelisahan. Bentuk ketidakberdayaan ini sebagai
upaya kritik Samuel pada orang-orang dengan umur yang sudah dikatakan tua atau matang
tapi belum menikah lalu menyerah begitu saja, oleh karena itu bentuk ini pun dapat
dimasukkan pada ilokusi behabitif.

Kalimat Ketiga
Untuk kalimat (3) modal ditunjukkan dengan kata akan dalam klausa pertama yang
menggambarkan sebuah peristiwa yang akan terjadi (menjadi pembohong besar) jika sebab
dalam klausa selanjutnya dalam kalimat (3) terjadi yaitu kalau sejujurnya sangat senang
mengetahui ada manusia yang khawatir, tepatnya mengkhawatirkan diri saya. Setelah
modal alat ilokusi lain adalah frasa adverbia yang ditunjukkan oleh sangat senang
mengetahui, lalu bukti-bukti ini semakin dikuatkan oleh partikel penyambung (connecting
particle) kalau yang menjadi petunjuk syarat atau sebab jika klausa pertama ingin terjadi
yang ditandai dengan akan.
Setelah bukti-bukti lain terkumpul maka jika dilihat secara konteks kalimat ini dalam
wacana naratifnya adalah perasaan sinis yang dituturkan penulis. Hal ini tercermin dari
bukti-bukti yang ada berupa frasa pembohong besar, klausa manusia yang khawatir, dan
tepatnya mengkhawatirkan diri saya. Tentu saja untuk melihat konteks perlu untuk melihat
kalimat sebelum atau sesudahnya. Kalimat sesudahnya itu adalah ada yang bawel
menanyakan kapan pulang dan marah-marah. Perasaan sinis ini dikuatkan oleh bukti-bukti
lain berupa modal, adverb, dan partikel penyambung yang ada. Saling keterkaitan ini
membentuk ilokusi behabitif yaitu kritik penulis yang ingin mengatakan bahwa dia dapat
dikatakan berbohong jika mengaku senang ada yang mengkhawatirkan. Hal ini juga kritik
pada pilihan melajang banyak orang yang dikarenakan merasa terganggu dengan orang lain
yang sedikit-sedikit memastikan dirinya baik-baik saja. Sebagaimana ciri khasnya, bentuk
kritik sebagai salah satu ilokusi behabitif Samuel Mulia disampaikan dengan menjadikan
diri sendiri sebagai contoh dari sasaran kritik.

Kalimat Keempat
Kalimat (4) ini modal ditunjukkan oleh harus yang berarti sebuah keharusan atau sesuatu
hal yang harus dilakukan, dalam hal ini yang harus dilakukan adalah memberi kepercayaan.
Akan tetapi, keharusan ini memang menjadi sesuatu yang gagal karena pada akhirnya rasa

6
cemburu yang ingin dihindari itu tetap hadir juga ditunjukkan oleh rasa cemburu yang
timbul meski sejuta suara, oleh karena itu frasa adverbia dalam kalimat ini ada pada
syarat yang gagal untuk dipenuhi yaitu harus memberi kepercayaan. Kegagalan untuk
melaksanakan syarat ini ditampilkan oleh partikel penyambung meski yang menunjukkan
bahwa rasa cemburu tetap ada walaupun kepercayaan telah berusah dibangun dan
diberikan.
Konteks untuk kalimat (4) ini adalah kegagalan. Kegagalan dalam konteks ini adalah
kegagalan untuk menghindari cemburu jika harus hidup berdua. Hal inilah yang
kebanyakan diyakini oleh orang-orang yang takut membina komitmen untuk bersama
karena masalah cemburu yang terkadang merusak semua komitmen yang ada. Konteks
kalimat (4) ini dikuatkan oleh kalimat setelahnya la wong di luar pekarang rumah
harimaunya banyak sekali. Oleh karena itu, sesuai dengan ciri dan gaya khas
kepenulisannya Samuel Mulia di sini mengkritik bahwa pilihan berdua pun salah jika tidak
dapat saling menghormati dan memberikan kepercayaan satu sama lain.

6. Kesimpulan
Tindak ilokusi yang digunakan dalam wacana naratif Lajang karya Samuel Mulia adalah
jenis ilokusi behabitif (ekspresif), yang ditunjukkan dengan kekhawatiran,
ketidakberdayaan, sinisme, dan kesadaran akan kegagalan. Keempat reaksi itu menjadi
bentuk tindak tutur dalam teks naratif Samuel Mulia berjudul Lajang yang menunjukkan
bentuk kritik pada pilihan lajang dan tidaknya dari kebanyakan orang yang bukan berasal
dari kesadaran sendiri, namun karena tuntutan sosial atau orang lain. Dengan ekspresi
kekhawatiran, kegagalan, ketidakberdayaan, dan sinis Samuel Mulia sebagai penulis
melakukan kritik yang sangat tajam dan mengena.

7. Daftar Pustaka
Austin, J. L. 1962. How to Do Things With Words. Oxford: University Press.
Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language An Introduction to Semantics and Pragmatics.
USA: Oxford University Press.
Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik, diterjemahkan oleh Dr. M.D.D Oka MA.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Searle, J. R. 1969. Speech Acts. Cambridge: University Press.
Yule, George. 1996. Pragmatik, diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

You might also like