Professional Documents
Culture Documents
Di tengah rasa frustrasi akan kondisi bangsa yang tak kunjung membaik.
Demokrasi liberal yang dibajak oleh elit dan pialang politik. Lalu kedaulatan
sosial. Pemikiran ke arah federalisme selalu hidup, adakah peluang untuk itu ?
bentuk negara. Dimulai dengan perdebatan antara unitarisme (Bung Karno, dkk)
dan federalisme (Bung Hatta, dkk). Tetapi akhirnya mayoritas dalam Panitia
Perdebatan kedua yang tak kalah sengit terjadi saat sidang Dewan
terpimpin ala Sukarno yang menandai bubarnya dewan ini. Selama orde baru isu
bentuk negara menjadi sesuatu yang sangat ditabukan untuk didiskusikan. Bentuk
unitarisme menjadi sesuatu yang sangat sakral bagi bangsa kita hingga tak
berkat bola salju yang digulirkan Amien Rais yang ketika itu tengah menjadi
1
1999 memberi ruang yang lebih luas bagi kreatifitas dan inisiatif daerah dalam
versus federalisme.
Secara umum tulisan ini tidak akan mengupas secara detail mengenai
Process salah satu keuntungan terbesar federalisme adalah “It ensures that
government remains close to the people. The State governments argue that they
are more in tune with the daily needs and aspirations of the people” (dalam J.R.
Kalau kita mau jujur, beragam permasalahan nasional saat ini disebabkan
keberpihakan.
selalu menuai konflik antara penduduk lokal dengan pemerintah dan atau
Hal ini kian diperparah dengan kerugian sosial dan lingkungan yang
distribusi kesejahteraan juga menjadi masalah mendasar saat ini. Maka, konsepsi
2
yang ditawarkan Dahl lewat federalisme dimana terbuka kemungkinan pemerintah
Keluar dari konteks kekinian, kita juga dengan jelas memahami bahwa
sesungguhnya bangsa ini disusun atas beragam perbedaan baik secara historis,
kultural dan juga psikologis. Maka, mengapa kita tak mencoba memberikan
agar tumbuh dengan mandiri tanpa “pemaksaan” untuk menjadi seragam dalam
perlawanan daerah atas pusat terjadi. Di Aceh, Papua, Maluku, Makasar, Riau
massif hanya di Aceh dan Papua setelah sebelumnya Timor Timur berhasil
di tengah kondisi yang serba tidak berkeadilan. Pilihannya, kita mau kehilangan
satu persatu daerah di Nusantara atau kita “merdekakan” lokus kultural itu secara
Mungkin rasionalisasi yang disusun dalam tulisan ini tidak cukup kuat
meyakinkan banyak pihak untuk membincang ulang bentuk negara. Tetapi perlu
kita sadari bahwa proses menjadi lebih baik selalu membutuhkan perubahan.
Para pendiri bangsa inipun mengakui bahwa masih banyak kelemahan dalam
itu ?
3
Seorang sahabat saya yang kebetulan berkecimpung dalam gerakan
diungkit adalah terjadinya pertumpahan darah. Dengan kata lain social cost yang
Namun, benarkah setelah lebih dari 61 tahun merdeka kita belum kunjung
dewasa untuk membincang masa depan republik yang lebih baik ? Jika hasil
pencapaian politik yang sifatnya tentatif dijadikan sesuatu yang sacral. Maka,
kontekstual.
politik yang sifatnya kekal. Pertanyaannya mau atau tidak kita mencoba mencari
Mengapa kondisi bangsa saat ini saya sebut beku ? Bagaimana tidak,
demokrasi dibajak oleh segelintir elit dan pialang politik. Pemilihan pemimpin
yang serba langsung, justru membuat rakyat makin dipinggirkan. Ekonomi liberal
dengan muara pada pasar bebas membuat potensi lokal mengalami peminggiran.
Pasar bebas juga telah mengeliminir kedaulatan rakyat dan negara atas
wilayahnya sendiri.
Di sisi lain, secara kultural bangsa kita mengalami degradasi. Impor nilai
dan tatanan budaya dari luar melalui teknologi informasi telah menyapu lokalitas.
Inilah kebekuan yang dimaksud, pada akhirnya kita bisa memilih apakah mau
4
Penulis : Huzer Apriansyah