Professional Documents
Culture Documents
Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian
dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek sebagai aset
yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.
Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat
diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa.
Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau
mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon
konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.
Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur
berdasarkan 7 indikator, yaitu:
a. Brand awareness
b. Perceived quality
diharapkan.
c. Brand association
Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak
pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
d. Brand loyalty
1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama
sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan
demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek
atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih
memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).
2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang
digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak
terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong
suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan
suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe
kebiasaan (habitual buyer).
Adalah hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut
membangun brand equity (pp. 127-134).
Sedangkan menurut Kim dan Kim (2004), brand equity meliputi 4 hal, antara
lain loyalitas merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.
Sebuah brand dapat dikatakan memiliki Ekuitas yang tinggi jika brand
mampu mengkapitalisasi pendapatan atau “cash flow” jauh lebih baik
dibanding jika tidak adanya brand. Dari penelitian Davis (2000), disimpulkan
bahwa –untuk brand yang dipilihnya–ternyata 72% konsumen mau
membayar harga lebih mahal 20%.
1.
3.
4.
Terlepas dari pendekatan apa yang akan dipergunakan, asosiasi brand yang
akan dirumuskan harus dapat memenuhi 3 kriteria utama, ayitu:
Sejauh mana atribut yang dipakai mempunyai nilai dan disukai oleh
target market? (favourable)
1.
Kualitas;
2.
3.
4.
pengalaman yang mengikat kuat. Merek memiliki hubungan yang lebih dari
Dunia pemasaran tidak akan bisa lepas dari yang apa disebut sebagai merek
(brand).
Segala teori dan praktik dalam marketing selalu berawal dan berujung pada
merek.
diartikan pula bahwa ia sedang membangun jati dirinya. Merek yang kuat
akan
menjadi top of mind, selalu muncul pertama dalam benak konsumen. Dan,
apabila
merek adalah nama, istilah, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut,
merek lain saja. Merek yang unggul juga mampu berperan sebagai asosiatif,
yaitu
mengasosiasikan kualitas atau jaminan kualitas bagi konsumennya. Bahkan,
menjadi
merek yang peduli pada dunia olahraga justru didominasi oleh produk rokok.
Contoh
lain, Sony akan mudah diasosiasikan berteknologi tinggi dan jaminan mutu,
maka
Merek menjadi lebih dari sekedar simbol karena adanya enam level
pengertian yang
identitas merek.
Pelanggan Loyal
Merek yang sudah menjadi simbol, berasosiasi pada sesuatu yang positif,
dan
banyak value dan kekuatan, atau dianggap memiliki ekuitas merek (brand
equity)
yang tak ternilai.
Aaker dalam Kotler (2000) menyebutkan bahwa ekuitas merek adalah brand
asset
dan liability yang berhubungan dengan sebuah merek tertentu. Hal ini
berkaitan
emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti hak paten, merek dagang, dan
Ada banyak langkah untuk mendapatkan ekuitas merek yang bagus. Antara
lain
loyal. Ada lima level sikap pelanggan terhadap merek, mulai dari level
terendah
sampai tertinggi:
kesetiaan merek.
pelanggan terbaik bakal lebih mampu men-charge lebih besar, menjual lebih
banyak
pelanggan loyal kepada merek inilah yang sering kali dinamakan brand
equity.
merek adalah:
kompetitif.
4. Posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor dan pengecer
sebab
Akan tetapi, brand equity tidak bisa tercipta dalam sekejap. Ini merupakan
proses
Setiap tahap atau proses dalam menciptakan ekuitas merek mesti sesuai
dan seirama
pencapaian merek. Dalam setiap tahapan itu harus selalu ada kontrol dan
evaluasi.
Supaya pencapaian itu sesuai dengan target, maka peran seorang CEO
(yang
diibaratkan sebagai dirigen) adalah vital sekali. Seorang top leader harus
selalu tahu
peran para pemegang saham juga penting dalam penciptaan brand equity
ini.
Siapa tidak tahu FedEx? Perusahaan pengiriman tercepat sekarang ini. Ada
asosiasi
yang kuat antara FedEx dengan kecepatan dan ketepatan. Smith juga
mampu
Ketika pada suatu titik merek sudah menjadi kuat, ia tidak akan saja
mempengaruhi
tersebut. Sebab proses untuk mencapai brand equity yang tinggi melibatkan
unsur
2006 merek ini menghasilkan keuntungan iklan sebesar US$ 10,492 miliar.
ini.
dari Froogle (comparison shopping), Gmail (free email), Google Earth (online
Google kini sudah tidak bisa lagi disebut sebagai search engine saja. Ia
merambah
benar karena bisa berdampak terhadap runtuhnya brand equity yang sudah
terbangun.
Meski melakukan repositioning, Google memilih untuk tidak beranjak terlalu
jauh
Sebenarnya Google bisa saja mereposisi dirinya menjadi web portal atau
web
repositioning ke arah sana terlalu jauh dan kata web portal sendiri sudah
mengikuti perubahan yang terjadi. Langkah ini sangat penting dalam ekuitas
merek.
singkat. Kunci sukses dalam hal ini adalah adanya dukungan aktivitas
pemasaran
Yang jelas, meski merek akan selalu mencari kekuatan sumber-sumber baru
yang
kunci dari ekuitas merek akan menjadi nilai yang berkelanjutan dan abadi.
Pengertian Merek:
* label yang tepat dan layak untuk menggambarkan suatu objek yang
dipasarkan
Merek merupakan alat penanda bagi produsen bisa berupa nama, logo,
trademark, atau berbagai bentuk simbol lainnya yang berguna untuk
membedakan satu produk dengan produk lainnya, juga akan mempermudah
konsumen dalam menganali dan mengidentifikasi suatu produk.
Peran Merek
Konsumen tidak hanya membeli atribut tetapi juga manfaat. Produsen harus
menterjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat
emosional
Merek yang mempunyai nilai yang tinggi dipandang sebagai merek yang
berkelas (berkualitas) à merupakan ‘value indicator’ sebuah produk
Persyaratan Merek
Manfaat Merek
Dari sisi Konsumen:
Ekuitas merek:
Mencakup:
jenis asosiasi yang muncul pada konsumen ketika mengingat sebuah merek
tertentu.
1. Atribut
Manfaat
Jenis manfaat:
1. Switcher/price buyer
pembeli yang berpindah-pindah, pada umumnya berkaitan dengan faktor
harga
2. Habitual buyer
3. Satisfied buyer
5. Commited buyer
bounce study
Aaker (1997) menyatakan ekuitas merek adalah “Seperangkat aset dan
liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek dan nama yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa
kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan". Pendapat lainnya
Keller (1993) dalam Kim, dkk (2006) menyatakan bahwa ekuitas merek
dapat dipandang sebagai nilai tambah terhadap suatu produk.
Namun perlu diketahui bahwa dimensi loyalitas merek merupakan inti dari
ekuitas merek dan keempat dimensi ekuitas merek lainnya bisa berperan
menguatkan loyalitas merek karena terdapat interelasi diantara dimensi-
dimensi ekuitas merek tersebut. Pengertian contoh interaksi tersebut adalah
kesan kualitas bisa dipengaruhi oleh kesadaran merek, loyalitas dapat
dipengaruhi oleh kesadaran merek, loyalitas dapat dipengaruhi kesan
kualitas dan seterusnya sating terkait satu dengan lainnya diantara dimensi-
dimensi ekuitas merek lain.
Pandangan kedua dari brand equity adalah korelasi antara brand dan brand
extension (Pitta and Katsanis, 1995; Rangkuti 2004) mengatakan bahwa
brand equity diukur berdasarkan kemampuan merek tersebut mendukung
perluasan merek yang dilakukan.
Pandangan ketiga berkaitan dengan perspektif konsumen tentang brand
equity (Pokorny, 1995; Rangkuti, 2004) dengan melihat perilaku
pengambilan keputusan pembelian, manajer pemasaran dapat menentukan
seberapa jauh persepsi brand equity yang dimiliki oleh pelanggan terhadap
suatu merek.
Menurut Durianto (2004) defenisi merek adalah nama, istilah, tanda, symbol
desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa
yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
Sedikitnya ada lima pendekatan lain (Aaker, 1996) untuk mengukur nilai
ekuitas suatu merek, yaitu :
Untuk kelas produk dan jasa tertentu pengukuran harga optimum tidak bisa
menjadi cara yang jitu, sehingga perlu digunakan pendekatan lain yang lebih
objektif, salah satunya dengan menghitung dampak merek terhadap
evaluasi konsumen atas merek yang diukur dari referensi konsumen,
menyangkut sikap, tujuan membeli dan menggunakan suatu merek.
c. Tidak adanya ukuran yang sistematis, handal, peka dan valid mengenai
kepuasan serta loyalitas customer.
Philip Kotler (2000) sebagai analis melihat umur merek melebihi produk,
karena merek selalu dilihat sebagai aktiva perusahaan yang paling bertahan
lama dan semua merek yang kuat mewakili sekelompok pelanggan yang
setia, oleh karenanya aktiva dasar yang menjadi fondasi utama ekuitas
merek adalah ekuitas pelanggan (customer equity), hal ini menunjukkan
bahwa fokus dari perencanaan pemasaran yang tepat adalah
memperpanjang nilai seumur hidup pelanggan setia (loyal customer lifetime
value), dengan pengelolaan merek berperan sebagai alat pemasar utama.
b Posisi perusahaan menjadi lebih kuat dalam negosiasi dengan mitra bisnis.
e Merek yang kuat dapat melindungi perusahaan dari persaingan harga yang
tidak sehat atau stabil.
Dimensi Ekuitas Merek
a. Kesadaran Merek
2) Familiar/rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab
dengan merek kita, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi
terhadap merek yang kita pasarkan.
4) Mempertimbangkan merek
4) Top of mind (puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali
oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen.
Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai
merek yang ada dalam benak konsumen.
2) Quality exists only is perceived by customers (kualitas itu ada jika ada
dalam persepsi konsumen), sehingga jika persepsi konsumen rendah atas
suatu produk, maka kualitas produk menjadi rendah apapun realitanya.
Untuk penerapan strategi jangka panjang, faktor tunggal yang paling penting
dalam mempengaruhi kinerja suatu unit bisnis adalah kesan kualitas dari
produk dan jasa, terhadap kinerja dari pesaing (Buzzell and Gale, 1987).
d. Kepercayaan
Doney dan Cannon (1997) dalam Kim, dkk (2006) menyatakan bahwa
kepercayaan adalah keadaan yang dapat dipercaya (kredibilitas) dan
kebaikan dari pihak sasaran. Dimensi pertama memfokuskan pada tingkat
kepercayaan yang objektif dari mitranya, sebagaimana dalam suatu
ekspektansi yang mana kita dapat menyandarkan perkataan mitra kita atau
pernyataan tertulis mitra kita. Dimensi kedua merupakan tingkat dimana
mitra sungguh tertarik dalam motivasi untuk mencari kemanfaatan.
e. Kepuasan pasien