Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyusun laporan ini. Laporan Praktik Perancangan
Bangunan Air ini bertujuan untuk memberikan informasi dan sistematika yang
digunakan dalam Perancangan Bendung Irigasi, sesuai dengan metode dan
peraturan yang telah ada sebelumnya.
Pada laporan ini dipaparkan tahap demi tahap Perancangan bendung irigasi
pada sungai yang telah ditentukan yaitu Kali Bedog. Perancangan bendung
diawali dengan menghitung debit banjir rencana dengan memanfaatkan data hujan
harian selama 12 tahun dan kemudian dilanjutkan dengan perancangan dimensi
bendung.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Anastasia Yunika, ST., M.Eng, selaku dosen mata kuliah Praktik
Perancangan Bangunan Air.
2. Pengajar seluruh mata kuliah prasyarat Praktik Perancangan Bangunan
Air yang telah mengajarkan kami dasar-dasar ilmu teknik keairan (hidro).
3. Semua pihak dan teman-teman yang membantu dalam menyelesaikan
laporan ini.
Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
laporan ini. Penyusun berharap, semoga hasil laporan ini berguna bagi kami,
rekan-rekan mahasiswa, dan para pembaca.
Kelompok V
42
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.3
Intake frontal
46
a. Tembok pangkal
Tembok pangkal adalah tembok yang berada di kiri kanan pangkal bendung
dengan tinggi tertentu yang menghalangi lupan aliran pada debit desain tertentu
ke samping kiri dan kanan. Tembok pangkal berfungsi sebagai pengarah arus agar
arah aliran sungai tegak lurus (frontal) terhadap sumbu bendung, sebagai penahan
tanah, pencegah rembesan samping, pangkal jembatan.
c. Lantai udik
Lantai udik berfungsi untuk mengurangi bahaya rembesan yang mengalir di
bawah tubuh bendung dan bahaya erosi buluh. Dinding tirai berfungsi untuk
mempertahankan kestabilan bendung terhadap bahaya penggerusan setempat dan
degradasi dan memperbesar tekanan keatas di bagian udiknya. Penangkap
sedimen berfungsi untuk mengendalikan pemasukan sedimen ke jaringan
pengairan, baik yang berupa angkutan muatan dasar atau angkutan muatan layang.
d. Peredam energi
Peredam energi berfungsi untuk meredam energi air akibat pembendungan
agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
49
yang efektif melewatkan debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif lebih
pendek dari pada panjang mercu bendung bruto.
Dalam penentuan panjang mercu bendung efektif, harus diketahui
bagaimana pintu-pintu pembilas bendung dioperasikan. Sudah merupakan salah
satu ketentuan dalam pengoperasian pintu-pintu pembilas dan intake waktu banjir,
harus ditutup. Sehingga tidak ada aliran yang lewat bawah pintu pembilas. Dan
aliran yang melimpah melalui pintu pembilas atas tidak semulus dibandingkan
dengan aliran yang melimpah melalui mercu bendung. Karena itu, kapasitas
melewati atas pintu pembilas biasanya hanya diabil sebesar 80 % dari panjang
rencana, untuk mengkompensasi perbedaan koefisien debit dibandingkan dengan
mercu bendung.
bukan merupakan suatu keputusan yang cukup tepat, karena bendung ini
diperuntukkan untuk mengairi sawah.
Thiessen
Hujan harian dan CS, CV, dan CK
maksimum daerah
Luas DAS &
Bobot tiap stasiun
Q banjir
Dimensi
sedimen trap
Dimensi saluran
pengantar
BAB II
DATA PERANCANGAN BENDUNG IRIGASI
1 Nx Nx Nx
NR = Pa + Pb + ... + Pn
n Na Nb Nn
Terdapat tiga macam metode perhitungan luas DAS, yaitu Metode Poligon
Thiessen, Metode Aljabar, dan Metode Isohyet. Di antara ketiga metode tersebut
dipilih Metode Poligon Thiessen karena pengerjaannya lebih mudah dan hasil
yang diberikan lebih akurat.
Langkah-langkah perhitungan luas DAS adalah sebagai berikut:
1. Buat garis lurus yang menghubungkan setiap stasiun dan diusahakan
sedemikian rupa sehingga setiap ujungnya membentuk segitiga-segitiga
(apabila banyak stasiun) dengan sudut yang lancip dan tidak tumpul.
2. Dari bentuk segitiga tersebut untuk setiap sisinya dibuat garis tegak
lurus tepat pada pertengahan garis, maka akan didapatkan bentuk-bentuk
luasan yang dimiliki setiap stasiun.
3. Hitung luas masing-masing stasiun.
4. Hitung bobot setiap stasiun dengan cara :
Luas Stasiun ke - n
Bobot =
Luas Stasiun Total
.
Contoh perhitungan:
Dari hasil perhitungan luas, diketahui luas Stasiun Godean sebesar 10,5625 km 2,
sedangkan total luas DAS adalah 93,19025 km2. Sehingga diperoleh bobot untuk
Stasiun Godean adalah:
10,5625
Bobot Stasiun Godean = 93,19025 = 0,11334
Jumlah bobot harus 1 atau dalam persen harus 100%. Bobot inilah yang
kemudian dikalikan dengan data hujan harian setiap stasiun untuk setiap hari pada
setiap tahun, dari data hujan harian rata-rata daerah maka akan dihasilkan data
hujan maksimum (Hmaks) daerah setiap tahun (1988-1999). Untuk menghitung
hujan harian rata-rata daerah digunakan rumus:
Keterangan :
L1 = Luas wilayah stasiun 1
L2 = Luas wilayah stasiun 2
L3 = Luas wilayah stasiun 3
Ln = Luas wilayah stasiun ke-n
R1 = Curah hujan pada stasiun 1 pada suatu tanggal tertentu
R2 = Curah hujan pada stasiun 2 pada suatu tanggal tertentu
R3 = Curah hujan pada stasiun 3 pada suatu tanggal tertentu
Rn = Curah hujan pada stasiun ke-n pada suatu tanggal tertentu
R = Curah hujan harian rata – rata daerah pada tanggal ybs
Maka hujan harian rata-rata daerah pada tanggal 12 Mei 1998 adalah 6,6
mm. Hitungan ini dilakukan dari tanggal 1 Januari 1988 sampai 31 Desember
1999. Data curah hujan hujan maksimum daerah didapat dengan mencari nilai
maksimum dari curah hujan harian rata-rata daerah pada setiap tahunnya.
n
6∑ dt 2
KP = 1 − i =1
; Rt − Tt = dt
n −n
3
6 x 254
KP = 1 − = 0,11189
12 3 − 12
5. Hitung nilai t
1
n −2 2
t = KP 2
1 − KP
1
12 − 2 2
t = 0,11189 2
= 0,37545
1 − 0,11189
-2,228 2,228
Keterangan :
KP = Koefisien korelasi
t = Nilai distribusi t, dengan dk = n-2
Tt = Peringkat dari tahun terkecil s.d terbesar
Rt = Peringkat curah hujan dari yang terbesar s.d yang terkecil
dt = Selisih antara Rt dan Tt
n = Jumlah data
Dari uji ketiadaan trend diperoleh nilai distribusi t = 0,37545. Nilai ini
dibandingkan dengan nilai yang didapat dari Tabel Nilai Kritis Sebaran t uji dua
sisi untuk dk = n – 2 = 10 dan α = 0,05, yaitu t < -2,228 atau t > 2,228. Karena
-2,228 < t < 2,228 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data yang diuji tidak
memiliki trend dan berasal dari populasi yang sama.
dengan menguji kestabilan nilai rata-ratanya. Sedangkan apabila nilai varian tidak
stabil, maka tidak perlu menguji kestabilan nilai rata-rata.
Langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut.
a) Kestabilan varian (F test)
1. H0 : varian stabil
2. H1 : varian tidak stabil
3. α : 0,05
4. Statistik uji :
2
n1 S1 (n2 − 1)
F= 2 ; S1 dan S2 (simpangan baku kelompok 1 dan 2)
n2 S 2 (n1 − 1)
5. Hitung F
6 x8,88559 2 (6 −1)
F = = 0,60067
6 x11,04331 2 (6 −1)
terima tolak
5,05
1/ 2
n S 2 + n2 S 2 2
σ = 1 1
; dk = n1 + n2 – 2
n1 + n 2 − 2
1/ 2
6 x8,88559 2 + 6 x11,04331 2
σ =
6 +6 −2
σ = 10,822
5. Hitung t
x1 − x 2
t= 1/ 2
1 1
σ +
n1 n2
62 ,9 − 60 ,8
t= 1/ 2
1 1
10 ,822 +
6 6
t = 0,325
-2,228 2,228
F σ t
0,60067 10,882 0,325
ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam deret berkala. Uji persistensi dapat
dilakukan dengan menghitung korelasi serial, misalnya dengan Metode Spearman.
Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. H0 : data acak
2. H1 : data tidak acak
3. α : 0,05
4. Statistik uji : koefisien korelasi peringkat Spearman, uji t
n
6∑ di 2 m −2
1/ 2
; t = KS
KS = 1 − 1 − KS
i =1 2
m −m
3
1/ 2
11 − 2
t = − 0,05 2
= -0,15019
1 − (−0,05 )
terima tolak
1.833
Dari hasil uji persistensi didapatkan nilai t sebesar - 0,15019 . Nilai ini
dibandingkan dengan nilai yang didapat dari Tabel Nilai Kritis Sebaran t uji dua
sisi untuk dk = m – 2 = 9 dan derajat kepercayaan 0,05 (5%), yaitu sebesar 2,262.
Karena - 0,15019 tidak berada di antara - 2,262 sampai 2,262, maka data curah
hujan di atas tidak memenuhi uji persistensi dan berasal dari sampel tidak acak
dan bebas, artinya tidak(mempunyai peluang yang sama untuk dipilih, dan data
tidak tergantung waktu, serta kejadian tidak tergantung data yang lainnya dalam
suatu populasi yang sama).
∑X ∑( X ) 2
i −X S
X = ; S= i ; CV =
n n −1 X
Keterangan :
CV : koefisien variasi
S : standar deviasi
X : rata-rata hitung = Hrerata
n : jumlah data hujan = 12 tahun
853,8306
S
CV = = (12 −1) = 0,14321
X
61,52208
Dari hasil uji chi-kuadrat didapatkan nilai kritis sebesar 0,667. Nilai ini
kemudian dibandingkan dengan nilai pembanding dalam Tabel Nilai Kritis untuk
Distribusi Chi-Kuadrat pada lampiran. Pada tabel tersebut kita lihat nilai kritis
pada dk = 1 dan α derajat kepercayaan 0,05 didapatkan nilai kritis pembanding
sebesar 3,481. Karena 0,667 < 3.481 maka data memenuhi syarat.
2.7 Perhitungan Nilai Hujan Rencana Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan
100 Tahun.
Penentuan hujan (R) kala ulang ini digunakan untuk menentukan debit
banjir rencana (Q) kala ulang 2 tahun (Q2), 5 tahun (Q5), 10 tahun (Q10), 25 tahun
(Q25), 50 tahun (Q50), 100 tahun (Q100). Cara mendapatkan besarnya hujan dengan
kala ulang 2 tahun (R2), 5 tahun (R5), 10 tahun (R10), 25 tahun (R25), 50 tahun
(R50), 100 tahun (R100), adalah sebagai berikut :
1. Tentukan logaritma dari semua nilai X (curah hujan)
2. Hitung nilai rata-ratanya dengan rumus :
log X =
∑log X i
n
3. Tentukan nilai standar deviasi dari log X dengan rumus :
∑(log X ) 2
i − log X
S . log X =
n −1
CS =
(
n.∑ log X i − log X ) 3
1
77 1,8865 0,0100 0,0010
2 71 1,8513 0,0042 0,0003
3 70,9 1,8506 0,0041 0,0003
4 69,8 1,8439 0,0033 0,0002
5 69,2 1,8401 0,0029 0,0002
6 62,2 1,7938 0,0001 0,0000
7 58,9 1,7701 0,0003 0,0000
8 57,6 1,7604 0,0007 0,0000
9 52,9 1,7235 0,0040 -0,0003
10 52,2 1,7177 0,0048 -0,0003
11 52,1 1,7168 0,0049 -0,0003
12 48,4 1,6848 0,0104 -0,0011
Σ = 21,4395 0,0494 -0,0001
Hasil perhitungan :
log X = 1,7866
0,0517
S . log X = = 0,0670
12 −1
3
( S . log X ) = 0,0686 3
= 0,0003
CS =
(
n.∑ log X i − log X ) 3
=
12 x ( −0,0001 )
= −0,0462
( n −1).( n − 2).(S . log ) 3
X 11 x10 x 0,0003
5. Tentukan nilai k untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun yang
didapat dari Lampiran III. 4. Tabel Nilai k Distribusi Pearson Tipe III,
berdasarkan nilai CS yang diperoleh. Jika nilai CS yang diperoleh tidak
ditemukan di Lampiran III. 4. Tabel Nilai k Distribusi Pearson Tipe III,
maka dilakukan interpolasi.
72
6. Dari tabel tersebut didapat nilai k untuk 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun
masing-masing sebesar 0,00786; 0,83923; 1,27645; 1,75562; 2,02904;
2,29179.
Contoh perhitungan :
Mencari nilai k untuk periode ulang 2 tahun :
1. Nilai CS yang diperoleh -0,0462 ; berada diantara nilai CS = 0
dan CS = -0,1. Maka dilakukan interpolasi linier.
2. Nilai CS = -0,1 didapat nilai k = 0,017. Nilai CS = 0didapat
nilai k = 0. Maka –0,0462 dikalikan dengan 0,017 lalu
ditambahkan dengan selisih jarak antara -0,1
kCS = {(CS-0,1 – CS) . k0} + {(CS - CS0) . k-0,1} / (CS-0,1 - CS0)
= {(-0,1 – (-0,0462)) . 0} + {(-0,0462 - 0) . 0,017}/(-0,1 - 0)
= 0,00786
7. Masukkan nilai k tersebut pada rumus sebagai berikut:
X = X + k.S
Diperoleh nilai Rn = X, seperti ditampilkan pada Tabel 2.10.
2.8 Penentuan Debit (Q) dengan Kala Ulang 2 Tahun, 5 Tahun, 10 Tahun,
50 Tahun, dan 100 Tahun
73
Rn 67 ,65
t = 0,25 LQ −0 ,125 I −0, 25 ; q= x
240 t +1,45
t +1
120 + A 4,1
t +9 ; α =1 − β q + 7
β=
120 + A
Qn = α β q A
Keterangan :
Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%
Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan =
= tak terpenuhi n%
α = koefisien limpasan air hujan
β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran =
= sungai
q = curah hujan (m3/det.km2)
A = luas daerah aliran (km2) sampai 100 km2
t = lamanya curah hujan (jam)
L = panjang sungai dari hulu ke bendung (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan
1. Ukur jarak sungai ke bendung (L), panjang DAS dari hulu ke bendung
(L’), ketinggian di bendung dan ketinggian 0,9 L’ dari bendung. Dari
hasil pengukuran pada peta diperoleh :
L = 26,725 km
L90 = 24,0525 km
Elevasi bendung = 120,72 m
Elevasi di L90 = 707 m
2. Kemiringan (I) didapatkan dari hasil pembagian antara ΔH (selisih
elevasi sungai pada 0,9 L dengan elevasi bendung), dimana L adalah
panjang DAS sungai yang ditinjau.
ΔH = 707 – 120,72 = 586.28 m
Diperoleh nilai I sebagai berikut :
I = ΔH / L90 = 586.28 / (24,0525 . 1000)
= 0,02438
3. Asumsikan nilai Qawal, kemudian cari nilai t, β, q, dan α dengan
menggunakan rumus-rumus di atas.
4. Hitung nilai Qn.
5. Bandingkan nilai Qawal dan Qn, bila nilainya tidak sama maka ulangi
perhitungan hingga menemukan nilai Q yang sama (Metode Iterasi).
Contoh perhitungan Q2 :
Qawal = 85.8162 m3/detik
A = 93.19025 km2
Rn = 61,2563 mm
I = 0,02438
t = 0,25 L Q-0,125 I-0,25
-0,125
= 0,25 . 0,02438. 85.8162 . 0,02438-0,25
= 9,6918 jam
t +1
120 + A
β = t +9
120 + A
75
9,6918 +1
120 + x93.19025
= 9,6918 + 9
120 + 93.19025
= 0,8129
Rn 67 ,65
q = 240 x t +1,45
61,2563 67 ,65
= x
240 9,6918 +1,45
= 2,1348 m3/det.km2
4,1
a = 1 − β q +7
4,1
= 1 − 0,8129 . 2,1348 +7
= 0,5306
Qn = α . β. q . A
= 0,5306 . 0,8129. 2,1348. 66,1305
= 85,8174 m3/det
Jika Qawal 2 tahun tidak sama dengan Qn, maka perhitungan diulang dengan
menggunakan metode iterasi (trial-error). Trial-error dihentikan jika beda Qawal
dan Qn {(Qn - Qawal/Qn) . 100%} < 2%.
Hasil perhitungan Q Banjir Rencana ditampilkan dalam Tabel 2.11.
Periode
Rn Qawal t b qn a Qn
Ulang
76
BAB III
PERENCANAAN STRUKTUR BENDUNG
77
P Q
R S T
Be = B - 2(nKp + Ka) H1
Be = 30 - 2( 2 x 0 + 0,2) 4 = 28,4 m
81
2 2
Q100 =C d ×B × H 3 / 2 × g
3 3
Keterangan :
Q = debit saluran (m3/dt)
Cd = koefisien debit (Cd = C0 × C1 × C2)
B = lebar efektif bendung
g = percepatan gravitasi (= 9,8 m/d2)
H = tinggi energi di atas mercu (m)
Trial 1
Debit 100 tahun (Q100) 137.4924 m3/dt
Koefisien Debit (Cd) 1.3392162
Lebar Efektif Bendung (B) 28.4 m
Tinggi Energi di Atas Mercu (H) 1.65 m
Gaya gravitasi (g) 9.81 m/dt
H1/r 2.25 m
H1 2.25 m
P/H1 1.50
C0 C1 C2 r
1.35 0.998 0.994 1
Trial 2
Debit 100 tahun (Q100) 137.4924 m3/dt
Koefisien Debit (Cd) 1.2573
Lebar Efektif Bendung (B) 28.4 m
Tinggi Energi di Atas Mercu (H) 1.72 m
Gaya gravitasi (g) 9.81 m/dt
H1/r 1.65 m
H1 1.65 m
P/H1 2.28
C0 C1 C2 r
1.27 1 0.99 1
Trial 3
Debit 100 tahun (Q100) 137.4924 m3/dt
Koefisien Debit (Cd) 1.2672
Lebar Efektif Bendung (B) 28.4 m
Tinggi Energi di Atas Mercu (H) 1.71 m
Gaya gravitasi (g) 9.81 m/dt
H1/r 1.72 m
H1 1.72 m
P/H1 2.18
C0 C1 C2 r
1.28 1 0.99 1
83
Trial 4
Debit 100 tahun (Q100) 137.4924 m3/dt
Koefisien Debit (Cd) 1.2573
Lebar Efektif Bendung (B) 28.4 m
Tinggi Energi di Atas Mercu (H) 1.72 m
Gaya gravitasi (g) 9.81 m/dt
H1/r 1.71 m
H1 1.71 m
P/H1 2.19
C0 C1 C2 r
1.27 1 0.99 1
2
137,4924 = 1,2573 × 2/3(28,4) × H3/2 × ×9,81
3
1
v1 = 2 g ( H 1 + z )
2
Q 100
q=
B ef
q
y1 =
v1
v1
Fr =
g × y1
y2 1 2
= ( 1 + 8 Fr − 1)
y1 2
2
1
Q = A× × R 3 × I
n
2/3
1 Bs × H 2
Q = Bs × H 2 × × × I
0,04 Bs + 2 H 2
Keterangan :
z = tinggi jatuh (m)
P = elevasi mercu –elevasi dasar sungai rata-rata (m)
v1 = kecepatan awal loncatan (m/dt)
y1 = kedalaman air di awal loncat air (m)
y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Fr = angka Froude
Bs = lebar Sungai
g = Percepatan gravitasi (= 9,8 m/dt2)
H1 = tinggi energi di atas ambang (m)
H2 = kedalaman air di hilir (m)
85
I = kemiringan saluran
R = jari-jari hidraulis (m)
N = 0,04 (dikarenakan sungai di Indonesia termasuk jenis sungai
= yang agak berbatu)
1
v1 = 2 ×9,8 × ( .1,71 + 3,757 ) = 9,5125 m/d
2
v1 9,5125
Fr = = = 4,3755
g × y1 9,81 ×0,4818
y2 1 2
= ( 1 + 8Fr −1)
y1 2
1
y2 = ( 1 + 8 × 4,3755 2 −1) × 0,4818 = 2,75 m
2
karena kondisi yang diinginkan adalah y2 = h2, maka h2 = y2 = 2,75
BAB IV
ANALISIS STABILITAS BENDUNG
dan Metode Koshia. Pemeriksaan stabilitas bendung terhadap erosi bawah tanah
dalam laporan ini dilakukan dengan Metode Lane.
Bendung arus memenuhi syarat CLperhitungan pada saat ada aliran dan tidak ada
aliran, yaitu harus lebih kecil dari CL berdasarkan jenis tanah dari tabel. Rumus CL
pada saat ada aliran dan tidak ada aliran adalah sebagai berikut.
1
∑LV + 3 ∑LH
CL =
H
Dimana :
CL = angka rembesan Lane
Σ LV = jumlah panjang vertikal, m
Σ LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m
Harga-harga minimum angka rembesan Lane ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Perhitungan:
Jenis tanah
yang
89
digunakan adalah kerikil kasar termasuk berangkal dengan angka rembesan Lane
3,0.
Dari Gambar 4.1. bisa didapatkan Σ LV dan Σ LH.
1
∑Lv + 3 ∑Lh
CL =
H
10 ,75 + 6,8
CL = = 5,929 ≥ 3,0 OK!
4 +1,71 − 2,75
Kesimpulan :
Angka Rembesan Lane perhitungan di atas memenuhi syarat karena lebih
besar dari 3,0. Bila pada pemeriksaan di atas tidak memenuhi syarat maka harus
ditambah pudel di depan bendung atau dipasang sheet pile pada dasar bendung.
Hal ini bertujuan untuk memperpanjang panjang rembesan.
90
Tabel 4.2 menampilkan hasil perhitungan gaya dan momen yang bekerja
pada bendung.
Tabel 4.2 Gaya dan Momen Akibat Berat Sendiri Bendung
Nama Alas Tinggi Tebal Berat Gaya Lengan Momen
Gaya (m) (m) (m) Jenis Penahan Terhadap Penahan
(ton/m3) (ton) Titik 7 (ton.m)
W1 1,5 6 1 2,4 21,6 19,65 424,44
W2 6 6 1 2,4 43,2 16,9 730,08
W3 18 2 1 2,4 86,4 9,9 855,36
W4 0,9 2,5 1 2,4 5,4 0,45 2,43
Jumlah 156,6 2012,31
Contoh perhitungan :
Gaya Penahan (W1) = volume bendung x berat jenis beton
91
= 1,5 x 6 x 1 x 2,4
= 21,6 ton
Momen Penahan = W1 x Lengan terhadap titik 7
= 21,6 x 19,65
= 424,44 ton.m
Perhitungan gaya horizontal pada saat tidak ada aliran berdasarkan Gambar
4.3.
Gambar 4.3. Gaya Horizontal pada Bendung saat Tidak Ada Aliran
Hasil perhitungan gaya dan momen yang bekerja pada saat tidak ada aliran
ditampilkan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 Gaya dan Momen Yang Bekerja Pada Saat Tidak Ada Aliran
Nama Alas Tinggi Tebal Gaya Lengan Momen
Gaya (ton/m2) (m) (m) Geser Terhadap Guling
(ton) Titik 7 (ton.m)
Ea 39,24 4 1 78,4800 5,58 437,9184
Contoh perhitungan :
γ w = 1 ton/m3, g = 9,81 m/dt2
Alas =Hxγ w xg
= 4 x 1 x 9,81
= 39,24 ton/m2
1
= x alas x tinggi x tebal
2
1
= x 39,24 x 4 x 1
2
= 78,48 ton
Perhitungan gaya horizontal pada saat ada aliran berdasarkan Gambar 4.4.
Hasil perhitungan gaya dan momen yang bekerja pada saat ada aliran ditampilkan
dalam tabel 4.4
Tabel 4.4 Gaya dan Momen Yang Bekerja Pada Saat Ada Aliran
Nama Alas Tinggi Tebal Gaya Lengan Momen
Gaya (ton/m2) (m) (m) Geser Terhadap Guling
(ton) Titik 7 (ton.m)
Ea1 56,0151 5,71 1 159,923 6,1500 983,5271
1
Ea2 26,9775 2,75 1 37,0941 3,1700 117,5882
93
Contoh perhitungan :
γ w = 1 ton/m3, g = 9,81 m/dt2
Alas =Hxγ w xg
= 5,71 x 1 x 9,81
= 56,0151 ton/m2
Σ( H ) f
<
Σ(V −U ) S
Dimana :
Σ (H) = keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan, kN
Σ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan
keatas yang = bekerja pada bangunan
f = koefisien gesekan
S = faktor keamanan
94
Keterangan :
c = proporsi luas dimana tekanan hidrostatik bekerja
= (c = 1, untuk semua tipe pondasi )
γ w = berat jenis air, kN/m3 = 9,81 KN/m3
h1 = kedalaman air hulu = 5,467 m
h2 = kedalaman air hilir = 2,75 m
ξ = proporsi tekanan (proportion of net head) diberikan pada Tabel
= 6.3 (KP - 02 Halaman 151) = 0,5 ( baik,pejal)
A = luas dasar = 15,4 m2
WU = gaya tekan ke atas resultante, KN
Karena faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja ternyata
terlampaui, maka bangunan dihitung keamanannya dengan rumus yang
didalamnya memperhitungkan geser bahan beton (c = 110 Tf/m2). Rumus yang
digunakan sesuai KP - 02 halaman 155, seperti dibawah ini :
[ f × Σ(V −U ) ] + ( c × A)
Σ( H ) ≤
S Dimana :
c = satuan kekuatan geser bahan, ton.f/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2
= arti simbol – simbol lain seperti pada persamaan sebelumnya
ΣMp
>2
ΣMg
Dimana :
Mp = momen penahan guling ,ton.m
Mg = momen guling ,ton.m
DAFTAR PUSTAKA