You are on page 1of 5

WHO IS THE LEADER?

Effective Leader Builds Effective School


Oleh : MOHAMMAD AGUS (gusadua@gmail.com)
Dedicated for my self
Awal Juni 2010

“Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk
dan sekolah yang buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang bagus. Saya juga menemukan
sekolah yang gagal, berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba
menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada
kualitas kepala sekolahnya.” Fred M. Hechinger (dalam Davis & Thomas, 1989: 17)
Sebuah ungkapan tentang betapa berpengaruhnya sosok kepala sekolah (pimpinan) terhadap
kualitas sekolah yang dipimpinnya

Menurut kamus bahasa Indonesia efektif /éféktif/ a 1 ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
kesannya); 2 manjur atau mujarab (tt obat); 3 dapat membawa hasil; berhasil guna (tt usaha,
tindakan); 4 mulai berlaku (tt undang-undang, peraturan);
Jika di banyak negara maju sekarang didengungkan tentang EFFECTIVE SCHOOL, bahkan di
negara Jiran Malaysia dengan gerakan SMART SCHOOL, dari istilahnya saja tampak bahwa
mereka menggunakan istilah lebih merujuk pada kata sifat dari hasil kinerja yang tinggi. Beda
dengan sekolah-sekolah di Indonesia (terutama sekolah negeri) yang lebih bangga dengan label
SEKOLAH STANDAR NASIONAL atau SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL, yang
mana lebih menekankan pada bajunya saja, sehingga berbagai upaya dilakukan sekedar untuk
mempertahankan predikat SSN atau mendapatkan predikat SBI meski hanya kulitnya saja
(syarat administrasi). Dengan menggunakan baju tersebut, maka sekolah lebih leluasa untuk
mendapatkan income. Mudah-mudahan persepsi penulis tidak benar.

Kembali pada Sekolah Efektif, banyak definisi dan kriteria yang disampaikan oleh para pakar
pendidikan tentang sekolah yang efektif. Salah satunya, Sekolah efektif adalah sekolah yang
memiliki sistem pengelolaan yang baik, transparan, responsibel dan akuntabel, serta mampu
memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam
rangka pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah secara efektif dan efesien. Adapun ciri-cirinya
terlihat dalam diagram berikut:

Berpusat
pada Siswa
Interaksi
Iklim
antar Teman
Sekolah
Sejawat

Peningkatan SEKOLAH Pengembang


Pembelajaran EFEKTIF an Staff

Keterlibatan
Akademik
Ortu dan
Beragam
Masyarakat
Problem
Solving

Untuk menuju sekolah yang efektif salah satu syarat adalah adanya pengelolaan sekolah yang
efektif pula. Pengelolaan sekolah yang baik dibutuhkan pimpinan yang efektif. Seperti halnya
sekolah efektif, banyak definisi dan kriteria pimpinan sekolah yang efektif. Ada banyak
indikator untuk menilai kepemimpinan sekolah yang efektif antara lain:
1. Mewujudkan proses pembelajaran yang efektif
2. Menerapkan sistem evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan
3. Melakukan refleksi diri ke arah pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat
4. Melaksanakan pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi
5. Menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
6. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib (Safe and Orderly)
7. Menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah
8. Menumbuhkan harapan prestasi tinggi
9. Menumbuhkan kemauan untuk berubah
10. Melaksanakan Keterbukaan/Managemen Sekolah yang transparan
11. Mewujudkan secara jelas Visi dan Misi sekolah
12. Melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif
13. Melaksanakan pengelolaan sumber belajar secara efektif
14. Melaksanakan pengelolaan kegiatan kesiswaan/ekstrakurikuler secara efektif
15. Mengembangkan kepemimpinan instruksional

Uraian di atas adalah teori-teori tentang persekolahan dan kepemimpinan, kembali pada judul
WHO IS THE LEADER?, jika secara teori, konsep dan struktur kepemimpinan, leader di
sekolah adalah kepala sekolah, tapi secara praktik: Siapakah sebenarnya sang pemimpin?

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu
baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka
buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.”
(Hadist Riwayat Al-Bukhari).
Rosulullah Muhammad SAW bersabda : "Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan itu adalah
ketika jiwa dan hati menjadi tenang kepadanya. Sedangkan al-itsm (dosa) adalah yang
membingungkan jiwa dan meragukan hati. Meskipun manusia memberi fatwa kepadamu."
(Hadist Riwayat Muslim).

Merujuk dari hadist Rosulullah, betapa hati menjadi pusat dari segala organ yang ada di tubuh.
Hati yang dimaksud, menurut ilmu pengetahuan adalah jantung bukan liver (hati – bahasa
Indonesia). Dari hasil penelitian diketahui bahwa jantung mempunyai medan elektromagnet
5.000 kali lebih besar dari otak, bahkan ada yang mengatakan jantung mempunyai “otak“
tersendiri. Mulai dari sini, setiap kata hati yang dimaksud adalah jantung. Jadi betapa hati adalah
rujukan dari setiap tindakan dan perilaku kita. Maka serahkanlah kepemimpinan atas tindakan
dan ucapan kita pada hati, jangan berdasarkan logika dan nafsu yang cenderung melakukan
pembenaran atas apa yang sudah kita lakukan.

Apa hubungan kepemimpinan hati dengan sekolah efektif?

Sekolah efektif akan terbentuk oleh kepemimpinan sekolah yang efektif. Pimpinan sekolah yang
efektif akan melakukan perubahan hal-hal yang menurut kriteria dan berdasarkan norma
dianggap efektif. Maka muncullah peraturan, regulasi ataupun kode etik yang mungkin belum
tentu cocok dengan keinginan warga sekolah yang sudah terlanjur berada di zona nyaman. Dari
sinilah muncul persoalan-persoalan dalam diri kita sebagai warga sekolah.

Bagaimana menyikapi persoalan-persoalan tersebut?

Misal, ketika kelayakan profesional dinilai oleh atasan, akankah kita bekerja dengan
mengendap-endap mencari sela kelengahan pimpinan untuk tidak bekerja secara profesional?
Saya teringat ungkapan seorang teman di SMP Negeri 3 Krian, Bapak Wiji Sayit. Beliau
memberi sebuah ungkapan “Betapa Sulitnya Bercermin” (Wuuiih … dalam sekali Coy!).
Saya teringat betul, saat langit memerah, sang malam mulai turun menyelimuti, sebelum
kumandang adzan Maghrib menggema, kami berdua beristirahat sejenak setelah
seharian melaksanakan amanah untuk menulis ijazah siswa kelas IX. Duduk di tepi
kolam alami bekas sawah di halaman belakang sekolah, sambil memegang stick pancing
di tangan kanan sementara di tangan kiri terselip sebatang rokok FILO, Mbah Yik,
demikian sapaan akrab beliau, dari bibirnya meluncur kalimat “Menungso iku angel
ndelok jithoke dhewe, Pak.” “Jelas toh Mbah.” Sahut saya. “Tapi masih bisa kan
dengan bantuan cermin?” Lanjut saya. Terhenti sejenak karena stick pancing di tangan
kanan Mbah Yik mulai bergetar dan tali snar terlihat meluncur ke tengah kolam, dengan
sekali hentakan si ikan betik terangkat ke atas, kesabaran dari seorang pemancing sejati
telah berbuah. Sambil melepas mulut ikan dari kail, beliau melanjutkan ucapannya
“Ndelok sik, cermin apa dan milik siapa yang dipakai.” “Maksud sampeyan?” Tanya
saya. “Masio ta ambek cermin, jika satu cermin di depan saja yang dipakai, maka
cermin tersebut hanya akan menunjukkan gambar kita dan berkata Anda cantik, Anda
ganteng, hanya topenge thok.” Sambil melempar kembali tali pancing ke tengah kolam,
Pak Sayit berujar “Bolonge jithok, jeroane ati, siapa yang tahu?” Kembali menghisap
dalam-dalam rokok di tangannya, kemudian dihembuskan pelan-pelan asap yang
mengepul keluar dari mulutnya, beliau melajutkan”Untuk melihat bagian belakang kita,
kita butuh cermin lain, mungkin dengan batuan orang lain juga.” “Artinya?” Tanya
saya dengan singkat. “Melihat diri kita seutuhnya, ternyata tidak gampang, harus ada
yang membantu untuk menilai dan memberitahukannya.” Seiring kumandang adzan
Maghrib, kami pun pergi dari tepi kolam.

Kembali pada persoalan kepemimpinan, jika kinerja kita menurut logika dan pikiran kita sudah
sesuai dengan keinginan kita, tapi apakah sudah sesuai dengan logika, akal dan keinginan pihak
lain (pimpinan sekolah)? Marilah kita bertanya pada hati kita, benar atau salah apa yang kita
lakukan. Ketika semua personal menyadari betapa memamg perlu adanya peraturan, regulasi
ataupun kode etik untuk mengontrol tindakan kita sebagai cermin lain milik orang lain diposisi
lain, maka apapun itu tidak akan memberatkan kita, sebab itu memang perlu.

Dalam suatu kesempatan, pimpinan sekolah pernah menyampaikan: Untuk mengusulkan


seseorang akan mendapatkan hak yang lebih tinggi, maka akan dinilai berdasarkan kinerja sesuai
kriteria dan norma peraturan, regulasi ataupun kode etik oleh pimpinan. Tidak lama kemudian
beliau mengatakan ‘menurunkan’ standar penilaian tersebut kepada masing-masing individu.
“Sudah pantaskah saya diusulkan untuk mendapatkan segala hak tersebut?” Jika kita cermati,
sejatinya standar penilaian itu tidak ‘diturunkan’, justru ‘dinaikkan’ jauh lebih tinggi. Mengapa?
Sebab kita disuruh untuk menilai diri kita. Untuk dapat menilai diri kita jangan bertanya pada
akal, sebab akal akan melakukan pembenaran, tapi tanyakan pada sang pemimpin sejati ‘HATI’

Begitulah, betapa sulitnya bercermin. Terilhami kandungan QS. Al A’raf : 179, penulis
menemukan rangkaian kata-kata puitis:
Sebagian manusia mempunyai mata tapi tidak bisa melihat, mengerti dan memahami
Sebagian manusia mempunyai telinga tapi tidak bisa mendengar, mengerti dan memahami
Ada manusia tanpa melihat dan mendengar, tapi bisa mengerti dan memahami.
Kuncinya adalah HATI.

Jika masing-masing individu dengan menggunakan hatinya mengerti dan memahami tugas dan
kewajiban masing-masing, maka tidak mungkin lagi terdengar keberatan, pertentangan atau
penolakan terhadap peraturan, regulasi ataupun kode etik. Sebab peraturan, regulasi ataupun
kode etik adalah kesepakatan atau alat yang mempermudah tujuan pencapaian sekolah efektif
bukan menambah ribet (Nyoro-nyoro’i) individu. Peraturan, regulasi ataupun kode etik akan
terasa berat jika nafsu memerintahkan akal kita untuk menutup kata hati yang sebenarnya.
Sebab hati kitalah yang dapat mengatakan sesuatu itu benar atau salah.

Melakukan perubahan, keluar dari zona nyaman, menguatkan komitmen, bersinergi dengan
semua warga sekolah adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan sekolah efektif. Siapapun
sosok pimpinan dan apapun pendekatannya tidak akan menjadi masalah jika terlebih dahulu kita
mau mengizinkan hati untuk memimpin kita. Andalah sejatinya Sang Pemimpin!

Di akhir bagian ini kami tulis lagi dua puisi yang tidak dikenal siapa penulisnya, pernah kami
muat di kolom Inspiration pada Majalah Master edisi 05 / II / September 2008, karena bagi kami
dua puisi sangat menginspirasi kami untuk melakukan perubahan. Semoga bisa menjadi
inspirasi bagi pembaca lain. Terima kasih.
BICARA DENGAN BAHASA HATI

Tak ada musuh yang tidak dapat ditaklukkan oleh cinta.


Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.
Semua itu harus berasal dan hati anda.
Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.
Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa
tajam otak anda,
namun juga betapa lembut hati anda dalam menjalani segala
sesuatunya.
Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi
hanya dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat,
atau membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata
manis.
Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung
yang tenang
jauh di dalam dada anda.
Mulailah dengan melembutkan hati
sebelum memberikannya pada keberhasilan anda.

HARI INI

Aku akan memulainya dengan ucapan syukur dan senyuman,


bukan kritikan.
Akan kuhargai setiap detik, menit dan jam, karena tak sedetik
pun ditarik kembali.
Hari ini tidak akan kusia-siakan, seperti waktu lalu yang terbuang
percuma.
Hari ini tak kan kuisi dengan kecemasan tentang apa yang akan
terjadi esok.
Akan kupakai waktuku untuk membuat sesuatu yang kuidamkan
terjadi.
Hari ini aku belajar lagi, untuk merubah din sendiri.
Hari ini akan kuisi dengan karya.
Kutinggalkan angan-angan yang selalu mengatakan:
‘Aku akan melakukan sesuatu jika keadaan berubah.’
Jikalau keadaan tetap saja?,
Dengan kemurahan-Nya aku tetap akan sukses dengan apa yang
ada padaku.
Hari ini aku akan berhenti berkata:
“AKU TIDAK PUNYA WAKTU.”
Karena aku tahu, aku tidak pernah mempunyai waktu untuk
apapun.
Jika aku ingin memiliki waktu, aku harus meluangkannya.
Hari ini akan kulalui seolah hari terakhirku.
Akan kulakukan yang terbaik dan tidak akan ditunda sampai
esok.
Karena hari esok belum tentu ada.

You might also like