You are on page 1of 12

c c

   


 c  

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin
telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang
setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun
masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat1.

Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil pemeriksaan
sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM positif sekitar 70-100
persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit
selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada semua
kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung
meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum
masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.

Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk
membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan
Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan
beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi,
karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin
dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. Diperkirakan eradikasi akan
dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi2.

c      
Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam
penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan
mengurangi komplikasi penyakit ini.

  

Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis banding,


diagnosis, komplikasi, prognosis, terapi dan pencegahan campak.

c c

   


 

Penyakit campak adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit3.

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a.
stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi4.

Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium5:

1. Stadium kataral

Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai
sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan
dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi

Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.

  !!

Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama
masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi
nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.

Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus.
Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi
intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.

Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa
prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum
diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah
pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan
melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7
sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul5.

 "#!!

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans dan
Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat
imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40±100 persen dan mayoritas adalah balita (>70
persen).

Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-
Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998±1999:
dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan
dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang
cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai
kontribusi besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia,
seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.

Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak
sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-
rata kasus setiap KLB selama 1994±1999, yaitu sekitar 15±55 kasus pada setiap kejadian. Berarti
besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari
15 kasus.

Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa FETP
(UGM) selama 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur
balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 1998±1999 juga menunjukkan proporsi
terbesar pada kelompok umur 1±4 tahun dan 5±9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih
tua (10±14 tahun)3.

 $ ! !!

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan saluran cerna dan pada
konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear
terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi
terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada mukosa bukal
pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa
dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.

Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan medulla
spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan
substansia alba5.

Gambar.1. Enantem pada palatum6.


Gambar.2. Ruam kulit pada campak6

 %&  

Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

1. Stadium kataral (prodormal).

Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk,
fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum
timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan
dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah.
Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.

2. Stadium erupsi

Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum
mole. Kadang ± kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai
naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul
dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang.
Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.

Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan
di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala
patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-
penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi4.

 ' !c #

Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah campak jerman, infeksi
enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia, demam skarlantina, penyakit riketsia dan
ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan dengan ruam kulit pada penyakit campak.

1. Campak jerman.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital,
servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema subitum.

Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.

3. Infeksi enterovirus

Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat demam
dan berat penyakitnya.

4. Penyakit Riketsia

Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara khas
terlihat pada penyakit campak.

5. Meningokoksemia

Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan
konjungtivits.
6. Ruam kulit akibat obat

Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada riwayat
penyuntikan atau menelan obat.

7. Demam skarlantina.

Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur seperti kulit
angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah dibedakan dengan campak.

 ( !

Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa multinuklear dapat
ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka
leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan
ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar
glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

 )!" 

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji
tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya
terjadi komplikasi sekunder seperti:

1. Bronkopnemonia

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis,
leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.

2. Komplikasi neurologis

Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental,
neuritis optica dan ensefalitis.
3. Encephalitis morbili akut

Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah. Angka
kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah
vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.

4. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)

SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala
yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma.
Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala
spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak
yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili,
sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan dalam
patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa
timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-
kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1
tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.

5. Immunosuppresive measles encephalopathy

Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena
keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif4.

 *!!

Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan
umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi4.

Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat
rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian
demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir
2000 dari populasi total tanpa memandang umur5.


+!, 

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan
umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul4.

Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup.
Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia. Adanya
komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai secara
individual5.

-  

1. Imunisasi aktif.

Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih
awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan
menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili
tersebut pada anak berumur 10 ± 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak
tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak
tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke
atas.

Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja
pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan
pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini
tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita
leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif4.

2. Imunisasi pasif.

Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin
plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan
campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25
mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera
mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk
kontak dibangsal rumah sakit anak5.

3. Isolasi

Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam
kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari
guna menghindari penularan lingkungan sekitar.


c c




" 

1. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab utama
kematian terbesar pada anak.
2. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,
genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet.
3. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan
stadium konvalesensi.
4. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang.
5. Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut, komplikasi
neurologis, SSPE dan immunosuppresive measles encephalopathy.
6. Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk.
7. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.
8. Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif dan isolasi.
 . / 

1. Burnett M., 2007. h   . http://www.e-emedicine.com.

2. Silalahi Levi, 2004.


  . http://www.tempointeraktif.com

3. Depkes, R.I., 2004.


    . http://www.penyakitmenular. info.

4. Hassan, et al. 1985.     . Jakarta. Infomedika.

5. Maldonado, Y. 2002.     . Jakarta. EGC.

6. Anonim, 2008. h  . http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html.

You might also like