You are on page 1of 6

MEMILIH KEPALA DAERAH

MENURUT BIMBINGAN AGAMA ISLAM


Oleh : H. Mas’oed Abidin
Firman Allah SWT menyebutkan, "ORANG-orang yang beriman dan tidak
mencampurkan keimanannya dengan keaniayaan (kedzaliman), untuk mereka
keamanan, dan mereka (golongan) yang memproleh petunjuk (hidayah)". (Q.S
VI-Al An'aam, ayat 82).
Ayat ini mengisyaratkan kepada kita, bahwa berjuang di jalan Allah itu harus
bersatu dalam organisasi yang kokoh kuat, sehingga tumbuhlah potensi umat yang kuat
pula.. Maka untuk menghimpun kembali potensi yang sudah bercerai berai itu, haruslah
dengan kerja keras melalui tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :
I. KEGIATAN KONSERVASI
Mencari dan mengajak kembali semua tokoh-tokoh dan pemimpin umat dari
seluruh tingkat. Usaha konservasi tidak boleh terhenti sampai selesai. Agar tidak terjadi
proses “pembusukan” atau fragmentasi. Proses ini terlihat menggejala pada sebahagian
anggota masyarakat yang sempat uzlah atau hanyut bersama arus zaman. Ingin
menyelamatkan diri sendiri-sendiri.
II. KEGIATAN RE-INTEGRASI
Dari kegiatan konservasi yang pasif, supaya segera dilanjutkan dengan usaha
re-integrasi yang aktif., yaitu kegiatan menghimpun kembali yang sudah berserakan.
Usaha re-integrasi meliputi tiga bidang :
1. Bidang re-integrasi umat ;
2. Bidang re-integrasi pemimpin ;
3. Bidang re-integrasi kader.
A. Re-integrasi umat :
Akibat korban politik orbala (baru dan lama), yang paling dirasakan oleh umat
adalah penderitaan kehidupan rohani, disamping penderitaan kehidupan materi.
Walaupun pada hari ini penderitaan kehidupan materi sudah mulai agak
sembuh, namun penderitaan kehidupan rohani terasa semakin parah. Sehingga
usaha untuk membangunkan potensi umat semakin berat. Kemana obatnya mau
dicari? Tidak usah dicari kemana-mana. Karena salah satu obat penderitaan
rohani adalah dengan meluruskan niat. Namun perlu diingat bahwa nawaitu
tetap masih mau memikirkan nasib umat. Biarlah bertukar lambang asal tidak
bertukar jiwa,. Insya Allah ia tidak akan bernafas keluar badan (tidak bergayut).
B. Re-integrasi pemimpin :
Pemimpin umat masih banyak. Tetapi yang langka itu adalah pemimpin
panutan. Ulama tidak langka, yang langka adalah kharismatik. Kharisma seorang ulama
atau pemimpin antara lain ditentukan oleh :
• Satu kata dengan perbuatan,
• Punya prinsip/pendirian hidup,
• Selalu berorientasi kepada kebenaran,
• Selalu memikirkan nasib umat.

1
Pemimpin yang dibutuhkan di zaman ini ialah yang mampu melakukan re-
integrasi umat dan berkemampuan tampil sebagai : Konseptor, Organisator,
Administrator, Penyandang/Pengumpul dana.
Ini yang penting menjadi ukuran dalam menentukan pemilihan kepala daerah
dimana saja.
Oleh karena itu yang dibutuhkan sekarang adalah pimpinan kolektif, bukan
pimpinan yang terletak pada satu tangan.
C. Re-integrasi kader :
Pada setiap zaman ada rijalnya (pemimpinnya). Bagaikan pertunjukan seni
pentas, babak demi babak akan beralih, pemain bisa berganti, bahan cerita selalu
bertukar, namun khittah (pedoman dan cita membangun umat) tidak boleh berobah.
Mempersiapkan kader sebagai pemain di pentas sejarah, antara lain perlu
dilakukan :
1. Mempersiapkan jiwa kader (sejak dini).
2. Melengkapkan pengalaman mereka.
3. Mencetuskan cita-cita.
4. Menggerakkan dinamika.
5. Menghidupkan self disiplin berlandaskan iman dan taqwa.
Menggarap lima point tersebut bukanlah pekerjaan sambilan. Akan tetapi mesti
dihadapi secara serius dengan meneyediakan waktu yang cukup memadai.. Untuk
mengujudkannya perlu diperhatikan,
1. Jangan menghalalkan segala cara. Perlu diakui bahwa para pemimpin
sekarang sudah mengecap berbagai lapangan ilmu pengetahuan dengan
berbagai disiplin ilmu. Namun sekali-kali tidak boleh ditolerir setiap sikap yang
melecehkan iman dan taqwa. Serahkan kepada mereka panji-panji perjuangan,
akan tetapi jangan sampai panji-panji itu terinjak oleh kaki orang yang
membawanya.
2. Pandai membaca buku masyarakat. Para pemimpin sudah mampu mengurai
berbagai teori sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka kuasai. Kita butuh
kepada teori namun yang lebih dibutuhkan lagi adalah kemampuan
berkecimpung ditengah-tengah umat, sehingga umat mengaggap bahwa
yang berkecimpung itu adalah anak kandungnya.
Memang para sarjana itu melek buku, akan tetapi sebahagian mereka buta kepada
buku masyarakat. Membaca kitab masyarakat tidak dijumpai di bangku kuliah.
Para pemimpin harus memahami denyut jantung masyarakat. Pada gilirannya akan
berurat di hati masyarakat.
Jangan salah memilih pemimpin, karena yang akan dapat mencetuskan api
adalah batu api, bukan batu apung. Maka ditengah-tengah dinamika masyarakat
tersebut lakukanlah serah terima antara generasi yang akan pergi dengan generasi
pelanjut. Patah tumbuh hilang barganti
III. KEGIATAN KONSOLIDASI DAN POLARISASI
Terhadap kepada kelompok-kelompok masyarakat (umat, pemimpin dan kader)
yang sudah terintegrasi mesti segera di lanjutkan dengan usaha konsolidasi
(menyatukan yang sudah terkumpul).

2
Ditingkatkan dengan usaha polarisasi (saling mengkutub bagaikan magnet).
Antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnnya. Antara yang memilih dan yang
dipilih.
Terakhir lakukanlah usaha koordinasi bagi kegiatan yang sejenis (membangun
daerah). Satukan paham dan langkah. Atur pembagian pekerjaan, dengan wijhah
(programming), khitthah (asas) dan strategi yang satu. Sehingga accu (jiwa) umat tidak
pernah kosong.
Selama accu umat selalu terisi, itulah yang dinamakan umat yang
berpotensi.
Dalam menggarap semua kegiatan tersebut diatas jangan lupa bahwa :
1. Re-integrasi merupakan aktivitas awal yang harus dipersiapkan secara matang.
2. Setiap aktivitas perlu bimbingan.
3. Bimbingan selalu berpedoman kepada rencana yang sudah dipersiapkan.
4. Rencana atau program mengandung fakta dan data yang akurat.
Setiap akan memulai suatu pekerjaan apalagi kerja besar, perlu diingat pesan
Yang sulit kerjakan sekarang; Yang tidak mungkin kerjakan besok, Insya Allah.
Yang mudah serahkan kepada orang lain. Yang berat kerjakan bersama.
Sastrawan berkata,
Kejayaan juga yang kau idamkan,
Jalan mencapainya kau tempuh tidak,
Betapakah kapal akan berlayar di tanah kering ???
Rusaknya Nilai Kehidupan
Tahun demi tahun telah kita lepas. Setiap tahun baru dimulai, kita buka dengan
harapan-harapan. Sesuatu yang baik dari tahun silam, menjadi dambaan. Namun
kecemasan selalu menghantui kita. Karena hilangnya keamanan dan ketertiban. Hampir
pada setiap sudut dunia terjadi kemelut.
Kadang-kadang juga terjadi di samping kita. Kemelut yang selalu berakhir
dengan terinjaknya martabat kemanusiaan. Hilangnya keamanan dan rusaknya
nilai-nilai kehidupan, yang manusiawi. Dalam setiap keadaan terjadi kedzaliman atau
keaniayaan. Dalam berbagai bentuk. Dia tampil ke permukaan bertepatan dengan
saat-saat manusia meninggalkan aturan-aturan. Atau dikala orang mencecerkan
hukum-hukum Allah dan syari'at Agama-NYA (Syari'at Islam).
Peringatan Allah Subhanahu wa ta'ala, menyebutkan :
“ Senantiasa orang-orang kafir (orang-orang yang meninggalkan
hukum-hukum Allah) itu, ditimpa bahaya, sebab perbuatan mreka sendiri, bahkan
tiba bahaya itu dekan rumah mereka (dalam negeri sendiri), sehingga datang janji
Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah memungkiri janji" (Q.S. XIII-Ar-Ra'ad, ayat
31).
Janji Allah, berupa munculnya rasa takut karena ulah manusia jua. Hilangnya
tauhid bertukar syirik, merupakan salah satu penyebabnya.
Hilangnya aman lantaran tumbuhnya kufur. Terbangnya iman dari lubuk hati,
sirna-lah aman dari kehidupan.Merajalelanya kedzaliman disebabkan lupa kepada
hukum-hukum Allah (hududallah).

3
Kebahagiaan manusia dan lingkungan yang aman terancam punah. Tanaman
kehidupan yang baik tak kunjung menjadi kenyataan. Semuanya terjadi karena
kesalahan manusia semata. Ukuran "benar-nya suatu kebenaran sering diukur dari
kualitas pelakunya. Kualitas kebenaran terabaikan. Kualitas kebenaran, ukurannya
adalah syari'at (aturan-aturan) Agama Allah (Islam).
Asasnya adalah iman dan taqwa kepada Allah semata.
Realisasi taqwa adalah kerelaan melaksanakan hukum Allah Yang Maha Kuasa.
Suka atau tidak. Di dalam syari'at itu, tercakup semua aturan, yang menyangkut harkat
kemanusiaan. Semua kaedahnya tertera dengan jelas, didalam syariat Islam.
Iman, tidak berarti hanya sekedar percaya kepada adanya Allah, tanpa diikuti
perilaku. Perilaku itu berupa amal-shaleh. Unsurnya adalah ikhlas, bersih dan lurus.
Ukurannya, sesuai dengan kehendak Allah.
Amal, merupakan konsekwensi logis dari iman. Aktivitas; sedemikian, melahirkan
ibadah-ibadah yang benar. Teguh dan kokoh pada setiap perintah Allah. Terjauh dari
semua unsur keaniayaan. Baik itu menyangkut hubungan individu, atau hubungan
yang luas, hubungan masyarakat. Sampai kepada suatu tatanan kehidupan yang
menyeluruh. Suatu aturan (syari'at), ruang lingkungannya universal. Tidak membedakan
pangkat dan derajat. Tidak mengenal perbedaan bangsa dan bahasa. Pelaksanaan
aturan-aturannya tidak hanya terbatas pada kedudukan elit, juga tidak pada perbedaan
kulit.
Dengan penerapan iman secara benar dan utuh ini, muncullah suatu sistem
keadilan yang indah.
Terpatri dalam sejarah, tentang kisah Al Makhzumiy, sosok seorang pembesar
(Quraisy) yang terpandang.
Dikala ia melakukan tindak pencurian, korupsi dan manipulasi pada
jabatannya masa-masa lalu, dia ditangkap. Diadili dan dijatuhi hukuman. Hukuman
potong tangan. Beberapa pemuka Quraisy berpendapat, sebaiknya diajukan saja
permohonan ampunan (grasi) kepada Muhammad Rasulullah SAW. Mengingat
Al-Makhzumiyah termasuk seorang anggota keluarga Quraisy yang disegani. Lagi pula
Muhammad Rasulullah SAW, juga seorang putra Quraisy yang "terbaik" dan mulia. Jadi
ada rencana kolusi.
"Kita coba memanfaatkan situasi ini...," demikian usulan pemimpin Quraisy yang
lainnya. Hubungan keluarga dan tali darah, nepotisme kata orang sekarang, mungkin
bisa merubah putusan syari'at yang ditimpakan. Begitulah jalan fikiran pembesar
Quraisy umumnya waktu itu.
Diutuslah seorang shahabat yang dikenal dekat dengan Muhammad SAW,
sebagai perantara. Usamah bin Zaid, pilihan yang tepat.Usamah dipilih menjadi utusan
menghadap Rasulullah SAW untuk mengajukan permohonan "maaf" dari sang koruptor
al Makhzumiyah ini.
Hubungan "kekerabatan" ditampilkan. Shahabat dan kenalan, dipilihkan sebagai
formula pembuka jalan. Demi nama baik keluarga Quraisy, kiranya Al-Makhzumiyah
tidak jadi dijatuhi hukuman. Setidak-tidaknya agar hukuman kepadanya menjadi ringan.
Jangan ditimpakan hukum "potong tangan", yang bisa dianggap "mempermalukan
seumur hidup.
Tatkala permohonan seperti itu disampaikan oleh Usamah bin Zaid kepada
Rasulullah SAW, muka Beliau berubah merah padam. Beliau menjadi marah. Lantas

4
Beliau balik bertanya, dengan satu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Adakah kalian meminta keringanan
dari suatu ketetapan dari satu keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah....???"
Usamah bin Zaid, dan juga para sahabat lainnya menjadi terdiam dan kecut.
Rasulullah SAW menyampaikan pidato dihadapan orang banyak, yang ada pada waktu
itu.berisikan garis-garis yang jelas. Amanat itu menjelaskan tentang cara-cara
menumbuhkan aman. Tentang penyebab hilangnya stabilitas. Tentang penerapan
nilai-nilai keadilan dalam mencapai kemakmuran. Tentang kemakmuran yang adil,
yang didambakan setiap insan.
Tegakkan Keadilan yang adil
Amanat Rasulullah SAW ini didambakan manusia setiap kurun sepanjang masa.
Sabda Beliau ini pendek dan padat.Jelas lagi bernas. Jika diterapkan tidak akan ada lagi
para pencoleng. Tidak akan ditemui lagi para koruptor dan pencuri, yang bisa berlindung
dengan aman, karena tak terjangkau tangan-tangan hukum.
Rasulullah SAW bersabda, “Kehancuran yang telah menimpa ummat
sebelum kamu, hanya (karena) ketimpangan penerapan hukum. Andaikata yang
melakukan kesalahan (pencurian) atau korupsi, adalah orang-orang terpandang di
kalangan mereka, kalian telah membebaskannya (mereka kalian beri kekebalan
hukum).
Tetapi kalau yang melakukan pencurian (korupsi) adalah orang-orang yang
lemah (rakyat kebanyakan saja) diantara kamu, disaat itu (serta merta) kamu
terapkan (kamu tegakkan) hukum dengan pasti. (Terjadilah apa yang terjadi,
pudarnya kepastian hukum, dan hilanglah sumber keadilan). Demi kemuliaan
Allah, andaikata Fathimah Binti Muhammad (putri Rasulullah sendiri) melakukan
pencurian, pasti akan aku potong juga tangannya". (Al Hadist).
Terlihat di sini bagaimana halus dan tegasnya Syari'at agama Islam. Suatu
kepastian hukum, tanpa membedakan pelakunya. Keadilan yang tidak mengenal
perbedaan peradilan. Pernilaian tidak dititik beratkan kepada siapa pelakunya, tetapi
kepada apa yang dilakukannya. Dari sini lahirlah keadilan. Dari sini pula tercipta
keamanan yang kemudian menelorkan kebahagiaan.
Setiap orang tidak cemas akan perkosaan haknya. Setiap pemerkosa hak, tidak
akan merasa aman dari tangan-tangan hukum karena merasa memiliki hak-hak
istimewa.
"Kepastian hukum" yang diterapkan oleh Syari'at akan melahirkan
"kesejahteraan" secara individu atau pun bermasyarakat. Tumbuh pulalah satu
perlombaan yang sehat. Saling memelihara tegaknya aturan. Sama-sama terpelihara
karena tegaknya aturan-aturan itu. Sama-sama bahagia dalam membangun.
Sama-sama pula dalam membangun kebahagiaan.
Mulai langkah dengan nasehat.
Nasihat itu ditujukan untuk seluruh manusia. Mencakup seluruh segi kehidupan.
Sumbernya pun jelas. Nasihat yang berpangkal dari Allah (Al Qur'an). Merujuk kepada
contoh dan petunjuk pelaksanaan dari Muhammad Rasulullah SAW, yang dikenal
sebagai Sunnah Rasul. Mematuhi Allah berarti mematuhi sunnah Rasulullah. Satu sama
lainnya tidak bisa dipisahkan. Tidak bisa diingkari atau ditolak.
Ad-dien (Syari'at agama Islam) itu adalah nasehat. (Mau'izhah Hasanah).
Kami bertanya, atas dasar apa wahai Rasulullah?" .

5
Dengan tegas Rasulullah SAW menjawab .." dari Allah dan dengan Kitabullah
(Al-Qur'an), dan Sunnah Rasul. Kemudian dengan kesepakatn pimpinan-pimpinan
ummat (dalam setiap urusan mereka-dunia dan akhirat-berdasarkan Al Qur'an dan
Sunnah Nabi” (Al Hadist).
Dengan patokan ini, para Shahabat ber-baiat kepada Rasulullah agar tegaknya
Syari'at Islam itu dengan sempurna.
Diantara isinya, para Shahabat tidak menjadi syirik, atau tidak
mempersekutukan Allah. Tidak melakukan pencurian, menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi, manipulasi dalam bentuk dan kesempatan apapun. Tidak berzina, yang
melingkupi kepada pergaulan bebas, sehingga kaburnya batas-batas antara yang boleh
dan yang tidak. Terutama dalam hubungan manusia berlainan jenis. Tidak membunuh
anak, baik itu secara penanaman nilai-nilai fikrah yang tidak agamis. Semuanya
dijalankan melalui jalur Nasihat Agama, mencakup syari'at Islam.(lihat
QS.S.Mumtahanah, ayat 12)
Inilah syarat pemimpin yang akan dipilih menurut bimbingan agama Islam.
Wallahu a’lamu bis-shawaab.

Padang, 22 Nopember 1999

You might also like