You are on page 1of 9

PROBLEMATIKA PEMBINAAN AGAMA DI NAGARI-NAGARI DI

MINANGKABAU DEWASA INI

Secara umum perkembangan masyarakat nagari diabad ini mengalami


pergeseran pula, “masyarakat di datangi dakwah dan tidak lagi mendatangi
dakwah.”. Pada beberapa daerah tampak dengan kurangnya minat orang tua
menyerahkan anak-anaknya ke Pendidikan-pendidikan Islam (Surau, majelis
ta’lim, TPA, MDA, bahkan pengajian-pengajian Al-Qur’an). Kebiasaan
meminum minuman keras (Miras) dikalangan muda/remaja, berkembangnya
pergaulan bebas (diluar batas-batas adat dan agama) mulai tumbuh
merajalela.

Peranan ulama Minangkabau sejak dulu adalah membawa umat, melalui


informasi dan aktifiti, kepada keadaan yang lebih baik,
Kokoh dengan prinsip, qanaah dan istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan
hikmah.
Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.
Amar makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan professional.

Research-oriented dengan berteraskan iman dan bertelekankan tongkat ilmu


pengetahuan.

Peran dan perjuangan para ulama dalam membina nagari hari ini seringkali
tidak terikuti oleh pembinaan yang intensif, disebabkan :

a. Kurangnya tenaga da’I, tuangku, ulama yang berpengalaman,


berkurangnya jumlah mereka di daerah-daerah (karena perpindahan ke kota
dan kurangnya minat menjadi da’i .

b. Terabaikannya kesejahteraan da’i secara materil yang tidak


seimbang dengan tuntutan yang diharapkan oleh masyarakat dari seorang
da’i .

c. Jauhnya daerah-daerah yang harus didatangi oleh juru dakwah


sementara tidak tersedianya alat transportasi.

d. Sering ditemui transport umum sewaktu-waktu ke daerah-daerah


binaan dakwah jarang pula tersedia.
e. Umumnya juru dakwah bukanlah pegawai negeri yang memiliki
penghasilan bulanan yang tetap, akan tetapi senantiasa dituntut oleh
tugasnya untuk selalu berada ditengah umat yang dibinanya.

Mengembalikan Minangkabau keakarnya ya’ni Islam tidak boleh dibiar


terlalai. Karena akibatnya akan terlahir bencana. Acap kali kita di abaikan
oleh dorongan hendak menghidupkan toleransi padahal tasamuh itu
memiliki batas-batas tertentu pula.

Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang mempunyai


bekalan mengenali keadaan masyarakat binaan, aspek geografi, demografi,,
sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi, tamadun,
budaya,dan adat-istiadat berbudi bahasa yang baik.

MENINGKATKAN KINERJA DA’I

Dalam upaya meningkatkan kinerja da’I harus berinteraksi dengan


lingkungan secara aktif dalam melakukan perubahan. Selalu memelihara
tindakan yang benar. Setiap tindakan akan disaksikann oleh Allah, Rasul
dan semua orang beriman (QS.53:39-41). Tidak boleh hidup dalam
kekosongan (kevakuman). Menjadi sumber manfaat bagi umat binaan.

Syarat utama menjadi muslim yang baik adalah bermanfaat terhadap orang
lain. Perlu diingat, bahwa “yang paling banyak diperhatikan oleh umat
adalah yang paling banyak memperhatikan kepentingan umatnya”.
Golongan bukanlah tujuan. Kelompok yang ada hanya sekedar
sarana untuk mencapai tujuan.

Kepentingan kelompok harus tunduk kepada (kemashalahatan) umat. Da’I


tidak boleh mengurung diri, akibatnya akan menjauhkan dari objektifitas,
dan selalu menjadikan seseorang akan lebih mementingkan golongan
(kelompok).
Mementingkan kelompok semata akan sama halnya dengan membangun
rumah untuk kepentingan rumah.

Masyarakat lingkungan adalah media, satu-satunya lapangan tempat


beroperasinya para da’I, tempat berdakwah sepanjang hidup.
Konsekwensinya harus siap menerima segala gobaan dari Allah
(QS.12,Yusuf:109).
Da’I seharusnya memiliki tingkat kesadaran tentang Alam ghaib, sesuai
rukun Iman, akan menyelamatkan manusia dari kesia-siaan berpikir
terhadap sesuatu yang diluar wilayah kemampuan rasio, rujukannya adalah
Al Quran dan Hadist.

Alam semesta, memiliki dimensi ruang, waktu, volume, sebagai milik Allah.
Alam semesta digunakan bagi sebesar manfaat untuk manusia.
Konsekwensinya dai harus memiliki ilmu pengetahuan, dan tidak boleh
menjadikan dirinya tertutup, bahkan mesti selalu aktif. (QS.31-
Luqman:20).

Pengetahuan Internasional, penting untuk menunjang gerak dakwah, karena


haraakah Islamiah adalah suatu yang global, dan umat Muslim ada di mana-
mana. Pengetahuann ini mendorong kepada amar makruf (social support)
dengan menegakkan kebenaran, dan juga komitment yang tegas terhadap
nahi munkar (social control) dengan melawan setiap kemungkaran.

Setiap da’I mengetahui bahwa seluruh dunia adalah tempat berkarya dan
beramal.

Kesadaran lokal, minimal pengetahuan tentang


(a) keadaan masyarakat binaan, aspek geografi, demografi,
(b) sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi,
(c) budaya, adat-istiadat, setiap tanah ditumbuhi tanaman khas.

Pengetahuan lokal ini berguna untuk memperbaiki masyarakat dengan


semangat ihsan, membuat analisis, menyediakan alternatif-alternatif.
Teori yang khayal hanyalah angan-angan.
Masyarakat memerlukan kenyataan-kenyataan yang menyentuh kehidupan
pribadi maupun kelompok secara langsung.

Tujuan akhir menghapuskan ketidak seimbangan serius melalui pendidikan


dan prinsip-prinsip Islami. Bagi lingkup masyarakat Islam boleh saja
disajikan berbagai hidangan tetapi semuanya mesti halal.

Da’I adalah pemimpin di tengah kaumnya.

Maka tidak dapat tidak, seorang da’I mesti menempatkan diri ditengah
masyarakatnya, memiliki orientasi pengabdian yang luhur, sanggup
menawarkan alternatif dalam persoalan keumatan, menjawab masaalah
umat, pemecahan permasalahan umat, berperan sebagai seorang pemimpin
dalam membina masyarakat dengan penuh perhatian dan keikhlasan,
sehingga keberadaannya ditengah umat binaan menjadi perhatian dan
lanjutannya mendapatkan dukungan masyarakat kelilingnya.

Tindakan awal yang menopang keberhasilan dakwah para da’I. Secara


individu berusaha mendapatkan pengetahuan minimal tentang kejadian
sekitar, karenanya perlu mendapatkan supply informasi yang memadai.

Secara Lokal, selalu berpartisipasi pada setiap pertemuan dan memelihara


kesinambungan halaqah dan usrah, peningkatan akhlak karimah dalam
setiap pelaksanaan dakwah praktis yang menyangkut keseharian umat
seperti kelahiran, perkawinan, dikala sakit dan kematian).

Perlu ada pemahaman mendalam tentang tantangan dimedan dakwah yang


sangat banyak, namun uluran tangan yang didapat hanya sedikit.
Mengatasi situasi ini hanya dengan modal kesadaran dengan memanfaatkan
jalinan hubungan yang sudah terbina lama.

Suatu gerakan dakwah akan lemah jika tidak mampu berfungsi seperti
sarang lebah atau kerajaan semut dengan penuh vitalitas, energik, dan
bernilai manfaat sesama masyarakatnya.

Secara Nasional, perlu ditanamkan komitment fungsional mutu tinggi,


memperkuat komitmen konsultasi mengarah penyatuan konsep-konsep,
alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara komprehensif adanya center
of excelence. Jika da’I banyak,lebih banyak umat Islam yang dipimpin.

Bila umat Islam banyak membaca, maka umat Islam akan memimpin dunia
(QS,96-al ‘Alaq:1-5). Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan
persoalan masyarakat akan berkesempatan banyak mengatur masyarakat.

Para da’I perlu memiliki sikap jujur dan objektifitas mengambil pelajaran
berguna, Mampu melihat diri dari dalam, kritik konstruktif, identifikasi
kekurangan, karena yang tidak jujur kepada diri tidak akan dapat melatih
diri kepada yang benar.

Mampu melihat tambah kurang, kompensasi dan ekualitas, identifikasi


kelemahan. Perlu diingat bahwa kelemahan timbul karena hilangnya
komitmen mendasar. Da’I adalah bagian dari gerakan dakwah, juga adalah
produk dari dakwah itu pula.

Mampu menghadapi aksi reaksi, di lingkungan politik bernuansa


konfrontatif dan reformatif, dari segi budaya dan sosial ekonomi.
Mampu mengantisipasi keterbelakangan dengan konsep fikrah, aktifitas dan
tindakan terencana dengan kemampuan analisis. Dalam pengalaman dakwah
untuk merebut kemajuan selalu terhalangi oleh kelemahan yang dimiliki,
dan apa yang disebut keterbelakangan adalah penyakit yang melanda setiap
orang.

Berbuat lebih baik, artinya para da’I mesti meyakini bahwa sukses hanya
dari Allah,

Konsekwensinya, tetap berusaha di jalan Allah, mengakui kesalahan, dan


bersedia memperbaiki kekeliruan.

Suprioritas tergantung kepada wahyu dan nawaitu ideologi, bukan kepada


superioritas manusianya. Dari pengfalaman- dakwah rusaknya da’I dalam
dakwahnya karena keharusan melaksanakan pesan sponsor diluar ketentuan
wahyu agama.

Perjuangan berhadapan dengan kemunduran dakwah selalu dalam bentuk


kelemahan klasik, kekurangan dana, kurang tenaga, dan hilangnya
kebebasan gerak, maka koreksian segera dilakukan melalui kaji ulang oleh
pemeranan Bakor Dakwah, saling berkonsultasi, musyawarah, partisipasi
aktif mengambil dan melaksanakan keputusan- keputusan, menghidupkan
jamaah dan memelihara semangat tim nidzam berkelompok.

Karena kerjasama lebih baik dari sendiri (individu). Kenyataannya, pemain


terbaik tanpa semangat tim yang utuh selalu akan dikalahkan oleh pemain
yang kurang bermutu tetapi memiliki semangat tim yang teratur.

Pemeranan perempuan, anak-anak dan kalangan dhu’afak. .

Perang tidak akan dapat di menangkan manakala lebih dari 5o % kekuatan


tidak di ikut sertakan.

Menghindari kepemimpinan otoriter berarti menjaga jiwa umat agar tidak


mati.
Masyarakat yang mati jiwanya tidak ingin berpartisipasi dan akan
kehilangan semangat kolektifitas.
Merupakan bahaya dalam pembinaan masyarakat adalah membiarkan umat
mati di tangan pemimpin.

Tugas pemimpin menghidupkan umatnya.

Umat yang berada ditangan pemimpin otoriter akan sama halnya dengan
mayat ditangan orang yang memandikannya.

Hidupkan lembaga dakwah, dan fungsikan institusi masyarakat.


Fungsi yang selamanya tergantung kepada orang seorang akan berakibat
hilangnya kestabilan.
Kurangnya perencanaan akan menghapus semangat kelompok dan
padamnya inisiatif.
Tujuan institusi adalah menghidupkan dakwah, melaksanakan geraknya,
bukan sekedar mengumpulkan materi dan dana.

Hidupkan ketahanan nasional dan regional melalui pelaksanaan kewajiban-


kewajiban.

Melaksanakan kewajiban sepenuhnya akan jalan dengan sosialisasi


pertemuan pemikiran-pemikiran, informasi dan konsultasi, formulasi
strategi dan koordinasi. Pada era globalisasi memasuki millenium ketiga
selalu mengarah kepada perubahan amat cepat dan drastis, dimana setiap
hari dunia dirasakan semakin mengecil.

Membuat rencana kerja agar dakwah tidak dikelola secara krisis, sehingga
pekerjaan rutin menjadi darurat. Akhirnya tujuan menjadi kabur. Salah
menempatkan sumber daya yang ada baik SDM, SDA, SDU,
mengakibatkan timbulnya kesalahan prioritas.

Dengan perencanaan matang gerakan dakwah akan berangkat dari hal yang
logis (ma’qul, rasionil), dan sasarannya akan dapat diterima oleh semua
pihak.

Dakwah bukan kerja part-time, sambilan dan sukarela bagi yang giat dan
aktif saja. Tetapi harus menjadi tugas full-time dari seluruh spesialis
ditengah masyarakat, oleh sarjana-sarjana spesialis, pedagang spesialis,
birokrat spesialis, sehingga dapat disajikan suatu social action.

Untuk ini diperlukan generalitas murni dengan meyakinkan secara rasionil


terhadap keindahan Islam.

Memahami fenomena besar dan menarik dari perkembangan globalisasi


yang membuka peluang bagi perkembangan Islam.

Mayoritas ilmuan dan pemimpin dunia secara universal mulai membaca


tanda-tanda zaman menerima kembali peradaban Islam sebagai alternatif
untuk meujudkan keselamatan dunia.

Gerakan dakwah partial, tujuan akan dicapai adalah Islamisasi masyarakat


Islam. Secara lebih umum, tujuan dakwah Islam adalah membangun,
berkorban, mendidik, mengabdi, membimbing kepada yang lebih baik.

Tugas yang tak boleh diabaikan dalam mencapai tujuan itu adalah merobah
imej dari konfrontatif kepada kooperatif. Akhirnya dapat dimengerti bahwa
kebajikan hanya ada pada hubungan yang terang, transparan, sederhana dan
tidak saling curiga.

Masyarakat akan pecah dan rugi hanya karena hidup saling mencurigai. Gila
kekuasaan akan berakibat berebut kekuasaan dan ujungnya masyarakat jadi
terkotak-kotak.

Nawaitu bekerja bukan untuk mencari sukses, harus dirubah dengan wujud
amal yang bermutu ditengah percaturan kesejagatan (globalisasi). Sebab
semakin kecil kesalahan semakin besar keberhasilan menyampaikan risalah
dakwah.

Maka tidak dapat ditolak keharusan menggunakan semua adab-adab Islam


(al Quran) dalam menghadapi semua persoalan hidup manusia akan
menjamin sukses dalam segala hal.

KHULASAH

Memerankan kembali organisasi informal, refungsionisasi peran alim ulama


cerdik pandai “suluah bendang dalam nagari” yang andal sebagai alat
perjuangan dengan sistem komunikasi dan koordinasi antar organisasi di
nagari pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan organisasi non-formal
secara jelas.

Dalam gerak “membangun nagari” maka setiap fungsionaris di nagari akan


menjadi pengikat umat untuk membentuk jamaah (masyarakat) yang lebih
kuat, sehingga merupakan kekuatan sosial yang efektif.

Nagari semestinya berperan pula menjadi media pengembangan dan


pemasyarakatan budaya Islami sesuai dengan adagium “Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah melalui efektifitas media pendidikan
dalam pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, serta
merencanakan dan melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah.

Di nagari mestilah di lahirkan media pengembangan minat mengenai aspek


kehidupan tertentu, ekonomi, sosial, budaya, dan politik dalam rangka
mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.

Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk dikembangkan dakwah yang


sejuk, dakwah Rasulullah SAW dengan bil ihsan.

a. Prinsipnya jelas, tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil).

b. Integrated , menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat,


keduanya tidak boleh dipisah-pisah.

c. Belajar kepada sejarah, dan amatlah perlunya gerak dakwah yang


terjalin dengan net work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk
penyadaran kembali (re-awakening) generasi Islam tentang peran Islam
membentuk tatanan dunia yang baik. Insya Allah.

Spiritnya adalah;

1. Kebersamaan.
sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi.

2. Keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau “Adat hiduik


tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari mam-bari,
Adat tidak salang ma-nyalang”. Basalang tenggang, artinya saling
meringankan dengan kesediaan memberikan pinjaman atau dukungan
terhadap kehidupan dan “Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak
bahambau-an”.

3. Musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat),


dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak,
Barubah ba-sapo”.

4. Keimanan yang kuat kepada Allah SWT sebagai pengikat spirit


tersebut dengan menjiwai sunnatullah dalam setiap gerak.

5. Mengenal alam keliling “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang


lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam
takambang jadikan guru ”.

6. Kecintaan kenagari menjadi perekat yang sudah dibentuk oleh


perjalanan waktu dan pengalaman sejarah .

7. Menjaga batas-batas patut dan pantas, jangan terbawa hanyut materi


dan hawa nafsu yang merusak.

Begitulah semestinya peranan alim ulama dan lembaga-lembaga dakwah


dinagari-nagari yang ditata secara rapi dalam menapak alaf baru. Insya
Allah. ***<masoedabidin@yahoo.com>

You might also like