You are on page 1of 5

UNDANG-UNDANG KESEHATAN

BAB V
UPAYA KESEHATAN
MASALAH KESEHATAN JIWA ANAK DAN REMAJA BELUM DITANGANI SERIUS
Jakarta, 8/4/2010 (Kominfo-Newsroom) – Masalah kesehatan mental dan
emosional (kesehatan jiwa) anak dan remaja masih belum mendapatkan
perhatian yang serius dari pemerintah, hal itu bisa dilihat dari belum adanya
kebijakan dan
perencanaan
yang jelas
Bagian Ketujuh
Kesehatan Jiwa dalam
menangani
Pasal 24 masalah itu.

(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang Menurut


sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional. Ketua Asosiasi
Kesehatan Jiwa
(2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan Anak dan
kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah Remaja
psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemulihan Indonesia
penderita gangguan jiwa.
(Akeswari)
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan Dwidjo Saputro
keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, Iingkungan dalam diskusi
masyarakat, didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan tentang
sarana lainnya. kesehatan jiwa
anak dan remaja
Pasal 25 di Jakarta,
Kamis (8/4),
(1) Pemenintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan,
dan penyaluran bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai
menyatakan,
menjalani pengobatan dan atau perawatan ke dalam masyarakat. hingga kini
belum ada
(2) Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan penanganan
masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan masalah yang serius di
psikososial dan gangguan jiwa, pengobatan dan perawatan kalangan
penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas
penderita ke dalam masyarakat.
pembuat
kebijakan,
Pasal 26 sedangkan di
sisi lain,
(1) Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan rendahnya
terhadap keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat tingkat
di sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesadaran akan
kesehatan lainnya.
besarnya
(2) Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat
permasalahan
dilakukan atas permintaan suami atau istri atau wali atau anggota dan akibat yang
keluarga penderita atau atas prakarsa pejabat yang bertanggung nantinya akan
jawab atas keamanan dan ketertiban di wilayah setempat atau ditimbulkan.
hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul Untuk
peesangkaan bahwa yang bersangkutan adalah penderita
gangguan jiwa.
itu, kata dia,
perlu upaya
Pasal 27 penanganan

Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya


penanggulangannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
yang terpadu lintas-disiplin untuk menanggulangi masalah kesehatan jiwa anak
dan remaja, karena jika tidak dipenuhi, kondisi itu akan memperburuk kualitas
perkembangan generasi muda, yang pada gilirannya dapat menambah beban
sosial ekonomi bagi masyarakat.
“Hal ini khususnya bagi orangtua yang memiliki anak dengan masalah
kesehatan jiwa, karena pada akhirnya akan menjadi beban negara,” katanya.
Dwidjo menambahkan, untuk memajukan taraf kesehatan jiwa anak dan
remaja di Indonesia diperlukan peningkatan program untuk melindungi anak dari
penelantaran dan perlakukan salah, di antaranya dengan meningkatkan
kesadaran setiap orang yang bekerja di bidang pelayanan sosial
kemasyarakatan.
Juga dibutuhkan upaya untuk mengembangkan keterampilan profesional
para pekerja di bidang pelayan sosial itu, paling tidak untuk lebih memahami
gangguan mental dan emosional pada anak-anak.
Hal senada dikemukakan Ketua Divisi Psikiatri Anak, Departamen
Psikiatri FKUI, dr Ika Widyati SpKJ (K). Menurutnya, masalah kesehatan jiwa
(keswa) anak dan remaja sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang
serius dari masyarakat luas, termasuk dari para pembuat kebijakan dan praktisi
di bidang keswa anak dan remaja.
Selain itu, pelayanan kesehatan bagi gangguan mental dan emosional
pada anak dan remaja juga masih sangat minim, hal ini salah satunya dilihat dari
jumlah psikiatri anak di Indonesia yang masih sangat terbatas.
Ika Widyati menyebutkan, berdasarkan data terakhir tahun 2010, hanya
ada sekitar 38 psikiater anak, ditambah lima orang fellow psikiatri anak.
Kemudian, saat ini hanya ada satu pusat pendidikan untuk psikiatri anak, yakni di
Departemen Psikiatri FKUI. Menurut dia, jumlah tersebut juga hanya tersebar di
beberapa wilayah tertentu saja.
Misalnya di Jakarta, ada sekitar 21 orang psikiatri, di Bandung dua orang,
Semarang dua orang, Klaten satu orang, Magelang satu orang, Surabaya empat
orang, Manado satu orang, Medan satu orang, Padang dua orang dan
Palembang satu orang. Kemudian, saat ini juga hanya ada 100 psikolog anak, 56
neurolog anak, dan sebanyak 39 orang developmental pediatricians.
Padahal, katanya, masalah kesehatan mental dan emosional pada anak
dan remaja akan menjadi beban negara, karena juga berdampak pada jumlah
anak yang putus sekolah dan makin banyak munculnya jumlah anak jalanan.
Ia menyontohkan prevalensi masalah emosional dan perilaku pada usia
anak sekolah di Jakarta Pusat yang mencapai sekitar 27 persen. Gangguan itu,
katanya, lebih banyak diderita anak laki-laki ketimbang perempuan, sedangkan
deficit hyperactivity disorder (ADHD) ada sekitar 15 persen pada populasi anak
usia sekolah di bawah usia 18 tahun, atau sedikitnya ada 1-2 kasus anak ADHD
di satu kelas.
“Adapun depresi sekitar 3,6 persen, termasuk fobia ke sekolah sekitar 1,6
persen. Kasus yang terbanyak dibawa orangtua untuk konsultasi psikiatrik
kurang dari 8,1 persen. Mereka di antaranya mengalami kesulitan belajar dan
memiliki perilaku yang menentang,” katanya.
Untuk mengatasi kondisi itu, kata dr Ika, perlu peningkatan sarana dan
layanan di bidang psikiatri anak, meningkatkan kepedulian pemerintah, serta
edukasi dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan jiwa anak. (T.Jul/ysoel)

You might also like