You are on page 1of 28

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS DALAM NOVEL YAKUZA MOON

3.1. Sinopsis Cerita Novel Yakuza Moon


Pada masa kecilnya, Shoko Tendo begitu yakin bahwa dunia yang dijalaninya
teramat indah. Shoko hidup dikelilingi oleh keluarga besar yang mencintainya, dan juga
tamu-tamu yang selalu datang berkunjung dan menghormati keluarganya. Ayah dan
ibunya, Hiroyashu dan Satomi, begitu ia sayangi. Shoko adalah anak ketiga dari empat
bersaudara. Kakak lelakinya, Daiki, hanya terpaut dua belas tahun lebih tua darinya, dan
Maki, kakak perempuannya, dua tahun lebih tua darinya. Adik bungsunya, Natsuki – atau
biasa dipanggil Na-Chan – lima tahun lebih muda darinya. Tempat tinggalnya di kota
Sakai menjadi begitu indah pada mulanya.
Kehidupan Shoko-Chan mulai berbeda sejak ayahnya terlibat masalah dan
dijebloskan ke penjara. Shoko yang baru saja masuk ke sekolah dasar terpaksa harus
belajar menerima bahwa keluarganya selalu dipergunjingkan oleh para tetangganya. Di
sekolah, Shoko selalu diolok-olok baik oleh para guru maupun teman-temannya.
Akibatnya, di sekolah ia selalu menyendiri dan hanya berteman buku dan pensil. Meski
begitu, ia tidak pernah menyesali apalagi mengutuk kenyataan dirinya yang merupakan
putri seorang yakuza. Dia menjadi sangat sayang pada rumah, dan terlebih ibunya yang
dicintainya.
Di masa ini, Shoko pertama kalinya mengalami pelecehan seksual. Shoko yang
saat itu baru pulang sekolah dalam keadaan demam, tengah berbaring di kamarnya. Tiba-
tiba, Mizuguchi – seorang yakuza muda di geng ayahnya – memasuki kamar dan
menghampirinya. Sejak itu, ia tidak bisa mempercayai orang dewasa. Ketika Shoko
memasuki kelas empat, ayahnya keluar dari penjara. Tapi, tabiat ayahnya semakin
bertambah buruk. Ayahnya selalu pulang larut malam dalam keadaan mabuk dan
menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya. Di pagi harinya, dia tidak pernah sadar
akan perbuatannya. Shoko dan keluarganya harus bersabar menghadapi hal itu. Akhirnya,
enam tahun pendidikan Shoko yang melelahkan di sekolah dasar pun berakhir.

Universitas Sumatera Utara


Tahun-tahun berikutnya di SMP berujung dengan pengalaman Shoko di dunia

Yanki. Yanki adalah sebutan untuk anak liar yang mengecat putih rambutnya dan

kebut-kebutan di jalan raya. Shoko mengikuti jejak kakaknya, Maki, dengan kabur

dari rumah dan meninggalkan sekolah. Dia menjadi terbiasa mabuk dengan cara

menghirup thinner. Shoko segera kehilangan keperawanannya dengan Yuya, seorang

Yanki yang dua tahun lebih tua darinya. Shoko berpikir bahwa kehilangan

keperawanan adalah semacam ritual menjadi “dewasa”. Dia menjalani ritual tersebut

dengan tanpa perasaan apapun dan sama sekali tidak memberi kesenangan apapun

baginya. Shoko – seperti halnya Maki – mulai terjebak dengan kehidupan khas Yanki.

Minggat dari rumah, ditemukan, diseret pulang, dan dipukuli ayah. Ia akan menunggu

lukanya sembuh dan kemudian minggat lagi.

Namun, setelah ditangkap beberapa kali oleh polisi, Shoko akhirnya

dijebloskan ke penjara anak-anak. Lalu, ia dihukum dimasukkan ke sekolah anak

nakal. Setelah keluar dari sekolah anak nakal, Shoko tidak bermaksud untuk berubah

sedikit pun. Ia kembali terjerumus dalam dunia Yanki. Sementara itu, kehidupan

keluarganya tidak kunjung membaik. Rencana pernikahan kakaknya, Daiki,

berantakan setelah kelaurga calon istrinya mengetahui latar belakang keluarga Daiki.

Lebih buruk lagi, ayahnya menjadi penjamin pinjaman salah satu kenalannya.

Dengan begitu, keluarganya terjerumus ke neraka utang. Bunga utang itu sampai

mencapai lima puluh persen per sepuluh hari. Setiap hari hingga musim dingin

seluruh perabotan di rumahnya hilang dibawa para penagih utang.

Universitas Sumatera Utara


Dalam suasana buruk seperti itu, Shoko malah mulai mencoba narkoba. Dia

menjalaninya masih dengan alasan agar dikatakan “dewasa”. Hampir saja dia kembali

menjadi korban pelecehan seksual akibat kecanduan narkoba. Sayangnya, hal buruk

itu belum akan berakhir. Maejima – seorang rentenir yang telah banyak meminjami

ayahnya uang – memanfaatkan urusan utang dengan ayahnya untuk menundukkan

Shoko dalam lingkaran narkoba dan seks. Shoko terjebak dalam lingkaran setan

narkoba dan seks. Segera ia menjadi budak seks Maejima.

Di tengah-tengah pengaruh Maejima yang teramat kuat dalam hidupnya itu,

Shoko mencoba untuk bekerja di bar. Di sana ia berkenalan dengan Shin, seorang

pelanggan yang kemudian menjadi kekasihnya. Namun, statusnya sebatas sebagai

seorang simpanan atau gundik. Shoko mendapat hadiah ulang tahun sebuah

apartemen dari Shin. Meski begitu Shoko tidak bisa lepas begitu saja dari Maejima.

Kenyataan Shin yang jarang pulang ke apartemennya dimanfaatkan Maejima untuk

terus berusaha menemui Shoko. Adapun Shoko tidak pernah bisa menolak Maejima,

padahal hubungannya dengan Maejima tidak pernah baik. Selain menjadi budak seks

dan narkoba, Shoko juga selalu diperlakukan tidak manusiawi. Dia mengalami

kekerasan hampir setiap saat ia bertemu dengan Maejima. Terlebih saat itu Shoko

sedang hidup bersama Shin. Shoko disiksa terus - menerus, dan pada saat yang

bersamaan Maejima juga selalu mengulang kata-kata yang sama, “Aku cinta

padamu.” Hubungannya dengan Maejima berakhir ketika Shoko ditinggalkan dalam

keadaan sekarat akibat kecanduan narkoba oleh Maejima di hotel mesum yang biasa

mereka tinggali.

Universitas Sumatera Utara


Kejadiannya saat itu mereka berdua telah dua hari berada di hotel mesum itu.

Shoko ingin pulang ke rumahnya, sebab beberapa hari sebelumnya rumah

keluarganya resmi disita oleh lembaga kepailitan. Keluarganya terlantar dan pindah

ke rumah yang sangat kecil. hal ini sangat menyedihkan bagi Shoko. Niatnya untuk

pulang itu tidak disukai oleh Maejima. Maejima memukul wajahnya, menendang

rusuknya, menjambak rambutnya, kemudian menariknya ke lantai.

Setelah itu, Maejima menusukkan amfetamin dosis tinggi ke lengan Shoko.

Pada saat jarum suntik dicabut, wajah Shoko berkeringat dan tubuhnya terasa lengket.

Dadanya seperti terpanggang, dan Shoko menekankan tangannya ke jantung untuk

menenangkannya, tapi tak ada gunanya. Shoko pingsan dan tidak bisa bernafas.

Melihat Shoko yang menderita seperti itu, Maejima malah kabur. Dua hari kemudian

Shoko sekarat di apartemennya merindukan jarum suntik narkoba. Dia mengalami

halusinasi terus-menerus. Akhirnya setelah tiga hari halusinasi itu berakhir, dan nafsu

makannya kembali.

Saat itulah Shoko memutuskan untuk membebaskan diri dari narkoba

selamanya. Adapun Maejima, kurang dari sebulan setelah meninggalkan Shoko di

hotel mesum, dia meninggal dunia akibat pendarahan paru-paru. Setelah terbebas dari

narkoba, Shoko melanjutkan bekerja. Beruntung dia mendapatkan pekerjaan sebagai

hostes di mana saat itu situasi ekonomi di Jepang cukup baik.

Saat itu tahun 1987 adalah puncak buble era yaitu masa melambungnya

perekonomian Jepang dan uang mengalir dengan lancar. Karenanya, para pelanggan

Universitas Sumatera Utara


Shoko sangat royal dalam mengeluarkan uang mereka. Malangnya, justru perusahaan

Shin malah mengalami kebangkrutan sehingga dia tidak bisa lagi mengirimi Shoko

uang. Namun, Shoko tetap mencintainya meski Shin sedang bangkrut. Sementara itu,

Orang tuanya dan Na-Chan pindah ke kontrakan kecil, dan kakak laki-lakinya pindah

ke apartemen di dekat kontrakan tersebut. Penghasilan orang tuanya amat kecil.

Ayahnya bekerja sebagai buruh kasar, sedangkan ibunya menjadi pegawai kebersihan

di hotel mesum.

Berikutnya, Shoko sempat berkenalan dengan Kuramochi – pelanggannya –

namun Shoko tidak berminat untuk memiliki ikatan dengannya sebab masih terikat

pada Shin. Kemudian, sekali lagi Shoko berkenalan dengan seorang lelaki yang

mengaku masih bujangan, bernama Ito. Malangnya, ternyata Ito berbohong padanya.

Ito telah beristri. Namun, Shoko terlalu mudah memaafkan, sehingga sekali lagi dia

menjalani peran sebagai simpanan.

Suatu ketika, Shoko mengalami kejadian buruk lagi dengan Ito. Shoko

mengalami kekerasan oleh Ito, dan kekerasan itu semakin menjadi-jadi. Seperti

halnya Maejima di masa lalunya, Ito pun selalu mengatakan bahwa dia mencintai dan

meminta maaf pada Shoko setiap ia selesai menyiksanya. Tentu saja Shoko tidak

mudah percaya lagi. Shoko sampai harus masuk rumah sakit akibat kekerasan Ito.

Sejak itu, Shoko memutuskan untuk merubah jalan hidupnya.

Perubahan itu bermula dengan keputusan untuk mentato tubuhnya. Tato itu

benar-benar meyakinkan Shoko untuk tidak lagi menerima begitu saja perlakuan

Universitas Sumatera Utara


kasar dari laki-laki yang mencintainya. Sejak ia ditato, sikap dia terhadap pekerjaan

pun berubah. Ia tidak lagi bekerja tanpa tujuan. Ia menjadi bergairah dalam bekerja

dan lebih serius dalam menjalaninya.

Kemudian, Shoko bertemu dengan Takamitsu, seorang yakuza yang berusia

empat tahun lebih tua darinya. Pertemuan dengan Taka ini berlanjut dengan

keputusan Shoko untuk menikah dengannya. Perkenalan Taka dengan keluarganya

sangat lancar, dan Taka diterima dengan baik oleh keluarga Shoko. Suatu ketika, Ito –

mantan kekasihnya – tiba-tiba menyerang ke rumah Shoko saat Taka tidak di rumah.

Ito menyakiti Shoko habis-habisan dan memperkosanya hingga ia harus dibawa ke

rumah sakit. Taka yang mengetahui kejadian ini mengejar Ito dan menghabisinya.

Keputusan itu ia ambil dengan mengorbankan pula statusnya sebagai yakuza.

Esok harinya, Taka memutuskan untuk menikahi Shoko di kantor catatan

sipil. Rumah tangga Shoko dengan Taka dimulai dalam keadaan miskin papa. Tahun-

tahun berikutnya, orang tua Shoko meninggal dunia. Namun efek atas kematian

keduanya agak berbeda-beda. Saat kematian ibunya, Shoko sangat terpukul.

Sedangkan pada saat kematian ayahnya, Shoko merasa terpacu untuk menata

hidupnya supaya lebih baik lagi. Shoko juga harus menanggung hidup berat karena

harus menanggung utang Maki, akibat kebiasaan judi mantan suaminya Itchan. Shoko

juga terpaksa harus bercerai dengan Taka. Hal itu ia lakukan demi kebahagiaan Taka

karena mereka berdua tidak pernah lagi berhubungan intim sejak ibunya meninggal

dunia.

Universitas Sumatera Utara


Ketika umur Shoko menginjak tiga puluh dua tahun, Na-Chan memutuskan

untuk menikah dengan sorang pria baik-baik. Karirnya sebagai hostes pada saat itu

sedang memuncak. Demikianlah, memoar seorang putri yakuza. Kisah ini hanyalah

satu potret kecil dari kehidupan kelam keluarga yakuza di Jepang. Otobiografi Shoko

Tendo mengungkapkan dengan jelas bahwa dunia yakuza tidak bisa dipahami dengan

sederhana.

Kesalahan dalam menilai kehidupan keluarga yakuza hanya akan menyeret

pada sikap merendahkan dan mengucilkan kehidupan yakuza. Demikian juga ketika

mencoba memahami kehidupan seorang remaja putri yang terjebak dalam dunia

Yanki, narkoba dan seks. Kenyataannya, Shoko sendiri tidak bisa dikatakan

menikmati kehidupan itu dengan benar. Banyak kesalahan persepsi yang fatal dalam

memahami dunianya.

Makna “dewasa” menjadi bergeser ke arah yang salah. Persoalan narkoba

menjadi sangat akut dan menyebabkan para remaja menjalani hidup yang semakin

suram. Ketika terjebak dalam perbudakan seks dan narkoba pun, lagi-lagi seorang

remaja putri lebih tepat disebut sebagai korban. Karenanya, menyalahkan korban

menjadi kurang tepat. Shoko tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menepis semua

penyiksaan tersebut. Secara fisik mereka lemah di hadapan kaum laki-laki. Proses

terbebasnya mereka dari semua jebakan itu tidak terjadi dengan mudah. Dibutuhkan

keberuntungan yang cukup besar untuk menarik keluar mereka dari dunia hitam itu.

Universitas Sumatera Utara


3.2. Analisis Psikologis Tokoh Shoko Tendo yang Terdapat Dalam

Novel Yakuza Moon

Cuplikan hal 4,5

Orangtuaku selalu bersikap lembut, tetapi mereka tak bias dibantah dalam

urusan tata karma. Bahkan, pembantu kami pun dilarang memanjakan kami. Kami

tidak dibolehkan menonton televisi selagi makan, lalu selesai makan, kami harus

membersihkan sendiri piring kami. Meskipun dididik dalam tata krama kuno, aku

menyukainya.

Beberapa hari setelah itu, ayah terlilit perkara dan dijebloskan ke dalam

penjara. Kami tidak pernah punya urusan dengan tetangga kiri-kanan sejak kami

pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjingkan kami-dan semuanya

menjijikkan. Inilah pengalaman pertama kami dilecehkan, tetapi itu bukan yang

terakhir.

Suatu saat, ketika ku menggambar di depan rumah, salah seorang perempuan

yang melintas di jalanan mendekati aku. Ia membungkuk dan membisikan sesuatu di

telingaku, “ Shoko-chan, tahukah kamu bahwa kakakmu yang paling tua bukan kakak

kandungmu? Ibumu sudah punya anak sebelum bertemu dengan ayahmu.”

Apa yang dikatakan perempuan itu tidak mempengaruhi perasaanku terhadap

kakak lelakiku. Aku hanya tidak paham kenapa seseorang harus menyampaikan

kepada anak kecil hal semacam itu. Dan, anak-anak di sekitar rumah segera saja

meniru kelakuan orang tua mereka. Di sekolah, aku dipanggil “yakuza kecil” dan

Universitas Sumatera Utara


dipelakukan sebagai orang buangan. Masa pendidikanku di sekolah dasar berubah

menjadi enam tahun penindasan.

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat ditarik analisis bahwa tokoh utama yaitu Shoko

Tendo adalah orang yang menyukai keteraturan dan tata krama karena dia menyukai

aturan yang dibuat oleh orang tuanya. Shoko Tendo juga memiliki hati yang tulus dan

ikhlas dalam menerima anggota keluarganya walaupun dia tahu bahwa kakak lelaki

nya bukan saudara kandung. Shoko Tendo justru menyalahkan orang yang

menyampaikan hal ini kepadanya karena dia tidak senang kejelekan anggota

keluarganya dibicarakan oleh orang lain.

Dari cuplikan di atas kelihatan sekali bagaimana Shoko merasa tidak nyaman

dengan lingkungan tetangganya. Ini terlihat dari cuplikan ‘ tetapi tiba-tiba setiap

orang menggunjingkan kami-dan semuanya menjijikkan.’ Dalam hal ini struktur

kepribadian Super ego menjadi lebih dominan karena tokoh dapat membedakan yang

mana yang baik dan yang tidak baik.

Penindasan dan masa kecil Shoko Tendo yang suram dimulai dari hal ini dan

ia mengalami keterkejutan dengan semua pelecehan dari lingkungan tetangga dan di

sekolah. Dan apabila dihubungkan dengan sistim kepribadian yang dikemukakan oleh

Sigmund Freud, bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga system kepribadian yang

disebut Id, Ego, dan Super Ego. Dan dalam hal ini, sruktur Id tercermin dalam tokoh

Shoko Tendo karena tokoh merasa tidak nyaman, merasa tertindas terabaikan serta

tersisihkan dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya sehingga terdapat

Universitas Sumatera Utara


keinginan untuk berusaha mencari jalan keluar dari penindasan itu yang menurut dia

sangat lama sekali. Dengan cara mencari tempat dan orang - orang yang dapat

menerima keberadaannya apa adanya walaupun tidak jelas apakah lingkungan itu

dapat membuat dirinya menjadi lebih baik atau tidak.

Cuplikan (hal. 7, 32)

Namun, akibatnya, karena aku tidak pernah bercerita kepada siapa pun,

penindasan yang ditujukan kepadaku menjadi rutin. Pakaian dan sepatu senamku

dicampakkan ke tungku. Ketika tugas bersih-bersih, aku selalu menjadi satu-satunya

yang harus membersihkan lantai. Selebihnya, aku nyaris sepenuhnya diabaikan

sehingga rasanya aku tidak pernah ada. Yang paling banyak menindas dan

melecehkan aku adalah anak-anak pintar yang orang tuanya memiliki pekerjaan

terhormat.

Cara mereka menyakitiku sungguh licik dan cerdik sehingga guru-guru tidak

mengetahuinya, kecuali aku melakukan perlawanan. Aku sadar, tak ada gunanya

menceritakan kepada siapa pun; itu hanya akan membuat urusan makin runyam. Para

penggangguku akan melakukan segala cara agar tidak ketahuan di lain waktu. Tetapi,

peduli setan dengan apa yang mereka lakukan padaku, aku tidak pernah menangis

atau mangkir dari sekolah, kecuali aku benar-benar sakit.

Satu-satunya temanku hanyalah pensil dan buku catatan. Aku menghabiskan

waktu makan dan istirahat dengan menggambar apa saja dan mengabaikan segala

ejekan teman-teman sekelasku.

“Ayahmu yakuza. Serem!”

Universitas Sumatera Utara


“Aku yakin ayahmu tak akan mengambil rapor karena ia dalam penjara!”

“Apa salahnya menjadi yakuza?’ balasku; satu-satunya yang membuatku tak tahan

adalah mendengar orang tuaku dilecehkan. Dan, sekalipun menjadi puteri yakuza

tidak berarti aku terus diperlakukan sebagai sampah, aku memutuskan untuk tidak

perlu berpura-pura menjadi orang lain, sekadar demi mendapatkan teman.

“Tanda tangan di sini!” katanya menyorongkan kertas ke depan hidungku.

Aku tidak bereaksi. Sebanyak apapun ia memintaku, aku hanya duduk membatu.

“Aku tahu kau anak kepala bajingan. Kau sama sekali dengan ayahmu. Pasti

kau ini seorang pelacur.”

Sangat ironis kupikir. Begitu dia gagal menginterogasiku, ia menyeret-nyeret

ayahku. Aku tidak tahan lagi. Hanya satu hal yang aku tahu, apa pun yang aku

katakan, itu hanya akan memberatkanku.

Analisis

Demikianlah bebera cuplik percakapan yang terjadi ketika Shoko Tendo

masih di sekolah dasar. Shoko Tendo terlahir sebagai anak dari seorang Yakuza,

seorang mafia Jepang. Ia memiliki dua orang kakak dan seorang adik. Serta seorang

ibu yang lemah lembut dan sangat baik, khas yamato nadeshiko (wanita sempurna ala

Jepang). Dengan kehidupan mewah, aman, dan tenteram karena hasil dari bisnis yang

dimiliki ayahnya. Ia bahkan dengan memelihara seekor anjing dan kucing, serta ikan

koi di kolam di sisi rumah.

Universitas Sumatera Utara


Dari cuplikan di atas juga kelihatan bahwa penindasan terhadap tokoh masih

berlanjut dan bahkan menjadi lebih rutin. Tokoh masih merasa terabaikan dan hanya

memiliki teman pensil dan buku catatan saja. Tokoh tidak berani mengadukan hal ini

kepada guru atau mungkin juga pihak yang berwajib Karena dia tidak memiliki

kepercayaan kepada mereka. Guru-gurunya juga sudah pernah mengejek dan

menjelekkan tokoh dengan cara yang lebih halus.

Apabila berurusan dengan polisi mungkin keluarga mereka juga akan

berhadapan dengan hukum karena status keluarganya yang yakuza. Mendengar

ayahnya yang yakuza dihina oleh temannya dan juga opsir penjara membuat tokoh

menjadi emosi karena tokoh tidak dapat menerima kenyataan orang tuanya juga

dilecehkan.

Dikaitkan dengan sistim kepribadian Sigmund Freud, Ego menjadi dominan

atau lebih menguasai tokoh karena tokoh melaksanakan dorongan-dorongan dari Id

untuk melakukan perlawanan terhadap perkataan temannya. Tokoh tidak perlu

berpura-pura atau tidak menjadi diri sendiri demi mendapatkan teman karena tokoh

menyadari kenyataan yang dihadapi yang sedang terjadi. Dalam melaksanakan

tugasnya Ego selalu berpegang pada prinsip kenyataan atau reality principle.

Culikan (hal. 8)

Ibu sungguh istimewa bagiku. Aku anak yang sakit-sakitan, dan karenanya ia

selalu mencemaskan keadaanku dan tidak pernah jauh dariku. Tetapi ini juga berarti

bahwa aku selalu dihantui rasa takut ia akan meninggalkanku selama-lamanya. Suatu

ketika, saat aku terbaring sakit di tempat tidur, aku membuka mata dan tidak

Universitas Sumatera Utara


menemukan ibu di dekatku. Aku memanggil-manggilnya, tetapi ia tidak menjawab.

Aku berlari ke jalanan tanpa alas kaki untuk mencarinya. Akhirnya aku

menemukannya sedang melangkah pulang dari toko.

Aku tidak bisa menjelaskan ketakutanku. Selama aku sakit, ibu selalu

membawakan makanan untukku ke tempat tidur. Aku tidak pernah bisa tahu betapa

pendek waktu untuk menjalani saat-saat menyenangkan itu bersama ibu.

Analisis

Dari cuplikan di atas sangatlah jelas bahwa tokoh sangat menyayangi ibu dan

demikian juga hal nya dengan ibu yang juga sangat menyayangi tokoh Shoko. Tokoh

hanya mempercayai dan sangat nyaman bersama ibu dan sangat takut sekali

kehilangan ibu suatu saat. Dalam hal ini sistim kepribadian Id lebih dominan.

Adanya dorongan-dorongan hati yang cemas dan takut akan kehilangan akan

sosok ibu dari hidupnya membuat tokoh segera mencari ibu kemana-mana demi

memuaskan rasa puas dan tenang jika sudah bertemu dan dekat dengan sang ibu. Id

selalu terlaksana mengikuti Pleasure Principle yaitu bertugas untuk secepatnya

melaksanakan dorongan hati agar tercapai rasa senang dan puas jika sudah terpenuhi.

Cuplikan (hal. 9, 12, 21)

Mizuguchi mendekatkan mukanya ke mukaku dan mencoba menciumku. Aku

meronta saat ia memasukkan tangan kasarnya ke dalam piyamaku dan meremas

payudaraku. Aku bisa melihat tato di lengannya menyembul dari balik lengan

bajunya. Aku mencoba menendang dan memukul untuk membebaskan diri dari

Universitas Sumatera Utara


remasannya, tetapi aku sangat takut, tubuhku gemetar, dan aku hamper muntah.

Beberapa hari kemudian, mizuguchi ditangkap karena kasus obat terlarang. Sejak itu,

aku tidak bisa lagi mempercayai orang-orang dewasa.

Aku tahu bahwa ayah bekerja keras untuk kami. Namun, saat aku merangkak

ke kasurku di malam hari, yang terpikir olehku adalah hanyalah bagaimana ia pulang

ke rumah dalam keadaan mabuk dan membantingi apa saja. Dalam kegelapan malam,

aku memandangi urat-urat kayu di langit-langit. Lalu, beberapa waktu kemudian,

akan muncul paras muka mengerikan yang membuat aku dihantui perasaan takut.

Saat ibu membaringkan tubuhnya ke tempat tidur dan tidur di kasur sebelahku, diam-

diam aku selalu memperhatikan wajahnya. Saat itulah, aku baru merasa tenang dan

bias memejamkan mata. Pada hari-hari itu, aku tidak pernah bias tidur nyenyak dan

nyaris tidakmungkin bagiku untuk mengikutisepenuhnya pelajaran di sekolah. Terus

terang saja, aku tidak yakin akan bias menangkap pelajaran dengan baik.

Dan, kemudian setelah enam tahun penuh penderitaan, pendidikanku di

sekolah dasar akhirnya rampung.

Yuya menanggalkan pakaianku seperti ia telah melakukannya jutaan kali

sebelumnya dan menciumku. Tiba-tiba kenangan mengerikan dari masa kanak-kanak

menyelinap di kepalaku. Tangan Yuya merambat turun dari payudaraku, dan aku tak

sangsi lagi apa yang akan terjadi

Aku benar-benar tidak peduli pada perkelahian. Bagaimanapun, ini bukan

merupakan pertama kali anggota geng yang lebih tua mengadili aku dan ini pun

mungkin bukan yang terakhir. Karena itu, aku tak paham kenapa tiba - tiba aku

Universitas Sumatera Utara


gemetar. Kemudian, aku sadar. Suara menakutkan itu berbisik di tempurung

kepalaku, “Shoko-chan, kau sudah besar sekarang…..”

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat ditarik analisis bahwa dengan pengalaman pertama

tokoh hampir diperkosa oleh anak buah yakuza dari ayahnya pada waktu umur Shoko

Tendo masih sangat muda, tokoh mengalami trauma sehingga ia tidak dapat

mempercayai orang dewasa lagi. Seperti dikatakan Freud, trauma memang tidak

muncul secara spontan. Neurosis traumatik dengan jelas menunjukkan bahwa fiksasi

terhadap traumatik jelas tergantung pada akarnya.

Pengalaman traumatik adalah pengalaman dalam jangka waktu pendek

memaksa pikiran untuk melakukan peningkatan stimulus melebihi yang bisa

dilakukan dengan cara normal sehingga hasilnya adalah gangguan terus-menerus

pada distribusi energi pada pikiran.

Analogi ini juga memungkinkan mengklasifikasikannya sebagai pengalaman

yang sangat berkesan pada perasaan terdalam para pasien. Tokoh juga mengalami

trauma dengan sang ayah karena sebagai anak yang masih muda sekali tokoh sudah

melihat di depan mata kepala sendiri sang ayah pulang ke rumah dalam keadaan

mabuk bersama hostes-hostes. Selain itu sang ayah juga apabila mengamuk akan

melempari apa saja kepada siapa saja yang di rumah, bahkan sering melakukan

kekerasan terhadap sang ibu.

Inilah juga awal ketenangan tokoh utama berada di rumah sendiri menjadi

tidak ada. Pada awalnya kehidupan sebagai seorang anak yakuza tidak menjadi

Universitas Sumatera Utara


masalah baginya. Ia bahkan membela ayahnya yang di penjara. Terbukti dari kata-

kata pembelaan seperti yang disebutkan di awal. Tetapi ketika ia memasuki kelas

empat sekolah dasar, tibalah saat ayahnya dibebaskan. Adalah saat yang seharusnya

menjadi kebahagiaan bagi keluarganya.

Namun sebaliknya, setelah keluar dari penjara, tingkah sang ayah malas

berbalik menjadi pemarah dan pemabuk. Ayahnya menjadi suka memukuli ibunya.

Membuat Na-chan, adik Shoko selalu dirundung ketakutan. Sedangkan Shoko selalu

sebagai pihak yang harus menenangkan semua orang.

Trauma yang ke tiga adalah ketika ia ingin menunjukkan kepada anggota

geng yanki bahwa dia sudah dewasa dengan cara berhubungan badan tapi pada saat

tangan Yuya, sang pacar sudah mulai beraksi membuka baju nya, tokoh tiba-tiba

teringat saat pertama dia diperkosa dan ia menjadi ketakutan, tetapi ia takut

menunjukkannya pada Yuya. Dan bahkan dari cuplikan di atas Shoko lebih takut dan

merasa seram dan gemetar ketika dia juga mendengar suara orang yang

menyelamatkan dia dari pemerkosaan antar geng mengucapkan hal yang sama ketika

ia diperkosa pertama kali.

Bahkan dia lebih takut daripada perkelahian antar geng yanki yang bisa

merenggut nyawa daripada menghadapi kata-kata yang membuatnya teringat masa

kanak-kanaknya. Dalam hal ini teori Freud adalah trauma kesadaran

Cuplikan (hal. 39, 41,43)

…namun, tak ada celah untuk menghindar. Setiap aturan dibuat kecuali

menaatinya. Bagi orang sepertiku, yang bertindak semaunya sendiri, ini merupakan

Universitas Sumatera Utara


pelajaran yang bisa memahami betapa pentingnya kebebasan itu. Aku tahu apa yang

dikatakan ayah di pengadilan itu adalah benar. Kita harus bertanggung jawab atas

perbuatan kita sendiri. Jika kita melakukan hal-hal yang buruk, maka inilah yang

terjadi. Hanya aku satu-satunya orang d antara semua peserta perkelahian yang

dijebloskan ke sekolah anak nakal, tetapi itu oke-oke saja. Jika mereka membebaskan

aku begitu saja dari rumah tahanan, pastilah aku tidak pulang ke rumah, aku akan

keluyuran lagi bersama teman-teman. Jadi, ini hanyalah soal waktu, sebab cepat atau

lambat aku tetaplah akan dikirim ke tempat ini.

Sepanjang waktu itu, aku sering memikirkan air mata ibu yang menetes di

punggung tanganku di ruang sidang, dan betapa sedihnya orangtuaku saat melihat aku

dibawa petugas. Aku memahami kepedihan yang kutimpakan pada setiap orang,

tetapi aku masih belum bisa mengambil pelajajaran dari sana.

Kedua orangtuaku sudah masuk ke dalam rumah, membiarkan pintu tetap

terbuka untukku. Mereka berdiri di ambang pintu, tidak terucap sepatah kata pun,

hanya sorot mata mereka yang memintaku mengikuti mereka. Ketika membalikkan

badan tanpa menginjakkan kaki di rumah sama sekali, aku merasa mata kedua

orangtuaku mengebor punggungku. Hatiku merasa berat, tetapi aku belum cukup

dewasa untuk melawan panggilan untuk bersenang-senang.

Analisis

Dari cuplikan di atas tokoh utama, yaitu Shoko Tendo setelah mengalami

tinggal di rumah tahanan anak-anak nakal, dimana ruangan nya sangat sempit dan

pengap, dengan makanan yang jauh dari layak, dan bertemu dengan orang-orang

yang nakal juga, sedangkan bertemu dan bersenang-senang dengan teman-temannya

Universitas Sumatera Utara


sudah tidak bisa dilakukannya lagi akhirnya bisa menyadarkan konsekuensi dari

perbuatannya sendiri. Apalagi setelah melihat dan menyadari dia telah membuat

orang yang dikasihinya menangis sedih, Shoko semakin menyadari kesalahannya.

Namun, walaupun dia sudah menyadari arti kebebasannya setelah pulang dari

penjara, Shoko masih belum bisa melawan godaan hatinya untuk bergabung dan

bersenang-senang dengan teman-temannya. Dia melupakan janjinya kepada diri

sendiri akan menjadi anak yang baik, tetapi semua nya terkalahkan oleh kesenangan

yang akan dia dapat. Dalam sistim kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund

Freud, Super Ego Shoko Tendo dikalahkan oleh Id yang selalu lebih banyak

berbicara dalam hati Shoko, agar segera dilaksanankan kesenangan-kesenangan itu.

Hal ini jelas terlihat dari ungkapan “…hatiku merasa berat, tetapi aku masih belum

cukup dewasa untuk melawan panggilan untuk bersenang-senang.”

Cuplikan (hal. 47)

Fujiwa-san adalah orang dewasa yang bicara padaku tanpa menghakimi

penampilanku. Ngobrol dengan nyonya tua ini saat kami berjalan-jalan di taman kecil

rumah sakit membuat perasaanku tenang.

Analisis

Shoko Tendo sebagai anak yang masih kecil membutuhkan kawan yang bisa

menerima dirinya apa adanya tanpa mencela dan menghakimi penampilan dan latar-

belakang keluarganya. Apabila diteliti lebih lanjut lagi sebenarnya Tokoh sedang

mencari suatu perlindungan (rasa aman), ia sedang mencari sahabat yang benar-benar

bisa dipercaya dengan sahabatnya inilah ia mengemukakan segala isi kalbunya.

Universitas Sumatera Utara


Fujiwasan adalah seorang orang tua yang menurut tokoh bisa mengerti dan menerima

dirinya tanpa menghakimi penampilan dan latar-belakang dirinya seperti yang biasa

dilakukan orang-orang di sekelilingnya.

Cuplikan (hal.48)

Suatu hari, aku pergi membeli soda kalengan dari otak mesin dan melihat

sebuah dompet tergeletak di lantai dekatku. Aku memeriksa isinya dan menemukan

uang tunai dalam jumlah besar: 180 yen. Ketika aku masih kecil, orang tuaku biasa

mmeberiku uang saku untuk membeli pensil dan alat-alat sekolah, tetapi sejak aku

menjadi Yanki mereka tidak memberiku apa-apa lagi. Uang itu besar sekali

jumlahnya, dan aku ingin sekali menyimpannya. Namun, aku merasa bahwa Tuhan

sedang mengawasiku di suatu tempat, maka aku menyerahkan uang itu ke ruang

perawat. Segera setelah itu, aku sedang duduk bersama ayah di kafetaria, telah

ditemukakan sejumlah uang di dekat mesin penjualan makanan. Tak lama kemudian,

seorang perawat mendekati kami sambil mendorong kursi roda. Di kursi itu, duduk

seorang lelaki berbalut piyama, kira-kira seusia ayah. Lelaki itu tampak tercengang

melihat bahwa seorang yanki sepertiku mengembalikan dompet yang berisi banyak

uang.

Analisis

Dari cuplikan di atas, sebenarnya Shoko sangat memerlukan uang yang di

dapatnya karena berhubunan keluarga mereka juga dalam keadaan krisis, apalagi

ayahnya juga sakit, juga Shoko ingin memakai uang itu untuk membeli beberapa

kebutuhannya, tetapi hati nurani Shoko masih berbicara dan memngingatkan dirinya

untuk segera mengembalikan itu kepada pemiliknya. Dalam struktur kepribadian

Universitas Sumatera Utara


maka Super Ego menang karena hakim dalam hatinya mengalahkan Id yang

menginginkan uang itu. Hal ini terlihat jelas dalam ungkapan “Namun, aku merasa

Tuhan mengawasiku di suatu tempat, maka aku mengembalikan uang itu kepada

perawat”, selain itu Shoko juga berfikir pemiliknya pasti sedang terbaring sakit di

rumah sakit ini juga sama halnya seperti ayahnya dan pasti membutuhkan uang ini

untuk biaya perawatan rumah sakit.

Cuplikan (hal. 71, 73, 84)

Salah seorang temanku menjadi sangat kacau karena kecanduan sehingga ia

mengalami delusi. Ia menanam keyakinan bahwa pacarnya menghianati dia, dan ia

kemudian membakar rumah gadis itu. Ia juga meyakini bahwa pori-pori kulitnya

penuh belatung, dan ia menyayat kulitnya sendiri dengan pisau. Bejam-jam ia

menekan bintik-bintik di kulitnya, yang biasa muncul pada para pecandu, sampai

kulitnya rusak dan bernanah. Ia meyakini bahwa seseorang sedang mengawasinya

sehingga ia menutup semua jendela di rumahnya dengan selotip. Ia merasa bisa

mendengar para tetangga menjelek-jelekkan dirinya, karena itu ia merangsek pintu

depan dengan kaki telanjang dan mengancung-ancungkan pisau, tetapi begitulah, tak

ada seorang pun disana.

Aku tidak mau mendengar itu, aku tidak mau melihat itu, aku tidak mau tidak

tahu tentang itu. Aku tidak mau mereka tahu mengenai aku. Aku tidak mau menjadi

salah satu dari mereka.

Melayang bersama Maejima membantuku menyingkirkan penderitaan yang

membelit rumahku. Kapan pun aku diam di rumah, melihat ibuku terisak-isak saat

penagih utang menggedor pintu, dan Na-chan memelukku ketakutan, aku akan

Universitas Sumatera Utara


merindukan darah megalir di tabung suntikan. Hanya dengan itu, aku segera terbebas

dari kenyataan.

Gadis kecil yang selalu diganggu di sekolah, anak-anak naïf yang hampir

diperkosa Mizuguchi, anak patuh yang selalu membantu ibu membersihkan lantai

setelah ayah mengamuk, anak-anak yang selalu berhati-hati agar tidak membuat ayah

marah, itu semua bukan aku yang sebenarnya. Aku terbiasa memikirkan segala

peristiwa di masa anak-anakku seolah-olah semua terjadi pada orang lain. Lebih

menentramkan begitu. Berkali-kali, aku menciptakan diriku yang baru, dan tidak

mungkin lagi mengatakan siapa Shoko sebenarnya. Aku bisa memisahkan hati dan

pikranku dari tubuh kemudian melenyapkan diriku dalam pesona yang kudapat dari

Maejima dan amfetamin. Namun, setiap kali kencan yang dilandasi bubuk putih

dengan maejima berkhir dan segala pesona menghilang, yang tersisa adalah

kekosongan emosi, dan perasaan bersalah terhadap Shin.

Kenanganku mulai berbaur dengan kenyataan yang jorok. Mula-mula,

pikiranku melayang-layang bahagia saat aku terbaring di ranjang bundar hotel

mesum, tetapi tiba-tiba aku kepayahan saat aku terbenam ke tempat yang lebih suram

dan menakutkan.

Analisis

Tokoh tidak bisa menjadi diri sendiri di tengah-tengah permasalahan yang

dihadapi keluarganya. Tokoh tidak mempunyai keberanian untuk menghadapi

masalah, tetapi malah menghindari masalah dengan cara lemah terhadap diri sendiri

dan menuruti nafsu-nafsu untuk memakai narkoba dan menuruti kemauan Maejima

Universitas Sumatera Utara


untuk melakukan seks narkoba. Walaupun tokoh menyadari bahwa apa yang

dilakukannya adalah bukan keinginan dan hanya karena keadaan terpaksa, tetapi

kelihatan jelas bahwa tokoh berusaha membohongi diri sendiri dan merasa tidak

berdaya. Id tokoh merasa sangat bersalah terhadap Ego dan Super Ego. Hal ini

terlihat jelas dengan ungkapan tokoh “Melayang bersama Maejima membantuku

menyingkirkan penderitaan yang membelit rumahku. Kapan pun aku diam di rumah,

melihat ibuku terisak-isak saat penagih utang menggedor pintu, dan Na-chan

memelukku ketakutan, aku akan merindukan darah megalir di tabung suntikan.

Hanya dengan itu, aku segera terbebas dari kenyataan.”

Cuplikan (hal.80)

Seks yang kulakukan dengan Shin terasa hangat dan penuh kasih. Bercinta

denganya merupakan satu-satunya saat aku merasa memiliki hubungan yang sama

normalnya dengan yang dijalani teman-temanku bersama cowok mereka. Seluruh

kenikmatan yang kudapatkan dari Maejima semata-mata bersandar pada benda-benda

seperti obat, uang, dan pengkhianatan terhadap orang tuaku. Ketika aku bersetubuh

dalam keadaan teller, keinginan, kebutuhan, atau perhatianku hanya berpusat pada

kenikmatan fisik yang kudapat dari pengaruh obat. Lebih tepatnya, aku tidak bisa

bersetubuh dengan Maejima dengan keadaan tidak teller. Shin adalah satu-satunya

orang yang kukenal, yang sanggup benar-benar mencintai orang seberantakan diriku.

Namun, ia akan segera pulang kembali kepada istrinya di rumahnya setelah kami

bercinta. Aku tahu, bahwa di lubuk hatinya, ia tidak benar-benar membutuhkanku.

Air mataku akan menitik setiap kali melihatnya pergi.

Universitas Sumatera Utara


Analisis

Dari cuplikan paragraf di atas

Cuplikan (hal 98,99)

Malam itu, aku bermimpi aneh tentang kakek. Aku tidak bisa melihat

wajahnya dengan jelas, tetapi aku yakin itu dia. Ia berdiri di tengah kabut biru di

puncak bukit, mengenakan kimono putih. Ia menunjukkan wajah sedih dan berseru,

“Shoko, Shoko,” dan memberi isyarat agar aku datang kepadanya. Aku tersentak

bangun. Apakah kakek begitu cemas karena aku memakai obat dan tidur dengan

lelaki beristri sehingga kakek muncul dalam mimpiku? Apakah ia mengatakan

kepadaku bahwa jika aku terus begitu, aku mungkin akan menyusulnya? Dadaku

terasa sesak , dan aku tidak bisa bernapas. “Kakek, aku minta maaf,” aku berbisik.

Namun hatiku yang terombang-ambing antara Shin dan Maejima, remuk berkeping-

keping, dan aku tdak tahu bagaimana memperbaiki kerusakan itu.

Kini, aku tidak mungkin menyentuh pohon itu dan memberi makan ikan-ikan

lagi. Aku tidak akan pernah kembali lagi ke rumah tempat kami duduk, tertawa-tawa,

dan makan bersama. Rasanya, seolah rumah itu roboh di depan mata kami. Aku

beruntung aku sudah memiliki tempat untuk ditinggali, tetapi hal ini tetap saja

menjadi pukulan keras. Kenyataanya, peristiwa inilah yang kelak menyadarkan arti

penting kelurga bagiku. Ia menjadi alarm yang mengingatkan aku untuk

meninggalkan narkoba untuk selamanya.

Analisis

Universitas Sumatera Utara


Menurut Freud, dalam mengulas arti mimpi, ia menekankan perbedaan antara

makna yang jelas dari suatu mimpi itu (makna lahiriah) dengan arti yang terpendam

atau tersirat. Pada permukaannya, mimpi kelihatan seperti sesuatu yang mustahil.

Bila kita kaji secara lebih rinci dan cermat, mungkin kita melihat satu logikadalam

yang berhubungan dengan unsur-unsur tersebut. Kebanyakan mimpi hanyalah

merupakan sisa-sisa dari pengalaman sehari-hari yang dialami seseorang. Tetapi bila

kita meneliti isi mimpi itu, terdapat satu tema pokok yang kelihatan berbeda dari

pengalaman hidup sehari-hari. Ini sebenarnya terjadi akibat desakan hati yang

mewujudkan mimpi itu. Ini kerapkali merupakan desakan larangan, sesuatu yang

tidak dapat dimengerti secara sadar. Walaupun di dalam mimpi, hal ini biasanya

tersembunyi di balik suatu fenomena yang lebih dapat diterima. Namun demikian, ia

tetap hadir, yakni sebagai harapan yang tertekan, yang disempurnakan lewat mimpi.

Demikian hubungannya dengan mimpi Shoko. Tokoh Shoko ingin sekali

meninggalkan dan menjauhi semua hal-hal atau perbuatan yang dilakukanya yang

dirasakannya sebagai dosa yang berat yang selalu membelenggu hidupnya. Dia

merasa akan dihukum oleh Tuhan yang dipercayainya dengan segera meninggal

dunia dan menyusul kakeknya yang sudah meninggal dunia. Kakek bagi tokoh adalah

orang yang sangat dia sayangi karena kakeknya juga sangat menyayangi tokoh

Cuplikan (hal. 149)

Aku selalu ingin menjadi orang nomor satu, tetapi selalu hanya menjadi

nomor dua. Para lelaki dalam kehidupanku selalu menyatakan cinta kepadaku, tetapi

aku tak pernah merasa aku cukup baik bagi mereka. Karena kurangnya kepercayaan

Universitas Sumatera Utara


diriku, jika ada yang mengatakan cinta kepadaku, aku pasrah saja dan membiarkan

mereka memegang kendali, dan begitulah aku terseret setiap saat untuk menjalin

hubungan dengan para lelaki beristri. Aku tidak pernah menggugat kebiadaban. Yah,

cukup sudah bagiku, tak ada lagi sikap lembek. Inilah saatnya membuat langkah baru.

Aku mengangguk pasti, membuat janji, dan meninggalkan salon tato itu.

Ketika aku tiba di rumah, aku mandi dan mengamati lekat-lekat punggungku di

cermin kamar mandi. Tato ini hanya akan menjadi milikku dan bukan orang lain. Itu

bukan semata-maa aku akan mengakhiri hubungan dengan ito, itu karena aku akan

membuat perubahan serius dalam hidupku dari lubuk hatiku.

Ketika aku melihat tato indah itu, perasaanku dipenuhi oleh suka cita yang tak

pernah kualami sebelumnya. Aku merasa seperti menemukan kebebasanku sendiri.

Analisis

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Karya sastra adalah sarana bagi seseorang untuk menyampaikan pemikiran,

pandangan dan kreatifitasnya dengan tujuan menghibur, memberitahu atau

mempengaruhi pembacanya tentang suatu hal.

2. Novel yang menjadi bahasan skripsi ini adalah merupakan karya sastra non fiksi

yang juga merupakan pengalaman langsung atau kisah nyata dari kehidupan tokoh

utama. Sehingga tokoh atau penokohan dalam karya sastra ini bukan hasil rekaan atau

imajiner pengarang.

3. Unsur psikologis merupakan unsur yang mendukung novel yakuza moon ini,

karena dengan adanya beban psikologis yang ditampilkan oleh pengarang dalam

novel ini, dan dengan banyak konflik dan masalah yang dihadapi tokoh utama

membuat novel ini menjadi lebih menarik dan berhasil membuat pembaca terhanyut

dan terharu, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan tokoh utama dalam

menjalani kehidupannya.

4. Peranan orang tua sangat besar dalam perkembangan psikologis anak dan

psikologis anak yang sehat sangat berpengaruh terhadap cara pandang ke depannya

dalam menghadapi masalah masa depan.

Universitas Sumatera Utara


5. Tokoh dalam analisis novel ini ditinjau dari segi struktur kepribadian Sigmund

Freud adalah tokoh yang memiliki kepribadian Id lebih dominan daripada Super Ego

dan Ego makanya ia selalu lemah dan tidak bisa menghadapi masalahnya.

4.2. Saran

1. Karena tokoh utama yaitu Shoko Tendo , sebagai puteri bos yakuza selalu

mengalami ketidaknyamanan berada di lingkungan sekolah, lingkungan

tetangga, bahkan di rumah sendiri sehingga tokoh utama mencoba mencari

tempat dan orang yang dapat menerima dirinya dan mencoba mencari jati diri

untuk mendapatkan kenyamanan batin, meskipun pada akhirnya hal ini yang

justru menjungkir-balikkan kehidupannya karena tidak pada tempat yang

benar. Sebaiknya sebagai orang tua kita tidak boleh asal menghukum atau

menghakimi sang anak yang dalam masalah. Supaya itu tidak menambah

beban psikologis bagi anak. Kita harus dapat melihat dan memahami factor-

faktor kenapa anak melakukan kesalahan. Orang tua harus membuat status

Universitas Sumatera Utara


2. Sebaiknya kita sebagai warga masyarakat Indonesia apabila menemukan atau

memiliki teman atau tetangga yang kebetulan merupakan dari latar keluarga

bermasalah atau kurang dapat diterima dalam masyarakat, kita tidak boleh

melecehkan atau merendahkan mereka karena hal itu dapat membuat mereka

merasa tersisihkan dan menjadi tertekan

Universitas Sumatera Utara

You might also like