You are on page 1of 4

Objek Hukum Peradilan Agama

11 Apr 2010

 Ragam
 Republika

kelembagaan peradilan agama sebagai wadah dan hukum Islam sebagai muatan atau isi
pokok pegangan dalam menyelesaikan dan memutus perkara, memiliki hubungan yang
sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Demikian dikatakan Daniel S Lev dalam Islamic Courts
in Indonesia A Study in The Political Bases of Legal Institutions.

Dalam sejarah perkembangannya, kelembagaan peradilan agama mengalami pasang surut.


Pada masa kekuasaan kerajaan Islam, lembaga peradilan agama termasuk bagian yang tak
terpisahkan dengan pemerintahan umum, sebagai penghulu keraton yang mengurus
keagamaan Islam dalam semua aspek kehidupan.

Pada masa penjajahan Belanda, kelembagaan peradilan agama sempat dihapuskan.


Pemerintah Belanda membentuk peradilan tersendiri dengan hukum yang berlaku di negeri
Belanda, namun kelembagaan ini tidak dapat berjalan karena tidak menerapkan hukum Islam.

Secara filosofis, menurut Cik Hasan Basri dalam bukunya Peradilan Islam Dalam Tatanan
Masyarakat Islam, peradilan agama dibentuk dan dikembangkan untuk menegakkan hukum
dan keadilan dalam pergaulan hidup manusia, khususnya di kalangan orang-orang yang
beragama Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, waqaf, dan sedekah. Hukum yang ditegakkan adalah hukum Allah yang telah
disistematisasi oleh manusia melalui kekuasaan negara.

Kendati memiliki kekuasaan dalam menangani berbagai perkara, menurut aturan hukum
Islam, namun peradilan agama di Indonesia memiliki wewenang yang terbatas. Hal ini juga
yang membedakan peradilan agama di Indonesia dengan peradilan agama di negara-negara
Islam ataupun berpenduduk mayoritas Muslim lainnya.

Terbatas

Lembaga peradilan agama di Indonesia hanya terbatas pada perkara hukum Islam mengenai
hukum muamalah yang bersifat pribadi. Sementara masalah yang tekait dengan ibadah,
seperti shalat, puasa, dan zakat, tidak termasuk di dalamnya. Hukum muamalah yang
ditangani oleh peradilan agama di Indonesia pun terbatas, hanya mengenai masalah
perkawinan, cerai, dan rujuk. Soal faraidl (hukum waris) hanya mengambilnya secara
terbatas.

Sementara itu, hukum Islam yang mengatur hukum dagang (jual beli), hukum tanah, serta
hukum pidana, tak diberlakukan cara hukum Islam di Indonesia dan tidak ada kaitannya
dengan institusi peradilan agama. Penyelesaian perkara yang berkaitan dengan ketiga hukum
ini dilakukan melalui lembaga peradilan umum.

Wewenang terbatas yang dimiliki oleh peradilan agama tidak bisa dilepaskan dari sejarah
pertumbuhannya. Pada 1882 pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblad Nomor 152 yang
merupakan pengakuan resmi terhadap keberadaan peradilan agama dan hukum Islam di
Indonesia.

Namun, Staatsblad ini tidak berjalan efektif, maka pada 1937 Staatsblad Nomor 116.
Staatsblad ini mencabut wewenang

yang dimiliki oleh Peradilan Agama dalam persoalan waris dan masalah-masalah lain yang
berhubungan dengan harta benda, terutama tanah. Sejak saat itulah kewenangan yang dimiliki
lembaga peradilan agama hanya pada masalah perkawinan dan perceraian.

Kewenangan lembaga peradilan agama dalam menangani berbagai perkara yang terkait
dengan perkawinan dan perceraian sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan "Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan perkawinan bagi warga negara Indonesia
yang beragama Islam adalah hukum agamanya, yaitu hukum Islam. Oleh karena itu,
penyelesaian sengketa perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, di pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.

Namun, sejalan dengn penerapan kebijakan otonomi daerah, kewenangan terbatas yang
dimiliki lembaga peradilan agama tidak berlaku di semua daerah.

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), misalnya, merupakan satu-satunya provinsi yang mulai
menerapkan hukum Islam secara penuh melalui Pengadilan Agama. Ketentuan ini sesuai
dengan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yaitu Peradilan Syariah Islam di Provinsi NAD merupakan pengadilan khusus
dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.

nidia/berbagal sumber *d syafruddin

Ringkasan Artikel Ini


Secara filosofis, menurut Cik Hasan Basri dalam bukunya Peradilan Islam Dalam
Tatanan Masyarakat Islam, peradilan agama dibentuk dan dikembangkan untuk
menegakkan hukum dan keadilan dalam pergaulan hidup manusia, khususnya di
kalangan orang-orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, waqaf, dan sedekah. Sementara itu, hukum Islam yang mengatur hukum
dagang (jual beli), hukum tanah, serta hukum pidana, tak diberlakukan cara hukum
Islam di Indonesia dan tidak ada kaitannya dengan institusi peradilan agama.
Ketentuan ini sesuai dengan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu Peradilan Syariah Islam di Provinsi NAD
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan peradilan umum.
Peradilan Islam & Peradilan Agama
Riana Kesuma Ayu, SH. MH
9PeradilanIslam
•Kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus semua jenis
perkara menurut ajaran Islam secara universal
PeradilanAgama
•kekuasaan negara dalam menerima,memeriksa,mengadili,memutus,dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk
menegakkan hukum dan keadilan.

Peradilan agama
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam
Undang-Undang.

Lingkungan Peradilan Agama meliputi:

 Pengadilan Tinggi Agama


 Pengadilan Agama
Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Peralihan ke Mahkamah Agung


 2 Keterbukaan Informasi di Pengadilan
 3 Pranala luar
 4 Referensi

[sunting] Peralihan ke Mahkamah Agung

Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan


kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif
mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai


badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan
kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam
hukum dan dalam mencari keadilan.

Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan


finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan peradilan
agama berada di bawah Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama.
Terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004, organisasi, administrasi, dan finansial peradilan agama
dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. Peralihan tersebut termasuk
peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran
menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.

[sunting] Keterbukaan Informasi di Pengadilan

Sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang


keterbukaan informasi di pengadilan, maka dengan dipelopori oleh Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama (yang situsnya telah aktif sejak April 2005), situs-situs pengadilan tingkat
pertama (Pengadilan Agama) dan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama)
pun bermunculan.

Adapun informasi-informasi yang harus dipublikasikan pada situs-situs tersebut adalah


informasi yang bersifat memberikan pelayanan bagi para pencari keadilan, diantaranya, Profil
Pengadilan, Prosedur Standar Pengajuan Perkara, Prosedur Pengaduan, Biaya Panjar Perkara,
Agenda Persidangan, Pemanggilan Pihak yang tidak diketahui alamatnya, Putusan, dan lain-
lain.

You might also like