You are on page 1of 17

CKD

I. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Usia : 62 th
Alamat : Kemayoran gempol No. 3 JakPus
Agama : Kristen
Tgl msk : 19 Agustus 2010 pukul 09:00

II. Data dasar


1. Anamnesa
A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 minggu SMRS
B. RPS
Pada tanggal 5 Agustus 2010 pasien datang RSPAD dengan keluhan
mual, muntah sejak 2 minggu SMRS, keluhan disertai sesak nafas saat berjalan
sedikit dan keluhan semakin terasa memberat, bila pasien tidur merasa sesak
dan membaik jika posisi tidur setengah duduk, terdapat batuk yang bedahak,
kaki bengkak (+) dan BAK sedikit. Pasien di pulangkan tanggal 11 Agustus 2010
dengan diagnosis CKD st V predialisis (menolak HD), DM tipe 2, HT tekanan
darah terkontrol, susp TB paru
Pada tanggal 19 Agustus 2010 pasien datang kembali ke RSPAD dengan
keluhan yang sama yaitu sesak nafas saat berjalan 2-3 meter, mual (+), muntah
(+) berisi cairan sedikit terdapat busa, kaki bengkak (+).
C. RPD
 DM tipe II sejak 15 th yang lalu pengobatan dengan insulin
 Ginjal (+)
 HT (+) terkontrol dengan captopril
 Terapi listrik sejak 2 bln SMRS

D. RPK : Saudara kandung DM (+)

E. R Kebiasaan
 Merokok (-)
 Alkohol (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
Pemeriksaan tanda vital :

 Tekanan Darah : 140/70 mmHg


 Nadi : 100 x/menit
 Suhu : 36,50 C
 Respirasi : 24 x/menit
Kepala : normocephal, rambut distribusi merata, rambut hitam+putih
Kulit : kering (+), turgor kulit baik
Mata : ca -/-, si -/- , cekung (-)
Telinga : serumen -/-, intact
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Mulut & Gigi : mukosa bibir basah, bibir sianotik (-), lidah tremor (-)
Tenggorok : T1 T1 Tenang hiperemis (-)
Leher : JVP 5+4 cm H2O, trakea ditengah
KGB : Pembesaran (-)
Thoraks
Paru

 I : simetris saat statis, dan dinamis


 P : fremitus taktil kiri = kanan
 P : sonor diseluruh lapang paru
 A : bunyi nafas vesikuler +/+, rhonki basah halus di 1/3 basal, wheezing -/-
Jantung

 I : ictus cordis tidak terlihat


 P : ictus cordis tidak teraba, thriil (-)
 P:
o pinggang jantung ICS 3 linea parasternal sinistra
o Batas kanan jantung ICS 5 linea parasternal dextra
o Batas kiri jantung ICS 5 linea midclavikula sinistra
 A : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen

 I : datar, terdapat beberapa bekas luka (+)


 P:
o Supel, turgor kulit normal
o NT (-)
o Hepar dan Lien tidak teraba membesar
 P : timpani diseluruh regio abdomen
 A: BU (+) n
Ekstremitas : akral hangat, edema non pitting - -
+ +

3. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Px Hasil Normal

20-8-2010 21-8-2010 22-8-2010

Hb 8.8 7.8 13-18


Ht 26 24 40-52
Eritrosit 2.9 2.8 4.3-6.0
Leukosit 4200 6300 4800-10800
Trombosit 128000 107000 150000-400000
MCH 88 87 80-96
MCH 30 28 27-32
MCHC 34 33 32-36
Ureum 220 117 20-50
Kreatinin 11.6 9.1 0,5-1,5
Natrium 145 143 135-145
Kalium 3.9 3.6 3.5-5.3
Klorida 106 103 97-107

Jenis pemeriksaan Hasil Nomal


20-8-2010

Kimia
Analisa Gas Darah
pH 7.273 7.37 – 7.45
pCO2 42.5 32 – 46 mmHg
pO2 74.2 71 – 104 mmHg
HCO3 19.2 21 – 29 mEq/L
Base Exces -7.3 -2 - +2 mEq/L
O2 Saturation 93.1 94 – 98 %

III. Ringkasan
Tn. S 62 th mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan saat
berjalan 2-3 meter, terdapat mual, muntah

IV. Daftar Masalah


1. CKD st V on HD inisiasi
2. Asidosis metabolik
3. DM tipe II (belum terkontrol)
4. HT (belum terkontrol)

V. Pengkajian masalah
1. Cronic Kidney Diseases
Anamnesa: sesak nafas, mual, muntah, bengkak di kaki
Px fisik : edema non pitting - -
+ +
Lab : ureum/ kreatinin : 220/11.6  117/9.1
Rencana terapi : hemodialisa cito
lasix switch injeksi 2 x 1 amp

2. Asidosis metabolik
Anamnesa : sesak nafas,
Pemeriksaan Lab : pH 7.273 ↓, HCO3 19.2 ↓
Rencana terapi : FA/CaCO3/B 12 3x1

3. DM tipe 2, GD belum terkontrol


Anamnesa : DM sejak 15 thn yang lalu, pengobatan dengan insulin dan terdapat
penurun berat badan
Lab
Tanggal Pemeriksaan GDS
22-8-2010 121
23-8-2010 125

Rencana diagnosis : cek GGDS setiap pagi sebelum makan


Rencana terapi : novomix 18-0-12

4. HT st 2 (terkontrol)
Anamnesa : rutin minum obat penurun darah tinggi ( captopril)
Pemeriksaan fisik :

Hari Tekanan darah


(mmHg)

IGD 140/70
PU 140/100
20-8-2010 190/130
23-8-2010 120/70

Rencana terapi : amlodipine 1 x 10 mg


VI. Tindak lanjut
Tgl 20-8-2010
S = mual (+), muntah (+), sesak nafas berkurang setelah HD, demam (-)
O = TD 190/130 mmHg RR 90 x/menit n 18 x/menit T 37,3
A =CKD st V on HD inisiasi
DM tipe 2 belum terkontrol
HT st II
P = rencana terapi: amlodipine ↑ 2 x 10 mg

Hari Tekanan Nadi Respirasi Suhu


darah O
x/menit x/menit C
(mmHg)

IGD 140/70 100 24 36,5


PU 140/100 80 18 37,0
20-8-2010 190/130 90 18 37,3
23-8-2010 120/70 100 18
24-8-2010 120/70

VII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : bonam
Quo Ad function : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, LES
b. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida)
Gambaran laboratoris
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
dan penurunan LFG
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penerunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria

Klasifikasi
Kalsifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73 m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Tabel klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Rumus Kockcroft-Gault
( 140−umur ) x BB
LFG=
72 x kreatinin plasma

Penyakit Tipe mayor


Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular


(penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vascular
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangipati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracuana obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik


Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Tabel klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
krakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin tau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Patogenesis
Insulin dihasilkan oleh pankreas dan di dalarnnya terdapat kumpulan sel yang
berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang
berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam
mengatur kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam
sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa
dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes melitus tipe 2 di
samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada diabetes
melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping
penyebab di atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa
di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar
glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka
glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut
penyakit kencing manis (Suyono, 2005).

Defisiensi/ resistensi Insulin


glukagon↑ penurunan pemakaian glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Mual muntah Hemokonsentrasi


↓ pH
Trombosis

Asidosis

 Koma
Aterosklerosis
 Kematian

Gambaran Klinis
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita.
a. Keluhan Klasik
 Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas
 Banyak kencing (poliuria)
 Banyak minum (polidipsia)
 Banyak makan (polifagia)
b. Keluhan Lain
 Gangguan saraf tepi / kesemutan
 Gangguan penglihatan (kabur)
 Gatal / bisul yang hilang timbul
 Gangguan Ereksi
 Keputihan
 Gatal daerah genital
 Infeksi sulit sembuh
 Cepat Lelah
 Mudah mengantuk

Diagnosis
Penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar glukosa darah.
Yang sulit adalah bila tidak ada gejala. Diagnosis diabetes dalam Soegondo dkk (2006)
dipastikan bila :
a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai
pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).
b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas
(lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai
dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl danlatau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa
pada hari yang sarna atau pada hari yang berbeda).

Kadar glukosa darah Plasma vena < 100 100- ≥ 200


sewaktu (mg/dl) 199
Darah Kapiler <90 ≥ 200
90-99
Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100- ≥126
puasa (mg/dL) 125
Darah Kapiler < 90 ≥ 100
90-99

Tabel Pentuan diagnosis diabetes melitus menggunakan kadar gula darah


Kriteria diagnostik WHO :

Kriteria Diagnosis:

1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir.
2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari


(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa.
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai.
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199
mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
Komplikasi

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang


beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat
saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua
kategori (Schteingart, 2006):
a. Komplikasi metabolik akut : ketoasidosis dan hipoglikemia.
b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang :
 Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati.
 Makroangiopati : klaudikasio intermitten, gangren, infark miokardium
dan angina.

Prognosis
baik bila patuh berobat dan selalu di control.
Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit


mikrovaskuler dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi kematian dan
meningkatkan kualitas hidup.

1) Terapi Non Farmakologi


a. Diet
Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien
diabetes mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai
untuk hasil metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu
dengan diabetes mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan
diet seimbang. Diabetes membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang
dan rendah lemak, dengan fokus pada keseimbangan makanan. Pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk penurunan berat
badan.

b. Aktivitas
Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas
individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi untuk turunnya berat badan
atau pemeliharaan.

2) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan terapi non farmakologi.

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan
(drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan
normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.
Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita
gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui
usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral (Anonim, 2005b). Senyawa
sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan
pertama senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida,
tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi
glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-obat generasi
kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman, 2008).
2. Biguanid
Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat
hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama
mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penderita diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal
jantung) (Anonim, 2006a).
3. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid.
Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya
(Anonin,2005b).
4. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal (Anonim, 2006a).
5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (Anonim, 2006).

Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :

a. Diabetes sesudah umur 40 tahun.


b. Diabetes kurang dari 5 tahun.
c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.
d. Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, 2005).

3) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe1.
Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka
penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi
hipoglikemik oral (Anonim, 2005b).

Insulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat


2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8. Kehamilan dengan diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
terapi gizi medis
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Anonim, 2006a)

4) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat
Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik
Oral dengan insulin.

You might also like