Professional Documents
Culture Documents
I. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Usia : 62 th
Alamat : Kemayoran gempol No. 3 JakPus
Agama : Kristen
Tgl msk : 19 Agustus 2010 pukul 09:00
E. R Kebiasaan
Merokok (-)
Alkohol (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang
Pemeriksaan tanda vital :
3. Pemeriksaan Penunjang
Kimia
Analisa Gas Darah
pH 7.273 7.37 – 7.45
pCO2 42.5 32 – 46 mmHg
pO2 74.2 71 – 104 mmHg
HCO3 19.2 21 – 29 mEq/L
Base Exces -7.3 -2 - +2 mEq/L
O2 Saturation 93.1 94 – 98 %
III. Ringkasan
Tn. S 62 th mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan saat
berjalan 2-3 meter, terdapat mual, muntah
V. Pengkajian masalah
1. Cronic Kidney Diseases
Anamnesa: sesak nafas, mual, muntah, bengkak di kaki
Px fisik : edema non pitting - -
+ +
Lab : ureum/ kreatinin : 220/11.6 117/9.1
Rencana terapi : hemodialisa cito
lasix switch injeksi 2 x 1 amp
2. Asidosis metabolik
Anamnesa : sesak nafas,
Pemeriksaan Lab : pH 7.273 ↓, HCO3 19.2 ↓
Rencana terapi : FA/CaCO3/B 12 3x1
4. HT st 2 (terkontrol)
Anamnesa : rutin minum obat penurun darah tinggi ( captopril)
Pemeriksaan fisik :
IGD 140/70
PU 140/100
20-8-2010 190/130
23-8-2010 120/70
VII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : bonam
Quo Ad function : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, LES
b. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida)
Gambaran laboratoris
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
dan penurunan LFG
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penerunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria
Klasifikasi
Kalsifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
krakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin tau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Patogenesis
Insulin dihasilkan oleh pankreas dan di dalarnnya terdapat kumpulan sel yang
berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang
berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam
mengatur kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam
sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa
dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes melitus tipe 2 di
samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada diabetes
melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping
penyebab di atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa
di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar
glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka
glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut
penyakit kencing manis (Suyono, 2005).
glukoneogenesis hiperglikemia
Asidosis
Koma
Aterosklerosis
Kematian
Gambaran Klinis
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita.
a. Keluhan Klasik
Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas
Banyak kencing (poliuria)
Banyak minum (polidipsia)
Banyak makan (polifagia)
b. Keluhan Lain
Gangguan saraf tepi / kesemutan
Gangguan penglihatan (kabur)
Gatal / bisul yang hilang timbul
Gangguan Ereksi
Keputihan
Gatal daerah genital
Infeksi sulit sembuh
Cepat Lelah
Mudah mengantuk
Diagnosis
Penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar glukosa darah.
Yang sulit adalah bila tidak ada gejala. Diagnosis diabetes dalam Soegondo dkk (2006)
dipastikan bila :
a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai
pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).
b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas
(lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai
dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl danlatau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa
pada hari yang sarna atau pada hari yang berbeda).
Kriteria Diagnosis:
1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir.
2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199
mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
Komplikasi
Prognosis
baik bila patuh berobat dan selalu di control.
Pengobatan
b. Aktivitas
Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas
individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi untuk turunnya berat badan
atau pemeliharaan.
2) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan terapi non farmakologi.
1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan
(drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan
normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.
Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita
gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui
usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral (Anonim, 2005b). Senyawa
sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan
pertama senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida,
tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi
glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-obat generasi
kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman, 2008).
2. Biguanid
Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat
hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama
mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penderita diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal
jantung) (Anonim, 2006a).
3. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid.
Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya
(Anonin,2005b).
4. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal (Anonim, 2006a).
5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (Anonim, 2006).
3) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe1.
Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka
penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi
hipoglikemik oral (Anonim, 2005b).
4) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat
Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik
Oral dengan insulin.