Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
Sebagai sumber ajaran Islam kedua sesudah al-Qur'an, hadits mempunyai peranan penting
dalam mengembangkan kandungan ajaran Islam, baik yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an
maupun yang belum.
Takhrij dengan metode ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui secara pasti
perawi pertamanya, baik dari kalangan Sahabat ataupun tabi'in. Langkah perta¬ma dari metode
ini adalah mengenal nama perawi pertama dari hadits yang akan ditakhrij. Langkah berikutnya
adalah mencari nama perawi yang diinginkan dari kitab-kitab al-Athraf atau Musnad. Bila nama
perawi pertama yang dicari telah ditemukan, kemudian dicari hadits yang diinginkan di antara
hadits-hadits yang tertera di bawah nama perawi tersebut. Bila sudah ditemukan, maka akan
diketahui ulama hadits yang meriwayatkannya.
Kitab yang membantu untuk kegiatan takhrij berda¬sarkan metode ini adalah kitab-kitab al-
Athraf dan Musnad. Al-Athraf adalah himpunan hadits yang berasal dari kitab induknya di mana
yang dicantumkan hanyalah bagian atau potongan hadits dari setiap hadits yang diriwayatkan
oleh Sahabat atau tabi'in. Di antara kitab-kitab al-Athraf yang terkenal adalah Athraf al-
Shahihain karya Imam Abu Mas'ud Ibrahim ibn Muhanmmad ibn Ubaid al-Dimasyq, Athraf al-
Kutub al-Sittah karya Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad ibn Tahin ibn Ahmd al-Maqdisi, Al-
Isyraf 'ala ma'rifah al-Athraf karya Abu al-Qasim Ali ibn Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyq,
Tuhfat al-Asyraf bi Ma'rifat al-Asyraf karya Jamal al-din Abu al-Hajjaz Yusuf ibn 'Abd al-Rahman.
Musnad adalah kitab hadits yang disusun berda¬sarkan nama-nama Sahabat yang
meriwayatkannya. Cara penyu¬sunan nama-nama Sahabat dalam kitab ini tidak sama, ada yang
disusun secara alpabet dan ada juga yang disusun berdasarkan waktu masuk Islam atau
keutamaan Sahabat. Di antara kitab-kitab Musnad tersebut adalah kitab Musnad karya Imam
Ahmad ibn Hanbal, karya Abu Bakr 'Abdullah ibn al-Zubair al-Humaidi, dan karya Abu Daud al-
Tayalisi.
Keunggulan metode ini : cepat sampai pada sahabat yg meriwayatkan hadis krn alfabetis
Kekurangannya : lama sampai pd hadis yg dicari jika sahabat tsb. banyak meriwayatkan hadis
Penggunaan metode didasarkan atas lafadz pertama matan hadits. Melalui metode ini,
pentakhrij terlebih dahulu menghimpun lafadz pertama hadits berdasarkan huruf-huruf
hijaiyah. Setelah pentakhrij mengetahui lafadz pertama yang terletak dalam hadits tersebut,
selanjutnya ia mencari lafadz itu dalam kitab-kitab takhrij yang disusun sesuai dengan metode
ini berdasarkan huruf perta¬ma, huruf kedua dan seterusnya. Contoh, hadits yang ber¬bunyi من
غشانا فليس مناLangkah pertama, karena lafadz pertamanya adalah من, maka pentakhrij harus
mencarinya pada bab mim ( ) م. Langkah kedua mencari huruf nun ( ) نsetelah mim ( ) م
tersebut. Ketiga, mencari huruf-huruf selanjutnya yang mengiringinya, yaitu ghain ( ) غ, dan
demikian seterusnya.
Kitab-kitab yang dapat digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini di antaranya adalah al-
Jami' al-Kabir karya Imam Suyuthi, al-Jami' al-Azhar karya al-Manawi, al-Jami' al-Shaghir min
Hadits al-Basyir al-Nazhir karya Jalaluddin al-Suyuthi.
Dalam kitab al-Jami' al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nazhir, Jalaluddin al-Suyuthi
menghimpun dan menyusun hadits-hadits yang diatur berdasarkan urutaan huruf hijaiyyah,
mulai dari huruf alif, ba', ta', dan seterusnya.
Dalam menjelaskan kualitas hadits, kitab ini meng¬gunakan rumus-rumus sebagai berikut: صح
untuk hadits berkualitas shahih; حuntuk hadits berkualitas hasan; dan ضuntuk hadits
berkualitas dla'if. Sedangkan untuk kode mukharrij dari hadits yang bersangkutan digunakan
kode خuntuk Bukhari, مuntuk Muslim, حمuntuk Ahmad, تuntuk Turmuzhi.
Dengan menggunakan metode ini, memungkinkan pen¬takhrij untuk cepat menemukan hadits
yang dicari. Kesuli¬tan yang mungkin dijumpai adalah apabila terdapat perbe¬daan lafadz
pertama, seperti hadits yang berbunyi:
إذا اتــاكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه
Menurut bunyi hadits di atas, lafadz pertamanya adalah إذا اتــاكمTetapi, bila lafadz pertama yang
kita ingat adalah لو اتــاكم, akan sulit menemukan hadits itu karena adanya perbedaan lafadz
tersebut. Demikian juga apabila lafadz yang kita jumpai berbunyi إذا جاءكم, sekali¬pun semuanya
memiliki pengertian yang sama.
Keunggulannya: 1. meskipun tdk hapal semua hadis, dg lafal pertama saja dpt dg cepat
menyampaikan pd hadis yg dicari; 2. Akan ditemukan hadis lain yg tdk menjadi objek pencarian
n mungkin dibutuhkan
Kekurangan metode ini: 1.jika lafal yg dianggap awal hadis bkn awal hadis; 2. jika trjadi
penggantian lafal yg diucapkan Rasul.
3. Takhrij melalui penggalan kata-kata yang tidak banyak diungkap dalam lisan
Menurut Mahmud al-Thahhan, mentakhrij hadits dengan metode ini dapat menggunakan kitab
al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi karya A.J. Wensinck yang di¬terjemahkan
oleh Muhammd Fuad 'Abd al-Baqi. Kitab ini merujuk kepada kitab-kitab yang menjadi sumber
pokok hadits, yaitu Kutub al-Sittah, al-Muwaththa', Musnad Imam Ahmad, dan Musnad al-
Darimi.Cara penggunaan kitab al-Mu'jam di atas dapat dilihat pada jilid 7 bagian permulaan. Di
sana akan dipe¬roleh penjelasan tentang bagaimana menggunakan kitab ini secara mudah. Dua
hal penting yang perlu dijelaskan di sini adalah pemberian kode nama yang dijadikan sumber
rujukan, misalnya حمuntuk Ahmad, تuntuk Turmuzhi, جهuntuk Ibn Majjah, مىuntuk Darimi;
dan penjelasan tentang kitab atau bab dan halaman kitab yang dirujuk, misalnya Musnad
Ahmad, nomor setelah rumus/kode terdapat dua ben¬tuk: nomor kecil menunjukkan jilid dan
nomor besar menun¬jukkan halaman dari kitab yang dimaksud.
Kelebihan metode ini di antaranya:
a. mempercepat pencarian hadits;
b. membatasi hadits-haditsnya pada kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz',
bab, dan halaman;
c. memungkinkan pencarian hadits melalui kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits.
Sedangkan kekurangannya:
a. pentakhrij harus memi¬liki kemampuan berbahasa Arab beserta perangkat-perangkat
ilmunya, karena metode ini menuntut untuk mengembalikan kata kuncinya kepada kata dasar;
b. terkadang suatu hadits tidak dapat ditemukan dengan satu kata kunci, sehingga pentakhrij
harus mencarinya dengan menggunakan kata-kata yang lain.
Seorang pentakhrij boleh saja tidak terikat dengan bunyi atau lafadz matan hadits yang
ditakhrijnya, tetapi berupaya memahami melalu topiknya. Upaya penelusurannya memerlukan
kitab atau kamus yang dapat memberikan penjela¬san riwayat hadits melalui topik yang telah
ditentukan.
Di antara kitab yang dapat membantu kegiatan takh¬rij dengan metode ini adalah Miftah Kunuz
al-Sunnah, al-Jawami' al-Shahih, al-Mustadrak 'ala Shahihain, Jam'u al-Fawaid min Jam'i al-
Ushul wa Majma' al-Zawaid.
Menurut Mahmud al-Thahhan, kitab hadits yang dijadikan acuan oleh kitab-kitab di atas
jumlahnya banyak sekali. Di antaranya, Kutub al-Sittah, al-Muwaththa', Musnad Ahmad, Sunan
al-Darimi, Musnad Zaid ibn Al, Sirah ibn Hisyam, Maghazi al-Waqidi, dan Thabaqah ibn Sa'ad.
Keunggulan metode ini di antaranya adalah:
a. metode ini mendidik ketajaman pemahaman terhadap hadits pada diri pentakhrij;
b. metode ini dapat memperkenalkan pentakhrij dengan hadits-hadits lain yang senada dengan
hadits yang dicari.
Sedangkan kelemahannya:
a. Terkadang kandungan hadits itu sulit disimpulkan oleh pentakhrij sehingga tidak dapat
ditentukan temanya. Akibatnya ia tidak mungkin menggunakan metode ini, apalagi kalau topik
yang dikandung hadits itu lebih dari satu;
b. Terkadang pemahaman pen¬takhrij tidak sesuai dengan pemahamaan penyusun kitab,
karena penyusun kitab meletakkan suatu hadits pada topik yang tidak diduga oleh pentakhrij.
F. Penutup
Takhrij hadits pada dasarnya hanyalah langkah awal dari penelitian hadits. Di antara langkah-
langkah penting berikutnya yang harus dilakukan dalam kerangka penelitian hadits adalah kritik
matan (naqd al-matn) dan kritik sanad.