Professional Documents
Culture Documents
KUALITATIF
tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan
bakar di dalam mesin diesel (Tambun, 2007). Teknologi produksi methyl ester
dari minyak dan lemak telah banyak diterapkan. Untuk memperoleh perancangan
pabrik biodiesel yang optimal terlebih dahulu perlu dilakukan seleksi dari proses
yang ada.
mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester (fatty acid methyil ester
atau FAME). Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah
satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodiesel, sehingga terdapat proses
reaksi transesterifikasi. Minyak yang dapat langsung diolah dengan proses satu
II-1
tahap ini harus mempunyai kadar FFA rendah yaitu kurang dari 2% (Hambali,
dkk., 2007).
(kelompok alkyl yang berikatan dengan oksigen; R-O- ) terhadap senyawa ester
dengan alkohol lainnya. Reaksi ini sering ditambahkan dengan katalis basa atau
asam.
Transesterifikasi dari minyak nabati telah ditemukan pada tahun 1853 oleh
ilmuwan E. Duffy and J. Patrick, beberapa tahun sebelum mesin diesel pertama
berfungsi sempurna. Pada tahun 1990, Prancis mengeluarkan produksi lokal dari
(dicampurkan dengan 5% bahan bakar diesel biasa dan 30% bahan bakar diesel)
katalis homogen, dimana katalis tersebut larut dalam alkohol. Kemudian larutan
ini ditambahkan ke dalam minyak atau lemak, biasanya tanpa pelarut tambahan.
Katalis yang biasa digunakan dalam alkoholisis trigliserida adalah zat yang
bersifat basa (NaOH, KOH, Na- dan K- metoksida). Katalis yang sering
digunakan dalam industri adalah Natrium dan Kalium hidroksida karena dapat
dioperasikan pada kondisi temperatur rendah. Reaksi ini dijaga pada titik didih
II-2
Alkohol yang digunakan adalah yang berantai pendek, seperti metanol atau
etanol, karena semakin panjang rantai karbon, reaksi akan semakin lambat.
konversi total dari minyak atau lemak menjadi ester dan untuk menggeser reaksi
dengan waktu reaksi 16 - 32 menit pada suhu 50 - 600C dan tekanan atmosfer bila
digunakan katalis NaOH ( 0,2 % dari berat minyak ). Bahan baku minyak
asam lemak bebas dalam minyak serendah mungkin (< 0,5% w/w). Fuege dan
Grose (1949) menekankan kandungan moisture minyak < 0,06% w/w dan tidak
mengandung asam lemak bebas. Akan terjadi penurunan yield ester jika reaktan
al., 1984). Adanya sedikit kandungan asam lemak bebas dan moisture dalam
mempersulit pemisahan ester dan gliserol. Kehadiran asam lemak bebas dalam
berkemurnian tinggi sehingga proses ini tidak sesuai untuk minyak atau lemak
pada kondisi temperatur rendah. Reaksi ini merupakan reaksi setimbang deengan
II-3
kalor reaksi kecil. Penggeseran reaksi ke kanan biasanya dilakukan dengan
mengunakan alkohol berlebih atau mengambil salah satu produk dari campuran
yaitu:
• Penggunaan suhu (kurang dari 150°C) dan tekanan (20 psi) yang
relatif rendah.
pembuatannya.
berikut:
O O
R1 CH3 O C R1 H2C OH
H2C O C
O O
Catalyst
HC O C R2 3 CH3 oH CH3 O C R2 HC OH
O O
H2C OH
H2C O C R3 CH3 O C R3
II-4
Uraian proses transesterifikasi dapat digambarkan pada blok diagram
berikut ini:
Pengolahan pendahuluan
Reaktor Transesterifikasi
Dekantasi
pemurnian
Biodiesel
Proses dua tahap dipilih jika proses satu tahap tidak dapat dilakukan dengan
− Sabun terbentuk selama transesterifikasi dengan katalis basa, ketika ion Na+
bergabung dengan adanya asam lemak bebas (free fatty acids) yang mungkin
− Sabun akan mengurangi hasil (yield) karena sabun mengikatkan methyl ester
dengan air. Ikatan ester dapat dibersihkan dalam pencucian, tetapi pemisahan
II-5
Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan
untuk memproduksi biodiesel dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan
biodiesel (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan. Bila bahan baku
yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas
(free fatty acid - FFA) tinggi, yakni lebih dari 2%, maka perlu dilakukan proses
praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga kurang dari 2%
melalui dua tahap proses yaitu pra-esterifikasi asam lemak dan transesterifikasi.
alkohol dan asam lemak dalam bentuk free fatty acid (Solomon,1996). Pada
esterifikasi ini menggunakan katalis yang bersifat asam, yang biasa di pakai
adalah H2SO4, HCL, Na- atau K- bisulfat, resin penukar kation asam kuat dalam
Reaksi ini dimulai dengan minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang mengandung
FFA (Free Fatty Acid) dicampur dengan methanol dan dipanaskan sampai suhu reaksi.
Campuran tersebut kemudian diumpankan ke bagian esterifikasi yang terdiri dari sebuah
sekalipun sudah dibantu katalis, berlangsung lebih lambat dari pada reaksi
II-6
alkoholisis trigliserida. Reaksi ini juga akan berlangsung makin lambat dengan
Reaksi esterifikasi dilakukan pada temperatur di sekitar titik didih metanol. Untuk
dipasok dalam jumlah yang banyak (berlebih), air yang merupakan produk reaksi
Esterifikasi asam lemak bebas (FFA) dengan katalisator asam sulfat dapat
berlangsung pada suhu 60oC dan tekanan1 atm. Reaksi esterifikasi ini terjadi
Uraian proses esterifikasi dapat digambarkan pada blok diagram berikut ini:
Pengolahan pendahuluan
Reaktor esterifikasi
Dekantasi
pemurnian
Biodiesel
minyak) berlangsung pada suhu kamar dengan lebih dari 300 menit reaksi dengan
konversi 50% kecuali jika dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi. Penelitian
II-7
sebelumnya mengetahui bahwa transesterifikasi berkatalis asam dapat digunakan
pada bahan baku minyak bermutu rendah atau memiliki kandungan asam lemak
2.1.2.2 Transesterifikasi
katalis alkalin, dimana prosesnya sama dengan proses transesterifikasi pada satu
Seleksi proses pembuatan biodesel dari CPO (Crude Palm Oil) berdasarkan
kandungan bahan baku yang terkandung dalam CPO. Dimana proses yang biasa
digunakan dalam pembuatan biodiesel ada dua yaitu : proses satu tahap
(transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa kuat) dan proses dua tahap
(esterifikasi asam lemak/FFA) dengan katalis asam kuat dan transesterifikasi dari
adalah trigliserida sebesar 94% dan FFA sebesar 6%. Berdasarkan kandungan
pada bahan baku tersebut, dimana kadar asam lemak bebasnya (FFA) > 2%, maka
dalam prarancangan pabrik biodiesel dari CPO ini menggunakan proses dua
II-8
Proses pembuatan Biodiesel dari CPO dapat diuraikan menjadi dua
dalam Reaktor Esterifikasi (R-210), maka terlebih dahulu masuk Mixer 1 (M-
110), dengan perbandingan mol metanol dengan mol FFA dalam CPO adalah 20 :
(R-210) dan temperatur dipertahankan pada 600C dengan tekanan atmosfer. H2SO4
methyl ester (biodiesel) dan air. Sementara trigliserida dimanfaatkan untuk proses
selanjutnya yaitu proses transesterifikasi. Jadi produk utama yang dihasilkan dari
dari reaktor esterifikasi adalah trigliserida, metanol, air, dan H 2SO4. Kemudian,
Transesterifikasi 1 (R-310).
Tahap ini diawali oleh pencampuran metanol dengan katalis NaOH di dalam
II-9
Setelah tercapai keadaan yang homogen, maka proses dilanjutkan ke Reaktor
Transesterifikasi 1 (R-310).
secara kontinyu.
campuran metanol dan katalis NaOH, yang dijaga pada temperatur 600C dan
dengan kecepatan konstan 190 rpm. Keberadaan pengaduk sangat penting untuk
campuran. Reaksi ini menghasilkan dua lapisan fase, yaitu fase methyl ester
(produk utama) dan fase gliserol (produk samping). Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
NaOH
C3H5(OOCR)3 + 3 CH3OH → 3 RCOOCH3 + C3H5(OH)3
TGS methanol Methyl ester Gliserol
untuk lebih mempercepat laju reaksi yang terjadi. Setelah biodiesel dan gliserol
terbentuk, maka dilanjutkan dengan penetralan katalis basa NaOH dan katalis
II-10
Selanjutnya hasil dari Reaktor Transesterifikasi 1 dipisahkan dengan
terbentuk 3 fase, yaitu fase methyl ester yang masih mengandung trigliserida yang
tidak bereaksi, fase gliserol, dan fase uap metanol. Fase methyl ester setelah dari
bereaksi. Sedangkan fase gliserol dialirkan ke tangki penyimpan gliserol dan fase
Mixer 2 (M-120). Reaksi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada Reaktor
Fase methyl ester yang dihasilkan serta fase gliserol yang terbentuk
Proses ini dipakai karena perbedaan densitas yang cukup tinggi antara gliserol
(s.g. = 1,261) dan biodiesel. (s.g. = 0,88). Di dalam Dekanter 2 terbentuk 3 fase,
II-11
yaitu fase methyl ester pada lapisan atas, fase gliserol pada lapisan bawah, dan
fase uap metanol.. Fase methyl ester dari pemisahan ini dikenal sebagai crude
Pencuci (H-330). Dalam washing tank, methyl ester dicuci dengan penambahan
air 70oC sebanyak 10% dari massa bahan masuk untuk memisahkan gliserol,
metanol, dan komponen lain yang larut dalam air. Air pencuci dimasukkan dari
bagian bawah kolom dan produk methyl ester juga dimasukkan dari bagian bawah
kolom. Secara keseluruhan, proses pencucian ini dilakukan secara kontinyu. Air
hasil dari proses pencucian ini akan keluar dari bagian bawah kolom, sedangkan
produk methyl ester yang telah melalui proses pencucian dipompakan ke Dekanter
3 (H-333) untuk dipisahkan dari fase gliserol dan fase uap metanol. Methyl ester
dari Dekanter 3 masih mengandung air dari air pencuci pada washing tank.
keluaran methyl ester dari heater sekitar 93oC. Methyl ester dari Heater 2
kemudian diproses dalam Vacuum Dryer (Q-340) dengan kondisi operasi vakum
(70 mmHg, 93oC). Kondisi vakum dimaksudkan untuk memurnikan minyak tanpa
merusaknya, karena penguapan air pada kondisi tekanan atmosfer dan temperatur
tinggi dapat menyebabkan oksidasi pada minyak. Air yang teruapkan pada vacum
dryer sebanyak 99,9% sehingga produk methyl ester masih mengandung 0,1%
II-12
air. Secara garis besar dianggap tidak ada produk ester yang hilang dalam proses
pemurnian ini. Produk biodiesel yang dihasilkan ini pada akhirnya hanya akan
ester (biodiesel) yang dihasilkan dari proses ini selanjutnya dipompa ke tangki
II-13