Professional Documents
Culture Documents
DALAM BIDANG
PEMERINTAHAAN
OLEH
1. KARDIAN P 10509107
2. ASEP HENDRA 10509124
3. NELIYAWATI 10509094
4. AJENG FN 10509122
5. FATIMA ELVI 10509095
1.3 Tujuan
1.Studi Literatur
Mempelajari literatur-literatur baik yang berupa buku teks, artikel, jurnal maupun
website yang berkaitan dengan pemerintahan e-government.
2
2.Analisa masalah
Menganalisa bagaimana mengimplementasikan pemerintahan e-government yang
berbasis teknologi informasi.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab ini menjelaskan dan menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan
pemerintahan e-government, penerapan IT dalam pemerintahannya, serta
mengimplementasikan pemerintahan e-government dalam masyarakat.
3
BAB II PEMBAHASAN MAKALAH
1. Peranan Teknologi Informasi di Bidang Pemerintahan
Dimungkinkan bahwa teknologi informasi dalam masa yang akan datang akan digunakan
untuk pengambilan keputusan politik, misalnya untuk pemilihan umum yang konsep tersebut
telah muncul di beberapa negara maju. Selain itu masyarakat bisa menyampaikan aspirasi
secara langsung kepada para eksekutif dan legislatif pemerintah melalui e-mail atau forum
elektronik melalui web yang dibangun pemerintah setempat.
Di lingkungan akademis, Teknologi Informasi didefinisikan sebagai sisi teknologi dari suatu
sistem informasi, yang terdiri dari perangkat keras (hardware), basis data (database),
perangkat lunak (software), jaringan komputer, dan peralatan lain terkait. Penggunaan TI
sebagai bagian dari Sistem Informasi di organisasi swasta telah berhasil mendorong adanya:
peningkatan produktivitas (pengurangan biaya, peningkatan efektivitas), perbaikan kualitas
layanan kepada stakeholder, peningkatan daya saing, perbaikan proses pengambilan
keputusan, peningkatan kreativitas dan inovasi, serta perbaikan struktur dan fungsi
organisasi.
kinerja pemerintahan yang baik menunjukkan, dan berkorelasi dengan, adanya tata
pemerintahan yang baik (good governance).
4
Good governance dilihat dari sisi luar organisasi seolah merupakan refleksi perilaku institusi.
Namun demikian, good governance dari sebuah organisasi merupakan agregat perilaku
individu yang taat dan tunduk pada ketentuan (regulatory) yang telah ditetapkan. Ketentuan
ini biasanya menyangkut tentang batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan
atau petunjuk/prosedur pelaksanaan suatu aktivitas dalam rantai nilai pelayanan kepada
stakeholder. Dengan demikian, good governance mencerminkan bagaimana manusia
berkarya secara benar, benar dalam pengertian sesuai dengan ketentuan regulasi yang telah
ditetapkan.
Dari penjelasan di atas bila hendak dibuat relasi antara governance dan TI adalah bagaimana
TI digunakan secara benar dalam setiap proses kebijakan yang meliputi perancangan,
pembuatan, pelasakanaan, dan evaluasi suatu peraturan. Sebagaimana layaknya suatu
hubungan, interaksi antara TI dan governance menghasilkan berbagai implikasi yang
dipengaruhi oleh sifat dasar dari keduanya, maupun aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan.
Secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah” yaitu lembaga
beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung-jawab untuk mengurusi negara dan
menjalankan kehendak rakyat. Pemerintah dalam arti yang paling dasar diterjemahkan
sebagai sekumpulan orang yang memiliki mandat yang absah dari rakyat untuk menjalankan
wewenang – wewenangnya dalam urusan – urusan pemerintahan. Dalam hal ini ada
hubungan “kontrak sosial” antara rakyat sebagai pemberi mandat dan pemerintah sebagai
pelaksana mandat. Jika diadakan pendekatan dari segi bahasa terhadap kata “pemerintah”
atau “pemerintahan”, kedua kata tersebut berasal dari suku kata “perintah” yang berarti
sesuatu yang harus dilaksanakan. Beberapa hal yang terkandung dalam makna pemerintah
adalah sebagai berikut:
5
1. adanya keharusan menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang diperintahkan
2. adanya dua pihak, yaitu yang memberi dan yang menerima perintah
3. adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan yang menerima perintah
Proses pemahaman umum mengenai governance atau good governance mulai mengemuka di
Indonesia sejak tahun 1990-an dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan
interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar beserta lembaga – lembaga bantuannya
yang menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Lembaga
pemberi donor baik yang bersifat multilateral maupun bilateral memperkenalkan good
governance yang dikaitkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan, dalam arti good
governance dijadikan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian bantuan
baik berupa pinjaman (loan) maupun hibah (grant).
Governance merupakan tata pemerintahan. Good governance adalah tata pemerintahan yang
baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu pemerintah, dunia usaha
(swasta, commercial society) dan masyarakat pada umumnya (termasuk partai politik).
Hubungan ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling kontrol (checks and balances),
untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh satu komponen terhadap komponen
lainnya. Bila salah satu komponen lebih tinggi dari yang lain, maka akan terjadi dominasi
kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Meski secara sederhana pemahaman mengenai good governance dapat dinyatakan sebagai
tata pemerintahan yang baik, dalam implementasinya tidak mudah untuk mendefinisikan
secara seragam. Hal ini dikarenakan good governance memiliki banyak sumbangan makna
yang bervariasi selain dari luasnya bahasan. Namun demikian, pada hakekatnya keberagaman
makna tersebut memiliki kesamaam prinsip dan tujuan yakni terselanggaranya pemerintahan
yang seimbang di antara semua komponen pelaku. Semua pelaku harus saling tahu apa yang
dilakukan oleh pelaku lainnya, ada ruang dialog agar para pelaku saling memahami
perbedaan di antara mereka. Dengan proses seperti ini diharapkan tumbuh konsensus dan
sinergi di dalam masyarakat.
6
UNDP mendefinisikan Good Governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan
administrasi untuk mengatur urusan – urusan negara, yang memiliki mekanisme, proses,
hubungan, serta kelembagaan yang kompleks di mana warga negara dan berbagai kelompok
mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta
menengahi perbedaan yang ada di antara mereka.
Governance ini tidak semata – mata menjadi monopoli tugas negara, namun juga menjadi
kewajiban bagi sektor swasta, dan semua komponen civil society. Karena posisi yang sama
penting dari semua aktor dakam civil society tersebut, good governance harus ditandai
dengan proses sinergi di antara mereka. Dalam hal ini, karakter good governance terutama
mencakup:
7. Beroperasi berdasarkan aturan hukum, serta efektif dan efisien dalam penggunaan
sumber daya,
7
Sementara itu, Sekretariat Pengembangan Public Good Governance Bappenas menyatakan
setidaknya ada empat belas karakteristik dalam wacana good governance:
2. Terbuka (transparan); semua urusan tata pemerintahan berupa kebijakan – kebijakan publik
baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus
diketahui publik. Isi keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik harus dapat diakses
oleh publik dan harus diumumkan agar mendapat tanggapan publik. Demikian pula informasi
tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan tersebut dan hasil – hasilnya harus terbuka dan dapat
diakses publik.
3. Cepat tanggap (responsif); aparat pemerintah harus cepat tanggap dan segera mengambil
prakarsa penaggulangan terhadap berbagai permasalahan sosial yang muncul di masyarakat.
Selain itu, birokrasi juga harus mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindak-
lanjutinya dalam bentuk peraturan/kebijakan, kegiatan atau program yang diusulkan.
6. Efisien dan efektif; agar dapat meningkatkan kinerja tata pemerintahan baik di pusat
maupun daerah dibutuhkan struktur yang tepat. Untuk tercapainya hal ini, pemerintah perlu
secara periodik melakukan evaluasi terhadap dukungan struktur yang ada, disertai dengan
8
perubahan jika dipandang perlu, yang meliputi perubahan struktur, tugas pokok jabatan dan
fungsi.
10. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat; masyarakat dan sektor swasta
harus diberdayakan lewat pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah dengan
swasta, pemerintan dengan masyarakat, dan antara swasta dengan masyarakat. Kemitraan ini
harus didasarkan pada kebutuhan yang nyata pada masing - masing belah, bukan sekedar
untuk memenuhi persyaratan saja. Wujud nyata dari kemitraan ini adalah perbaikan sistem
pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta.
11. Menjunjung supremasi hukum; dalam pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan
pembangunan seringkali terjadi pelanggaran hukum. Dalam konteks ini, siapa saja yang
melanggarnya harus diproses dan ditindak secara hukum atau sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan yang berlaku. Wujud nyata dari prinsip supermasi hukum antara lain
mencakup upaya pembentukan peraturan perundangan, pemberdayaan lembaga penegak
hukum, penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, dan
pengembangan budaya hukum.
9
12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan; aparat pemerintahan harus berupaya
memperkecil kesenjangan yang terjadi di antara masyarakat. Kesenjangan ini dapat berupa
kesenjangan ekonomi, sosial, gender, dan budaya. Kesenjangan dapat terjadi antara pusat dan
daerah, antar daerah, antar golongan, dan lain sebagainya. Adanya kesenjangan merupakan
insentif negatif bagi upaya pembangunan.
13. Berkomitmen pada tuntutan pasar; pengalaman membuktikan bahwa campur tangan
pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani
anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat
dengan pasar baik di dalam daerah maupun antar-daerah merupakan contoh wujud nyata
penerapan prinsip tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar.
14. Berkomitmen pada lingkungan hidup, masalah lingkungan dewasa ini telah berkembang
menjadi isu yang sangat penting baik pada tataran nasional maupun internasional. Hal ini
berakar pada kenyataan bahwa daya dukung lingkungan semakin lama semakin menurun
akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak
lingkungan secara konsisten, program reboisasi, penegakan hukum lingkungan secara
konsekuen, merupakan contoh perwujudan tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada
lingkungan.
E-Governance
Berkenaan dengan hubungan antara e-governance dan pemanfaatan Teknologi Informasi, ada
dua pertanyaan mendasar yang perlu mendapat jawaban tuntas. Pertama, bagaimana
menetapkan kriteria good governance untuk pemanfaatan TI itu sendiri, dan kedua,
bagaimana menempatkan posisi TI dalam upaya pencapaian good governance dari suatu
10
organisasi, yang ditandai dengan adanya transparansi, akuntabilitas, adil (fair), efektif, dan
dapat mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat.
Sejatinya, antara TI dan good governance saling mendukung. TI yang dikelola dengan baik -
yang secara fisik dapat diakses, dengan biaya terjangkau, dan tanggap terhadap kebutuhan
manusia – pada gilirannya akan mempercepat pembangunan nasional menjadi lebih
demokratis, berkelanjutan (sustainable), dan memfasilitasi tercapainya masyarakat yang lebih
sejahtera. Beberapa negara maju dan negara sedang membangun memberi contoh bagaimana
upaya good governance selalu memasukkan unsur kebijakan di bidang hukum, dan keuangan
yang mendorong kelompok wirausaha untuk melakukan inovasi dan penemuan baru yang
mengarah pada terbentuknya perusahaan. Lingkungan yang dapat mempercepat layanan
publik di bidang pendirian perusahaan, dan memu-dahkan usaha kecil menengah memperoleh
kredit permodalan, adalah lingkungan yang mampu mendorong kalangan bisnis
memperkenalkan teknologi baru ke masyarakat.
Pada akhirnya sasarannya adalah bagaimana membuat agarlebih banyak orang dapat
memanfaatkan TI, sehingga TI dapat mendorong terjadinya transformasi sosial dan ekonomi.
Dengan demikian ungkaoan yang lebih tepat adalah “good governance dalam memanfaatkan
TI, dan TI untuk mendukung upaya good governance.”
11
Berbagai kegiatan lain yang mengarah pada bagaimana membangun good governance dalam
memanfaatkan TI juga sering dilakukan. Pada umumnya, wujud kegiatannya berupa seminar
dan atau workshop dengan topik pad alevel mikro operasional suatu sistem informasi dalam
organisasi. Di kesempatan lain, kegiatan seminar, diskusi kebijakan di bidang TI yang banyak
diselenggarakan oleh lembaga non-pemerintah baik melalui kerjasama dengan pemerintah
maupun dilaksanakan sendiri, merupakan upaya memanfaatkan TI untuk mendukung
penerapan good governance.
Pemerintah sendiri melalui Lembaga Informasi Nasional (LIN) telah berhasil membangun
simpul – simpul Jaringan Informasi Elektronik Masyarakat Indonesia (JIEMI) yang
dimaksudkan sebagai sarana diseminasi informasi dalam rangka meningkatkan transparansi,
membangun partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan melalui mekanisme
komunikasi dua arah, serta menyediakan sarana bagi masyarakat di sekitar simpul JIEMI
untuk dapat menghasilkan informasi yang dapat disebarkan kepada anggota masyarakat di
daerah lain. Dengan demikian terjadi interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, maupun
antar-masyarakat.
Secara normatif, pada tataran kebijakan nasional, perlu melakukan terobosan agar dapat
secara efektif mempercepat pendayagunaan teknologi telematika yang potensinya sangat
besar itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan bangsa
sebagai landasan yang kokoh bagi pembangunan secara berkelanjutan. Di dalam hal ini
pemerintah perlu secara proaktif dan dengan komitmen yang tinggi membangun kesadaran
politik dan menumbuhkan komitmen nasional,membentuk lingkungan bisnis yang kompetitif,
serta meningkatkan kesiapan masyarakat untuk mempercepat pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika secara sistematik.
Lebih jauh, bahwa untuk mempercepat proses demokrasi, Indonesia harus mampu
mendayagunakan potensi teknologi telematika untuk keperluan:
· meniadakan hambatan pertukaran informasi antar masyarakat dan antar wilayah negara,
karena hanya dengan demikian berbagai bentuk kesenjangan yang mengancam kesatuan
bangsa dapat teratasi secara bertahap;
12
· memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang karena dengan
teknologi telematika mampu memanfaatkan pasar yang lebih luas;
· meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta
memperlancar rantai distribusi, agar daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global
dapat diperkuat;
Secara lebih spesifik, pemanfaatan TI dalam upaya penegakan good governance bahwa
melalui penerapan jaringan informasi di lingkungan pemerintah pusat dan daerah secara
terpadu telah menjadi prasyarat yang penting untuk mencapai good governance dalam rangka
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan
kepemerintahan guna antara lain memperbaiki pelayanan publik, meningkatkan efisiensi
pelaksanaan otonomi daerah, serta mengurangi berbagai kemungkinan kebocoran anggaran.
Agar pemerintah dapat meningkatkan hubungan kerja antar instansi pemerintah serta dapat
menyediakan pelayanan bagi masyarakat dan dunia usaha secara efektif dan transparan,
diperlukan kerangka arsitektur dan platform yang kompatibel bagi semua departemen dan
lembaga pemerintah, serta penerapan standardisasi bagi berbagai hal yang terkait dengan
penggunaan teknologi telematika secara luas. Beberapa yang akan dilaksanakan termasuk
pengembangan “G online backbone” bagi kepentingan semua instansi pemerintah dan
penyediaan layanan masyarakat, memperbaharui kerangka peraturan dan prosedur transaksi
di lingkungan pemerintah, serta membangun komitmen dan kesepakatan untuk memperlancar
pertukaran dan penggunaan informasi antar instansi pemerintah.
13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Meski secara umum kinerja instansi pemerintah di Indonesia dalam menegakkan good
governance masih relatif rendah, namun demikian mengacu pada berbagai upaya yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar birokrat telah mengerti apa dan bagaimana
good governance. Permasalahan yang muncul dari kondisi semacam ini adalah adanya
ketidak-pedulian di antara pejabat birokrasi tentang perlunya good governance. Dengan
demikian, hambatan utama dalam penegakkan good governance bukan pada institusi,
melainkan terletak pada sikap moral manusianya. Komitmen penegakan good governance
bukan terletak pada institusi sebagaimana sebagian penggiat bidang ini menganggapnya,
melainkan pada individu yang memiliki kesadaran moral akan pentingnya good governance.
14