You are on page 1of 14

PEMANFAATAN TEKNOLOGI

DALAM BIDANG
PEMERINTAHAAN

OLEH

1. KARDIAN P 10509107
2. ASEP HENDRA 10509124
3. NELIYAWATI 10509094
4. AJENG FN 10509122
5. FATIMA ELVI 10509095

JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK & ILMU KOMPUTER
UNIKOM
2010
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi dibidang pemerintahan sedang menuju kepemerintahan


yang e-government, Problem-problem mengenai masalah kewarganegaraan, dapat teratasi
lewat pembangunan tata pemerintahan, termasuk kependudukan, berbasis elektronik
(electronic based government, e-government). Secara pragmatis, e-government dapat
meningkatkan efisiensi sekaligus menekan praktek penyimpangan administrasi negara. Lebih
mendasar lagi, dari kaca mata politik demokrasi, melalui tiga kerangka kerjanya, yang terdiri
atas e-government consultation, dan e-decision-making, komitmen dan keberhasilan
pemerintah suatu negara, dalam menyelenggarakan e-government dapat dijadikan indikator
kesediaan pemerintah tersebut dalam berbagi informasi dan pengetahuan dengan warganya.
Secara lebih mendalam departemen instansi pemerintah dalam mempersiapkan visi dan misi
kebijaka teknologi informasi, lebih melihat pada faktor equity (menjadikan teknologi
informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penggunaan umum). Dibandingkan
dengan keempat faktor yang lainnya yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan
globalisasi. Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi yang efektif perlu diadakan
komputerisasi pemerintahan atau e-government dan sumber daya manusia dan pendidikan.
Alasannya karena penerapan teknologi informasi akan menjadi optimal apabila pengetahuan
para pemakai atau pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga
sasaran penerapan teknologi informasi tercapai.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah yang didefinisikan dalam penulisan ini:


1. Membangun pemerintahan e-government mencakup (government to citizen,
government to business, government to government).
2. Penerapan teknologi informasi dalam pemerintahan e-government.
3. Pengimplementasian pemerintahan e-government pada masyarakat.

1.3 Tujuan

Membangun pemerintahan e-government mencakup (government to citizen,


government to business, government to government), berbasis teknologi informasi.

1.4 Metode Penulisan


Dalam penyusunan penulisan makalah ini digunakan metodologi sebagai berikut:

1.Studi Literatur
Mempelajari literatur-literatur baik yang berupa buku teks, artikel, jurnal maupun
website yang berkaitan dengan pemerintahan e-government.

2
2.Analisa masalah
Menganalisa bagaimana mengimplementasikan pemerintahan e-government yang
berbasis teknologi informasi.

3.Analisa hasil dan penarikan kesimpulan


Memaparkan hasil analisis dari penerapan pemerintahan e-government dan menarik
kesimpulan dari hasil pemaparan tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : PEMBAHASAN MAKALAH

Bab ini menjelaskan dan menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan
pemerintahan e-government, penerapan IT dalam pemerintahannya, serta
mengimplementasikan pemerintahan e-government dalam masyarakat.

BAB III : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran untuk pengembangan makalah


selanjutnya.

3
BAB II PEMBAHASAN MAKALAH
1. Peranan Teknologi Informasi di Bidang Pemerintahan

Hampir setiap perkantoran maupun instansi pemerintah telah menggunakan komputer,


Penggunaannya mulai dari sekedar untuk mengolah data administrasi tata usaha, pelayanan
masyarakat (public services), pengolahan dan dokumentasi data penduduk, perencanaan,
statistika, pengambilan keputusan, dan lain-lain.

E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan


antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian
menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government to Citizen), G2B
(Government to Business), dan G2G (Government to Government). Bahkan saat ini dengan
adanya e-government, komputer memiliki peran yang sangat penting bagi pemerintah untuk
melakukan sosialisasi berbagai kebijakan, melakukan pemberdayaan masyarakat, termasuk
kerjasama antar pemerintah, masyarakat, dan pelaku bisnis, memperkenalkan potensi wilayah
dan parawisata, dan sebagainya.

Dimungkinkan bahwa teknologi informasi dalam masa yang akan datang akan digunakan
untuk pengambilan keputusan politik, misalnya untuk pemilihan umum yang konsep tersebut
telah muncul di beberapa negara maju. Selain itu masyarakat bisa menyampaikan aspirasi
secara langsung kepada para eksekutif dan legislatif pemerintah melalui e-mail atau forum
elektronik melalui web yang dibangun pemerintah setempat.

2. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Penerapan e-government


TI memiliki kegunaan yang luas dan hampir tidak terbatas. Dikatakan demikian karena
hampir semua aspek kehidupan manusia dapat difasilitasi dengan TI. TI dipakai secara luas di
lingkungan organisasi bisnis, institusi pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
dan pemerintahan.

Di lingkungan akademis, Teknologi Informasi didefinisikan sebagai sisi teknologi dari suatu
sistem informasi, yang terdiri dari perangkat keras (hardware), basis data (database),
perangkat lunak (software), jaringan komputer, dan peralatan lain terkait. Penggunaan TI
sebagai bagian dari Sistem Informasi di organisasi swasta telah berhasil mendorong adanya:
peningkatan produktivitas (pengurangan biaya, peningkatan efektivitas), perbaikan kualitas
layanan kepada stakeholder, peningkatan daya saing, perbaikan proses pengambilan
keputusan, peningkatan kreativitas dan inovasi, serta perbaikan struktur dan fungsi
organisasi.
kinerja pemerintahan yang baik menunjukkan, dan berkorelasi dengan, adanya tata
pemerintahan yang baik (good governance).

4
Good governance dilihat dari sisi luar organisasi seolah merupakan refleksi perilaku institusi.
Namun demikian, good governance dari sebuah organisasi merupakan agregat perilaku
individu yang taat dan tunduk pada ketentuan (regulatory) yang telah ditetapkan. Ketentuan
ini biasanya menyangkut tentang batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan
atau petunjuk/prosedur pelaksanaan suatu aktivitas dalam rantai nilai pelayanan kepada
stakeholder. Dengan demikian, good governance mencerminkan bagaimana manusia
berkarya secara benar, benar dalam pengertian sesuai dengan ketentuan regulasi yang telah
ditetapkan.

Manusia memiliki kecenderungan melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan


keinginannya, baik yang menguntungkan diri sendiri namun tidak merugikan orang lain
maupun yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan pihak lain. Masing – masing
individu berupaya agar apa yang diinginkan dapat tercapai. Perjuangan individu memperoleh
apa yang diinginkan seringkali menimbulkan benturan kepentingan. Mencegah hal tersebut
menjadi potensi negatif, oleh karena itu diperlukan aturan. Dalam konteks inilah kemudian
muncul governance yakni apa dan bagaimana sebuah peraturan dibuat serta dijalankan.
Peraturan ini di kalangan pemerintahan dapat berupa UU, atau peraturan pelaksanaan di
bawahnya. Di kalangan organisasi privat dapat berupa kebijakan perusahaan.

Dari penjelasan di atas bila hendak dibuat relasi antara governance dan TI adalah bagaimana
TI digunakan secara benar dalam setiap proses kebijakan yang meliputi perancangan,
pembuatan, pelasakanaan, dan evaluasi suatu peraturan. Sebagaimana layaknya suatu
hubungan, interaksi antara TI dan governance menghasilkan berbagai implikasi yang
dipengaruhi oleh sifat dasar dari keduanya, maupun aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan.

Istilah Government, Governance, dan Good Governance

Secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah” yaitu lembaga
beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung-jawab untuk mengurusi negara dan
menjalankan kehendak rakyat. Pemerintah dalam arti yang paling dasar diterjemahkan
sebagai sekumpulan orang yang memiliki mandat yang absah dari rakyat untuk menjalankan
wewenang – wewenangnya dalam urusan – urusan pemerintahan. Dalam hal ini ada
hubungan “kontrak sosial” antara rakyat sebagai pemberi mandat dan pemerintah sebagai
pelaksana mandat. Jika diadakan pendekatan dari segi bahasa terhadap kata “pemerintah”
atau “pemerintahan”, kedua kata tersebut berasal dari suku kata “perintah” yang berarti
sesuatu yang harus dilaksanakan. Beberapa hal yang terkandung dalam makna pemerintah
adalah sebagai berikut:

5
1. adanya keharusan menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang diperintahkan

2. adanya dua pihak, yaitu yang memberi dan yang menerima perintah

3. adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan yang menerima perintah

4. adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.

Proses pemahaman umum mengenai governance atau good governance mulai mengemuka di
Indonesia sejak tahun 1990-an dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan
interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar beserta lembaga – lembaga bantuannya
yang menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Lembaga
pemberi donor baik yang bersifat multilateral maupun bilateral memperkenalkan good
governance yang dikaitkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan, dalam arti good
governance dijadikan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian bantuan
baik berupa pinjaman (loan) maupun hibah (grant).

Governance merupakan tata pemerintahan. Good governance adalah tata pemerintahan yang
baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu pemerintah, dunia usaha
(swasta, commercial society) dan masyarakat pada umumnya (termasuk partai politik).
Hubungan ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling kontrol (checks and balances),
untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh satu komponen terhadap komponen
lainnya. Bila salah satu komponen lebih tinggi dari yang lain, maka akan terjadi dominasi
kekuasaan atas dua komponen lainnya.

Karakteristik Good Governance

Meski secara sederhana pemahaman mengenai good governance dapat dinyatakan sebagai
tata pemerintahan yang baik, dalam implementasinya tidak mudah untuk mendefinisikan
secara seragam. Hal ini dikarenakan good governance memiliki banyak sumbangan makna
yang bervariasi selain dari luasnya bahasan. Namun demikian, pada hakekatnya keberagaman
makna tersebut memiliki kesamaam prinsip dan tujuan yakni terselanggaranya pemerintahan
yang seimbang di antara semua komponen pelaku. Semua pelaku harus saling tahu apa yang
dilakukan oleh pelaku lainnya, ada ruang dialog agar para pelaku saling memahami
perbedaan di antara mereka. Dengan proses seperti ini diharapkan tumbuh konsensus dan
sinergi di dalam masyarakat.

6
UNDP mendefinisikan Good Governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan
administrasi untuk mengatur urusan – urusan negara, yang memiliki mekanisme, proses,
hubungan, serta kelembagaan yang kompleks di mana warga negara dan berbagai kelompok
mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta
menengahi perbedaan yang ada di antara mereka.

Governance ini tidak semata – mata menjadi monopoli tugas negara, namun juga menjadi
kewajiban bagi sektor swasta, dan semua komponen civil society. Karena posisi yang sama
penting dari semua aktor dakam civil society tersebut, good governance harus ditandai
dengan proses sinergi di antara mereka. Dalam hal ini, karakter good governance terutama
mencakup:

1. Participatory dan sustanainable (berkelanjutan),

2. Legitimate, acceptable, dan transparan bagi masyarakat,

3. Meningkatkan equity, dan equality, mengembangkan sumberdaya dan metode


governance

4. Meningkatkan keseimbangan, serta mentoleransi dan menerima perspektif yang


bermacam- macam,

5. Mampu memobilisasi sumber daya untuk tujuan – tujuan sosial,

6. Memperkuat mekanisme – mekanisme asli (indigenous),

7. Beroperasi berdasarkan aturan hukum, serta efektif dan efisien dalam penggunaan
sumber daya,

8. Melahirkan dan memerintahkan respect, trust, dan accountable,

9. Mampu mendefinisikan dan mengambil keputusan,

10. Enabling dan fasilitatif sebagai regulator daripada kontrol,

11. Dapat mengatasi isu – isu temporer dan berorientasi pelayanan.

7
Sementara itu, Sekretariat Pengembangan Public Good Governance Bappenas menyatakan
setidaknya ada empat belas karakteristik dalam wacana good governance:

1. Berwawasan ke depan (visi strategis); semua kegiatan pemerintahan berupa pelayanan


publik dan pembangunan di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi
tertentu disertai strategi implementasi yang jelas.

2. Terbuka (transparan); semua urusan tata pemerintahan berupa kebijakan – kebijakan publik
baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus
diketahui publik. Isi keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik harus dapat diakses
oleh publik dan harus diumumkan agar mendapat tanggapan publik. Demikian pula informasi
tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan tersebut dan hasil – hasilnya harus terbuka dan dapat
diakses publik.

3. Cepat tanggap (responsif); aparat pemerintah harus cepat tanggap dan segera mengambil
prakarsa penaggulangan terhadap berbagai permasalahan sosial yang muncul di masyarakat.
Selain itu, birokrasi juga harus mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindak-
lanjutinya dalam bentuk peraturan/kebijakan, kegiatan atau program yang diusulkan.

4. Bertanggung jawab/bertanggung gugat (akuntabel); penyelenggara pemerintahan harus


menerapkan prinsip akuntabilitas atau bertanggung jawab/bertanggung gugat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini diawali pada saat penyusunan program pelayanan
publik dan pembangunan, pembiayaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian kinerja,
sehingga program tersebut dapat memberikan hasil seoptimal mungkin sesuai dengan sasaran
atau tujuan yang dtetapkan.

5. Profesional dan kompeten; di dalam pemberian pelayanan publik dan pembangunan


dibutuhkan aparat pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu, dengan
profesionalisme yang sesuai. Dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat,
dengan memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan
dan profesionalisme.

6. Efisien dan efektif; agar dapat meningkatkan kinerja tata pemerintahan baik di pusat
maupun daerah dibutuhkan struktur yang tepat. Untuk tercapainya hal ini, pemerintah perlu
secara periodik melakukan evaluasi terhadap dukungan struktur yang ada, disertai dengan

8
perubahan jika dipandang perlu, yang meliputi perubahan struktur, tugas pokok jabatan dan
fungsi.

7. Desentralistis; upaya pendelegasian kewenangan pusat ke daerah dalam rangka otonomi


daerah telah dilakukan. Namun hal ini belum cukup. Masih diperlukan pendelegasian
kewenangan di daerah dari Bupati/Walikota kepada dinas – dinas atau badan/lembaga teknis
yang ada di bawahnya disertai dengan pemberian sumber daya pendukungnya.

8. Demokratis; perumusan kebijakan tentang pelayanan publik dan pembangunan di pusat


dan daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh
eksekutif. Dalam konteks in wakil – wakil rakyat di DPR/D diberi akses untuk secara aktif
menyuarakan kepentingan masyarakat dan menindak-lanjuti aspirasi masyarakat sampai
terwujud secara nyata.

9. Mendorong partisipasi masyarakat; partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar


penyelenggara pemerintahan dapat mengenal lebih dekat siapa masyarakat dan warganya
berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapi, cara atau jalan keluar
yang disarankan, apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
dan lain sebagainya. Kehadiran masyarakat dalam forum pertemuan publik dan keaktifan
mereka dalam memberikan saran dan masukan menunjukkan bahwa urusan pemerintahan
juga menjadi urusan mereka dan bukan semata urusan birokrat.

10. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat; masyarakat dan sektor swasta
harus diberdayakan lewat pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah dengan
swasta, pemerintan dengan masyarakat, dan antara swasta dengan masyarakat. Kemitraan ini
harus didasarkan pada kebutuhan yang nyata pada masing - masing belah, bukan sekedar
untuk memenuhi persyaratan saja. Wujud nyata dari kemitraan ini adalah perbaikan sistem
pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta.

11. Menjunjung supremasi hukum; dalam pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan
pembangunan seringkali terjadi pelanggaran hukum. Dalam konteks ini, siapa saja yang
melanggarnya harus diproses dan ditindak secara hukum atau sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan yang berlaku. Wujud nyata dari prinsip supermasi hukum antara lain
mencakup upaya pembentukan peraturan perundangan, pemberdayaan lembaga penegak
hukum, penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, dan
pengembangan budaya hukum.

9
12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan; aparat pemerintahan harus berupaya
memperkecil kesenjangan yang terjadi di antara masyarakat. Kesenjangan ini dapat berupa
kesenjangan ekonomi, sosial, gender, dan budaya. Kesenjangan dapat terjadi antara pusat dan
daerah, antar daerah, antar golongan, dan lain sebagainya. Adanya kesenjangan merupakan
insentif negatif bagi upaya pembangunan.

13. Berkomitmen pada tuntutan pasar; pengalaman membuktikan bahwa campur tangan
pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani
anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat
dengan pasar baik di dalam daerah maupun antar-daerah merupakan contoh wujud nyata
penerapan prinsip tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar.

14. Berkomitmen pada lingkungan hidup, masalah lingkungan dewasa ini telah berkembang
menjadi isu yang sangat penting baik pada tataran nasional maupun internasional. Hal ini
berakar pada kenyataan bahwa daya dukung lingkungan semakin lama semakin menurun
akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak
lingkungan secara konsisten, program reboisasi, penegakan hukum lingkungan secara
konsekuen, merupakan contoh perwujudan tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada
lingkungan.

E-Governance

E-governance melebihi ruang lingkup e-government. Jika e-government didefi-nisikan


sebagai penyampaian layanan pemerintah dan informasi kepada publik menggunakan sarana
elektronik, e-governance memungkinkan partisipasi langsung dari konstituen di dalam
aktivitas pemerintahan. E-governance memungkinkan warga negara berkomunikasi antar-
mereka maupun dengan pemerintah, dan berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan,
mengeks-presikan kebututuhan nyata mereka tentang kesejahteraan dengan menggunakan e-
government sebagai sarananya (means).

Berkenaan dengan hubungan antara e-governance dan pemanfaatan Teknologi Informasi, ada
dua pertanyaan mendasar yang perlu mendapat jawaban tuntas. Pertama, bagaimana
menetapkan kriteria good governance untuk pemanfaatan TI itu sendiri, dan kedua,
bagaimana menempatkan posisi TI dalam upaya pencapaian good governance dari suatu

10
organisasi, yang ditandai dengan adanya transparansi, akuntabilitas, adil (fair), efektif, dan
dapat mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat.

Sejatinya, antara TI dan good governance saling mendukung. TI yang dikelola dengan baik -
yang secara fisik dapat diakses, dengan biaya terjangkau, dan tanggap terhadap kebutuhan
manusia – pada gilirannya akan mempercepat pembangunan nasional menjadi lebih
demokratis, berkelanjutan (sustainable), dan memfasilitasi tercapainya masyarakat yang lebih
sejahtera. Beberapa negara maju dan negara sedang membangun memberi contoh bagaimana
upaya good governance selalu memasukkan unsur kebijakan di bidang hukum, dan keuangan
yang mendorong kelompok wirausaha untuk melakukan inovasi dan penemuan baru yang
mengarah pada terbentuknya perusahaan. Lingkungan yang dapat mempercepat layanan
publik di bidang pendirian perusahaan, dan memu-dahkan usaha kecil menengah memperoleh
kredit permodalan, adalah lingkungan yang mampu mendorong kalangan bisnis
memperkenalkan teknologi baru ke masyarakat.

Pada akhirnya sasarannya adalah bagaimana membuat agarlebih banyak orang dapat
memanfaatkan TI, sehingga TI dapat mendorong terjadinya transformasi sosial dan ekonomi.
Dengan demikian ungkaoan yang lebih tepat adalah “good governance dalam memanfaatkan
TI, dan TI untuk mendukung upaya good governance.”

Implementasi TI Untuk Mendukung Good Governance

Beberapa negara telah membuktikan keberhasilan mereka dalam memanfaatkan TI untuk


mendukung good governance. Menyusul diperkenalkannya layanan telepon selular, kebijakan
yang mengatur rasio telepon peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap penambahan
jaringan dan pelanggan, harus diimbangi dengan pembangunan jaringan telekomunikasi
serupa diwilayah tersebut. Banyak negara telah menggunakan Internet sebagai sarana
pelayanan publik (e-government) yang menghasilkan adanya transparansi, akuntabilitas, adil
(fair), efektif, dan dapat mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat. Demikian
pula dengan penyelenggaraan distance learning melalui Internet yang dirancang khusus bagi
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai negeri (civil servant) dapat menambah
contoh bagaimana TI digunakan dalam mendukung upaya good governance.
Contoh tentang bagaimana TI dibangun dengan maksud untuk mendukung upaya good
governance banyak sekali. Dari lingkungan non-pemerintahan, Masyarakat Telematika
Indonesia (MASTEL) tengah mengembangkan pilot proyek Balai Informasi Masyarakat
(BIM) yang dimaksudkan untuk menyediakan sarana akses informasi bagi kelompok
masyarakat tertentu sehingga kelompok target ini dapat menggunakan informasi tersebut
untuk mendukung kegiatan usaha mereka.

11
Berbagai kegiatan lain yang mengarah pada bagaimana membangun good governance dalam
memanfaatkan TI juga sering dilakukan. Pada umumnya, wujud kegiatannya berupa seminar
dan atau workshop dengan topik pad alevel mikro operasional suatu sistem informasi dalam
organisasi. Di kesempatan lain, kegiatan seminar, diskusi kebijakan di bidang TI yang banyak
diselenggarakan oleh lembaga non-pemerintah baik melalui kerjasama dengan pemerintah
maupun dilaksanakan sendiri, merupakan upaya memanfaatkan TI untuk mendukung
penerapan good governance.

Pemerintah sendiri melalui Lembaga Informasi Nasional (LIN) telah berhasil membangun
simpul – simpul Jaringan Informasi Elektronik Masyarakat Indonesia (JIEMI) yang
dimaksudkan sebagai sarana diseminasi informasi dalam rangka meningkatkan transparansi,
membangun partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan melalui mekanisme
komunikasi dua arah, serta menyediakan sarana bagi masyarakat di sekitar simpul JIEMI
untuk dapat menghasilkan informasi yang dapat disebarkan kepada anggota masyarakat di
daerah lain. Dengan demikian terjadi interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, maupun
antar-masyarakat.

Secara normatif, pada tataran kebijakan nasional, perlu melakukan terobosan agar dapat
secara efektif mempercepat pendayagunaan teknologi telematika yang potensinya sangat
besar itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan bangsa
sebagai landasan yang kokoh bagi pembangunan secara berkelanjutan. Di dalam hal ini
pemerintah perlu secara proaktif dan dengan komitmen yang tinggi membangun kesadaran
politik dan menumbuhkan komitmen nasional,membentuk lingkungan bisnis yang kompetitif,
serta meningkatkan kesiapan masyarakat untuk mempercepat pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika secara sistematik.

Lebih jauh, bahwa untuk mempercepat proses demokrasi, Indonesia harus mampu
mendayagunakan potensi teknologi telematika untuk keperluan:

· meniadakan hambatan pertukaran informasi antar masyarakat dan antar wilayah negara,
karena hanya dengan demikian berbagai bentuk kesenjangan yang mengancam kesatuan
bangsa dapat teratasi secara bertahap;

· memberikan kesempatan yang sama serta meningkatkan ketersediaan informasi dan


pelayanan publik yang diperlukan untuk memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat, serta memperluas jangkauannya agar dapat mencapai seluruh wilayah negara;

12
· memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang karena dengan
teknologi telematika mampu memanfaatkan pasar yang lebih luas;

· meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta
memperlancar rantai distribusi, agar daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global
dapat diperkuat;

· meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan publik, serta memperlancar


interaksi antar lembaga-lembaga pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, sebagai
landasan untuk membentuk kepemerintahan yang efektif, bersih,dan berorientasi pada
kepentingan rakyat.

Secara lebih spesifik, pemanfaatan TI dalam upaya penegakan good governance bahwa
melalui penerapan jaringan informasi di lingkungan pemerintah pusat dan daerah secara
terpadu telah menjadi prasyarat yang penting untuk mencapai good governance dalam rangka
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan
kepemerintahan guna antara lain memperbaiki pelayanan publik, meningkatkan efisiensi
pelaksanaan otonomi daerah, serta mengurangi berbagai kemungkinan kebocoran anggaran.

Agar pemerintah dapat meningkatkan hubungan kerja antar instansi pemerintah serta dapat
menyediakan pelayanan bagi masyarakat dan dunia usaha secara efektif dan transparan,
diperlukan kerangka arsitektur dan platform yang kompatibel bagi semua departemen dan
lembaga pemerintah, serta penerapan standardisasi bagi berbagai hal yang terkait dengan
penggunaan teknologi telematika secara luas. Beberapa yang akan dilaksanakan termasuk
pengembangan “G online backbone” bagi kepentingan semua instansi pemerintah dan
penyediaan layanan masyarakat, memperbaharui kerangka peraturan dan prosedur transaksi
di lingkungan pemerintah, serta membangun komitmen dan kesepakatan untuk memperlancar
pertukaran dan penggunaan informasi antar instansi pemerintah.

13
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Meski secara umum kinerja instansi pemerintah di Indonesia dalam menegakkan good
governance masih relatif rendah, namun demikian mengacu pada berbagai upaya yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar birokrat telah mengerti apa dan bagaimana
good governance. Permasalahan yang muncul dari kondisi semacam ini adalah adanya
ketidak-pedulian di antara pejabat birokrasi tentang perlunya good governance. Dengan
demikian, hambatan utama dalam penegakkan good governance bukan pada institusi,
melainkan terletak pada sikap moral manusianya. Komitmen penegakan good governance
bukan terletak pada institusi sebagaimana sebagian penggiat bidang ini menganggapnya,
melainkan pada individu yang memiliki kesadaran moral akan pentingnya good governance.

Di pihak lain, pemanfaatan TI di lingkungan organisasi pemerintah telah cukup lama


berjalan. Namun demikian alasan utama pemanfaatan TI ini bukan dalam rangka penegakan
good governance, melainkan lebih pada menganggapnya sebagai alat yang memudahkan
pekerjaan saja. Kesadaran bahwa TI dapat mendukung upaya penegakan good governance
baru muncul setelah ada desakan dari donor, sesudah melihat bagaimana dua kondisi yang
saling terkait terjadi, yakni tidak ada good governance dalam pemanfaatan TI, dan TI tidak
dimanfaatkan untuk mendukung tata laksana pemerintahan yang baik.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang menganjurkan agar TI dapat


dimanfaatkan untuk mendukung tata laksana pemerintahan yang baik. Tetapi, pelaksanaan
kebijakan tersebut masih jauh dari memuaskan. Menyusul pergantian pemimpin nasional
terjadi perubahan kebijakan yang sayangnya tidak menggunakan kebijakan terdahulu sebagai
acuan dalam penetapan kebijakan – kebijakan baru di bidang Telematika khususnya TI.
Upaya memanfaatkan TI dalam penerapan good governance di Indonesia ternyata tidak
hanya dilakukan oleh kalangan pemerintahan saja, namun juga dilakukan oleh organisasi
sosial, swasta dan berbagai kalangan non-pemerintahan lainnya.

Di tengah maraknya pemanfaatan TI untuk mendukung berbagai kegiatan masyarakat


termasuk pemerintahan, yang belum terlihat secara nyata adalah bagaimana implementasi TI
dapat mengurangi angka kebocoran pembangunan baik yang disebabkan oleh korupsi
maupun sebagai akibat dari pelaksanaan program pemerintah yang tidak efisien karena
minimnya sentuhan teknologi khususnya Teknologi Informasi. Secara teknis hal ini sangat
mungkin, hambatan terbesar masih tetap pada SDM-nya, bukan pada teknologinya.

14

You might also like