You are on page 1of 11

Self Awareness

Pertemuan 2: What does ‘Self’ Mean?


Self Awareness

Pertemuan 2: What does ‘Self’ Mean?

Tujuan:
1. Mahasiswa memahami p entingnya self a wareness
2. Mahasiswa memahami d imensi di dalam diri manusia yang harus
dikembangkan secara holistik
KATA KUNCI: Kesadaran diri , ‘Sang Aku’ , tubuh, pikiran, perasaan, jiwa, holistic

A. Ilustrasi
Seorang bangsawan yang ingin mengalami pencerahan hidup menemui guru di
sebuah kuil. Saat berjumpa dengan sang guru, bangsawan itu menjelaskan maksud
kedatangannya. “Baiklah, kalau kau ingin mengalami pencerahan hidup, ada pertanyaan
yang harus kau jawab”. “Bagaimana kau menaruh payung serta sandal kayumu di
tangga saat engkau masuk ruangan ini?” Bangsawan ini mulai bingung dengan
pertanyaan sang guru. Pertanyaan sang guru yang dianggapnya sepele dan dianggap
tak berhubungan dengan pencerahan hidup itu tak dapat dijawab langsung oleh
bangsawan. Ia harus kembali keluar untuk mencari jawabannya. Setelah melihat posisi
payung dan sandal yang diletakkannya, bergegas ia kembali menghadap sang guru.
Namun, belum sempat menjawab, sang guru sudah memberi pertanyaan kedua.

“Sewaktu kau keluar tadi, apakah kau tahu berapa jumlah anak tangga yang berada
di depan pintu masuk itu?” Dengan agak kesal bangsawan terpaksa kembali lagi keluar
untuk menghitung anak tangga. Sama seperti sebelumnya, belum sempat sang
bangsawan menjawab, sang guru bertanya untuk ketiga kalinya. “Waktu kau
menghitung anak tangga, apakah kau tahu berapa batu-batu yang sudah rusak?”
Bangsawan itu malu sekali karena tiga pertanyaan sang guru tak dapat ia jawab
langsung.
Self Awareness | 6/1/2010

Saat ia hendak kembali keluar untuk menghitung batu-batu yang rusak, Sang guru
mencegahnya dan berkata:”Bagaimana engkau hendak mengalami pencerahan hidup,
jika apa yang terjadi dalam hidupmu saja tak kau ketahui?”

(Smart Emotion, 2006: 182)

1
1. Mengapa sang guru menganggap penting letak payung, sandal, jumlah anak tangga,
dan batu batu yang rusak?

2. Apa hubungannya hal-hal yang ditanya sang guru dengan pencerahan hidup?

Pengembangan diri selalu diawali dengan kesadaran akan apa yang terjadi pada diri
sendiri, yaitu ‘Sang Aku’. Namun, hari-hari yang bergulir dalam roda aktivitas, kerap kali
berlalu begitu saja tanpa makna. Semakin laju roda aktivitas semakin menyeret
bahkan memerangkap kita dalam aktivitas semata, hampa, tanpa arti, kehilangan arah
maupun tujuan. Persis seperti ilustrasi sang bangsawan di awal tadi. Padahal, boleh jadi
hal kecil yang tak disadari adalah sesuatu yang penting bahkan tak mustahil dapat
menghantar kita pada suatu perubahan, pencerahan hidup, bahkan dapat menjadi
bagian bagi pengembangan diri.

Tanpa kesadaran diri, setiap pergerakan hanya menjadi pergerakan semata, salam
hanya basa basi, perjumpaan berlalu tanpa makna, semangat hanya pemuas ambisi
belaka, perjalanan tak menghantar pada jalan keluar, dan akhirnya hidup hanya demi
hidup itu sendiri. Hingga suatu saat, saat dimana kesadaran yang hilang pada masanya
itu muncul, tak jarang sudah terlambat. Karena sang waktu tak mengenal mundur, ia
berlalu dan tak pernah menanti.

B. Misteri ‘Sang Aku’


Kesadaran diri diawali dari pengetahuan tentang diri, ‘Sang Aku’ secara umum
sebagai manusia dan berlanjut pada ‘Sang Aku’ secara personal dan berlajut terus dan
terus, semakin personal. Topik ini akan menggali dan menemukan ‘Sang Aku’ secara
umum, sebagai manusia.

Sejak jaman bangkitnya ilmu pengetahuan, diawali oleh para


filsuf, hingga kini, ‘Sang Aku’ masih menjadi misteri. Meski
demikian, misteri ‘Sang Aku’ yang dicipta begitu kompleks
membentuk keunikan ini tak pernah kehilangan daya tariknya
Self Awareness | 6/1/2010

untuk dibedah dan dicari tahu. Ilmu filsafat sendiri


mengupasnya tersendiri dalam cabang ilmu filsafat manusia.
Meskipun pada kenyataannya, harus diakui bahwa selalu ada
bagian ‘Sang Aku’ yang menjadi misteri. Karena kemanusian si
pencari tahu itu sendiri tak mampu menjangkau keunikan
‘Sang Aku’.

2
C. Dimensi ‘Sang Aku’
Misteri ‘Sang Aku’ terbingkai dalam dimensi: body, mind, heart, and soul yang
sangat dipercaya mempengaruhi angan, harap, dan lakunya sebagai manusia. Dimensi
‘Sang Aku’ ini menjadikan ‘Sang Aku’ dapat disentuh, dirasakan kehadirannya bahkan
karyanya dan yang membedakan ‘Sang Aku’ dengan materi lainnya bahkan makhluk
ciptaan lainnya. Dimensi: body, mind, heart, and soul ini pada kenyataannya berbeda
tetapi satu walaupun tak menjadi satu. Keempat dimensi yang masing-masing memiliki
misteri dalam daya kerjanya ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, saling
berpengaruh dan mempengaruhi walau tak melebur.

Pemahaman yang disebut monoism ini


melawan pemahaman Plato dan Descartes
yang dualism, menganggap tubuh dan jiwa
terpisah.

Aristoteles yang sepakat dengan pemahaman


monoism, menggambar sifat monoism
dimensi ‘Sang Aku’ ini dengan perumpamaan
pisau. Andai pisau ini memiliki jiwa, maka
kegiatan memotong adalah bagian dari
jiwanya. Pisau dan (sumber:
http://www.google.com) kegiatan
memotong ini tidak dapat dipisahkan. Tanpa dapat memotong, pisau tidak disebut
pisau sebaliknya kegiatan memotong perlu materi yang disebut pisau.

Pemahaman monoism ini berpengaruh pada pengembangan diri. Pemahaman yang


monoism menuntut pengembangan masing-masing
dimensi ‘Sang Aku’ secara holistik tanpa menekankan
hanya pada salah satu atau sebagian dimensi ‘Sang Aku’.

Stephen R. Covey secara kreatif menjabarkan bahwa


empat dimensi ‘Sang Aku’ ini mendorong empat
kebutuhan asasi. Dengan kata lain empat dimensi ini
Self Awareness | 6/1/2010

Sumber mencerminkan empat kebutuhan dasar ‘Sang Aku’, yaitu


http://www.google.com
untuk hidup, kasih sayang, belajar, dan bernilai. (The 8th
Habit, 2005:35). Hal ini menjelaskan bahwa
pengembangan yang holistik dimensi ‘Sang Aku’ adalah pemenuhan dari kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Lingkungan yang kondusif bagi pengembangan ‘Sang Aku’ adalah
lingkungan yang memberi kesempatan bagi ‘Sang Aku’ meraih empat kebutuhan
tersebut secara menyeluruh tanpa kehilangan salah satunya.

3
C.1. Tubuh ‘Sang Aku’
Tubuh ‘Sang Aku’ merupakan dimensi yang dapat dilihat dan disentuh secara
langsung, dengan hampir 100.000.000.000 sel secara aktif bersama-sama dengan organ
tubuh melakukan fungsi kehidupan. Masing-masing bekerja keras mempertahankan
kehidupan yang dapat dijabarkan dalam sistem kerangka, otot, peredaran darah,
indera, pernafasan, pencernaan, reproduksi, ekskresi, kekebalan tubuh, endokrin, saraf.

Setiap sistem dalam organ tubuh bekerja sesuai tujuan tertentu, dan masing-masing
sistem memiliki keterkaitan yang erat dalam menjalankan fungsi kehidupan secara
umum. Bagian sistem yang rusak dapat menjadi potensi bagi kerusakan sistem yang
lain. Sistem bekerja efektif sebagaimana mestinya saat tubuh dalam kondisi sehat.
Kondisi sehat sendiri bergantung pada bagaimana pikiran, hati, dan jiwa kita
memperlakuan tubuh itu sendiri, seperti pola dan porsi makan, pola dan waktu
istirahat, jenis dan waktu beraktivitas, rutinitas olah raga. Pada gilirannya, tubuh yang
sehat dapat menjadi alat yang baik bagi ekspresi pikiran, hati, dan jiwa

Sebuah ungkapan menarik, yang mengatakan bahwa tubuh adalah pelayan yang baik
tetapi merupakan tuan yang buruk. Ketidakmampuan ‘Sang Aku’ untuk mengatur
dirinya secara efisien akan menimbulkan penuaan diri, penurunan kecerdasan, dan
bahkan menutup segala potensi yang seharusnya dapat dikembangkan ‘Sang Aku’.
Sebaliknya, jika tubuh tak menjadi tuan bagi tubuh itu sendiri, tetapi dikendalikan
dengan baik dan terorganisir oleh pikiran, hati, dan jiwa maka sistem fisiologis
seseorang akan semakin efisien dan memberi dampak luar biasa bagi keberadaan tubuh
itu sendiri, yaitu keluwesan tubuh, meningkatkan daya kreativitas dan kemampuan
berpikir analitik, serta membuat hati dapat merasakan kegembiraan.

Tiga hal yang dapat dilakukan dalam mengolah tubuh menjadi pelayan yang
baik,sekaligus dapat memberi kesempatan bagi tubuh mendapatkan kebutuhannya
untuk tetap hidup(The 8th Habit, 2005:496), yaitu:

1. Nutrisi yang baik dan seimbang

2. Olahraga yang seimbang dan teratur


Self Awareness | 6/1/2010

3. Istirahat yang cukup, relaksasi, manajemen stress, dan pola pikir pencegahan.

Apabila tiga hal di atas dijadikan kebiasaan (ritual), maka dapat meningkatkan
kualitas tubuh sebagai pelayan bagi pengembangan pikiran, hati, dan jiwa. Tubuh yang
sehat dapat menjadi ekspresi hati, pikiran, dan jiwa.

4
C.2. Pola Pikir ‘Sang Aku’
Dunia yang kita pijak adalah dunia yang berubah. Kecepatan perubahan semakin
meningkat seiring terjadinya tiga ledakan yang dapat terjadi tiap menit tak menanti
kesiapan kita, yaitu ledakan populasi, ledakan teknologi, dan ledakan informasi.
Ledakan ini membawa dunia pada ketidakpastian dan membawa dampak yang sangat
kompleks. Misalnya, ilmu pengetahuan baru, nano teknologi, mampu mengubah
revolusi industri manufaktur dalam waktu 25 tahun ke depan. (Colin Rose,2003:26)
Pada akhir abad ke 20 saja, 700.000 jenis pekerjaan menghilang. Jumlah itu sama
dengan 30% dari seluruh angkatan kerja. Coba perhatikan fenomena yang terjadi:

AT&T mengganti 6.000 operator jarak jauh (400 pekerja manajerial) karena
penemuan teknologi mengenali suara.

Lebih dari 40.000 pegawai pos Amerika Serikat menganggur sejak teknologi sight
recognition diperkenalkan.

Sejak 1982, Robot dokter (RoboDoc) telah dikembangkan dan dapat menjalankan
operasi.

(Colin Rose,2003:27)

Fenomena ini menuntut ‘Sang Aku’ yang berwawasan, belajar untuk mampu berpikir
kreatif dan analitik, bertindak dengan penuh rasa percaya diri dan memiliki kearifan
yang tinggi dalam menyikapi segala perubahan yang terjadi. Jika tidak, perubahaan
demi perubahan menyeret kita pada jenjang sosial yang semakin menjauh karena
bertambahnya penduduk kelas bawah, globalisasi pekerja international, kepunahan
sumber daya,dan meningkatnya persaingan kerja.

Tanpa belajar terus menerus, kita akan tergerus oleh perubahan. Sebaliknya, ‘Sang
Aku’ yang terus menerus belajar dapat menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.

Arti belajar lebih luas dari sekedar menghafal dan tahu, yaitu mendorong terjadinya
perubahan. Baik pengetahuan, tindakan, dan pengalaman, dapat menjadi proses belajar
jika semuanya itu mendorong pada perubahan, baik perubahan sikap maupun cara
Self Awareness | 6/1/2010

pandang. Untuk ini, Collin Rose, dalam bukunya Accelerated Learning For The 21st
Century, memperkenalkan enam langkah rencana M-A-S-T-E-R, yaitu sebagai berikut:

1. Motivating your mind

Memotivasi pikiran berarti membuat pikiran selalu dalam keadaan siap untuk
belajar, yaitu keadaan yang relaks, percaya diri, dan termotivasi. Untuk itu, kita
perlu menyelidiki apa manfaat dan dampak yang bermakna dari pembelajaran yang
akan dan sedang terjadi.
5
2. Acquiring the information

Proses belajar di sekolah dan di rumah yang cenderung bersifat paksaan


melemahkan kualitas mesin belajar ‘Sang Aku’.

Seorang anak kecil bergairah untuk bertanya, mencari dan mencoba, beranjak
dewasa kegairahannya memudar bahkan dapat mati. Kualitas mesin belajar ini tak
terpelihara dengan baik sehingga lama kelamaan berkarat, aus, bahkan boleh jadi
mogok sebelum selesai waktunya digunakan. Oleh sebab itu, kita perlu mereparasi
atau melakukan servis secara berkala mesin belajar ‘Sang Aku’ dengan menyulukan
kembali gairah anak kecil, yang selalu bertanya, mencari, dan mencoba.

3. Searching out the meaning

Di sinilah proses belajar itu dimulai, yaitu ketika kita menyelidiki implikasi dan
makna seutuhnya dari sebuah informasi. Jika ini terjadi, informasi akan menetap
pada memori.

4. Trigering the memory

Sebagian informasi terpatri pada memori jangka pendek, yang mudah terlupakan
atau memori jangka panjang, yang akan menetap lama. Kita perlu memastikan
informasi penting terpatri dalam memori jangka panjang sehingga siap digunakan
kapanpun dibutuhkan. Informasi yang bersentuhan langsung dengan emosi atau
dialami langsung atau dipraktekkan dapat menjadi pengalaman belajar yang
mematri informasi pada memori jangka panjang.

5. Exhibiting what you know

Ujilah tiap informasi dengan mempraktekkannya langsung dalam pengalaman atau


paling tidak biasakan untuk mempresentasikan atau membagikan informasi yang
kita peroleh kepada lingkungan sekitar.

6. Reflecting how you’ve learned

Langkah terakhir dalam langkah MASTER ini adalah berhenti, kemudian bertanya
Self Awareness | 6/1/2010

dan merenungkan hal-hal berikut ini:

Bagaimana pembelajaran berlangsung?

Bagaimana pembelajaran dapat berjalan lebih baik?

Apa makna pentingnya untuk saya?

6
Keenam langkah MASTER ini membantu kita mengalami proses belajar,
menggerakkan kembali mesin berpikir ‘Sang Aku’. Tentu saja, keenam langkah ini
menuntut kualitas dari tiga dimensi lainnya, yaitu tubuh, jiwa dan hati. Melalui tubuh
yang sehat, hati yang gembira, dan jiwa yang bersih proses belajar dapat terjadi. Seperti
juga tubuh, pikiran dapat menjadi pelayan yang baik tapi merupakan tuan yang buruk.

C.3. Perasaan ‘Sang Aku’


Perasaan adalah kekayaan bagi ‘Sang Aku’, dimana ‘Sang Aku’ tidak hanya tahu dan
mengenal tapi dapat juga merasakan dirinya berada di dalam dunia, merasakan berada
dalam kehidupan orang-orang lain, bahkan merasakan saat berada dalam peristiwa
tertentu. Sama seperti tubuh dan pikiran, perasaan dapat menjadi pelayan yang baik
tapi merupakan tuan yang buruk. Oleh sebab itu pengembangan perasaan tidak boleh
dikendalikan oleh perasaan semata, tetapi juga tubuh, pikiran dan jiwa. Bayangkan jika
perasaan hadir demi perasaan itu sendiri dan tidak dikelola dengan baik, hal pertama
yang akan dirusak adalah ‘Sang Aku’ dan pada kemudian orang-orang lain.

Perasaan ini dapat dikelola dan ditemukan pertama kali oleh Leuner (1966) bahwa
pengelolaan emosi ini bergantung pada kemampuan yang disebut sebagai Emotional
Intelligence. Namun, nama Emotional Intelligence (EI) ini baru belakangan ditemukan
dan dipulikasikan oleh Wayne Payne’s pada tahun 1985. Kemudian pada tahun 1989
Greenspan membuat model EI yang diperbaharui Salovey and Meyer ((1990) dan
Goleman (1995).

Mengelola perasaan berarti juga meningkatkan kecerdasan emosi. Ada lima cara
mengembangkan EI, yaitu sebagai berikut:

1. Kesadaran Diri

2. Motivasi Pribadi

3. Pengaturan Diri Sendiri

4. Empati
Self Awareness | 6/1/2010

5. Kemampuan bersosialisasi

Penjelasan lebih lanjut mengenani EI ini akan nampak dalam topic-topik selanjutnya.

7
C.4. Jiwa ‘Sang Aku’
Stephen Covey berpandangan bahwa jiwa adalah inti dari tiga dimensi ‘Sang Aku’.
Jiwalah yang menggerakkan pikiran, mengembangkan perasaan, menggerakkan tubuh.
Tanpa Jiwa, ‘Sang Aku’ mati, membusuk, dan lenyap. Sebaliknya, Jiwa membuat sel-sel
tubuh membelah diri, sistem tiap organ bekerja, mesin berpikir bergerak dan perasaan
berkembang. Meskipun demikian, timbal balik antara tiga dimensi dengan jiwa masih
berlaku. Tanpa tubuh yang sehat, mesin berpikir yang selalu belajar, perasaan yang
terkendali, jiwa tak mungkin dapat berekspresi menjadi ‘Sang Aku’. Dalam
mengembangkan jiwa, Covey memperkenalkan minimal ada tiga hal yang dapat
dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Integritas,

Melatih integritas berarti sinkronisasi perbuatan dengan nilai, keyakinan, dan hati
nurani. Seseorang disebut berintegritas jika sikapnya mencerminkan nilai, keyakinan,
dan hati nuraninya.

2. Makna,

Apa yang membuat ‘Sang Aku’ ada adalah saat ‘Sang Aku’ bermakna dalam setiap
keberadaannya. Begitulah jiwa ‘Sang Aku‘ dapat dirasakan.

3. Suara hati,

Melalui suara hati, jiwa dapat berekspresi melebihi rasionalitas. Seorang pemikir
Hinda mengungkapkan ide yang sangat menarik:

“Jiwa yang ada dalam hatiku adalah lebih kecil dari pada sebutir beras, sebutir jelai,
sebutir sekoi; jiwa yang sama itu yang ada di dalam hatiku, adalah lebih besar daripada
bumi, lebih besar daripada langit, lebih besar daripada ruang angkasa, lebih besar
daripada alam semesta.” (Leahy, 1984:155)

Kebesaran jiwa dapat terekspresikan dalam suara hati yang memang tak terbatas
penggunaannya asalkan dimanfaatkan dengan optimal.
Self Awareness | 6/1/2010

Jiwa adalah tuan dari ‘Sang Aku’, berbeda dengan tiga dimensi lainnya yang hanya
menjadi pelayan yang baik namun tuan yang buruk. Ada dua alasan jiwa dapat menjadi
tuan ‘Sang Aku’ adalah:

Pertama, Jiwa adalah esensi dari ‘Sang Aku’.

Kedua, Jiwa tak dapat musnah, baik karena pembusukan maupun peniadaan.

Penjelasan mengenai Tubuh, Perasaan, pikiran, dan jiwa ‘Sang Aku’ memberi
wawasan bagi kita bahwa dimensi ‘Sang Aku’ ini adalah satu walaupun tak menyatu. 8
Pengetahuan ini menuntut untuk memahami dan memperlakukan ‘Sang Aku’ secara
holistik.

D KESIMPULAN
1. Kesadaran diri penting bagi pengembangan diri

2. Dimensi ‘Sang Aku’ yang terdiri dari tubuh, pikiran, perasaan, dan jiwa tidak menyatu
tetapi menjadi satu

3. Sifat satu dimensi ‘Sang Aku’ ini menuntut pengembangan ‘Sang Aku’ secara holistik
menjadi ‘Sang Aku’, manusia yang utuh.
Self Awareness | 6/1/2010

9
WORK SHEET

Checklist pada masing-masing kotak

Usaha pengembangan’Sang Aku’ secara holistik setiap minggu secara terus


menerus dalam tiga bulan sehingga menjadi manusia yang utuh.

BULAN PERTAMA BULAN KEDUA BULAN KETIGA

‘Sang Aku” 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Tubuh

Pikiran

Perasaan

Jiwa

Apakah hal yang dilakukan demi pengembangan masing-masing dimensi ‘Sang Aku’
selama tiga bulan?
Self Awareness | 6/1/2010

Refleksi:
Tubuh:

Pikiran:

Perasaan:

Jiwa:

10

You might also like