You are on page 1of 56

Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman,

yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Proses belajar
akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.

Diantara para pakar teori kognitif, paling tidak ada 3 yang terkenal yaitu Piaget, Bruner,
dan Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap
perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi
dan equibilibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan
oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.
Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Sementara
itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna
stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan
individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa.

Kelebihan Teori Kognitivistik

Penerapan teori kognitif bertujuan untuk melatih peserta didik agar mammpu
mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten.
Kelemahan Teori Kognitivistik

Peserta didik belajar sesuatu cara menyelesaikan tugas tetapi cara yang dipilih belum
tentu terbaik.
Sunday, October 5, 2008

Kontribusi dan Implikasi Teori belajar dan instruksional dalam Teknologi


Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan
sebab akibat diantara variable yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah
laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang
dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu sangat dibuuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang
penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1), berpendapat bahwa perumusan teori itu
bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju,
berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang.
Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis
dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal
tersebut melahirkan teori belajar dan teori instruksional.

Teori belajar berhubungan dengan psikologi terutama berhubungan dengan situasi


belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar, sedangkan
teori instruksional lebih bersifat preskriptif dan menerangkan apa yang harus
dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan
(Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997).

Brunner (1964), mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif, sedangkan teori
instruksional adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses
belajar, sedangkan teori instruksional mempreskripsikan strategi atau metode
pembelajaran yang optimal untuk memudahkan proses belajar.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam teknologi pendidikan
merupakan suatu usaha yang dilakukan, khususnya yang didasarkan atas pengembangan
pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan. Teori belajar instruksional
sangat besar perannya dibantu dengan peningkatan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah diatas, rumusan masalah yang dapat dibahas dalam
makalah ini adalah:

1. Alasan apa yang mendasari seorang guru perlu memahami teori belajar?
2. Bagaimana kontribusi teori belajar dalam teori instruksional?
3. Bagaimana kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional?

B. Tujuan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui kontribusi dan implikasi teori
belajar dan instruksional dalam teknologi pendidikan
BAB. II PEMBAHASAN

A. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional Dalam Teknologi


Pendidikan

Pengertian kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional secara luas merupakan
suatu proses kegiatan untuk mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, serta pengawasan dari teknologi pendidikan dan proses pendidikan,
sehubungan dengan itu maka semua kegiatan ataupun aktivitas didalam proses
pendidikan harus disertai proses manajemen termasuk dalam pembentukan badan-badan
perkumpulan.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan kegiatan di sektor
ilmu pendidikan yang dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan individu atau umum,
usaha dan organisasi yang dengan penempatan manajemen, rekayasa dan modifikasi
teknologi melalui investasi penanaman modal untuk mencapai pendidikan yang
berkualitas hingga seterusnya dapat memasuki serta menguasai pasar.

Sebagai cabang dari sektor ilmu pendidikan, teori belajar dapat mendorong
pengembangan pendidikan dan nilai tambah yang relatif besar dan meningkatkan kualitas
pendidikan nasional. Kegiatan teori belajar dan instruksional merupakan salah satu usaha
yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena pendidikan merupakan kebutuhan
yang essensial untuk makhluk hidup khususnya manusia disepanjang hidupnya, baik
sebagai bahan utama secara langsung maupun kebutuhan secara tidak langsung karena
lebih dahulu harus mengalami proses kegiatan pengolahan dengan perlakuan teknologi.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan suatu bagian
terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam
mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang
tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan
antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan
dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat
mengefisiensikan pengembangan pendidikan.

B. Teori Belajar

Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar
yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup.
Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses
belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar,
alasannya:

1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si
belajar
2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar
3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang
dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar
4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar
yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan
demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar
mengajar
5. Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar
meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif

Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau
aliran yaitu:

1. Teori Belajar Behaviorisme (tingkah laku)


2. Teori Belajar Kognitivisme
3. Teori Belajar Humanistik
4. Teori Belajar Sibernetik
1. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalaj perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar
sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum
bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan
sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal
mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa
dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan
dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).

Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out
put yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu
dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah
stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa
rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah rekasi
terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya
implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement).
Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan
ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan..
Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka
penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang
saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka
pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley
& Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
• Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi
secara aktif didalamnya
• Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan
urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
• Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar
dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
• Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi
penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik
daripada penguatan negatif

Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:

• Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku
yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang
sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak
dalam tempo seketika.
• Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov,
Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi
dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran
yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori
kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori
bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:

No Piaget Brunner Ausubel


1 Proses belajar terjadi Proses belajar lebih Proses belajar terjadi
menurut pola tahap- ditentukan oleh karena jika siswa mampu
tahap perkembangan cara kita mengatur materi mengasimilasikan
tertentu sesuai dengan pelajaran dan bukan pengetahuan yang
umur siswa ditentukan oleh umur dimilikinya dengan
siswa pengetahuan baru

Proses belajar terjadi Proses belajar terjadi


Proses belajar terjadi
melalui tahap-tahap: melaui tahap-tahap:
melalui tahap-tahap:
a. Enaktif (aktivitas) a. Memperhatikan
2 a. Asimilasi
stimulus yang
b. Ekonik (visual verbal)
diberikan
b. Akomodasi
c. Simbolik
b. Memahami makna
c. Equilibrasi
stimulus menyimpan
dan menggunakan
informasi yang sudah
dipahami.

Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada


perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal
tanpa pengertian penyajian

Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:

1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar,
sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah
2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami
“struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa
siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra
sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan
siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika
tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

3. Teori Belajar Humanistik

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si
belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini cenderung bersifat elektik
dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar tujuan belajar dapat tercapai.
Sebagai contoh teori ini terwujud dalam karya David Krathwol dan Benjamin Bloom
(Taksonomi Bloom), Klob (belajar empat tahap), Honey and Mumford (pembagian
tentang macam siswa) dan Habermes (tiga macam tipe belajar).

Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar.

4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan
sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi.
Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak
ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi.

Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik)
serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu type Wholist dan type Ferialist.

Teori sibenrnetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan
dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung sehingga
untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktekkan.

Aplikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian,


memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat
belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk
kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih
belajar.

C. Teori Instruksional
Teori instruksional merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang
memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa
sehingga dapat membantu si belajar memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan
memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipel;ajari sebelumnya.

Teori instruksional dapat bersifat perspektif dan deskriptif. Teori instruksional perspektif
berguna untuk mengoptimalkan hasil pengajaran yang diinginkan dibawah kondisi
tertentu, sedangkan teori instruksional deskriptif berisi gambaran mengenai hasil
pengajaran yang muncul sebagai akibat dan digunakannya metode tertentu dibawah
kondisi tertentu pula.

D. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional dalam Teknologi


Pendidikan

Teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari
berbagai bidang kajian. Kontribusi spesifik dan pengaruh penelitian dan teori terhadap
kawasan-kawasan dalam teknologi pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Desain

Dengan pembelajaran berakar pada teori belajar. Pandangan pakar perilaku sangat
mendominasi dalam aplikasi perancangan pembelajaran. Saat ini, perancangan
pembelajaran menekankan pada aplikasi psikologi kognitif (polson, 1993 dalam
Seel & Richey, 1994)

2. Pengembangan

Proses pengembangan pembelajaran bergantung pada prosedur desain, akan tetapi


prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar,

Kawasan pengembangan ini didasarkan pada teori Shannon dan Weaver (1949),
yang menjelaskan tentang penyampaian pasar dari pengirim kepada penerima
dengan menggunakan sarana sensorik. Selain itu kawasan pengembangan juga
dipengaruhi oleh literatur visual melalui penerapan teori berfikir visual dan
komunikasi visual.

3. Pemanfaatan

Kawasan ini berkembang dan mencakup pada difusi dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan termsuk peranan publik sebagai suatu mekanisme perkembangan.
Contoh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan proses dan materi
pembelajaran termasuk sikap si belajar terhadap teknologi. tingkat independensi si
belajar dan faktor-faktor lain yang dapat menghambat atau mendukung
pemanfaatan media tau materi dalam konteks sistem pembelajaran yang lebih
luas. Pemanfaatan dalam teknologi pendidikan banyak menyinggung masalah-
masalah seperti penggunaan media secara optimal dan pengaruh media terhadap
waktu yang diperlukan untuk belajar (Thompson, Simonson, dan Margrave,
1992).

4. Pengolahan

Pengolahan dalam pembelajaran muncul karena pengaruh aliran perilaku dan


berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanistik, dari teori komunikasi,
motivasi dan produktifitas, dan ini banyak diaplikasikan pada berbagai bidang
pengolahan dan pengelola perubahan.

5. Penilaian

Analisis dan penilaian peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan
teknologi itu sendiri.

BAB. IV PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil
dari latihan atau pengalaman
2. Teori belajar lebih bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar
3. Teori instruksional lebih bersifat preskriptif dalam menerangkan apa yang
seharusnya dilaksanakan untuk memecahkan maslah-masalah praktis di dunia
pendidikan
4. Ada beberapa teori belajar, antara lain : Behaviorisme, Kognitivisme, Humanistik
dan Sibernetik

B. Implikasi

Teori belajar dan instruksional mempunyai kontribusi dan implikasi yang besar pada
bidang kawasan teknologi pendidikan.

C. Saran

Perlunya mengoptimalkan kontribusi teori belajar dan instruksional dengan teknologi


pendidikan untuk meningkatkankwalitas pendidikan nasional.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Teori Belajar dan Pembelajaran

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus memiliki dasar


empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan
yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu
mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya
pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah
sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam
kemampuan intelektual.

Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa gambaran


tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di dalam
kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan
profesionalitas para guru.

Berdasarkan penelitian selama beberapa tahun terakhir, cukup jelas bagi saya
( Jerome S.Bruner), bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum itu sendiri,
sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah
ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada
saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan
pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang
nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-
contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari
murud, dan hal ini merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak
memiliki tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran
sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana
caranya ia memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta
pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, mari kita susun
beberapa teorema yang memungkinkan, yang mungkin akan membawa kita kepada
sebuah teori pembelajaran yang baik.

Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran? Saya akan mencoba menguraikan
beberapa teorema untuk memisahkan apa yang kita maksud dengan teori
pembelajaran dari teori-teori yang sudah ada selama ini. Hal pertama yang akan saya
sampaikan bahwa nature dari teori pembelajaran adalah prescriptive, bukan
deskriptif. Teori tersebut memiliki tujuan untuk menghasilkan akhir yang luar biasa
dan proses menghasilkannya melalui cara yang kita sebut optimal. Itu bukan sebuah
deskripsi tentang apa yang terjadi saat proses belajar terjadi-itu adalah sesuatu yang
normatif, yang memberikan sesuatu yang mengena pada dirimu, dan pada akhirnya,
harus memberikan suatu catatan mengenai dirimu pada saat kamu memberikan
pembelajaran di dalam kelas. Namun faktanya, banyak orang yang terlibat di dalam
dunia pendidikan berasumsi bahwa mereka dapat mengandalkan jenis-jenis teori yang
lain selain teori pembelajaran. Sebagai contoh, saya menemukan bahwa
ketergantungan para pendidik terhadap teori belajar sangat besar, padahal yang
menjadi masalah adalah teori belajar bukan teoeri pembelajaran. Teori belajar adalah
teori yang mendeskripsikan apa yang sedang terjadi saat proses belajar berlangsung
dan kapan proses belajar tersebut berlangung.

Tidak ada batasan yang jelas, bagaimana seseorang yang mengandalkan teori belajar
dapat mengambil intisari yang tepat yang akan membimbing dia pada saat menyusun
kurikulum. Ketika saya mengatakan bahwa teori pembelajaran itu prescriptive, yang
saya maksud adalah suatu yang ada sebelum adanya fakta. Itu adalah sesuatu yang
ada sebelum proses belajar terjadi, bukan ketika, dan bukan setelahnya.
Teori pembelajaran harus mampu menghubungkan antara hal yang ada sekarang
dengan bagaimana menghasilkan hal tersebut. Teori belajar menjelaskan dengan pasti
apa yang terjadi, namun teori pembelajaran ’hanya’ membimbing apa yang harus
dilakukan untuk menghasilkan hal tersebut.

Ada 4 hal yang terkait dengan teori pembelajaran:

1. teori pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan


cara belajar siswa, dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia
masuk ke sekolah.

2. teori ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. Ada 3 hal yang terkait
dengan struktur pengetahuan:

a. struktur pengetahuan harus mampu menyederhanakan suatu informasi yang sangat


luas

b. struktur tersebut harus mampu membawa siswa kepada hal-hal yang baru, melebihi
informasi yang anda jelaskan

c. struktur pengetahuan harus mampu meluaskan cakrawala berpikir siswa,


mengkombinasikannya dengan ilmu-ilmu lain.

3. teori pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal. Seorang guru harus
mampu mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar
murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.

4. yang terakhir, teori pembelajaran terkait dengan penghargaan dan hukuman.


Berdasarkan paparan umum diatas, pada bab II makalah ini akan dibahas beberapa
teori pembelajaran antara lain :

1. Teori Pembelajaran Deskriptif dan Perspektif


2. Teori Pembelajaran Behavioristik
3. Teori Pembelajaran Kognitivistik
4. Teori Pembelajaran Humanistik
5. Teori Pembelajaran Konstruktivistik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Deskriptif dan Perspektif

Untuk membedakan antara teori belajar dan teori pembelajaran bisa diamati dari
posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau perspektif. Bruner
(dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan
teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskritif
karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar
menaruh perhatian pada hubungan aantara variable-variabel yang menentukan hasil
belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata
lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang
dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. (C.Asri
Budiningsih,2004)

Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa upaya
dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori
pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth.teori dan prinsip-
prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable kondisi dan metode
pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar sebagai varibael yang
diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan
hasil pembelajaran sebagai variable tergantung.

Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal
oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori
pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar
deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati
dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk
mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pem,belajaran deskriptif,
variable yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan
kondisi.
Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan
pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar
mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri
siswa.

Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka
teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang
dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori
pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama
sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPTIF DAN
PRESKRIPTIF

• KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPITIF


KELEBIHAN
lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.
mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam
mengerjakan suatu tugas.

KEKURANGAN
kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
• KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR PRESKRIPTIF
KELEBIHAN
lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas.
banyak member motivasi agar terjadi proses belajar.
mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
KEKURANGAN
membutuhkan waktu cukup lama

2.2 Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-
hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah
akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode
obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu

Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme


Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan
Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896
dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain
Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal
Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature
and The Social Order (1940).

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara


peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan
dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih
dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu
teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang
memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan
sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan
dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis
apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar
itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-
coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak
mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus
baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat
digambarkan sebagai berikut: S R S1 R1 dst

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing
berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak
tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan
kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan
setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja
enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.

Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :

1. Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme


memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-
menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal
ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan
prestasi memuaskan.

Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak


dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan
melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak,
tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia
akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan,
tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau
dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah
ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3. Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat
menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah
dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis
gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya


sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi
dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang
melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara
mekanis(Suryobroto, 1984).

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan
error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).

ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan


oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan
yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun
psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan


respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap
keseluruhan situasi ( respon selektif).

d. Hukum Respon by Analogy.

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada


situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama
yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur
yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka
transfer akan makin mudah.

e. Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke
situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi
sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian


teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun
pada individu lain.

Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan


yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan
problem box-nya.
B. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat
ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja
dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan
bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada
institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi
pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine
tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan
Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat
terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat
dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral
dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah
lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar
jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan
tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan,
maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka
yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya
air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang,
maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan
maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa
daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar
sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari
ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim
Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi
setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur
apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa
lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel
di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es,
nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai
sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Edwin Gutrie
Ia berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah
menjadi buruk dan sebalkinya tingkah laku buruk dapat diubah menjadi baik. Teori
Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus satu ke stimulus yang lain.
Tiga metode pengubahan tingkah laku ang dikemukakan Gutrie antara lain:
Metode respon bertentangan. Misalnya jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing,
maka letakkan permainan yang disukai anaka dekat dengan kucing. Dengan mendekatkan
permainan anak pada kucing lambat laun anak tidak akan takut lagi pada kucing.
Metode membosankan. Misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok, minta
kepadanya untuk mengisap rokok terus sampai bosan, setelah ia bosan ia akan berhenti
merokok dengan sendirinya.
Metode mengubah tingkah laku. Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya
dengan suasana lain dengan yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga ia merasa
tertarik untuk belajar.

D. Watson
Setelah ia mengadakan berbagai eksperimen ia menyimpulkan bahwa pengubahan
tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan atau membiasakan memberikan reaksi
terhadap stimulus yang diterima. Stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dalam
bentuk tingkah laku.

E. Clark Hull
Clark hull sangat terpengaruh terhadap teori evolusi charles Darwin. Semua fungsi
tingkah laku mengemukakan bahwa semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena ituu kebutuhan biologis dan pemuasan
biologis menempati posisi sentral.
Implikasi logisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar mengajar
berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap motivasi belajar yang terdapat pada
siswa. Dengan adanya motivasi, maka belajar merupakan penguatan. Makin banyak
belajar makain banyak reinforcementm makin besar motivasi memberikan respon yang
menuju keberhasilan belajar.

F. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).


Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan
behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan
bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi
belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi
diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The
Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul
Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di
Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui
proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam
beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku
antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang
disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol,
alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan
lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk
mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara
bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut
shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan
bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan.
Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar
diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5. dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

G. Robert Gagne ( 1916-2002).


Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan
penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran
yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan
konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer
dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software
instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan
instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi.
Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih
tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar
yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada
yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar
konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan
masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
H. Albert Bandura (1925-masih hidup)
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada.
Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta
efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3. Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan
umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip
prinsip sebgai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan
sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai
dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka
Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku
agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikan secara massal.
¬ Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan bagian-bagian
c. Mementingkan peranan reaksi
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme
akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari
yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku
yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang
diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai
persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran
bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi
belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga
dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif ,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang
sangat dihindari oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
KELEBIHAN *)
*http://ratgrup.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html)
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri.
Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
5. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif
dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif, yang didasari pada
perilaku yang tampak.
6. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang kontinue dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudah mahir
dalam satu bidang tertentu maka akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang kontinue tersebut dan lebih optimal.
7. Bahan pelajarn yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilkan sustu perilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.
KEKURANGAN *)
*http://ratgrup.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html)
1. Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap
2. Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini
3. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
4. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru.
7. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru
melatih dan menetukan apa yang harus dipelajari murid sehingga dapat menekan
kreatifitas siswa.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan meghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaiakn oleh
siswa
2.3 Teori Belajar Kognitivistik dan Penerapannya
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang
menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus
dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri
seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini
tidajk hanya berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir,
bersambung dan menyeluruh.
Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu.
Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari
pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikolog pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari
informasi atau pengetahuan yang baru.
A. Robert M. Gagne
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi
yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai
proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia
sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi
rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di
teruskan.
Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat,
fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk
suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori
jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual
dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori
jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas,
waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi
dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di
memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama,
dan siap untuk dipakai kapan saja.
Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

B. Jean Piaget
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
• Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
• Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
• Equilibrasi : penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak
berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat
kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh
karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya
serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
C. Ausubel
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa.
Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi
pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat
yaitu :
Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari.
Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
D. Bruner
Sementara Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning. Teori ini
menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep,
teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau
mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan belajar menemukan :
Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya.
Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan
siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
Teori-teori kognitif ini juga sarat akan kritik terutama konsep Piaget karena sulit di
terapkan ditingkat lanjut. Selain itu beberapa konsep tertentu, seperti intelegensi, belajar
dan pengetahuan yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahaman itu sendiripun
belum tuntas.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK
KELEBIHAN
1. menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2. membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

KEKURANGAN
1. teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3. beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.

2.4 Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya


Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur
W. Combs, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford,
Habermas, dan Carl Rogers.

a. Arthur Combs (1912-1999)


Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa
dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar
dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-
peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan
pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah
ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan
ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-
anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang
kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup
dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

d. Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu :
Pengalaman konkret : pada tahap dini seseorang hanya mampu ikut mengalami suatu
kejadian . inilah terjadi tahap awal proses pembelajaran.
Pengalaman aktif dan reflektif : siswa lambat laun melakukan pengamatan aktif terhadap
kejadian itu, dan mulai berusaha memikirkan serta memahaminya.
Konseptualisasi : siswa mulai belajar membuat abstrak atau teori tentang hal yang pernah
diamatinya.
Eksperimentasi aktif : siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu autran umum ke
situasi yang baru.
e. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan siswa atas empat tipe yaitu :
Siswa tipe aktivis : mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru, cenderung
berpikir terbuka dan mudah diajak dialog.
Siswa tipe reflektor : tipe ini cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah. Dalam
pengambilan keputusan cenderung konservatif.
Siswa tipe teoris : biasanya sangat kritis, suka menganalisis, dan tidak menyukai
pendapat yang bersifat subjektif.
Siswa tipe pragmatis : menaruh p[erhatian besar pada hal yang bersifat praktis dalam
segala hal, tidak suka bertele-tele membahas aspek teoritis-filosofis dari sesuatu hal.

f. Habermas
Habermas membagi tipe belajatr mebnjadi tiga bagian yaitu :
Teaching learning (belajar teknik) : siswa belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya.
Practical learning (belajar p[raktis) : siswa belajar berinteraksi dengan orang
sekelilingnya.
Emanciipatory learning (belajar emansipator) : siswa berusaha mencapai suatu
pemahaman yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.

g. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat
dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke
bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat
gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester
Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku
pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep
Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential
learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak
harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan
lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi
akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi
tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan
sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok,
dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur
dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma ,
disiplin atau etika yang berlaku.
Sumber:
1. Psikologi Belajar: Dr. Mulyati, M.Pd
2. Psikologi Belajar: Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono
3. Psikologi Pendidikan: Sugihartono,dkk
4. Psikologi Pendidikan: Rochman Natawidjaya dan Moein Moesa
5. Landasan Kependidikan: Prof. Dr. Made Pidarta

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK


KELEBIHAN *)
(http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-humanistik.html)
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial.
2. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri.
3. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
KEKURANGAN *)
(http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-humanistik.html)
1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses
belajar.
2. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses
belajar.
2.5 Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya
¬ Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan
bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan
disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si
belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif
ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman
sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep
baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik
melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)
mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2)
mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata,
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan
bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan
agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.
Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam
menginterpretasikannya.
Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi
(adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan
makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna
yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan
akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian
orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah
ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi
untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget
adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam
proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya
maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu
maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus
menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-
equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat
yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya
sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah
besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang
diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah
ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky
mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai
keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti
upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.
Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi
menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara
kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu.
Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social
budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara
intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para
konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan
antar individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi
dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan
terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona
of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan
menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan
kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran
sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran.
Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-
masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi
saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas
tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona
of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam
dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna
adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses
pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu
lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa.
Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk
mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada
tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan,
semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata,
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.
Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini.
Piagetian and Vygotskyan Constructivism
Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism
Concept constructivism focus on individual cognitive development through co-
constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of
development Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis
using all four levels of history must be employed: sosiocultural constructivism,
SSubject of Study Focus on the development of autonomous cognitive forms within the
individual, culminating in rational thought that is decentered from the individual. argued
that individual development cannot be understood without reference to the interpersonal
and institutional surround which situates the child
DDevelop-ment of cognitive forms the structure of the mind is the source of our
understanding of the world.
the construction of knowledge occurs through interaction in the social world. Thus for
Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical
relationship between the individual and the social context

Pandangan Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran.


Konstruktivistik
Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif,
dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar
termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang
ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.

Pandangan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran :


Konstruktivistik
Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti
urutan dari keseluruhan-ke-bagian.
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si
belajar.
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan
penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
Pembelajaran menekankan pada proses.

Pandangan Konstruktivistik tentang Penataan Lingkungan Belajar:


Konstruktivistik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan,
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungna
belajar.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang
harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.
Control belajar dipegang oleh si belajar.

Pandangan Konstruktivistik tentang evaluasi pembelajaran:


Konstruktivistik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan
keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.
Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya
satu jawaban benar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang
menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam
konteks nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok.

¬ Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka
pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas
sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap
gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur
kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam
bentuk satuan pelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan
sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat
mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau
mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang
mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut
dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan
tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan
tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-
gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan
gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya
dalam tahap konflik kognitif.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat
miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan
miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi
berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan
merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang
gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka
diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung
ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri
apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan
dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami
konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka
didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan
sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini
dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada
kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka
konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru
itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu
memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari
miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep
ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang
instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu
membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah
berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.
Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali
bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut
tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada
kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK


KELEBIHAN *)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Berfikir alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah
dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.

KEKURANGAN *)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
2. lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan Makalah Teori-teori Pembelajaran
Reigeluth (1983 dalam degeng 1990) mengemukakan bahw teori perspektif adalah goal
oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori
pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan sedangkan teori
pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil.
Menurut teori behavioristik, belajar diartikan sebagi proses perubahan tingkah laku akibat
dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada
factor yang diberikan lingkungan.
Menurut teori kognitif, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, tetapi melibatkan proses belajar yang sangat kompleks.
Menurut teori humanistic, proses belajar dilakukan dengan memberikan sebebas-
bebasnya kepada individu.
Menurut teori konstruktivisme memahami belajar sebagai proses pembentukan
pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.
Kesimpulan Hasil Diskusi
• PERTANYAAN :
♣ Agung Setyadi (5415072449) : dalam teori belajar humanistic ada istilah
memanusiakan manusia, bisa dijelaskan apa maksudnya?
♣ Veronico Ramadhan (5415070316) : bisa dijelaskan dengan contoh bagaimana teori
pembelajaran deskriptif dan preskriptif itu?
♣ Junanda Hendra : bisa dijelaskan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teori
pembelajaran ?
• PEMBAHASAN
♣ (Agung Setyadi) : Maksud dari memanusiakan manusia adalah dalam kata lain peserta
didik agar dapat mencapai proses pengaktualisassian diri. Dengan kata lain peserta didik
dalam proses belajar mengajar tidak hanya berpatokan pada apa saja yang diberikan oleh
si sumber belajar, tetapi peserta didik di beri kebebasan yang seluas-luasnya untuk
mengeksplorasi dan mengembangkan sumber belajar dan media pembelajaran sehingga
diperoleh hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya tercapai proses
pengaktualisasian diri.
♣ (Veronico Ramadhan ) : teori pembelajaran deskripitif adalah karena tujuan utama
teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori belajar preskriptif adalah
karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode yang optimal. Contoh
penerapan teori belajar deskriptif adalah dalam mata kuliah teori belajar dan
pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode diskusi, sedangkan
teori belajar deskriptifnya adalah langkah-langkah belajar diskusi tersebut yaitu ada yang
menjadi penyaji makalah, ada proses tanya jawab, ada proses interaksi, ada proses
penambahan atau pengurangan materi diskusi dan sebagainya.
♣ (Junanda Hendra) : kelebihan dan kekurangan dari masing –masing teori belajar dan
pembelajaran antara lain :
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPITIF
KELEBIHAN
1. lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.
2. mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam
mengerjakan suatu tugas.
KEKURANGAN
1. kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR PRESKRIPTIF


KELEBIHAN
1. lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas.
2. banyak member motivasi agar terjadi proses belajar.
3. mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
KEKURANGAN
1. membutuhkan waktu cukup lama
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
KELEBIHAN *)
*http://ratgrup.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html)
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri.
Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
5. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif
dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif, yang didasari pada
perilaku yang tampak.
6. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang kontinue dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudah mahir
dalam satu bidang tertentu maka akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang kontinue tersebut dan lebih optimal.
7. Bahan pelajarn yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilkan sustu perilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.

KEKURANGAN *)
*http://ratgrup.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html)
1. Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap
2. Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini
3. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
4. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru.
7. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru
melatih dan menetukan apa yang harus dipelajari murid sehingga dapat menekan
kreatifitas siswa.
8. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan meghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaiakn oleh
siswa

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK


KELEBIHAN
1. menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2. membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

KEKURANGAN
1. teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3. beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK


KELEBIHAN *)
(http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-humanistik.html)
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial.
2. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri.
3. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
KEKURANGAN *)
(http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-humanistik.html)
1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses
belajar
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
KELEBIHAN *)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Berfikir alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah
dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.
KEKURANGAN *)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
2. lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

¬ Siregar, Eveline. Nara, Hartini. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta. Universitas Negeri Jakarta.
¬ http://pakregar.wordpress.com/2008/02/ MODEL PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISTIK SEBAGAI ALTERNATIVE MENGATASI MASALAH
PEMBELAJARAN. Oleh: Dina Gasong, Mahasiswa Teknologi Pendidikan, PPs UNJ
¬ http://trimanjuniarso.wordpress.com/2008/02/15/teori-humanistik/ Ditulis pada
Februari 15, 2008 oleh trimanjuniarso
¬ http://trimanjuniarso.wordpress.com/2008/02/15/teori-konstruktivistik/. Posted by
pakregar on February 13, 2008
¬ http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/dibutuhkan-sebuah-kerangka-
teoritis.html

You might also like