Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Filsafat - Geomorfologi
- Hidrologi
- Klimatologi
Fisikal - Pedologi
- Lain-lain
Sistematik
- Geografi Ekonomi
Manusia - Geografi Penduduk
- Geografi Pedesaan
- Geografi Perkotaan
- Geografi
Kemasyarakatan
- Lain-lain
- Geografi Daerah
Geografi Tropika
Zone - Geografi Daerah Arid
- Geografi Daerah
Kutub
Regional - Lain-lain
- Geografi Asia
Kultur Tenggara
- Geografi Amerika
Latin
- Geografi Eropa Barat
- Lain-lain
- Kartografi
- Penginderaan Jauh
Teknik - Metode Kuantitatif
dalam Geografi
- Lain-lain
- Teori Interaksi
dalam Ruang
- Teori Difusi
Teori - Teori Jaringan
- Lain-lain
Analisa
Keruangan
- Pengembangan
Aplikasi Daerah Pengaliran Sungai
- Masalah Kekotaan
- Masalah
Kependudukan
- Lain-lain
- Struktur Lingkungan
- Ekosistem
Teori - Teori Korelasi
- Lain-lain
Geografi Analisa
Ekologi - Inventarisasi dan Evaluasi
Sumberdaya
Aplikasi - Penaggulangan Bencana
Alam
- Penanggulangan Tanah
Kritikal
- Lain-lain
- Teori Pertumbuhan
Wilayah
Teori - Teori Aliran Antar
Wilayah
Analisa
Wilayah
- Peramalan Wilayah
Aplikasi - Perancangan Wilayah
- Lain-lain
Pengaturan ruang
dan wilayah yang Geografi Kekotaan
Geografi Pedesan
sesuai dengan
Perubahan gagasan geografi
Gagasan dan
Nilai-nilai
Geografi Proses-proses
sosial, ekonomi, Geografi Sosial
Lingkungan dan sebagainya Geografi Ekonomi
Tata Laku yang bervariasi Geografi Regional
dalam pelbagai
wilayah
Pandangan dan
Pengetahuan Geografi Lingkungan
Tanggapan (pantai, gunung api,
Manusia yang
terhadap karts, dll)
Kreatif dan
Lingkungan Dinamuk terhadap
Lingkungan
Kewajaran
penyebaran – pola Tata Guna Lahan
Geografi Perencanaan
penggunaan lahan
Wujud fisikal
Lingkungan hasil campur
Geografi tangan
manusia
Pengelolaan - Geografi Lingkungan
lingkungan Geografi Perencanaan
Wujud dalam
alam yang Geografi Hayati
Geografi Tanah
dihasilkan oleh
proses organik
Lingkungan Gejala Alam
fenomena
Wujud dalam
alam yang Geomorfologi
Hidrologi
dihasilkan oleh
Meteorologi dan
proses anorganik klimatologi
Perumusan
masalah
deduksi
Khasanah Penyusunan
Pengetahuan koheransi kerangka
ilmiah pikir
Perumusan
Prakmatisme hipotesis
Induksi
korespondensi
Pengujian
diterima hipotesis
Ditolak
Sikap Ilmiah
Hasrat ingin tahu
Rendah hati
Jujur
Objektif
Kemauan mempertimbangkan data
baru
Pendekatan positif terhadap
kegagalan
Determinasi
Bersikap terbuka
Penelitian terhadap Teliti dan sebagainya
fenomena alam Fakta
Konsep
Metode/proses ilmiah Prinsip
objek-objek Mengidentifikasi problem
hubungan-hubungan Teori
Mengamati hukum
dan sebagainya Merumuskan hipotesis
Menganalisis
Menguji
Meramalkan
Ekstrapolasi
Mensintesis
Mengevaluasi
2.5. Hipotesis
Hipotesis memuat pertanyaan singkat yang disimpulkan dari landasan
teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara terhadap
masalah yang dihadapi dan masih harus dibuktikan kebenarannya. Jawaban
sementara itu ditemukan dari teori-teori yang dikaji dengan kerangka berpikir
tertentu diramu dan diarahkan untuk bisa dirumuskan. Hipotesis pada dasarnya
merupakan suatu dugaan. Dengan demikian, hipotesis bisa terbukti benar atau
salah.
Peta ditinjau dari isinya dikelompokkan menjadi peta umum, peta khusus,
dan chart. Peta umum berisi gambaran umum dari permukaan bumi seperti gunung,
sungai ,bukit, dan lainnya. Peta khusus adalah peta yang memuat gambaran yang
bersifat khusus, seperti produksi pertanian, pariwisata, dan lainnya, dan chart adalah
sket permukaan bumi. Mengapa peta diperlukan? Menurut Dickinson (1973) ada
beberapa alasan tentang pentingnya penggunaan peta, yaitu : dapat menyederhanakan
dan memperjelas aspek/obyek penting yang terpilih, dapat menimbulkan daya tarik
yang lebih besar pada obyek yang ditampilkan, dapat mengungkapkan lebih singkat
penjelasan dalam uraian atau pembicaraan, dapat berperan sebagai sumber data bagi
pengguna.
Peta dapat digunakan sebagai sumber informasi/data bagi terlaksananya
program pembangunan yang diinginkan. Selain itu dari peta yang dihasilkan dapat
dilakukan evaluasi secara geografis, yaitu dapat menguraikan tentang persebaran,
jumlah dan perkembangan suatu obyek.
Oleh karena peta berperan sebagai media komunikasi, maka pembuat peta
harus dapat mengungkapkan obyek dengan benar, mudah dimengerti, dan dapat
memberikan gambaran situasi obyek, walaupun dinyatakan dengan simbol kepada
pengguna peta. Untuk keperluan tersebut maka pembuat peta perlu memperhatikan
prinsip kartografis yaitu tentang tata letak, peta dasar, penentuan simbol yang
digunakan ( Keates, 1973).
Peta sangat membantu bagi penggunanya, karena dalam peta merupakan hasil
pengecilan fenomena geografis yang sangat kompleks. Oleh karenanya dengan
menggunakan peta, maka semua data, informasi maupun potensi daerah yang
terkandung di dalamnya dapat dengan mudah dan cepat difahami.
Pada, era komputerisasi dewasa ini, teknik penggambaran peta secara manual
dengan menggunakan alat-alat konvensional (rapido, sablon, rugos d1l) dianggap
sudah agak tertinggal, walaupun masih banyak yang tetap menggunakannya. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor keterbatasan, diantaranya adalah: kemampuan,
kesempatan, ketersediaan fasilitas (sarana prasarana), biaya serta keterbatasan
informasi.
Berbicara tentang peta tentunya terkait dengan banyak hal, seperti ilmu dasar
(ilmu induk tentang peta), jenis-jenis peta, cara pembuatan dan penyajiannya. Tulisan
ini disampaikan untuk sedikit memberikan gambaran tentang beberapa konsep dasar
yang berkaitan peta yang dikemas secara singkat dan sederhana berdasarkan
beberapa rujukan dan instuisi penulis.
Konsepsi dasar yang dimaksud dalam tulisan adalah beberapa, istilah dalam
ruang lingkup pembicaraan mengenai peta. Hal ini dirasa penting agar diperoleh
suatu pemahaman yang komprehensif tentang peta, sehingga terhindar dari
kemungkinan munculnya pembiasan makna dalam mempelajari dan mengkaji peta.
Beberapa konsepsi dasar yang dimaksud meliputi; kartografi, peta, pemetaan dan
pemetaan digital.
a. Kartografi
Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan
peta-peta berikut studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil kerja seni (ICA:
1973).
b. Peta
Peta adalah suatu representasi unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak
yang dipilih di permukaan bumi atau yang berkaitan dengan permukaan bumi,
yang umumnya digambarkan dalam sebuah bidang datar dengan penggunaan
skala tertentu. Berdasarkan teknologi yang dipergunakan, peta dibagi menjadi
dua, yaitu peta, format manual dan peta format digital.
c. Pemetaan
Segala kegiatan yang berkaitan dengan proses penggambaran ataupun
penyusunan peta mulai dari survei awal hingga penyajian hasil, dalam hal ini
adalah peta itu sendiri, baik dilakukan dengan metode terestris atau pengukuran
langsung di lapangan menggunakan alat ukur theodolit. Berasarkan sarana/alat
yang dipergunakan, pemetaan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pemetaan
manual dan pemetaan digital.
d. Pemetaan Digital
Pemetaan Digital adalah suatu teknik penggambaran/penyusunan peta dengan
menggunakan fasilitas komputer, baik perangkat keras/hardware (=komputer,
plotter/printer dan digitaizer) maupun perangkat lunak/software (=program:
mapinfo, arcinfo, arcview dsb) dengan produk/output informasi keruangan
(spasial) berupa peta digital yang dapat disimpan dalam suatu CD, disket
maupun harddisc. Adapun sistem yang menaungi teknologi pemetaan digital
telah dikenal secara luas dengan nama: Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS).
b. Analisis Peta
Apabila simbol peta telah dapat dimaknai oleh pengguna, maka tahap berikutnya
adalah mengukur atau mencari nilai metrik dari unsur-unsur ayang tergambar
pada peta. Unsur yang tergambar pada peta dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
Posisional (titik ketinggian, sumur, tambang, pusat pelayanan dan lain-lain),
Linier (jalan, sungai, rel KA, garis pantai dan lain-lain), Volume (volume waduk,
volume gundukan dan lain-lain).
c. Interpretasi Peta
Tahap ketiga yaitu interpretasi peta, pengguna beusaha mencari jawaban
mengapa di bagian tertentu terjadi pengelompokan (pola) yang berbeda dengan
pola pada bagian lain dari peta yang sama.
b. Skala peta
Skala peta mencerminkan ukuran-ukuran dalam peta. Unsur-unsur metrik dalam
suatu peta, seperti : jarak dan luas tidak dapat dianalisis. Skala peta adalah
perbandingan satuan panjang (jarak) antara dua titik di peta dengan jarak riil di
lapangan. Skala peta adalah kunci analisis kuantitatif peta. Peta yang tidak memiliki
skala juga disebut peta buta, tidak dapat dijadikan referensi dan tidak dapat dijadikan
pembanding dengan peta lain. Tidak adanya skala menjadikan suatu peta terbatas
penggunannya.
Skala peta dapat disajikan dalam beragam bentuk atau cara, diantaranya adalah :
- dengan ‘kata-kata’, misal : one inch one miles, artinya tiap satu inci di peta
setara atau mewakili jarak satu mile di lapangan;
- dengan ‘perbandingan angka numeric’, misal : 1 : 100.000 atau 1 .
100.000
yang berarti 1 cm di peta mewakili jarak 100.000 cm di lapangan
1cm 2cm
Kaidah penulisan atau pencantuman skala dalam suatu peta secara umum adalah
sebagai berikut :
- skala tidak boleh diberi satuan, walaupun tidak bersatuan namun antara
pembilang dan penyebut harus berada pada satuan yang yang sama, untuk
Indonesia satuan tak tertulis tersebut adalah ‘centimeter’, misal 1 : 10.000,
skala ini sebenarnya adalah 1 cm : 10.000 cm
- pembilang pada skala peta harus ‘1’
- pencantuman skala dalam suatu peta yang lengkap adalah cara perbandingan
angka numeric selanjutnya cara grafis yang didesain di sebelah bawah skala
numeric,
contoh : 1 : 100.000
1 0 2 km
- pencantuman skala akan lebih baik jika diletakkan sehabis judul peta, atau
dengan kata lain menjadi satu kesatuan dengan judul peta
c. Orientasi arah utara
Peta dalam pandangan kebanyakan orang selalu dikaitkan dengan letak, lokasi
ataupun posisi suatu tempat atau obyek. Letak atau posisi obyek di permukaan bumi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : letak/posisi absolut dan letak/posisi relatif.
Penyebutan “sebelah timur, sebelah utara” adalah contoh dalam menyatakan letak
relatif. Penyebutan tersebut tidak mungkin dilakukan pada saat membaca peta tanpa
mengetahui orientasi arahnya. Orientasi arah juga membantu pengguna/pembaca peta
dalam menemukan lokasi yang dicari. Tidak ada kaidah baku dalam mendesain
orientasi arah.
d. Legenda
Legenda atau simbolisasi data dalam peta mutlak harus ada. Peta tanpa
legenda juga disebut peta buta. Legenda dalam suatu peta merupakan anak kunci
untuk membuka informasi yang terkandung dalam sebuah peta. Pembuatan legenda
(simbolisasi) yang baik dan benar memudahkan orang menangkap isi peta.
Legenda/simbol berfungsi sebagai sarana mengkomunikasikan data. Sarana
komunikasi antara pembuat dan pembaca/pengguna peta adalah simbol/legenda.
Berdasarkan bentuknya, ada tiga jenis simbol penyajian data dalam sebuah
peta, yaitu : simbol titik, simbol garis dan simbol area; masing-masing jenis simbol
menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu : kualitatif dan kuantitatif, sehingga ada
simbol : titik kualitatif dan kuantitatif, garis kualitatif dan kuantitatif serta area
kualitatif dan kuantitatif. Bentuk dari simbol-simbol tersebut dapat dilihat pada
contoh-contoh berikut.
Contoh 1 : Legenda/simbol titik
a. Kualitatif : ◘ = kantor kecamatan, ☼ = mataair
b. Kuantitatif : = 100 = 200
Contoh 1 : Legenda/simbol garis
a. Kualitatif : = jalan, = batas propinsi
b. Kuantitatif : = 50 km/jam = 100 km/jam
Contoh 1 : Legenda/simbol area
a. Kualitatif : = sawah = hutan
b. Kuantitatif : = rendah = tinggi
Disamping model simbol di atas ada pula model lain untuk simbolisasi data-data
statistik, pada umumnya berupa diagram batang maupun lingkaran.
e. Inset peta
Inset peta adalah petunjuk letak wilayah yang dipetakan jika dilihat dari wilayah
yang lebih luas. Inset peta merupakan orientasi letak peta. Inset penting karena
membantu pembaca atau pengguna peta untuk mengetahui lokasi keberadaan
wilayah yang dipetakan dilihat dari hirarki wilayah di atasnya.
Kaidah umum pencantuman Inset dalam sebuah peta diantaranya adalah :
- inset digambar dengan skala lebih kecil dan harus meliput daerah pemetaan
- inset tidak perlu dibuat menonjol dan terlalu besar
-
Contoh inset peta : Inset peta
: desa X
f. Koordinat geografis
Pada dasarnya setiap jengkal tanah di permukaan bumi ini memiliki koordinat
geografis yang berbeda-beda, dengan kata lain satu titik di permukaan bumi memiliki
satu koordinat geografis. Koordinat geografis dalam sebuah peta berfungsi sebagai
petunjuk mengenai posisi peta (wilayah pemetaan) di permukaan bumi. Koordinat
geografis dalam sebuah peta dapat berupa letak astronomis dan koordinat UTM.
Letak astronomis dinyatakan dalam bentuk derajat bujur dan derajat lintang; untuk
wilayah Indonesia dinyatakan dengan : derajat (…°. ….’ ….”) Bujur Timur (BT) dan
derajat (…°. ….’ ….”) Lintang Selatan (LS). Adapun koordinat UTM (Universal
Traverse Mercator) dinyatakan dengan mU (mewakili arah utara ataupun ordinat)
dan mT (mewakili arah Timur ataupun absis).
Tidak adanya koordinat geografis dalam suatu peta menjadikan peta yang
bersangkutan sulit untuk dirujuk posisinya di permukaan bumi. Kaidah pencatuman
koordinat geografis dalam sebuah peta adalah :
- koordinat dicantumkan pada frame peta sesuai batas riil terluar
wilayah/daerah yang dipetakan; bilangan koordinat yang dicantuman pada
model ini pada umumnya tidak bulat, misalnya : 7° 25’ 21,15” LS.
- koordinat dicantumkan pada frame peta mengikuti grid-grid peta; bilangan
koordinat yang dicantuman pada model ini pada umumnya bulat, misalnya :
7° 25’; atau dengan koordinat UTM , misalnya : 470000 mT (peta digital
dengan koordinat UTM umumnya masuk kelompok ini.
Contoh 1 : koordinat sesuai batas riil wilayah
7° 28’22” LS
Contoh 2 : koordinat mengikuti grid peta
110° 10’ BT 110° 25’ BT
7° 20’ LS
7° 30’ LS
9190000
mU
g. Sumber data
Sumber data perlu dicantumkan dalam peta agar pembaca atau pengguna peta
tahu : (1) data apa saja yang digunakan dalam penggambaran atau penyusunan peta,
(2) dari mana data diperoleh atau dikumpulkan. Informasi ini penting karena orang
akan tahu ; (1) validitas data yang disajikan, (2) peta yang dibuat tersebut apakah
hanya “disalin” (si pembuat hanya menyalin atau menggambar ulang dari sumber
yang digunakan), ataukah peta tersebut “disusun” (benar-benar merupakan hasil
karya si pembuat peta).
Kaidah umum penulisan sumber data diantaranya adalah :
- teks ditulis sebagaimana umumnya penulisan teks dalam naskah, tidak
dibenarkan penulisan dengan huruf besar semua
- jenis huruf standar/baku dengan ukuran disesuaikan dengan tempat yang
tersedia dan banyak sedikitnya jenis sumber data.
h. Pembuat peta
Informasi mengenai si pembuat peta penting dicantumkan agar peta dapat
dirujuk dan dipertanggungjawabkan isinya. Informasi tentang pembuat atau
penyusun peta pada umumnya disertai dengan tahun pembuatan.
Peta bukanlah sekedar gambar, namun gambar yang dapat memberikan atau
menyajikan informasi tentang fenomena-fenomena serta berbagai kemungkinan
saling hubungan antar berbagai fenomena di permukaan bumi. Peta akan dapat
memerankan fungsinya dengan baik dan optimal manakala peta dibuat dengan
mengikuti kaidah penggambaran peta sesuai ilmu yang manaunginya, yaitu
kartografi. Peta berkaidah kartografis, baik yang berformat manual maupun digital
akan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan dan pembangunan. Informasi
spasial dalam bentuk peta telah diakui secara luas sebagai informasi yang sangat
berguna karena kelebihan yang dimilikinya, yaitu data pada peta selalu menyertakan
unsur lokasi di dalamnya.
Dewasa ini paradigma pemetaan telah mengalami pergeseran dari manual ke
digital. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (GIS) sebagai perangkat
penghasil peta-peta format digital telah menyediakan berbagai fasilitas penunjang
dalam mendesain layout sebuah peta, sehingga kaidah kartografisnya dapat terpenuhi
secara baik dengan akses cepat.
Keates, JS, 1973. Cartographic Design and Production. London: Longma Group
Ltd.