You are on page 1of 2

”Cyber Crime” Dunia Perbankan Kalau dulu mereka lebih mengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini

uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara
online.

Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu
kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham
secara online.

Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening


penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat.

Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni
pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk
membobol dananya Kepercayaan terhadap perbankan tidak hanya terkait
dengan keamanan simpanan nasabah di bank tersebut, tetapi juga terhadap
keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologi serta sumber daya
manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.

Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah
kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud)
yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.

Secara umum, risiko operasional, menurut Basel Accord, didefinisikan sebagai


kerugian akibat terjadinya kegagalan akibat faktor manusia, proses, dan
teknologi yang menyebabkan terjadinya ketidakpastian pendapatan bank.
Jumat, 29 Januari 2010
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, proses operasional sebagian
besar bank saat ini dilakukan selama 24 jam tanpa mengenal batasan jarak,
Masalah cyber crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat khususnya bagi bank-bank yang telah dapat melakukan aktivitas operasionalnya
perhatian. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang melalui delivery channels, misalnya ATM, internet banking, phone banking, dan
bermotif ekonomi. Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan jenis transaksi media elektronik banking lainnya.
langka, kini berupa uang.
Pengawasan dan pengendalian operasional tidak dapat lagi dilakukan dengan
Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi metode sample semata untuk memastikan bahwa operasional bank telah
hukuman penjara, nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang berjalan dengan baik.
beraneka.
Penerapan teknologi dan sistem informasi perbankan di Indonesia menunjukkan
Kejahatan dunia maya sudah meresahkan masyarakat, termasuk dunia perkembangan pesat, baik dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan maupun
perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat terkenal. luas cakupan penerapannya dalam operasional perbankan.
Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk meningkatkan efisiensi
crime, terutama carding, kian canggih. dan keefektifan operasional perbankan, yang secara makro selanjutnya akan
meningkatkan kontribusi perbankan dalam meningkatkan perekonomian
Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran nasional, sesuai dengan fungsi perbankan sebagai agent of development, agent
jika dalam kasus credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara of trust, dan agent of equality.
kedua tertinggi di dunia setelah Ukraina. Saat ini terjadi pergeseran pola
carding.
Apalagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mendorong bank-bank Pemerintah selama ini belum menganggap kejahatan IT sebagai prioritas utama
untuk memanfaatkan medium teknologi informasi seperti Internet dalam dalam kebijakan penegakan hukum dibandingkan penanganan terorisme, makar,
menjalankan transparansi guna mencapai good corporate governance di industri serta gerakan separatis di beberapa daerah.
perbankan nasional.
Bagi perbankan sendiri, upaya untuk mencegah technology fraud ataupun cyber
Dalam peraturan BI, BI secara jelas meminta bank-bank untuk memanfaatkan crime ini bisa dilakukan melalui perbaikan sistem prosedur operasional bank dan
media Internet, yaitu homepage atau website yang dimiliki dan dikelolanya, dan melakukan pengecekan atau review secara berkala terhadap kapasitas dan
mewajibkan untuk menampilkan laporan keuangannya di media Internet sebagai kecukupan pengendalian risiko perbankan atau risk control sebagai early
upaya meningkatkan transparansi. warning system atau sistem peringatan dini.

Penggunaan teknologi di bank seperti ATM , mobile ATM, internet banking, Ini dilakukan sebagai bagian dari oversight supervision yang dilakukan terhadap
website, dan transaksi via email, merupakan bentuk pelayanan bank yang bank. Meski langkah preventif harus dilakukan, tidak kalah penting adalah
diharapkan dapat memudahkan nasabah. adanya jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah dari kemungkinan
adanya technology fraud ataupun cyber crime.
Bahkan nasabah sekarang ini banyak melakukan transaksi perbankan melalui
saluran elektronik (electronic chanel) atau teknologi informasi.

Transaksi melalui saluran ini memang memiliki serangkaian keunggulan. Selain


praktis, cara ini dapat menghemat biaya.

Meskpun demikian, transaksi dengan memanfaatkan teknologi informasi juga


memunyai potensi kegagalan atau dampak negatif yang justru menyebabkan
kerugian bagi nasabah.

Masalahnya sekarang, bagaimana jika terjadi pembobolan uang nasabah melalui


ATM yang dilakukan orang lain? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap
kasus tersebut? Dari beberapa pengaduan nasabah yang pernah mengalami
kerugian akibat ATM-nya yang dibobol orang lain, perbankan mengelak untuk
bertanggung jawab atau mengganti kerugian.

Lantas, sejauh mana UU ITE dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah


yang mengalami kegagalan atau kerugian dengan adanya transaksi melalui
teknologi informasi (mesin ATM)? Apalagi banyak pula tindakan pihak lain yang
memang sengaja bertindak atau melakukan kejahatan dengan menggunakan
teknologi informasi (cyber crime).

Kehadiran UU ITE seharusnya tidak sekadar menjerat orang-orang yang


melakukan cyber crime. Lebih dari itu, UU ITE juga harus dapat memberikan
jawaban terhadap siapa yang harus bertanggung jawab dengan adanya kerugian
yang menimpa nasabah akibat cyber crime tersebut.

Jika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, lantas bagaimana perlindungan
nasabah? Munculnya kejahatan perbankan (cyber crime) juga harus didukung
adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang
terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory
body.

You might also like