You are on page 1of 1

Tak terasa kita sudah berada di penghujung Ramadhan.

Hanya tinggal beberapa hari kita akan mengakhiri Ramadhan ini. Semuanya
berharap akan mendapatkan maghfirah dari Allah Azza Wa Jalla, dan kemudian menjadi hambanya yang muttaqin.

Memang terasa semakin mendekati akhir Ramadhan banyak masjid yang jamaah menjadi lebih sedikit. Umat Islam sudah mulai sibuk
dengan persiapan Idul Fitri, yaitu berkaitan dengan kebutuhan pokok, berupa makanan, pakaian, dan rencana silaturrahim ke sanak
famili dan handai taulan. Inilah yang menyebabkan tidak lagi masjid-masjid dipenuhi oleh para jamaah. Waktu-waktunya dihabiskan
di kantor-kantor, mall, plaza, dan tempat keramaian. Bukan lagi masjid yang menjadi tujuan mereka.

Tetapi, masih saja ada sekelompok orang yang mempunyai perhatian dengan adanya maghfirah dan atau ampunan dari Allah Azza Wa
Jalla. Mereka tetap berdiam di masjid-masjid dengan melakukan I’tikaf, dan beribadah, serta membaca Al-Qur’an sepanjang hari.
Sekalipun jumlah mereka kalah dibandingkan dengan mereka yang pergi ke tempat-tempat keramaian.

Memang, kecenderungan manusia yang hidupnya berorientasi kepada akhirat, jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan mereka yang
berorientasi kepada kehidupan dunia. Mereka yang tekun beribadah dan ingin menggapai adanya laylatul qadr, jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan mereka yang terus mengejar kehidupan dunia. Tetapi masih tetap ada, walaupun jumlahnya sangat sedikit,
mereka yang ingin mendapatkan kemuliaan kehidupan di akhirat.

Manusia selamanya lebih mencintai kehidupan dunia, dibandingkan dengna kehidupan akhirat, yang masih abstrak. Hanya orang-
orang yang memiliki komitment dan tingkat keimanan yang tinggi, yang dapat melaksanakan puasa, dan beribadah dengan sungguh-
sungguh, sampai akhir Ramadhan. Selebihnya, manusia tak pernah mengindahkan akan kehidupannya yang akan berakhir, dan
semuanya kekayaan yang mereka miliki itu, akhirnya berpisah dengan mereka.

Allah –subahanahu wa ta’ala memuji orang-orang yang melakukan ketaatan kepadaNya dalam firmanNya: “Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan
mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan
apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada
Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”
(QS. Al-Mukminuun: 57-61).

Ibunda ‘Aisyah –radhiallahu anha berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam
tentang ayat ini, aku berkata: Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina dan mencuri? Beliau –sallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menjawab: “Tidak, wahai puteri Ash-Shiddiq! Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang
berpuasa, shalat dan bersedekah dan mereka takut amal mereka tidak diterima (Allah –subahanahu wa ta’ala). Mereka itulah
orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Sahabat Ali –radhiallahu ‘anhu berkata: “Mereka lebih memperhatikan dikabulkannya amal daripada amal itu sendiri.
Tidakkah kamu mendengar Allah –subahanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (mengabulkan)
dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maa’idah: 27).

Sebagian salaf tampak bersedih ketika hari raya Iedul Fitri, lalu dikatakan kepadanya: Ini adalah hari kesenangan dan kegembiraan.
Dia menjawab: Kamu benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintah oleh Tuhanku untuk beramal karenaNya, dan aku
tidak tahu apakah Dia mengabulkan amalku atau tidak?.

Bagaimana Agar Amal Dikabulkan?

Allah –subahanahu wa ta’ala tidak akan menerima suatu amalan kecuali ada padanya dua syarat, yaitu: Ikhlas karena Allah
–subahanahu wa ta’ala semata dan mutaba’atus sunnah atau mengikuti sunnah Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam.

Allah –subahanahu wa ta’ala berfirman : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi:
110)

Al-Fudhail bin ‘Iyad –rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut dengan yang lebih baik amalnya adalah yang
ikhlas karena Allah –subahanahu wa ta’ala semata dan mengikuti sunnah Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam.

Siang harimu,wahai orang yang tertipu


berlalu dengan kelupaan dan kelalaian.
Dan malammu hanyalah tidur nyenyak
pada hal kehinaan menimpa dirimu.

“Lebaran Sebentar Lagi”.

Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”[8]

Puasa sunnah dapat digunakan oleh seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-nya, karena membiasakan diri berpuasa
setelah Ramadhan merupakan tanda diterimanya amal perbuatan, insya Allah. Hal ini karena Allah Jalla wa 'Ala jika menerima amal
seorang muslim, maka Dia akan memberikan petunjuk kepadanya untuk mengerjakan amal shalih setelahnya.

You might also like