You are on page 1of 14

Working Paper Series No.

08
April 2007, First Draft

EVALUASI KINERJA BIDAN PUSKESMAS


DALAM PELAYANAN ANTENATAL
DI KABUPATEN PUNCAK JAYA

Thomas Salamuk, Hari Kusnanto

Katakunci:
kinerja
bidan
pelayanan antenatal

-Tidak Untuk Disitasi-

Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas


Gadjah Mada
Yogyakarta 2007
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

PERFORMANCE EVALUATION OF HEALTH CENTER


MIDWIVES IN ANTENATAL SERVICE AT DISTRICT PUNCAK
JAYA

Thomas Salamuk1, Hari Kusnanto2

Abstract

Background Maternal mortality rate in Indonesia is higher than in other


countries. Numerous efforts to control and prevent it through early
antenatal care and monitoring, safe childbirth and good post natal care
have been made, however the result are is still unsatisfying. Good
antenatal service is difficult to provide at District of Puncak Jaya
especially in improving health human resources, particularly midwives
both qualitatively and quantitatively. Based on low program coverage
and midwives' performance the study focuses on performance of the
health center midwives and dominant factors related to performance of
the health center midwives in providing antenatal service.
Objective The study was meant to give an overview of the health center
midwives' performance and identify dominant factors related to
performance of the center midwives in providing antenatal service at
District of Puncak Jaya.
Method The method used in the study was explorative qualitative.
Informants as samples of the study consisted of people understanding
the implementation of mother and child health program and antenatal
service at the health center of Puncak Jaya District. There were as many
as 19 subjects purposively taken.
Result Low provision of financial and non financial incentives, such as
changing status from non permanent staff to local civil servant,
availability of antenatal service facilities, expectation as an expression of
dissatisfaction, supervision, antenatal service standard and absence of
support for knowledge and skills at the health center of Puncak Jaya
District caused low antenatal service.
Conclusion Midwives' performance in antenatal service at the health
center of Puncak Jaya District was still relatively low. Factors affecting
low performance of midwives in antenatal service at the health center of
Puncak Jaya District were lack of motivation, absence of financial and
non financial incentives, limited antenatal facilities, absence of
supervision, and limited knowledge and skills of the health center
midwives in antenatal service.

Keywords: performance, midwives, antenatal service

1
District Health Office Puncak Jaya, Province of Papua
2
Magister Health Policy and Service Management, Gadjah Mada University, Yogyakarta

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 2


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

Latar Belakang

Angka Kematian Ibu atau AKI di Indonesia lebih tinggi


dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Di
Thailand resiko kematian ibu karena melahirkan hanya 1 dari
1.100 kelahiran.1 Sementara itu, di Indonesia sasaran
pembangunan kesehatan tahun 2005-2009 adalah meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses
terhadap pelayanan kesehatan yang mencakup, meningkatnya
umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 67,9 tahun,
menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 25 per 1000
kelahiran hidup, menurunnya AKI dari 307 menjadi 226 per
100.000 kelahiran hidup dan menurunnya prevalensi gizi kurang
pada balita dari 25,8% menjadi 20%.2 Hasil survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 - 2003, angka kematian
ibu di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup antara 1998-
2002. Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target
Millenium Development Goal (MDG) untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) akan sulit terwujud kecuali akan dilakukan
upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya.
Ada tiga fase terlambat yang berkaitan erat dengan angka
kematian ibu hamil dan bersalin3, yaitu: (1) Terlambat satu:
terlambat untuk mengambil keputusan mencari pertolongan ke
pelayanan kesehatan terdekat atau merujuk dari pelayanan
kesehatan ke pelayanan kesehatan lainnya; (2) Terlambat dua:
terlambat untuk sampai atau tiba di pelayanan kesehatan; (3)
Terlambat tiga: terlambat menerima asuhan atau sampai di
pelayanan kesehatan yang adekuat.

AKI di Propinsi Papua setiap tahun masih cukup tinggi


adalah 578 orang atau 11.61 per 1000 kelahiran hidup, angka
kematian bayi sebanyak 6.078 bayi mati pertahun atau 112 per
1.000 kelahiran hidup, angka kematian neonatal 717 jiwa (11,8%),
serta bayi lahir mati sebelum sempat menghirup udara berjumlah
5.979 jiwa (12%) pertahun. Penyebab kematian ibu tersebut
disebabkan karena perdarahan (25%), infeksi (13%), keracunan
kehamilan (17%) serta penyebab lain-lain (45%). Selanjutnya,
jumlah cakupan program adalah K1 64%, K4 42%, kunjungan
neonatus (KN 37%) serta persalinan oleh tenaga kesehatan (PN
35%).4 Kabupaten Puncak Jaya ternyata juga memiliki jumlah
kematian ibu, kematian bayi serta kematian neonatal yang cukup
tinggi. Upaya pengendalian dan pencegahan dengan melakukan
usaha pemeliharaan dan pengawasan antenatal sedini mungkin,
persalinan yang aman dan perawatan masa nifas yang baik. Hal
ini terlihat dalam tabel 1 di bawah ini.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 3


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

Tabel 1. Jumlah Kematian Bumil, Neonatal, dan Lahir Mati


Tahun 2004 Tahun 2005
No Puskesmas Lahir Lahir
Bumil Neonatal Bumil Neonatal
mati Mati
1 Mulia 4 2 8 3 4 16
2 Sinak 3 5 7 3 7 12
3 Ilu 3 7 4 2 9 17
4 Ilaga 4 4 10 3 12 19
5 Beoga 4 11 13 4 21 26
6 Fawi 3 7 11 4 8 18
Jumlah 21 34 53 19 61 108
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya, (2004 & 2005)

Penyebab kematian ibu hamil pada tahun 2004 adalah


perdarahan, partus lama, placenta previa, dan lain-lain. Pada
tahun 2005, penyebab kematian ibu masih memiliki hubungan
yang sama dengan penyebab pada tahun sebelumnya.
Selanjutnya, hasil cakupan kegiatan K1, K4, dan pertolongan
persalinan pada tahun 2004 dan 2005 di Puskesmas Kabupaten
Puncak Jaya seperti dalam tabel 2 berikut.

Tabel 2. Cakupan Pelayanan Antenatal


Tahun 2004 Tahun 2005
No Puskesmas Lin Non Lin Non
K1 K4 K1 K4
Nakes nakes nakes nakes
1 Mulia 24% 13% 17% 83% 18% 9% 12% 82%
2 Sinak 32% 21% 20% 80% 27% 16% 16% 84%
3 Ilu 11% 8% 8% 92% 7% 5% 6% 94%
4 Ilaga 16% 10% 6% 94% 7% 6% 4% 96%
5 Beoga 9% 7% 8% 92% 8% 4% 5% 95%
6 Fawi 5% 4% 4% 96% 4% 3% 3% 97%
Total Kab. 23% 10% 11% 89% 13% 7% 9% 91%
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya, (2004 & 2005)

Sementara itu, pelatihan bidan yang diselenggarakan tidak


merata di seluruh puskesmas, ada yang menumpuk di puskesmas
tertentu. Alat/fasilitas untuk tindakan pelayanan maternal masih
jauh dari memadai dan distribusinya tidak merata. Selanjutnya,
kegiatan supervisi dan umpan balik yang pernah dilaksanakan
untuk puskesmas di Kabupaten Puncak Jaya juga belum berjalan
sebagaimana mestinya, pelaksanaannya belum optimal serta
kegiatannya masih bersifat insidental. Kabupaten puncak Jaya

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 4


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

belum pernah melaksanakan evaluasi kinerja, khususnya kinerja


bidan.

Bertolak dari latar belakang dan kesenjangan antara


cakupan program pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan
target yang telah ditetapkan maka peneliti tertarik untuk meneliti
kinerja bidan puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal
kepada masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya dan faktor-faktor
dominan yang berhubungan dengan kinerja bidan puskesmas
dalam memberikan pelayanan antenatal kepada masyarakat di
Kabupaten Puncak Jaya.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah bersifat kualitatif eksploratif.


Rancangan ini dipilih agar dapat menggali secara mendalam
(eksplorasi) tentang kinerja bidan puskesmas dalam pelayanan
antenatal di Kabupaten Puncak Jaya, serta untuk mengungkapkan
fenomena dan hambatan-hambatan apa yang mempengaruhi
kinerja bidan di puskesmas yang perlu diperhatikan. Sampel
dalam penelitian ini terdiri dari orang yang memahami
pelaksanaan program KIA dan pelayanan antenatal di puskesmas
Kabupaten Puncak Jaya melalui pengambilan sampel secara
purposive sampling. Informan terdiri dari 2 kelompok yaitu
kelompok pertama (Dinas Kesehatan Kabupaten) dan kelompok
kedua (puskesmas). Jumlah keseluruhan informan penelitian
adalah 19 orang, 4 orang informan berasal dari unit Dinas
Kesehatan Kabupaten terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan,
Kasubdin Kesga, Kasie KIA, dan Koordinator Bidan Kabupaten
Puncak Jaya. Informan dari Puskesmas 16 orang terdiri dari 6
orang Kepala Puskesmas diambil secara proporsional, yaitu
Kepala Puskesmas Mulia, Sinak, Ilu, Ilaga, Beoga, dan Fawi.
Kemudian 4 orang petugas Puskesmas Mulia, Ilu, Ilaga dan
Fawi, serta 6 orang bidan penangung jawab program KIA dan
antenatal di Puskesmas Mulia, Sinak, Ilu, Ilaga, Beoga, dan Fawi.
Data yang akan dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
menggunakan metode FGD dan dilakukan wawancara mendalam.
Pengumpulan data sekunder dilaksanakan dengan
mengumpulkan data program KIA termasuk anggarannya, yang
dapat diperoleh melalui penyaduran laporan/catatan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya. Adapun teknik wawancara
yang dilakukan adalah wawancara terbuka (open interview), oleh
sebab itu alat instrumen yang dipergunakan adalah alat pedoman
wawancara (interview guide). Selanjutnya, Analisis data dilakukan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 5


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

dengan menggunakan analisis tema, dimana dimulai menganalisis


dari domain ke analisis tema.6

Hasil

Gambaran Kinerja Bidan


Gambaran pelayanan antenatal di 6 Puskesmas sampai
tahun 2006 masih menunjukkan hasil cakupan pelayanan
antenatal yang rendah, sebagai gambaran evaluasi kinerja bidan
puskesmas di Kabupaten Puncak Jaya, dimana masih ada
kematian ibu hamil sebanyak 6 orang ibu, dengan penyebab
perdarahan dan partus lama. Kemudian jumlah kematian neonatal
ada 15 bayi dan lahir mati (stiil birth) sebanyak 11 lahir mati.
Selanjutnya cakupan pelayanan antenatal masih sangat jauh
dibawah target nasional yang diharapkan seperti kunjungan bumil
K1 sebanyak 686 (19%), K4 394 (11%), dan Linnakes 241 (8%).
Sesuai dengan hasil observasi terhadap berbagai faktor
yang menjadi variabel penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kelengkapan variabel bervariasi antara (70%-40%) terdiri dari
kurangnya motivasi kerja dan pengaturan insentif sebanyak (70%-
30%). Kemudian ketersediaan fasilitas di puskesmas bervariasi
antara (30%-70%). Demikian juga dari berbagai variabel yang
saling terkait dengan tingkat kekurangan maka sebanyak (100%)
responden bidan di puskesmas mengharapkan adanya perbaikan
pengaturan insentif, pemenuhan fasilitas berupa sarana antenatal,
tenaga bidan, dan tersedianya dana untuk pelayanan operasional
antenatal, termasuk pelaksanaan kegiatan supervisi penyeliaan
kurang/tidak pernah berjalan. Selanjutnya, tingkat pengetahuan
dan keterampilan petugas bidan di puskesmas menunjukkan
sangat kurang.

Faktor-faktor Dominan
Faktor-faktor dominan yang akan dilihat dalam penelitian
ini meliputi : motivasi dan insentif, fasilitas/alat, harapan dalam
pekerjaan, supervisi penyeliaan, pengetahuan dan keterampilan
sebagai berikut:

Motivasi dan Insentif. Berdasarkan hasil pengamatan di 6


puskesmas menunjukkan bahwa sebagian petugas bidan di
puskesmas tidak masuk bertugas pada hari atau jam kerja, namun
terlihat mereka sebagian ada ditempat/tinggal dirumah dan ada
juga yang sudah pergi keluar ibu kota kecamatan atau kabupaten
lain meninggalkan tugas dalam waktu yang lama. Kemudian
dalam pengamatan terhadap waktu buka/kerja di 4 Puskesmas
(Ilu, Ilaga, Beoga, dan Fawi) bahwa hari buka Puskesmas tidak

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 6


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

menentu, rata-rata dalam seminggu 2 kali hari buka puskesmas


dengan jam buka yang tidak lama (2 - 4 jam) dengan petugas
yang masuk rata-rata kurang dari 4 orang petugas (sudah
termasuk) petugas bidan.

”Sebelum aku ada biasanya Puskesmas Ilu jarang buka..,


setiap minggu itupun tidak menentu..., kadang buka
kadang tutup pada hari kerja, Kepala Puskesmas pak.
Paul Wonda, orangnya sudah tua, tapi tinggal saja
dirumah dan jarang masuk, begitupun petugas bidan dan
perawat tinggal saja dirumah.., mereka tidak buka
puskesmas, rata-rata dalam 1 minggu hanya 1 atau 2 kali
buka puskesmas dan yang masuk tugaspun hanya 1 atau
2 orang petugas.., setelah aku ada mulai benahi sedikit
demi sedikit, yah..begitulah adanya pelayanan..”
(informan 17)

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa insentif


finansial dalam bentuk uang, saat ini (tahun 2006) telah diberikan
pada seluruh petugas bidan yang bertugas di Puskesmas, jenis
imbalan tersebut diseluruh Kabupaten Puncak Jaya biasanya
dikenal dengan sebutan “uang insentif”, terlihat bahwa imbalan
tersebut biasanya diberikan setiap 3 bulan sekali, dengan jumlah
Rp. 500.000,- perbulan untuk setiap orang bidan yang bertugas di
Puskesmas. Selanjutnya, menurut hasil observasi bahwa
pemberian uang insentif tersebut, tidak dilihat sebagai upaya
peningkatan motivasi kerja dalam hubungan dengan peningkatan
pelayanan KIA dan antenatal, namun kondisi rasa ketidak puasan
dari nilai uang insentif tersebut berhubungan dengan keadaan
kebutuhan pokok petugas.

Fasilitas dan Alat. Fasilitas dalam bentuk ketersediaan


sarana, tenaga, dan dana, merupakan salah satu faktor penentu
pelaksanaan pelayanan antenatal saat ini di 6 puskesmas di
Kabupaten Puncak Jaya. Dari hasil observasi menunjukkan
bahwa umumnya di 6 Puskesmas tidak memiliki sarana peralatan
antenatal yang memadai.

”Dalam pelayanan antenatal kami selalu berusaha


mengedepankan pelayanan sesuai standar peralatan yang
ditetapkan Depkes, Saya pikir.., kita semua tahu..,
pekerjaan pelayanan antenatal itu sudah ada urut-
urutannya, dan pasti semua orang kesehatan tahu.
Sekalipun dalam pelayanan ada kekurangan 1 atau 2 item
dalam peralatan pelayanan antenatal, namun kedepan
kami akan selalu berusaha untuk melengkapi sesuai
standar antenatal yang diharapkan..”. (informan 5)

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 7


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

Secara keselururuhan jumlah item ” Ya” sebanyak (43,58%) dan


item ”Tidak” (56,41%) antara lain secara berurutan sarana
peralatan antenatal yang ada di Puskesmas Mulia (69,23%), Sinak
(53,85%), Ilu (38,46%), Ilaga (30,77%), Beoga (38,46%), dan Fawi
(30,77%), sehingga secara keseluruhan ketersediaan sarana
pelayanan antenatal di 6 puskesmas di Kabupaten Puncak Jaya,
dapat di katakan belum baik dan tidak sesuai standar pelayanan
minimal yang diharapkan.

Harapan dalam pekerjaan. Harapan petugas bidan dalam


pelayanan antenatal di Puskesmas Kabupaten Puncak Jaya,
berdasarkan hasil observasi bahwa terlihat memiliki hubungan
dengan perasaan puas dan ketidak puasan, serta prestasi dalam
pekerjaan. Perasaan puas nampak melalui perbaikan status
kepegawaian petugas bidan di 6 Puskesmas dari status PTT
menjadi PNS, namun kenyataan rasa puas dengan perubahan
status kepegawaian tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
motivasi kerja yang lebih baik. Kemudian, harapan petugas bidan
puskesmas dalam hubungan dengan perbaikan sarana peralatan
antenatal seperti adanya perbaikan gedung Puskesmas (penataan
ruangan KIA dan antenatal), pengadaan ATK dan buku register
kohor ibu, tersedianya KMS ibu hamil, tersedianya alat tensimeter.

”Kami kerja atau tidak kerja sama saja.., karena banyak


teman-teman yang tidak tugas.., tapi dia juga terima uang
insentif sama saja, seperti kita lain yang tugas dan ada
ditempat ” kalau mau adil, supaya jangan berikan uang
insentif, tapi ditahan untuk teman bidan atau perawat
yang tidak bertugas atau ada ditempat...”.
(informan 14)

Berdasarkan hasil observasi bahwa ketersediaan tenaga


bidan di 6 Puskesmas menunjukkan tidak merata, sehingga
sebagai harapan petugas bidan dari Puskesmas yang kekurangan
tenaga dalam pelayanan antenatal, mengharapkan adanya
penempatan petugas bidan yang merata seperti di Puskesmas Ilu,
Beoga dan Fawi.

Supervisi Penyeliaan. Berdasarkan hasil observasi di 6


puskesmas menunjukkan bahwa kegiatan supervisi penyeliaan
untuk program KIA dan pelayanan antenatal di 6 puskesmas dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya tidak pernah ada.

”Kami di Puskesmas Fawi tidak pernah ada Supervisi


penyeliaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau dari
Dinas Kesehatan Propinsi selama Puskesmas dan
Kecamatan (Distrik) ini ada....”. (informan 10)

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 8


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

Kegiatan supervisi penyeliaan tidak dapat dilaksanakan


karena tidak ada sumber dana pembiayaan untuk kegiatan
tersebut serta tidak ada tenaga bidan senior yang betul paham
tentang pengetahuan dan keterampilan bidan dalam pelayanan
kebidanan dan antenatal dari Dinas Kesehatan.

Pengetahuan dan Ketrampilan. Berdasarkan hasil


pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan bidan dalam
melaksanakan pelayanan antenatal dengan item “Ya” atau ada
melakukan sebanyak (37%), dan item “Tidak” melakukan ada
(62,5%), sehingga kemampuan melaksanakan pelayanan dapat
dikatakan sangat kurang seperti tidak mengukur dan mencatat
tinggi badan, menentukan dan mencatata adanya edema,
melakukan dan mencatat pemeriksaan laboratorium, memberi
penjelasan dalam penyuluhan kelompok, mengukur dan mencatat
tinggi fundus uteri dengan meteran, mengisi kurva tinggi fundus
dan mengartikan, serta menemukan kasus resti ibu hami yang
perlu dirujuk ke Rumah Sakit.

Kemudian berdasarkan kemampuan yang kurang, maka


dapat terlihat dari kepatuhan petugas bidan terhadap prosedur
tetap (Protap) dalam pelaksanaan pelayanan antenatal di
Puskesmas, dimana hal-hal yang dilakukan dan tidak dilakukan
oleh petugas bidan saat ini. Secara keseluruhan nilai kepatuhan
berkisar antara (54,90%-19,61%) dengan jumlah item “Ya” atau
ada melakukan sebanyak (27,78%) dan jumlah item “Tidak”
melakukan yaitu (72,22%). Secara berurutan item “Ya” melakukan
di Puskesmas Mulia ada 28 item atau (54,90%), Puskesmas Sinak
ada 14 item atau (27,45%), di Puskesmas Ilu ada 11 item atau
(21,57%), di puskesmas Ilaga ada 10 item atau (19,61%), di
Puskesmas Beoga ada 11 item atau (21,57%), dan di Puskesmas
Fawi ada 10 item atau (19,61%).

Pengembangan pengetahuan dan ketrampilan melalui


kegiatan pelatihan yang dilaksanakan ditingkat Propinsi, menurut
hasil observasi menunjukkan bahwa tidak pernah ada petugas
bidan dari puskesmas mengikuti pelatihan tersebut. Selanjutnya,
saat ini tidak ada peluang/kesempatan untuk petugas bidan
melanjutkan pendidikan profesi ke jenjang yang lebih tinggi,
karena tidak tersedia dana dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Puncak Jaya.

”Memang betul pelatihan KIA dan antenatal baru


berakhir minggu kemarin.., saya sendiri kaget, karena
selama ini tidak pernah ada kegiatan pelatihan jenis
apapun di Kabupaten ini.., tapi kami harap supaya tiap

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 9


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

tahun ada kegiatan pelatihan ini dari Dinas Kesehatan


Kabupaten...”. (informan 4)

Pembahasan

Insentif merupakan salah satu cara memotivasi tenaga


bidan di puskesmas agar petugas bidan dapat memberikan
prestasi terbaiknya, maka pemberian insentif yang saat ini ada
bagi petugas bidan di Puncak Jaya merupakan salah satu bentuk
kebijakan dalam meningkatkan kenerja petugas bidan agar lebih
termotivasi untuk memberikan prestasi kerja yang lebih baik dalam
meningkatkan pelayanan antenatal di puskesmas Kabupaten
Puncak Jaya. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa insentif
dalam bentuk uang (finansial) dan non uang (nonfinansial)
termasuk salah satu faktor motivasi ekstrinsik yang dapat
meningkatkan kinerja provider bidan dalam pelayanan antenatal.7
Kepuasan terhadap imbalan/uang insentif terkait dengan
persepsinya terhadap rasio antara apa yang diperolehnya dari
pekerjaan berupa gaji/uang insentif dan upaya yang
dicurahkannya dengan rasio yang sama diperoleh oleh orang
lain.8

Tidak adanya pengawasan dan pengaturan dari tingkat


manajer Puskesmas, kelompok organisasi profesi, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya menjadikan kondisi kinerja
petugas untuk tidak masuk bertugas atau meninggalkan tugas
dalam waktu yang lama terlihat ada, bahkan semakin meningkat.
manajemen kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan
memahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah
direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang
diperlukan.9 Pemberian uang insentif yang tadinya dengan tujuan
untuk meningkatkan kinerja petugas bidan dalam pelayanan
antenatal di Puskesmas Kabupaten Puncak Jaya, terlihat kurang
termotivasi dengan adanya pemberian uang insentif pada saat ini.

Insentif non finansial merupakan salah satu bentuk


perangsang (mesin penggerak) kerja petugas bidan dalam
meningkatkan kinerja individu dan kelompok atau organisasi
dalam pelayanan kesehatan secara umum dan khususnya
antenatal di Puskesmas Kabupaten Puncak Jaya. Menurut hasil
penelitian insentif non finansial yang saat ini ada yaitu
pengangkatan petugas bidan yang tadinya PTT menjadi PNS,
pengangkatan tersebut juga dilihat sebagai kebutuhan daerah dan
imbalan atas pengabdian mereka selama ini. Harga atau nilai
dapat ditentukan dari 2 pendekatan10 yaitu a) pendekatan relatif

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 10


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

bersifat internal dalam organisasi yang ditentukan berdasarkan


peringkat pekerjaan yang diperoleh melalui proses evaluasi
pekerjaan, b) pendekatan absolut berdasarkan upah diluar
organisasi.

Fasilitas pelayanan antenatal masih jauh dari yang


diharapkan di puskesmas Kabupaten Puncak Jaya, dimana
keseluruhan Polindes dan Pustu saat ini tidak ditempati oleh bidan
sebagai tempat tugas untuk memberikan pelayanan antenatal,
sehingga harapan dalam peningkatan kuantitas atau jangkauan
pelayanan antenatal dari puskesmas menjadi masalah yang tidak
terpecahkan. Secara keseluruhan ketersediaan fasilitas pelayanan
antenatal yang ada di Puskemas Kabupaten Puncak Jaya, terlihat
kurang memadai serta jangkauan pelayanan secara geografis ikut
mendukung rendahnya kualitas dan jangkauan pelayanan.

Harapan petugas bidan dalam pelayanan antenatal di


Puskesmas Kabupaten Puncak Jaya terlihat memiliki hubungan
dengan perasaan puas dan ketidak puasan, serta prestasi dalam
pekerjaan. Perasaan puas nampak melalui perbaikan status
kepegawaian petugas bidan di 6 puskesmas dari status PTT
menjadi PNS, namun kenyataan rasa puas dengan perubahan
status kepegawaian tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
motivasi kerja yang lebih baik. Indikator kinerja individu terdiri dari
kinerja pribadi dan kinerja profesi. Kinerja pribadi merupakan
reaksi pikiran, perasaan, kemauan dan tindakan terhadap
keadaan yang dihadapinya dalam situasi kerja pada waktu
tertentu. Indikator kinerja pribadi ini banyak dipengaruhi oleh
situasi didalam dan di luar diri pribadi individu, sehingga
kemungkinan akan terjadi perubahan dari waktu ke waktu.
Pengukuran kinerja pribadi terdiri atas atribut mandiri, dinamis dan
tanggung jawab dalam tugas yang dihadapi sehari-hari.11

Secara umum kegiatan supervisi dari Dinas Kesehatan


kabupaten tidak pernah ada sampai saat ini karena tidak
tersedianya dana dan tenaga bidan penyelia untuk kegiatan
tersebut. Kegiatan supervisi bertujuan memberikan bantuan
kepada bawahan atau petugas bidan dalam pelayanan antenatal
secara langsung sehingga kesalahan yang ditemukan dapat
segera diperbaiki atau dapat melaksanakan tugas dengan baik,
serta frekwensi supervisi diharapkan lebih dari 2 kali, dengan
manfaat yang dapat diambil adalah lebih meningkatkan efektifitas
kerja, dan lebih meningkatkan efisiensi kerja.12 Untuk
meningkatkan kinerja atau keterampilan kerja seorang pegawai
sangat di butuhkan pelatihan dan pengembangan. Pelatihan
diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 11


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

intelektual dan kepribadian. Dinas Kesehatan Kabupaten selaku


pembina dan pengawas program kesehatan di daerah harus
melaksanakan pola pembinaan yang disesuaikan dengan
kemampuan daerah, salah satu diantara kegiatan Dinas
Kesehatan Kabupaten dalam pembinaan meliputi pelatihan dan
pengembangan.

Kesimpulan

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: adanya
tingkat kemangkiran yang merata ada di 6 puskesmas sehingga
ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja bidan
puskesmas dalam pelayanan antenatal, demikian juga peran dan
penampilan manajer puskesmas cukup berhubungan dengan
kinerja bidan di puskesmas. Insentif finansial telah ada namun
tidak ada pengaturan dan upaya penguatan sesuai kondisi,
sehingga ada kesesuaian antara insentif finansial dan motivasi
kerja bidan di puskesmas. Pemberian insentif nonfinansial telah
ada namun tidak menunjukkan adanya perbaikan motivasi kerja,
sehingga status kepegawaian PTT dan PNS tidak berbeda dalam
penampilan motivasi kerja di puskesmas dalam pelayanan
antenatal.

Ketersediaan fasilitas berupa sarana sesuai standar,


tenaga, dan dana dalam pelayanan antenatal di puskesmas saat
ini belum memadai, serta berdampak pada kualitas dan jangkauan
pelayanan yang rendah, sehingga ada hubungan antara
ketersediaan fasilitas dengan kinerja bidan di puskesmas dalam
pelayanan antenatal. Harapan sebagai ungkapan rasa
ketidakpuasan dalam pekerjaan berhubungan dengan masalah
finansial berupa uang insentif yang kurang, dana operasinal untuk
pelayanan KIA/antenatal tidak ada, pemenuhan sarana antenatal
yang kurang, tidak ada supervisi penyeliaan, kurang/tidak adanya
pelatihan dan kebijakan untuk meningkatkan pendidikan.
Sehingga ada hubungan antara harapan yang tidak terpenuhi
dengan kinerja bidan dalam pelayanan antenatal. Kegiatan
supervisi dari dinas kesehatan kabupaten, tidak pernah ada
sehingga ada hubungan antara keaktifan supervisi penyeliaan
dengan kinerja bidan di puskesmas. Pengetahuan dan
ketrampilan petugas bidan dalam melaksanaan pelayanan
antenatal di pukesmas masih kurang, karena tidak ada kegiatan
pelatihan, dan kebijakan untuk melanjutkan pendidikan. Sehingga

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 12


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

ada hubungan antara pengetahuan dan ketrampilan dengan


kinerja bidan di puskesmas.

Saran
Kinerja bidan dalam pelayanan antenatal di puskesmas
perlu di tingkatkan melalui adanya komitmen bersama diantara
pembuat kebijakan di tingkat kabupaten untuk memperbaiki sistem
organisasi yang saat ini sedang berjalan, agar lebih berpihak pada
perbaikan pelayanan kesehatan dasar di tingkat puskesmas. Perlu
menetapkan standar manajerial teknis di puskesmas sesuai
kompetensi untuk dapat menjalankan manajemen pelayanan.
Perlu adanya kemauan bersama manajer ditingkat dinas
kesehatan dan puskesmas untuk melakukan perbaikan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap jalannya
pelayanan dan kinerja petugas melalui kegiatan supervisi dan
umpan balik secara rutin. Perhatian pembiayaan pelayanan lebih
diutamakan pada “hasil” untuk lebih meningkatkan motivasi kerja.

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan R.I, (2005a) Laporan Perkembangan


Pencapaian Tujuan Pembengunan Milenium Indonesia ;
http:// depkes.go.id/ hal.58-62 di down load 15 Maret 2006
2. Departemen Kesehatan R.I, (2005b) Rencana Strategis
Departemen Kesehatan Tahun 2005 – 2009, Jakarta
3. World Health Organization, (2001) Integrated Management of
Pregnancy and Childbirth (IMPAC) : Essential Care Practice
Guide for Pregnancy and Childbirth. Geneva. WH
4. Dinas Kesehatan Propinsi Papua, (2002) Profil Kesehatan
Keluarga dan Reproduksi, Sub Dinas Kesehatan Keluarga
dan Masyarakat Propinsi Papua
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Puncak Jaya, (2005)
Profil Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya, Dinas Kesehatan
Kabupaten Puncak Jaya
6. Moleong,L.J., 2001. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Bandung; Penerbit Remaja Rosdakarya.
7. Fort, A.L., & Voltero,L. (2004) Factors Affecting the
Performance Health Care Provider in Armenia. Journal of
Bio Med Central. 2 (8) June, pp. 1-11
8. Armstrong, M., & Murlis, H. (2003) The Art of HRD Reward
Management a Handbook of Remuneration Strategy and

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 13


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
Thomas Salamuk, Hari Kusnanto; WPS No.8 April 2007 1st draft

Practice Fourth Edition. Diterjemahkan Ramelan, Manajemen


Imbalan Strategi dan Praktik Remunerasi, Buku Pertama.
Cetakan ke II. PT. Gramedia. Jakarta
9. Dharma, A. (1999) Manajemen Prestasi Kerja. Cetakan ke-2.
Jakarta. Rajawali Press
10. Prawitasari, (1999) Laporan Akhir Penelitian Awal
Pengembangan Indikator Inti Untuk Kinerja Individu dan
Kinerja Organisasi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
11. Siagian, S.P. (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia.
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
12. Azwar A. (1996) Pengantar administrasi kesehatan, edisi
tiga, Bina Rupa Aksara Jakarta

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM 14


http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

You might also like