You are on page 1of 7

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

Pendahuluan.
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama pada
anak di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization) hampir 1 dari 5 balita di negara berkembang meninggal karena
pneumonia. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan
tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor
risiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara.
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu:
1) Pneumonia masyarakat (community-acquired pnumonia), bila infeksinya terjadi di
masyarakat, dan 2) pneumonia RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired
pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat
terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta, dan prognosisnya.
Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai
penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum etiologinya berbeda dengan
infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat beratnya
penyakit dan komplikasi yang timbul lebih kompleks dan memerlukan penanganan
khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.

Definisi.
Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru
meliputi alveolus dan jaringan interstisiil. Terjadinya pnemonia pada anak seringkali

1
bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut
bronchopneumonia).

Etiologi.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau
bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,dll). Secara
klinis sulit membedakan pneumonia bakterial dan pneumonia viral. Demikian juga
dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menentukan
etiologi.
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae tipe B dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar
dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan
adalah Respiratory Syncytial virus (RSV), Rhinovirus, dan virus parainfluenza.
Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae
tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas
mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah
2 tahun.

Klasifikasi.
Klasifikasi pneumonia menurut WHO:
1. Bayi berusia dibawah 2 bulan:
 Pneumonia
o nafas cepat (+) atau sesak (+)
o harus dirawat
 Bukan pneumonia

2
o nafas cepat dan sesak (-)
o obat simptomatis saja
2. Usia 2 bulan – 5 tahun:
 Pneumonia sangat berat
o sesak napas dan napas cepat (+)
o harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Pneumonia berat
o sesak napas (+)
o napas cepat (-)
o harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Pneumonia
o sesak napas(-)
o napas cepat (+)
o tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Klasifikasi pneumonia menurut MTBS:
 Pneumonia berat
 Pneumonia
 Bukan pneumonia

Patofisiologi.
Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang efektif yang diperlukan
karena sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang seringkali
terpolusi serta mengandung iritan, patogen, dan alergen. Sistem pertahanan organ
respiratorik terdiri dari tiga unsur, yaitu refleks batuk yang bergantung pada integritas
saluran respiratori, otot-otot pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf
pusat.
Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Agen-agen
mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1)
aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring, (2) infeksi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari

3
bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara
tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen
lebih jarang terjadi.
Setelah mencapai alveoli, maka mikroorganisme patogen akan menimbulkan
respon khas yang terdiri dari empat tahap berurutan:
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam
alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Stadium Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveoli.
3. Stadium Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Stadium Resolusi (7 sampai 11 hari): eksudat mengalami lisis dan
direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.

Gambaran Klinis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya penyakit, pada bayi gejalanya tidak jelas seringkali tanpa demam dan
batuk, namun secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk (nonproduktif / produktif), sesak napas,
retraksi dada, napas cepat/takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih/grunting, dan sianosis.
WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi napas per menit
berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk memudahkan diagnosa
Pneumonia, terutama di institusi pelayanan kesehatan dasar. Napas cepat/ takipnea,
bila frekuensi napas:
- umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
- umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
- umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit

4
- umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
Pada pemeriksaan fisik paru dapat ditemukan tanda klinis sebagai berikut,
auskultasi terdengar suara nafas menurun dan fine crackles (ronki basah halus) pada
daerah yang terkena, dull (redup) pada perkusi.

Pemeriksaan penunjang.
Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya
efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi seringkali tidak
sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa
tetapi gambaran foto toraks menunjukkan pneumonia berat. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedakan menjadi 3 macam:
 Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram
(pneumatokel), biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri
lain.
 Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau Mycoplasma; gambaran
berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan
overaeriation; bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis.
 Gambaran pneumonia karena S. aureus dan bakteri lain biasanya
menunjukkan gambaran bilateral yang difus, corakan peribronchial yang
bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.

Tatalaksana.
- Medikamentosa:
 Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga
pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman
tersering yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3
bulan diberikan golongan penisillin dan aminoglikosida. Untuk umur >3
bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan
pertama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan
adalah golongan sefalosporin.

5
 Bila anak disertai demam (≥ 39º C) yang tampaknya menyebabkan distress,
berikan parasetamol.
 Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronchodilator kerja cepat, dengan
salah satu cara berikut:
- Salbutamol nebulisasi.
- Salbutamol dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer.
- Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin)secara
subkutan.
- Suportif:
 Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya, pemberian dilakukan sampai
tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada ke dalam yang berat atau napas
cepat) tidak ditemukan lagi.
 Nutrisi parenteral diberikan selama pasien masih sesak. Kebutuhan cairan
rumatan diberikan sesuai umur anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan
cairan/overhidrasi.

Komplikasi.
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis prulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri, curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten meskipun sedang diberi
antibiotik, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung yaitu
adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada.
Ilten F dkk, melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi
pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan
keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik
noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

Langkah Promotif/Preventif.
Pencegahan untuk Pneumococcus dan H.influenzae dapat dilakukan dengan
vaksin yang sudah tersedia. Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan

6
untuk H.influenzae 95%. Infeksi H. influenzae bisa dicegah dengan rifampisin bagi
kontak di rumah tangga atau di tempat penitipan anak.

You might also like