You are on page 1of 6

NAMA : SUKRIN GIASI

NIM : 614 408 091

JUR/KELAS : AGRIBISNIS / B
SEJARAH AGROPOLITAN DI PROVINSI GORONTALO
Program agropolitan berbasis jagung merupakan salah satu program unggulan di Provinsi
Gorontalo yang bertujuan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
khususnya petani sekaligus menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah. Penerapan
program agropolitan tersebut  didasarkan atas pertimbangan bahwa persentase penduduk yang
bekerja di bidang pertanian adalah sebesar 45,45%. Program agropolitan telah mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan luas lahan
pertanian jagung dan disertai dengan peningkatan produksi. Sebelum dicanangkan program
agropolitan, produksi jagung pada tahun 2000 adalah 118.000 ton. Setelah adanya program
agropolitan produksi jagung pada Tahun 2002 sebesar 134.000 ton dengan luas lahan 43.830 ha.
Pada Tahun 2004 produksi jagung sebesar 250.000 ton pada luas lahan 47.300 ha. Pada Tahun
2008 peningkatan produksi jagung mencapai 753.598 ton pada luas lahan 156.436 ha. 
Peningkatan luas lahan pertanian jagung dan produksi jagung merupakan suatu kekuatan dan
peluang untuk mengembangkan agribisnis jagung di Provinsi Gorontalo yang memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan. Akan tetapi hal tersebut juga akan merupakan
suatu kelemahan dan ancaman bagi kelestarian sumber daya lahan di Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu kajian sebagai upaya evaluasi pelaksanaan
program agropolitan berbasis jagung. Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang
kondisi nyata program agropolitan di Provinsi Gorontalo, kelemahan-kelemahan, ancaman,
peluang serta tantangan terhadap penerapan program agropolitan. Berdasarkan kajian tersebut
maka akan diperoleh suatu strategi dalam pengelolaan program agropolitan yang berwawasan
lingkungan.
Hasil dan Pembahasan
Program agropolitan dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak Tahun 2002.
Kebijakan Agropolitan  merupakan wujud keinginan untuk menciptakan ketangguhan sektor
pertanian di Provinsi Gorontalo dalam rangka memacu perekonomian masyarakat. Selain itu,
kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung komitmen nasional dalam mengurangi
ketergantungan karbohidrat yang bersumber dari beras menuju ke penganekaragaman
karbohidrat yang bersumber pada pangan lokal dengan mengembangkan jagung secara masal,
untuk membangun “Maize Economy”, yaitu suatu sistem perekonomian kawasan yang berbasis
jagung. Target yang ingin dicapai melalui kebijakan Agropolitan adalah menjadikan Gorontalo
sebagai  daerah penghasil utama jagung di Sulawesi dan Indonesia Timur, dengan sasaran
produksi satu juta ton jagung pertahun. Kebijakan ini didukung dengan  program Gorontalo
Sejuta Ton Jagung.
Hingga saat ini pelaksanaan kebijakan Agropolitan sudah memasuki tahun kedelapan. Dari data
yang diperoleh terjadi peningkatan produksi jagung yang berimplikasi pada kegiatan 
perdagangan jagung antar pulau dan ekspor.  Keadaan luas panen dan produksi jagung
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.  Luas Panen dan Produksi Jagung Provinsi  Gorontalo
Luas Panen
Produksi
Tahun
Jagung (ton)
(ha)
2002 45.718 130.251
2003 58.716 183.998
2004 72.529 251.214
2005 107.752 400.045
2006 109.792 416.222
2007 119.027 572.784
2008 156.436 753.598

Sumber: DDA Provinsi Gorontalo, Tahun 2006 dan Tahun 2009


Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas lahan pertanian jagung dari
tahun ke tahun dan disertai peningkatan produksi jagung. Peningkatan luas lahan jagung dan
produksi jagung berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan petani. Hal ini
ditunjukkan dengan laju pertumbuhan PDRB di sektor pertanian yang meningkat dari Tahun
2006 sebesar 7,94%, Tahun 2007 sebesar 7,32% dan mencapai 8,06% pada Tahun 2008 (DDA
Gorontalo, 2009).
Hasil Analisi SWOT
Kekuatan :
 Tersedianya lahan pertanian yang luas
Provinsi Gorontalo  memiliki luas 1.221.544 ha. Luas lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian
lahan jagung  adalah 12,8% dari total luas Provinsi Gorontalo. Program perluasan lahan jagung
diarahkan pada pemanfaatan lahan kritis di luar kawasan hutan dengan luas 372.786 ha (SLHD
Provinsi Gorontalo, 2006). Dengan demikian ketersediaan lahan sangat potensial untuk
pengembangan program agropolitan di Provinsi Gorontalo.
 Sebagian besar penduduk Gorontalo bekerja di sektor  pertanian.
Persentase penduduk Gorontalo yang bekerja di sektor pertanian  adalah 45,45%. Hal ini
mendukung keberlanjutan program agropolitan, sebab adanya ketergantungan sebagian besar
penduduk terhadap sektor pertanian.
Kelemahan:
 Rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan program agropolitan
Persentase penduduk berdasarkan status pendidikan di Provinsi Gorontalo berturut-turut adalah
SD 60,96%, SMP 17,47%, SMA 17,11% dan Perguruan Tinggi 4,46% (DDA Gorontalo, 2009).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masih relatif rendah yang mengindikasikan
rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang rendah ini terkonsentrasi pada
kabupaten-kabupaten yang menjadi sasaran pengembangan program agropolitan yaitu Kabupaten
Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten
Gorontalo Utara.
 Pembukaan lahan pertanian jagung secara besar-besaran.

Program agropolitan menjanjikan peningkatan pendapatan bagi petani. Hal ini menyebabkan
terjadinya usaha perluasan lahan untuk pertanian jagung. Data menunjukkan terjadinya pola
perubahan penggunaan lahan. SLHD Tahun 2006 melaporkan bahwa  terjadi kehilangan luas
hutan sebesar 45,17% di Provinsi Gorontalo. Lihawa (2009) dalam penelitiannya di DAS Alo-
Pohu Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa terjadi pola perubahan penggunaan lahan yaitu
persentase luas hutan pada Tahun 2003 sebesar 21,43% menurun menjadi 10,63% pada Tahun
2005. Disamping itu juga terjadi penurunan persentase luas lahan semak belukar dari 56,72%
pada Tahun 2003 menjadi 16,69% pada Tahun 2005. Penurunan luas hutan dan luas lahan semak
belukar disertai dengan peningkatan luas lahan pertanian kering yaitu 2,84% pada Tahun 2003
menjadi 62,13% pada Tahun 2005. Data tersebut menunjukkan terjadi perubahan pola
penggunaan lahan yang siginifikan sejak dicanangkannya program Agropolitan di Provinsi
Gorontalo. Disamping hal tersebut, perluasan lahan pertanian jagung tidak memperhatikan faktor
fisik seperti kemiringan lereng.  Masyarakat petani menanam jagung pada lereng-lereng curam
yang sangat berisiko terjadinya erosi dan tanah longsor.

 Peluang pasar yang terbuka.


Ekspor jagung Provinsi Gorontalo hingga bulan Mei 2009 mencapai peningkatan sebesar 2,89%
dibandingkan keadaan Bulan April Tahun 2009 yaitu dari US$ 1.535.352 menjadi US$
1.579.875. Negara tujuan ekspor adalah Malaysia, Philipina, dan India, Singapura, Taiwan, dan
Republik Korea. Secara kumulatif nilai ekspor Gorontalo Tahun 2009 (Januari-Mei) sebesar US$
7.704.711 atau mengalami peningkatan 61,97% dibanding periode yang sama Tahun 2008
(Berita Resmi Statistik Provinsi Gorontalo, 2009). Pemasaran jagung di Provinsi Gorontalo
Tahun 2010 telah mencapai 10.016 ton. Jumlah pemasaran jagung tersebut berhasil mencapai
nilai transaksi sebesar Rp. 22,622 Miliar. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo jumlah pemasaran jagung tersebut meliputi
pemasaran antar pulai dan ekspor ke luar negeri. Untuk pemasaran jagung antar pulau tercatat
sebanyak 8.216 ton.
 Pengembangan pertanian di Provinsi Gorontalo sebagai sinergitas budaya
masyarakat dengan kekuatan modal sumberdaya alam dan biodiversitas setempat.
Kekuatan modal sosial dan kearifan lokal dimanfaatkan dengan intensif untuk membangun
kelembagaan usaha pertanian tradisional. Pranadji (2008) mengemukakan bahwa keorganisasian
masyarakat petani di pedesaan terbangun oleh 4 (empat) pilar sekaligus, yaitu: 1) pilar hubungan
saling percaya secara horizontal antar anggota masyarakat; 2) hubungan saling menghormati
antara masyarakat dengan birokrasi pemerintah; 3) hubungan saling menghormati antara
masyarakat petani dengan pengusaha pertanian di sektor hulu dan hilir; dan 4) antara masyarakat
dan birokrasi di satu sisi dengan publik melalui media masa di sisi lain.  Empat pilar ini
dibangkitkan oleh tiga nilai budaya dasar yaitu saling percaya, harga diri sebagai masyarakat,
serta semangat inovasi untuk mandiri secara sosial-ekonomi. Nilai-nilai budaya produktif yang
mempunyai kekuatan nyata untuk menggerakkan pembangunan pertanian setempat, haruslah
dipandang sebagai kekayaan masyarakat setempat yang bersumber dari kearifan local.

Ancaman:
 Lemahnya dukungan pembiayaan untuk industrialisasi pedesaan.
Lembaga perbankan belum secara intensif dapat memberikan pelayanan penyediaan modal usaha
tani bagi petani di pedesaan.
 Belum kuatnya organisasi petani
Peran organisasi petani sangat besar terhadap pengelolaan pertanian. Di Provinsi Gorontalo,
peran dari kelompok-kelompok tani belum optimal dalam upaya pengembangan program
agropolitan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tinggi campur tangan pihak swasta dalam
pemasaran dan pengolahan produksi jagung.
 Persaingan pasar jagung
Produksi jagung tidak hanya berasal dari Gorontalo, akan tetapi juga berasal dari daerah di
sekitarnya yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Adanya produksi jagung dari daerah sekitar akan merupakan ancaman terhadap anjloknya harga
jagung. Pada saat ini, harga jagung Gorontalo masih tertinggi yaitu Rp. 2.500,- s/d Rp. 3.000/kg
(PT.GFM, 2010).
Strategi Pengelolaan Program Agropolitan
Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman seperti diuraikan di atas, maka
dirancang suatu strategi pemecahan masalah, pengembangan dan/atau perbaikan mutu program
agropolitan. Strategi pemecahan masalah dan pengembangan program agropolitan diarahkan
untuk pembangunan pertanian pedesaan yang dapat memenuhi permintaan pasar dan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersumber dari hasil usaha pertanian tersebut serta
berwawasan lingkungan. Pengembangan strategi pembangunan pertanian dilakukan melalui
pemanfaatan kekuatan dan peluang yang untuk mengambil keuntungan dari kekuatan dan
peluang tersebut, mengurangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang, mengarahkan kekuatan
untuk mencegah ancaman serta mengelola kelemahan untuk mengendalikan ancaman.
Berdasarkan hal tersebut maka  strategi pengembangan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah adalah:
1. Optimalisasi pelaksanaan 9 (Sembilan) pilar agropolitan menuju pertanian modern.
2. Pemanfaatan sinergitas budaya dan keraifan lokal melalui pemberdayaan masyarakat dan
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
3. Monitoring dan evaluasi program agropolitan yang diarahkan tidak hanya pada
peningkatan hasil produksi, akan tetapi juga pada pengembangan perluasan lahan jagung
yang berwawasan lingkungan. Monitoring dilakukan terhadap pemanfaatan lahan untuk
pertanian jagung, metode/teknis pengolahan lahan yang mengacu pada teknik konservasi
tanah, penggunaan pupuk organik, serta pemanfaatan limbah jagung.   Hal ini sangat
penting untuk mencegah dampak negatif dari adanya program agropolitan terhadap
lingkungan hidup.
4. Perlu adanya dukungan lembaga finansial yang dapat membantu pengembangan industri
jagung di pedesaan.
5. Penguatan kelembagaan petani agar kegiatan pengembangan produktivitas pertanian
dapat diorganisir dengan baik.
6. Reformasi Birokrasi dan civil society.
Kesimpulan

Program agropolitan berbasis jagung di Provinsi Gorontalo telah mengalami perkembangan yang

cukup pesat. Hal ini ditandai dengan peningkatan luas lahan yang disertai dengan peningkatan

produksi jagung. Keberhasilan program agropolitan berbasis jagung di Provinsi Gorontalo

disebabkan karena pengembangan program ini didasarkan pada budaya dan kearifan lokal yang

mengandalkan ketersediaan sumberdaya alam (ketersediaan lahan, keseburan tanah, dukungan

iklim, topografi) yang merupakan kekuatan utama dari keberhasilan program tersebut. Dukungan

pemerintah yang sangat besar adalah peluang terhadap pengembangan program ini untuk

mencapai tujuan peningkatan perekonomian petani dan pemenuhan kebutuhan pasar. Akan tetapi

rendahnya kualitas sumberdaya manusia serta kurangnya kontrol terhadap perluasan lahan

pertanian menjadi kelemahan dari implementasi program agropolitan yang nantinya akan

berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hidup. Ancaman yang cukup berarti terhadap

berlangsungnya program agropolitan adalah lemahnya dukungan lembaga finansial terhadap

industri jagung pedesaan,  persaingan pasar jagung, serta ancaman terhadap degradasi

lingkungan hidup. Berdasarkan hal tersebut strategi pengembangan program agropolitan berbasis

jagung harus diarahkan pada optimalisasi 9 (Sembilan) pilar agropolitan menuju pertanian

modern, pemanfaatan sinergitas budaya dan kearifan local melalui pemberdayaan masyarakat

serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan program yang diarahkan pada pengembangan

program agropolitan yang berwawasan lingkungan.

You might also like