You are on page 1of 9

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PERTEMUAN 7

UNIVERSITAS MERCU BUANA

MODUL 7
SOSIOLOGI KOMUNIKASI
(3 SKS)
Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

POKOK BAHASAN:
Pendekatan Analisis Sosiologi Komunikasi Massa

DESKRIPSI:
Materi berupa uraian tentang pendekatan analisis terhadap
sosiologi komunikasi massa meliputi analisis isi, analisis institusional,
analisis fungsional dan analisis organisasional.

TUJUAN INSTRUKSIONAL:
Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa mengerti dan
mampu menerapkan sejumlah pendekatan dalam menganalisa
sosiologi komunikasi massa .

Referensi:
1. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada
Media, Jakarta, 2007.
2. Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas
Terbuka, Jakarta, 2003.
3.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
PENDEKATAN ANALISIS SOSIOLOGI KOMUNIKASI MASSA

Bagaimana ilmu sosiologi mendekati masalah-masalah komunikasi massa dalam


hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat? Selama ini banyak cara yang dapat
ditempuh dan telah digunakan untuk itu. Pada dasarnya setiap pendekatan yang telah
terbukti bisa dipakai untuk mengenalisis problematic social, dapat pula digunakan
sebagai alat mengkaji gejala komunikasi massa. Sebagai contoh, pendekatan
kuantitatif, dalam analisis isi terhadap media massa.
Namun untuk memudahkan kita dalam membicarakan hal-hal ini, maka dalam
bagian ini yang akan dibahas adalah empat pendekatan yang selama ini telah sering
dipergunakan, yaitu : pendekatan analisis isi, analisis fungsional, analisis kelembagaan
dan analisis organisasional.
Di bagian awal modul ini telah dikemukakan bahwa dalam mengkaji aspek-aspek
sosiologis dari komunikasi massa, digunakan beberapa pendekatan. Maksudnya adalah
cara analisis yang dipakai dalam membahas topik-topik sosiologis di sini.
Secara umum dengan mempelajari modul ini, diharapkan dapat memahami
tentang pendekatan sossiologis dari komuniaksi massa dan pendekatan analisis dari
institusional.
Secara khusus, setelah mempelajari modul ini, diharapkan dapat menjelaskan
mengenai:
a. apa yang dimaksud dengan analisis isi
b. pendekatan analisis fungsional
c. analisis institusional
d. analisis organisasional

A. Analisis isi
Analisis isi merupakan tehnik penelitian unutk memperoleh gambaran pesan
komunikasi massa yang dapat dilakukan secara objektif, sistematik, dan relevan
secara sosiologis. Uraian dan analisisnya boleh saja menggunakan tata cara
pengukuran kuantitatif atau kualitatif, atau bahkan keduanya sekaligus.
Secara objektif maksudnya kategori yang dipakai untuk menganalisi isi harus
dirumuskan dengan persis agar siapa saja yang menggunakan akan mendapatkan hasil

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
yang sama. Jadi bila kita hendak menganalisis isi pesan dalam berita-berita politik yang
ada di sebuah suratkabar misalnya, maka yang mula-mula harus ditetapkan adalah
kriteria dari apa yang dimaksud sebagai berita politik. Kriteria itu harus begitu rupa
sehingga siapa pun (jadi bukan cuma kita yang hendak melakukan analisis saja) dapat
memakainya.
Secara sistematik berarti isi media massa yang akan dianalisis dipilih dengan
cara yang telah ditetap sebelumnya, dan tidak bias (terpengaruh oleh atau berpihak
pada sisi tertentu). Jadi yang melakukan analisis tidak hanya memilih hal-hal cocok
dengan hipotesis yang dianutnya.
Kemudian yang dimaksud relevan secara sosiologis, bahwa masalah yang
hendak dianalisis memang mempunyai relevansi dengan kehidupan kemasyarakatan.
Artinya topik yang dijadikan pokok kajian itu berkenaan dengan tatanan, sistem nilai,
norma, perilaku, institusi dan aspek-aspek sosiologis lainnya. Misalnya saja analisis isi
yang menyangkut nilai-nilai kesetiakawanan dalam serial kartun anak-anak. Hal ini
mempunyai relevansi sosiologis karena kesetiakawanan merupakan dasar bagi
terbentuknya rasa solideritas sosial.
Sedangkan cara kuantitatif artinya hasil analisis dinyatakan dalam bentuk
numerik seperti dalam distribusi frekuensi, koefisien korelasi, persentase, dan
sebagainya. Kemudian secara manifest, artinya isi dianalisis menurut apa yang
dikatakannya (tersurat), dan bukan menurut arti ”yang terkandung di antara baris demi
baris” (tersirat).
Analisis isi telah dipergunakan sejak tahun 1920-an dan tetap populer hingga
kini. Pada tahun 1946 Berelson dan Salter melakukan analisis isi terhadap tulisan-
tulisan fiksi dalam majalah-majalah hiburan yang bersirkulasi di Amerika untuk
mengetahui bagaimana perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas yang ada
di masyarakat dalam cerita-cerita yang ditulis dan disuguhkan kepada khalayak
pembaca. Dari kajian ini diperoleh data mengenai jenis orang dalam arti ras, agama
dan latar belakang kebangsaan yang tampil di cerita-cerita pendek dalam majalah, dan
seperti apa mereka diperlakukan. Analisis tersebut menunjukkan bahwa kaum minoritas
jarang sekali ditampilkan dalam cerita-cerita tadi. Juga dalam memilih tokoh utama
cerita, baik pria ataupun wanita jarang sekali golongan minoritas yang diambil.
Kalaupun kaum minoritas dimasukkan dalam cerita, umumnya mereka itu digambarkan
sebagai golongan ekonomi sosial yang rendah, dibanding orang-orang Amerika ”murni”.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Temuan ini menggambarkan bagaimana sesungguhnya sikap masyarakat
Amerika terhadap kebhinekaan masyarakat mereka. Pada saat itu ternyata sikap
berpihak pada mayoritas tercermin melalui isi media massa yang dianalisis.
Bagaimanapun juga, masalah sosiologis seperti ini dapat diketahui melalui pendekatan
analisis isi terhadap media yang ada dalam masyarakat.
Analisis lain dilakukan oleh Lemon pada tahun 1977 mengenai penggambaran
wanita dan negro dalam acara televisi pada jam siaran utama (prime time).
Penggunaan analisis isi yang cukup penting adalah yang dilakukan Gebner dan timnya
terhadap sajian televisi di Amerika pada musim panas pada tahun 1967-1968. Kajian ini
merupakan bagian penting dari studi tentang dampak perilaku kekerasan, yang
ditayangkan televisi bagi perilaku masyarakat yang sedang menjadi masalah hangat
ketika itu. Untuk keperluan tersebut Gebner merumuskan apa yang disebut indikator
kultural.
Selama tahun 1967-1968 telah dianalisis setiap tahun 1 minggu siaran utama
dan pagi akhir pekan program televisi musim gugur dari 3 jaringan (ABC, CBS, dan
NBC). Program televisi tersebut direkam ke video untuk kemudian diberi kode
pengukuran (coding). Analisis mereka dibatasi untuk isi drama yang mengisahkan suatu
cerita. Sedangkan acara berita, dokumenter, spesial, tidak dianalisis.
Namun analisis isi acara televisi ini telah menimbulkan kontroversi mengenai
tehnik pengukurannya. Perdebatan tersebut secara umum berkisar mengenai:
o definisi kekerasan yang diterapkan dan konsekuensinya untuk mengidentifikasi
isi acara yang bersifat kekerasan.
o Signifikasi indeks kekerasan yang disusun untuk memberi ukuran ringkas
tentang tingkat dan fluktuasi kekersan dalam acara televisi.
o Kebergunaan ukuran kotor (gross measurement) kekerasan di televisi.
o Keabsahan generalisasi yang ditarik dari sampel isi acara.

Hasil studi Gebner tersebut telah menjadi suatu sumber terkaya dan banyak
dipublikasikan dalam kaitan studi dampak televisi terhadap tindak kekerasan. Studi itu
berjudul Profil Kekerasan yang disusun oleh Gebner dan Gross (Gebner, 1972, Gebner
dan Gross, 1976, Gebner et al, 1977).
Selain itu studi-studi Payne Fund tentang film menganalsis isi film yang diproduksi di
Amerika Serikat pada tahun 1920-an dan ternyata tidak banyak bedanya dengan yang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
ada di masa sekarang. Pada tahun 1928, Direktur Eksekutif Dewan Riset dan Film
(Motion, Picture Research Council) William H Short, mengundang sekelompok psikolog,
sosiolog, dan para pendidikan dan universitas untuk mendesain serangkaian penelitian
guna mengkaji pengaruh film terhadap anak-anak. Undangan ini mendapat sambutan
yang penuh antusiasi dari kalangan tersebut. Beruntung ketika itu ada pihak yang
bersedia menyumbang dana untuk melaksanakan penelitian tersebut. Hasilnya adalah
13 penelitian mengenai berbagai aspek pengaruh film terhadap anak-anak yang
dilaksanakan selama 3 tahun (1929-1932). Laporan penelitian setebal 10 jilid ini
kemudian diterbitkan pada tahun 1920-an.
Dilihat dari tujuan studi-studi Payne Fund ini dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori besar yaitu:
1. untuk mengkaji isi film dan menentukan ukuran dan komposisi
khalayaknya, dan
2. mengkaji efek dari tema dan pesan yang dikandung film-film tadi
terhadap khalayak yang dimaksud. Beberapa efek yang dikaji adalah,
terhadap perolehan informasi, perubahan sikap mental, simulasi emosi,
gangguan kesehatan, emosi standar moral, dan pengaruh terhadap
tingkah laku.

Studi isi film lainnya dilakukan oleh Edgar Dale (1935), yang menganalisis 1500
film yang terdiri dari 500 film produksi tahun 1920, 500 film produksi tahun 1925, dan
500 film lagi produksi tahun 1930. Isi film-film tersebut diklarifikasikan menjadi 10
kategori, kejahatan, seks, cinta, misteri, perang, anak-anak, sejarah, wisata, komedi dan
propaganda khusus. Hasil analisis ketika itu menunjukkan bahwa tiga dari sepuluh
kategori isi film yaitu cinta, kejahatan dan seks merupakan ¾ dari isi seluruh film yang
ada. Kenyataan seperti itu menyebabkan berbagai golongan masyarakat menyatakan
keresahan mereka terhadap produk industri film yang beredar, terutama karena
masyarakat khawatir akan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Menurut Charters (1934) pada tahun 1930, tiga tema besar film yang
dipertunjukkan adalah cinta (29,6%), kejahatan (27,4%), dan seks (15,0%). Kedalam
kategori kejahatan yang 27,4% itu, terutama isinya adalah mengenai pemerasan,
extortion, penganiayaan, dendam dan pembalasan.
Dengan riwayatnya pendekatan analisis isi ini telah digunakan untuk bermacam-
macam keperluan. Di antaranya untuk mengkaji tujuan musuh dalam propaganda di

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
masa perang. Segala bentuk siaran pihak musuh, apakah selebaran, brosur, pamflet,
siaran radio, termasuk humor yang beredar dikaji isinya untuk mengetahui persis gerak
gerik musuh. Bahkan analisis isi diterapkan juga untuk mengkaji isi non media massa
seperti benda-benda keramik dan wawancara psiko-analisis.
Analisis isi dapat menghasilkan pemahaman tentang pengirim atau sumber
pesan, tentang kecerdasannya, kepribadiannya, sikap, motif, nilai dan tujuan, tentang
kelompok tempat ia bergabung, atau keinginan untuk bergabung, dan pengaruh
kelompok tersebut pada diri orang yang bersangkutan.
Kegunaan analisis ini dapat bermacam-macam. Pendekatan ini bukan hanya
untuk mempelajari karakteristik isi komunikasi, tetapi juga untuk menarik kesimpulan
tentang sifat komunikator, khalayak dan efeknya. Penelitian tentang karakteristik isi
meliputi studi perkembangan, persaingan yang bersifat internasional, tehnik dan gaya
propaganda.
Menurut Wright, ada tiga alasan mengapa analisis isi digunakan untuk:
1. memberikan gambaran tentang isi yang meliputi studi pengembangan,
perbandingan yang bersifat internasional, tehnik dan gaya propaganda dan
sebagainya.
2. Memberikan gambaran tentang diri produser maksud atau keadaan politis dan
sosiologisnya.
3. Analsis isi dipergunakan sebagai petunjuk tentag sifat-sifat khalayak, nilai-nilai,
rasa suka dan tidak suka.

Namun penting untuk dicatat bahwa analisis isi sendiri tidak memberikan bukti yang
langsung tentang sifat komunikator, khalayak, ataupun efeknya. Jadi kita harus hati-hati
bila tehnik ini digunakan untuk tujuan selain dan mendapatkan gambaran dan analisis
langsung tentang isi komunikasi yang tersurat.

B. Pendekatan Analisis Fungsional


Penerapan analisis fungsional terhadap komunikasi massa dimulai oleh Lasswell
(1948) ketika mengetengahkan masalah struktur dan fungsi komunikasi dalam
masyarakat. Kemudian Wright (1969) memperluasnya dengan mengembangkan tiga
dimensi dari fungsi-fungsi tersebut terhadap individu, kelompok, dan masyarakat secara
keseluruhan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Pendekatan ini memfokuskan perhatiannya pada fungsi dan disfungsi
komunikasi massa bagi kehidupan anggota masyarakat, baik secara individu,
berkelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Bertolak dari fungsi yang diperankan itu, kajian ini bagaimana komunikasi massa
berperan dalam kehidupan sehari-hari

C. Analisis Institusional
Pendekatan ini berfokus pada aspek kelembagaan atau institusi komunikasi
massa. Aspek ini dianggap penting karena secara langsung mencerminkan sistem yang
dianut oleh suatu masyarakat. Pendekatan institusional ini berpandangan bahwa
kelembagaan yang mewadahi aktivitas komunikasi massa ditentukan oleh sistem
komunikasi yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Dalam bidang pers,
dikenal ada empat jenis sistem pers: otoritas, liberal, komunis dan bebas bertanggung
jawab.
Lembaga komunikasi massa dalam sistem liberal berbeda dengan yang berlaku
di negara yang melaksanakan sistem komunis.
Studi mengenai media massa, menurut Gebner, berkisar di seputar
permasalahan analisis dan teori tentang sistem-sistem pesan dan teori analisis proses
institusional, serta penyelidikan tentang hubungan-hubungan antara sistem-sistem
pesan, struktur sosial dan organisasional, pembentukan citra, dan kebijakan publik.
Pokok-pokok permasalahan yang berkenaan dengan hal itu, antara lain ialah:
1. Bagaimana media menyusun dan mensrtukturkan sistem-sistem pesan
mereka pada waktu yang berbeda dan pada masyarakat yang berlainan.
2. bagaimana sistem-sistem produksi pesan dan distribusi massa tadi
diorganisasikan, dikelola dan dikendalikan.
3. perspektif dan pola pilihan-pilihan apa yang oleh sistem-sistem tersebut
tadi yang disediakan bagi publik tertentu.
4. dalam proporsi apa dan dengan jenis serta tingkat perhatian, penekanan
(emphasizing), daya tarik yang bagaimana mereka menimbang pilihan-
pilihan tersebut.
5. bagaimana sistem umum dari citra publik (public image), dan apa
perspektif bersama mengenai eksistensi, prioritas, nilai-nilai dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
hubungan yang oleh masing-masing struktur pilihan tadi cenderung untuk
ditanamkan.

Komunikasi massa merupakan salah satu cara yang menjadikan komunikasi


sosial melembaga. Berkat adanya tata cara, prosedur dan aturan-aturan yang telah
mengikat komunikasi massa, dengan sendirinya komunikasi sosial di tengah masyarakat
pun ikut dibentuk oleh ketentuan-ketentuan tersebut. Sebagai misal, masyarakat
mengharapkan agar berita-berita tentang masyarakat secara rutin seyogyanya disiarkan
melalui media massa, sehingga dapat menjangkau orang banyak secara publik dan
cepat. Sedangkan berita-berita tertentu yang bersifat pribadi, oleh masyarakat
diharapkan untuk tidak disampaikan melalui media massa, melainkan harus melalui
jalur-jalur antar-pribadi, dan dilindungi untuk terbatas hanya di kalangan sendiri. Di
sinilah aturan-aturan dan perlindungan mengenai masalah-masalah yang bersifat
pribadi (privacy) diselesaikan dengan semacam pembagian wilayah antara komunikasi
massa dan saluran-saluran komunikasi terbatas khusus di kalangan antarpribadi
tertentu saja.
Dengan demikian analisis mengenai bentuk-bentuk kelembagaan (institusional)
komunikasi massa adalah menyangkut mengenai deteksi, deskripsi dan analisis tentang
ekspektasi sosial dan preskripsi yang melingkungi produksi, isi (content), distribusi,
ekshibisi, dan penerimaan (reception) serta penggunaan komunikasi massa.
Sosiolog menyelidiki preskripsi kultural mengenai siapa yang bertugas untuk
produksi, distribusi, ekshibisi dan persepsi dalam komunikasi massa, dan bagaimana
sejumlah kegiatan harus dilaksanakan, isi apa yang harus dan jangan dikomunikasikan,
sesuai dengan norma-norma suatu masyarakat.
Selanjutnya, apresiasi dan pemahaman yang lebih lengkap mengenai bentuk-
bentuk komunikasi massa sebagai institusi sosial memerlukan pertimbangan tentang
hubungan antara lembaga-lembaga komunikasi massa dengan institusi sosial yang lain
(pemerintah, struktur ekonomi, keluarga dan sebagainya), dan suatu analisis komparatif
tentang institusi-institusi komunikasi massa di tengah masyarakat yang lain.

D. Analisis Organisasional
Menurut Wright seterusnya, komunikasi massa juga dapat dikonseptualisasikan
dalam pengertian-pengertian organisasional. Dari sudut ini tinjauan sosiologi mengkaji
antara lain, masalah pembagian kerja yang aktual di antara para tenaga kerja yang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI
terlibat dalam pelaksanaan produksi, distribusi, ekshibisi dan penerimaan komunikasi
massa. Pembagian kerja ini menjadi penting karena seperti telah diungkap dalam
modul 1, proses kerja media massa sesungguhnya merupakan suatu rangkaian panjang
sejak tahapan pertama hingga nantinya dikonsumsi oleh khalayak. Proses tersebut
dapat berlangung tentu karena diorganisasikan, dan pengorganisasian tersebut
mencerminkan pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing
unit organisasi yang ada.
Dalam rangkaian ini dapat dibahas pembagian kerja di antara sejumlah lapangan
(area) atau di lingkungan setiap area itu sendiri. Misanya, apa sajakah wewenang dan
tanggung jawab seseorang pemimpin redaksi? Contoh yang lain, bagaimanakah pola
kewenangan status dalam produksi media? Bagaimana pembagian tugas antara
produser dengan sutradara film? Anda pernah membaca di koran bahwa beberapa
sutradara mengeluh karena kreatifitas mereka terhambat oleh tekanan pihak produser
yang umumnya berorientasi mencari untung semaksimal mungkin, tanpa begitu peduli
pada soal kualitas film yang dibuat. Sang produser melakukan hal itu, karena merasa
sebagai pihak yang menyediakan biaya lantas boleh saja mendesakkan keinginannya.
Hal itu dapat terjadi karena belum mantapnya pembagian wewenang dan tanggung
jawab di antara kedua belah pihak itu, dengan kata lain masalah organisasional. Hal ini
dapat dikaji dengan pendekatan organisasional.
Yang menjadi perhatian dalam analisis organisasional ini, baik pola yang secara
formal diakui mengenai hubungan antarpartisipan maupun komponen-komponen
struktural yang informal, seperti persahabatan.
Seperti halnya analisis institusional, analisis organisasional komunikasi massa
dapat dipercaya dengan memperhatikan hubungan antara sistem komunikasi dengan
komponen-komponen organisasional masyarakat, yang lain, dan perbandingan dengan
komunikasi di masyarakat lain. Sekalipun ada perbedaan analitis yang khas antara
institusi-institusi sosial dengan organisasi-organisasi sosial, biasanya sukar untuk
membedakan keduanya dalam suatu neraca yang deskriptif dari suatu kelompok
spesifik, atau organisaasi-organisasi yang terlibat dalam proses komunikasi massa,
misalnya tentang suatu jaringan televisi, stasiun radio, atau suratkabar harian. Sama
sukarnya untuk membuat suatu penuturan deskriptif dari suatu penataan total
komunikasi massa suatu masyarakat yang secara kolektif disebut media massa.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si


SOSIOLOGI KOMUNIKASI

You might also like