Professional Documents
Culture Documents
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad
hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil
bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan
pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi
kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni
pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling
mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh
semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas
kekeluargaan antar sesama manusia.
Tambahan :
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus
dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan
kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi
pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
PELAKSANAAN SISTEM EKONOMI PANCASILA DI TENGAH PRAKTEK
LIBERALISASI EKONOMI DI INDONESIA
Pendahuluan
Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-
hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral
Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat
nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan
sosial bagi seluruh rakyat.
Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau
kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi.
Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio
delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri
terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan
sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan
pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi
ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.
Trilogi Pembangunan
Sebenarnya sejak terjadinya peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari 1974,
slogan Trilogi Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang mengoreksi teori
ekonomi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan . Trilogi pembangunan
terdiri atas Stabilitas Nasional yang dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan
Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini
justru terkalahkan karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa
minyak yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”. Rezeki nomplok minyak bumi
yang membuat Indonesia kaya mendadak telah menarik minat para investor asing untuk
ikut “menjarah” kekayaan alam Indonesia. Serbuan para investor asing ini ketika
melambat karena jatuhnya harga minyak dunia , selanjutnya dirangsang ekstra melalui
kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan
investor yang menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para teknokrat sendiri
sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan menyatakan:
Dalam keadaan yang tidak menentu ini pemerintah mengambil tindakan yang berani
menghapus semua pembatasan untuk arus modal yang masuk dan keluar. Undang-undang
Indonesia yang mengatur arus modal, dengan demikian menjadi yang paling liberal di
dunia, bahkan melebihi yang berlaku di negara-negara yang paling liberal. (Radius
Prawiro. 1998:409)
Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada
ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila,
pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga
terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi
kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan
hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Penutup
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik”
bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998)
sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu
pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis,
dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari
penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah
satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.
Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan
(yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi
slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak
kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja.
Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi
kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan
ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi
Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.
Di dunia ini sistem ekonomi yang ada dapat dibagi atas tiga, sistem ekonomi
kapitalis yang berorientasi pada kebebasan dan penumpukkan modal, sistem
ekonomi sosialis yang fokus pada pemerataan dan kesejahteraan bersama, serta
sistem ekonomi campuran yang merupakan gabungan dari dua sistem ekonomi di
atas.
Sistem ekonomi kapitalis banyak dianut oleh negara-negara barat seperti Amerika
dan beberapa negara di Eropa. Sistem ekonomi sosialis banyak dianut oleh
negara-negara komunis seperti Rusia, China, Korea Utara dan sebagian
negara-negara Eropa Timur. Sedangkan sistem ekonomi campuran banyak dianut oleh
negara-negara di Asia seperti Jepang, Singapura, Indonesia termasuk
negara-negara Islam.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sejak lama
sudah mencoba menerapkan sendi-sendi ekonomi islam (sistem ekonomi campuran)
dalam praktek-praktek pembangunan ekonominya. Sistem ekonomi campuran
memberikan kebebasan terbatas kepada masyarakatnya dalam menguasai
barang-barang modal. Hal ini tercermin dalam Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi
bahwa kegiatan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak akan
diserahkan kepada swasta melainkan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam
hal ini ada pembatasan dalam pemilikan barang modal di Indonesia. Tidak bebas
sebebas-bebasnya seperti yang diterapkan di negara-negara kapitalis.
konsep intervensi negara yang
begitu jauh dalam mengatur masyarakatnya dalam hal kepemilikan, jika tidak
hati-hati cenderung mengarahkan pembaca pada pemikiran bahwa sistem ekonomi
sosialis yang banyak dianut oleh negara-negara komunis lebih baik dibandingkan
dengan sistem ekonomi Pancasila yang dianut Indonesia saat ini. Di dalam
ekonomi Islam sendiri selagi tidak bertentangan dengan syari'at kepemilikan
modal bukanlah hal yang dilarang, sebab Nabi Muhammad SAW sendiri adalah
seorang pengusaha yang sukses.
Sistem ekonomi kerakyatan yang banyak diperjuangkan oleh para pemikir ekonomi
di Indonesia selama ini, menurut saya dapat menjawab kegundahan yang melanda
fikiran Sdr. Donny Irawan dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Dalam
konsep ini, individu tidak dilarang dalam memiliki barang-barang modal sama
sekali, namun negara dalam hal ini mengarahkan pembagian kepemilikan tersebut
kepada masyarakat-masyarakat yang selama ini bergerak di sektor-sektor informal
dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Dengan begitu diharapkan pertumbuhan ekonomi
tetap terjaga pada tingkat yang diharapkan sekaligus ketimpangan distribusi
pendapatan perlahan-lahan dapat diperkecil. Namun, konsep ini banyak
disalahartikan ketika berada pada tataran praktek sehingga tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan.