Professional Documents
Culture Documents
MODUL
MATERI
PSIKOLOGI PEMERIKSAAN
OLEH :
JAKARTA
2009
DAFTAR ISI
MODUL – PSIKOLOGI PEMERIKSAAN
Hal
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat ............................................................................... . 1
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum .............................................................. 1
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus.............................................................. 2
4. Kegiatan Belajar 3
WAWANCARA
4.1. Uraian contoh dan non contoh ............................................................. 46
4.2. Latihan ................................................................................................. 58
4.3. Rangkuman .......................................................................................... 58
==============
MODUL
PSIKOLOGI PEMERIKSAAN
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Dalam proses pemeriksaan, dari awal sampai akhir, seorang pemeriksa
senantiasa berhubungan dengan orang lain, yaitu obyek yang diperiksanya. Hubungan
antara pemeriksa dengan obyek yang diperiksa merupakan hubungan antar manusia
yang mengarah pada satu kerja sama agar proses pemeriksaan dapat berjalan lancar.
Baik pemeriksa maupun obyek yang diperiksa adalah individu yang
mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat ataupun kebiasaan-kebiasaan tersendiri yang
membedakannya dari individu-individu lain. Di samping persamaan-persamaan yang
mungkin mereka miliki. Dalam interaksi yang terjadi pada pemeriksaan maupun
obyek yang diperiksa mengembangkan ciri-ciri, sifat-sifat ataupun kebiasaan-
kebiasaan melalui tingkah laku yang mereka tampilkan. Sehingga memahami segala
sesuatu hal mengenai tingkah laku manusia dalam pemeriksaan dirasakan penting.
Karena adakalanya interaksi yang terjadi antara pemeriksa dengan obyek yang
diperiksa tidak berlangsung harmonis dan mengganggu kelancaran tugas-tugas
pemeriksaan.
Dalam hal ketidakharmonisan hubungan yang terjadi antara pemeriksa
dengan obyek yang diperiksa, diperlukan suatu ketrampilan khusus dari pemeriksa
untuk mengadakan pendekatan yang lebih baik secara psikologis maupun
komunikatif. Pengetahuan psikologi dan komunikasi yang akan dibahas dalam buku
ini bertujuan agar para pemeriksa dapat mempelajari langkah-langkah dan cara-cara
yang dapat ditempuh untuk dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan obyek
yang diperiksanya. Namun demikian, sebelumnya perlu dikemukakan lebih dahulu
mengenai pengertian psikologi maupun komunikasi, agar kita memperoleh
pengertian yang sama mengenai kedua istilah tersebut.
PSIKOLOGI PEMERIKSAAN
2. Tipe-tipe manusia
Untuk memahami tingkah laku seseorang selain perlu dipelajari motif
daripada tingkah lakunya, maka tipe-tipe manusia perlu juga diketahui agar dapat
memahami lebih luas lagi perbedaan-perbedaan yang ada pada tiap-tiap orang.
Banyak sekali psikologi yang membahas tipe-tipe manusia dengan sudut
pandang yang berbeda-beda. Ada yang menghubungkannya dengan raut muka,
ada yang menghubungkannya dengan bentuk tubuh, ada yang menghubungkannya
dengan kwantitas cairan-cairan tubuh, dan lain sebagainya. Yang akan
dikemukakan di sini adalah teori seorang ahli, Jung CS yang membedakan
manusia menjadi dua golongan menurut arah perhatiannnya. Jika perhatiannya
terutama ditujukan ke luar, yakni sekelilingnya, dinamakan tipe extraverse. Dan
orangnya disebut extravert. Seorang extravert lebih mementingkan lingkungannya
daripada dirinya sendiri, lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingannya sendiri. Orang macam ini umumnya berhati terbuka, gembira,
ramah tamah, lancar dalam pergaulan dan memancarkan sikap hangat sehingga
mudah mendapat kawan.
Golongan kedua adalah orang yang perhatiannya terutama diarahkan ke
dalam dirinya sendiri. Dia disebut tipe introverse dan orangnya dinamakan
Introvert. Orang bertipe ini lebih mementingkan dirinya sendiri daripada
kepentingan umum. Dirinya sendiri menjadi primer, lingkungannya sekunder.
Seorang Introvert biasanya pendiam, egoistis, suka merenung dan mengasingkan
diri, sukar bergaul. Cara menghadapi orang-orang semacam ini agak sulit, karena
biasanya dibutuhkan waktu relatif lama untuk dapat menjalin hubungan yang baik
dengannya, dan diperlukan sikap yang aktif dan ekstra hati-hati.
Pada kenyataannya perbedaan ekstrim kedua tipe terebut hanya terdapat
pada sebagian kecil manusia saja, sebab antara kedua golongan itu ada golongan
yang merupakan campurannya, yakni tipe ambiverse dan orangnya disebut
ambivert. Dan ternyata orang-orang ambivert jauh lebih banyak daripada orang-
orang extravert dan introvert.
3. Sikap manusia
Sikap atau attitude diartikan sebagai kesediaan beraksi terhadap suatu hal.
Sikap ini selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau obyek, tidak mungkin ada
sikap tanpa obyeknya. Obyek yang dijadikan arah dari sikap manusia itu adalah
benda-benda, orang-orang, juga peristiwa-peristiwa, norma-norma, pemandangan-
pemandangan, nilai-nilai, peraturan-peraturan dan lain-lain.
Dibawah ini dikemukakan pembagian sikap:
a. Sikap sosial
Sikap ini dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang
terhadap obyek sosial sikap ini dinyatakan tidak hanya oleh satu orang saja
tetapi bisa juga oleh sekelompok orang atau masyarakat. Contoh dari sikap
sosial ini adalah adanya perayaan hari Kartini, hari Kemerdekaan, dan lain-
lain.
b. Sikap individual
Sikap ini dimiliki oleh seorang saja. Sikap ini berhubungan dengan obyek-
obyek, orang-orang, dan lain-lain, atas dasar kesukaan atau ketidaksukaan
pribadi. Sikap individual turut dibentuk oleh sifat-sifat pribadi orang yang
bersangkutan.
Ciri-ciri sikap:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyek sikap.
b. Sikap dapat berubah-ubah, sehingga sikap ini dapat dipelajari.
c. Sikap itu terbentuk dan berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek
tertentu.
d. Sikap itu bisa berhubungan dengan satu obyek saja, tetapi juga bisa
berhubungan dengan sederetan obyek yang serupa. Misalnya, bukan hanya si
A saja yang rajin, tetapi seluruh tim si A itu rajin.
4. Sifat-sifat manusia
Dalam menghadapi seseorang, kita seharusnya bertitik tolak dari
pandangan bahwa dalam diri seorang manusia itu terdapat dua kecenderungan
yang saling bertentangan, yaitu sifat-sifat yang positif dan sifat-sifat yang negatif.
Atau dalam diri manusia terdapat sifat-sifat baik yang mengandung kekuatan dan
sifat-sifat buruk yang mengandung kelemahan. Sifat yang positif ini perlu dikenali
untuk diarahkan dan dikembangkan sehingga menjadi pendorong yang kuat dalam
mencapai tujuan bersama. Sedangkan sifat-sifat yang negatif perlu dicegah
sehingga tidak menjadi faktor penghalang yang menonjol.
5. Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara khas seorang pemimpin melakukan
kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, dan mengerahkan
para pengikutnya atau bawahannya kepada suatu tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan ini perlu diketahui oleh para pemeriksa karena
dalam tugas seorang pemeriksa tidak jarang ia harus berhadapan dengan pimpinan
dari instansi yang diperiksanya. Di mana pimpinan tersebut mungkin
membawakan gaya pimpinan yang diterapkannya dalam organisasi kepada situasi
pemeriksaan.
Pada umumnya gaya kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis seperti yang akan diuraikan berikut ini:
a. Kepemimpinan otokratik (outocratic/authoritarian leadership)
Kepemimpinan otokaratik adalah kepemimpinan berdasarkan kepada
kekuasaan mutlak. Pimpinan menganggap dirinya serba tahu, paling berkuasa
dan semua keputusan ada ditangannya. Pimpinan semacam ini menentukan
dan menginstruksikan apa yang harus dilakukan anak buahnya tanpa ia sendiri
terlibat dalam interaksi kelompok. Setiap keputusan yang diambilnya
dianggap sah, dan anak buah harus menerimanya tanpa banyak pertanyaan
apalagi saran.
Para anak buahnya kebanyakan tidak merasa senang, dan merasa
bahwa apa yang mereka hasilkan adalah berdasarkan keharusan bukan karena
motivasi. Frustasi, rasa takut, rasa tidak puas dan konflik dalam situasi seperti
ini cepat timbul dan mudah berkembang.
b. Kepemimpinan demokratik (democratic/participative leadership)
Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan berdasarkan
demokrasi, dalam arti cara yang dilaksanakan pimpinan dalam memimpin
anak buahnya adalah secara demokratis. Pimpinan melakukan kegiatannya
sedemikian rupa sehingga setiap keputusan merupakan keputusan bersama.
Setiap anggota kelompok ikut berperan aktif, bebas mengeluarkan pendapat,
saran-saran dan gagasannya, tetapi mereka wajib tunduk kepada keputusan
mayoritas. Oleh karena itulah kepemimpinan semacam ini disebut juga
kepemimpinan partisipatif, karena para anggota kelompok itu berpartisipasi
dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi. Pimpinan di sini berfungsi sebagai
koordinator yang mengarahkan proses pengambilan keputusan.
Tipe kepemimpinan demokratik sering dibedakan dengan tipe open
management. Dalam tipe ini, sebenarnya hampir sama dengan tipe
demokratik. Perbedaannya hanya terletak pada pengambilan keputusan. Dalam
open management keputusan ada ditangan pimpinan, meskipun pimpinan tetap
memberikan kesempatan kepada para anggota untuk memberikan saran-saran.
Dalam open management pimpinan sekaligus bertindak sebagai
decisionmaker atau pengambil keputusan.
c. Kepimpinan bebas (free-rein/laissez faire leadership)
Seorang pimpinan dengan gaya kepimpinan bebas melakukan
peranannya secara pasif. Ia berada ditengah-tengah bawahannya, tetapi ia
sendiri tidak melakukan apa-apa, segalanya diserahkan kepada bawahannya, ia
memberikan kebebasan yang cukup kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan atau langkah-langkah dalam menghadapi segala sesuatu.
D. Human Relation
“Human Relation” berorientasi kepada kegiatan, dilakukan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan tertentu, yakni mengubah sikap, pandangan, atau perilaku.
Hubungan semacam inilah yang terjadi antara pemeriksa dengan pihak yang
diperiksanya, jadi bukan hanya sekedar hubungan antara manusia biasa sebagai
konsekuensi kodrati manusia.
”Human Relation” berkaitan dengan upaya menghilangkan hambatan
komunikasi, mencegah salah pengertian, dan mengembangkan segi konstruktif dari
sifat manusia (Norman R F Mair, dikutip dari Drs. Onong Uchjana E, MA, 1988)
adanya ”Human relation” yang baik menyebabkan:
a. Individu memperoleh kesediaan kerjasama yang harmonis dari orang lain dengan
siapa ia bekerja.
b. Individu memperoleh kemungkinan berproduksi dan berprestasi lebih tinggi dan
lebih baik lagi.
c. Individu memperoleh kemungkinan bekerja dan memperoleh kepuasan dalam
hasil.
Jadi ”human relation” perlu dipelajari oleh pemeriksa supaya diperoleh
kerja sama yang baik, harmonis dengan orang-orang yang diperiksanya.
Faktor penting dalam kegiatan ”human relation”, adalah:
a. Etika
Etika tidak menyangkut nilai-nilai benar atau salah, melainkan dikaitkan dengan
nilai-nilai baik atau buruk yang disesuaikan dengan bagaimana yang seharusnya.
Jadi di sini ada unsur kesengajaan. Perbuatan seseorang dikatakan baik atau buruk
dikaitkan dengan bagaimana yang seharusnya dan apakah perbuatan tersebut
dilakukan dengan sengaja. Dikatakan tidak etis, sejauh perbuatannya tidak sesuai
dengan yang seharusnya, terlebih lagi bila dilakukan dengan sengaja. Jadi etika
mendorong kehendak seseorang untuk berbuat baik dan ini harus dilandasi dengan
niat yang suci.
b. Empati
Sikap empatik harus dimiliki oleh seseorang yang akan melaksanakan ”human
relation”. Theodor Lipps, menegaskan bahwa dengan empati seseorang
memproyeksikan pikiran dan perasaannya ke dalam obyek pengalamannya.
Jadi seseorang berada dalam hubungan empatik dengan orang lain apabila yang
pertama tadi dapat menghayati dan memberi tanggapan terhadap apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh orang kedua.
c. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses untuk memindahkan informasi atau
pengertian-pengertian dari seseorang ke orang lain. Komunikasi itu akan lengkap
kalau informasi, pengertian, ide, atau pesan sudah sampai pada penerima dan
ditanggapi oleh penerima dengan baik sesuai dengan maksud sebenarnya.
Komunikasi yang terjadi antara dua orang, akan bisa menimbulkan
hubungan antara keduanya, dan ini akan bisa timbul suatu empati. Empati di sini
berarti tanda bahwa orang lain itu mampu untuk mengerti atau menanggapi pesan-
pesan atau informasi yang disampaikan teman bicaranya. Dengan timbulnya
empati ini komunikasi akan semakin lancar, karena diantara keduanya sudah
terjalin hubungan yang semakin baik.
Keberhasilan komunikasi dalam pemeriksaan terletak pada kepandaian
pemeriksa menanamkan dan menumbuhkan kepercayaan orang lain padanya.
Komunikasi juga akan berhasil baik bila segala informasi, ide, pesan atau
pendapat itu mudah ditangkap, mudah diingat, mudah dikerjakan orang lain,
mudah dicapai dan mudah ditiru oleh orang lain.
Dalam komunikasi ada dua pola komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi satu arah
Di sini soerang pembicara berbicara dan pendengar mendengarkan
tanpa ada komunikasi timbal balik antara keduanya. Pembicaraan di sini tidak
mendapatkan umpan balik atau respons dari pendengarnya.
Dalam komunikasi ini, pembicara lebih cepat selesai sampai kepada
pendengar, tetapi ketepatan dari isi pembicaraan tidak dapat dipastikan, karena
pembicara tidak bisa memastikan apakah pendengar sudah memahami hal-hal
yang telah disampaikan.
2. Komunikasi dua arah
Di sini antara pembicara dengan pendengar terjadi saling tukar
pendapat, hasil pembicaraan didiskusikan bersama, dari sini pembicara bisa
mendapatkan respons dari pendengar, sehingga pembicara dapat mengetahui
apakah pendengar bisa memahami isi pembicara atau tidak.
Bila seseorang pemeriksa, komunikasi ini sangat penting. Dengan
komunikasi dua arah seorang pemeriksa dapat berusaha menjalin hubungan
baik dengan orang yang diajak bicara, sehingga akan menumbuhkan
kepercayaan untuk memberikan informasinya secara lengkap dan tetap.
d. Partisipasi
Faktor lain dalam ”human relation”adalah partisipasi yang berfungsi
sebagai dorongan yang bisa menimbulkan semangat orang lainuntuk aktif bekerja
dalam meningkatkan produktifitasnya.
Dalam suatu perusahaan supaya suasana lingkungannya itu bisa
harmonis, pimpinan hendaknya ikut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
bawahannya walaupun keikutsertaannya ini tidak penuh, tapi keterlibatannya
dalam kegiatan bawahan akan memberikan semangat bawahan dalam bekerja.
Dalam pemeriksaan partisipasi ini lebih banyak diwujudkan dalam
bentuk keterlibatan pemeriksa dengan tugas-tugas pihak yang diperiksanya,
misalnya, dalam pengecek fisik pemeriksa berbuat seolah-olah sedang ikut serta
menjadi pengawas lapangan yang sedang bertugas atau juga dapat ditunjukkan
dengan keterlibatan yang sungguh-sungguh dalam pembicaraan dengan pihak
yang diperiksa.
2.2. Latihan 1
1. Apa yang anda ketahui tentang psikologi?
2. Jelaskan penggolongan kegiatan berpikir dalam fungsi psikis manusia!
3. Sebutkan beberapa hal penting yang berpengaruh terhadap kesan pihak yang
diperiksa kepada pemeriksa!
4. Bagaimanakah sifat-sifat kepemimpinan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang
pemeriksa?
2.3. Rangkuman
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungannya.
Kegiatan berpikir dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Berpikir asosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang
timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan
atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide timbul secara bebas
2. Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan
diarahkan kepada sesuatu biasanya diarahkan kepada pemecahan persoalan.
3. Emosi
4. Motif
Sifat kepemimpinan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemeriksa:
a. dapat dipercaya
b. disiplin
c. berkemauan keras
d. ulet
e. percaya pada diri sendiri
f. penuh inisiatif dan kreatif
g. teliti
h. luwes
3. KEGIATAN BELAJAR (KB) 2
KOMUNIKASI
- Efek
Kelima unsur ini merupakan unsur komunikasi yang mutlah harus ada dalam
setiap prosesnya.
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang
mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menambahkan umpan balik dan
lingkungan selain kelima unsur di atas. Umpan balik dapat merupakan salah satu
bentuk dari pengaruh yang berasal dari penerima dapat juga berasal dari unsur lain
seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Sedangkan
lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi
jalannya komunikasi, yaitu lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis dan
dimensi waktu.
Dengan demikian, proses komunikasi adalah cara atau seni penyampaian
suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa sehingga
menimbulkan efek atau dampak tertentu pada komunikasi, pesan yang
disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan, pikiran dan
perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, himbauan, anjuran dan
sebagainya. Pernyataan tersebut dibawakan oleh lambang, umumnya adalah
bahasa. Ada pula lambang lain, yaitu berupa gerak-gerik, ekspresi wajah, gambar,
warna dan isyarat lainnya.
Yang paling utama perlu mendapat perhatian dalam komunikasi adalah
bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat
menimbulkan dampak atau efek tertentu pada diri komunikan. Dampak atau efek
yang ditimbulkan dapat berupa:
a. Efek Kognitif adalah efek yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio,
misalnya komunikan yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak
mengerti menjadi mengerti.
b. Efek Afektif adalah efek yang berhubungan dengan perasaan, misalnya rasa
senang dan tidak senang terhadap suatu pesan atau informasi.
c. Efek Konatif adalah efek yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk
bertingkah laku tertentu dalam arti kata melakukan suatu tindakan atau
kegiatan yang bersifat fisik atau jasmaniah. Misalnya pihak yang diperiksa
yang tadinya enggan untuk memberikan berkas pemeriksaan menjadi mau
bertindak untuk memberikan berkas yang diperlukan oleh seorang pemeriksa.
Ketiga jenis efek atau dampak ini adalah hasil proses psikologis yang berkaitan
erat satu sama lainnya yang tak mungkin dipisah-pisahkan. Bilamana ketiga efek
ini telah timbul dalam suatu proses komunikasi, barulah dapat dikatakan bahwa
komunikasi itu efektif.
Tetapi nyatanya untuk menimbulkan ketiga jenis efek itu tidaklah mudah, bahkan
seringkali mengalami kegagalan dalam suatu proses komunikasi.
Kegagalan komunikasi yang tidak menimbulkan efek yang diharapkan
dapat disebabkan oleh karena; (dikutip dari Onong Uchjana Effendi).
a. Komunikator tidak mampu berbahasa dengan baik dan benar, awam mengenal
pesan yang disampaikan, diragukan kredibilitasnya dan lain-lain.
b. Pesan yang dikomunikasikan tidak menarik bagi komunikan atau tidak
menyangkut kepentingan komunikan.
c. Media yang digunakan tidak tepat atau tidak sesuai dengan situasi proses
komunikasi dan kondisi komunikan.
d. Komunikan yang satu dengan komunikan yang lain serta komunikan dengan
komunikator menunjukkan ketidakserasian secara sosiologis, antropologis
atau psikologis.
e. Lingkungan sosial tidak mendukung komunikasi yang dilancarkan karena
faktor politik, hukum, kebudayaan, keamanan dan lain-lain.
Sementara itu, scot M. Cultip dan Allen H. Cen dalam bukunya Effective
Public Relation, (dikutip dari Ig. Wursanto) mengemukakan faktor-faktor yang
dapat mendukung berhasilnya komunikasi yang efektif.
Faktor-faktor itu disebut dengan The Seven CS Communication, sebagai berikut:
a. Credibility (keterpercayaan)
Dalam komunikasi antara komunikator dengan komunikan harus saling
mempercayai, kalau tidak ada unsur saling mempercayai, komunikasi tidak
akan berhasil, tidak adanya rasa saling percaya akan menghambat komunikasi.
b. Context (perhubungan, pertalian)
Keberhasilan komunikasi berhubungan erat dengan situasi atau kondisi
lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung. Misalnya situasi atau
keadaan yang sedang kacau, maka komunikasi akan terhambat sehingga
komunikasi tidak berhasil.
c. Content (kepuasan akan isi berita)
Komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan, antara kedua belah
pihak. Kepuasan ini akan tercapai apabila isi berita dapat dimengerti oleh
pihak komunikan dan sebaliknya pihak komunikan mau memberikan reaksi
atau respons kepada pihak komunikan dan sebaliknya pihak komunikan mau
memberikan reaksi atau respons kepada pihak komunikator.
d. Clarity (kejelasan)
Kejelasan yang dimaksud disini adalah kejelasan akan isi berita, kejelasan
akan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan istilah-istilah yang dipergunakan
dalam mengoperan lambang-lambang.
e. Continuity and consistency (kesinambungan dan konsistensi)
Komunikasi harus dilakukan secara terus menerus dan informasi yang
disampaikan jangan bertentangan dengan informasi terdahulu.
f. Capability of audience (kemampuan pihak penerima berita)
Pengiriman berita harus disesuaikan dengan kemampuan dan pengetahuan
pihak penerima berita. Janganlah mempergunakan istilah-istilah yang
kemungkinan tidak dimengerti oleh pihak penerima berita.
g. Channels of distribution (saluran pengiriman berita)
Agar komunikasi berhasil, hendaknya dipakai saluran-saluran komunikasi
yang sudah biasa dipergunakan dan sudah umum.
Dari beberapa uraian diatas, sebagai pemeriksa kita dapat
memperhitungkan didalam segi apa kita mengalami kegagalan dalam
berkomunikasi, apakah kelemahan itu berada pada pihak pemeriksa ataukah
berada pada pihak yang diperiksa. Sehingga bila nyatanya kelemahan itu berada
pada pihak pemeriksa hendaknya segera diperbaiki dan bila kelemahan itu berada
pada pihak yang diperiksa sebagai pencari informasi dapat turut membantu dan
mau mengerti akan keadaan komunikan, dengan turut membangkitkan motivasi
serta dapat menciptakan suasana psikologis yang baik yang akhirnya sangat
membantu dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan.
Selanjutnya dalam proses komunikasi lisan yang biasa dilakukan dengan
wawancara yang bertujuan memperoleh informasi dalam kegiatan pemeriksa ini,
seorang pemeriksa dapat bertindak sebagai komunikator, sebagai komunikan atau
sebaliknya pula pihak yang diperiksapun dapat sebagai komunikator maupun
komunikan tergantung kepada proses komunikasi itu dilaksanakan.
B. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi
1. Hambatan Sosio-antro-psikologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Hal ini berarti seorang
komunikator harus dapat memperhatikan situasi ketika komunikasi itu
dilangsungkan, sebab situasi sangat berpengaruh terhadap jalannya komunikasi,
terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosiologis, antropologis dan
psikologis.
a. Hambatan sosiologis
Menurut Ferdinand tonnies seorang sosiolog, dikemukakan bahwa hubungan
manusia dalam masyarakat selalu bersifat Gemeinschaftlich atau
Gesellschaftlich. Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat
alamiah, serta bersifat kekal, yang didasari atas rasa cinta dan persatuan batin
yang memang telah dikodratkan dalam suatu kehidupan manusia. Hubungan
gemeinschaft dapat dijumpai didalam kelompok keluarga, rukun tetangga,
kelompok kekerabatan dan sebagainya, sedangkan, Gesellschaft merupakan
ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek dan bersifat
sebagai suatu bentuk pikiran belaka.
Hubungan Gesellschaft dapat dijumpai didalam perjanjian yang berdasarkan
ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara orang-orang dalam suatu organisasi
di suatu perusahaan ikatan antara pedagang dan lain sebagainya.
Berkomunikasi secara hubungan Gemeinschatft seperti dengan istri, adik,
anak, bapak, RT tidak akan banyak menjumpai hambatan karena sifatnya
personal atau pribadi sehingga dapat dilakukan secara santai. Berbeda dengan
komunikasi secara Gesellschaft,bersifat tak pribadi, dinamis dan rasional,
seseorang yang bagaimanapun tinggi kedudukannya yang ia jabat, ia akan
menjadi bawahan orang lain, seperti dalam konteks kegiatan suatu
pemeriksaan yaitu seorang anggota pemeriksa harus patuh pada ketua timnya,
ketua tim harus patuh kepada pengawasnya dan pengawas itu harus patuh
kepada seorang penanggung jawab pemeriksaan yang tentu dalam
mengkomunikasikan hasil pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda antara
komunikasi ke atasan dengan bawahan.
Demikianlah masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan
yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat
pendidikan, tingkat kekayaan dan lain sebagainya yang kesemuanya dapat
menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi.
b. Hambatan Antropologis
Manusia walaupun satu dengan lainnya sama sebagai makhluk sosial, tetapi
dapat berbeda dalam banyak hal. Berbeda dalam warna kulit, postur tubuh dan
kebudayaannya, gaya hidup, norma, kebiasaan dan bahasa.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa komunikasi akan berjalan dengan
lancar apabila apa yang dikomunikasikan dapat diterima dan dipahami dengan
baik oleh komunikan. Pengertian dapat diterima dan dipahami disini ialah
diterima dalam pengertian received atau secara inderawi, dan dalam
pengertian accepted atau secara rohani. Agar yang dikomunikasikan dapat
diterima dan dipahami dengan baik, maka kita harus mengetahui dengan siapa
kita berkomunikasi. Pengertian baik disini adalah kita dapat mengetahui ras,
bangsa, suku apa sehingga dapat kita kenali kebudayaan gaya hidup, norma
kehidupan, kebiasaan dan bahasa dari orang yang kita ajak berkomunikasi,
sabagai contoh bila kita akan melakukan pemeriksaan, petugas pihak yang kita
akan melakukan pemeriksaan, petugas pihak yang kita periksa adalah orang
yang berasal dari suku jawa tentunya akan berbeda bila yang kita hadapi
adalah orang yang berasal dari suku batak baik gaya bicara, kebiasaan ataupun
kebudayannya. Demikian pula sebaliknya.
c. Hambatan Psikologis
Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini
seringkali komunikator kurang dapat memperhatikan kondisi psikologis
komunikan. Kondisi psikologis tersebut dapat berupa kondisi komunikan yang
sedang sedih, sedang bingung, sedang frustasi, sedang marah, sedang kecewa
dan kondisi psikologis lainnya. Untuk mengatasi hal itu sebaiknyalah seorang
pemeriksa mengetahui terlebih dahulu motif-motif yang mendasari pihak
komunikan sehingga dapat timbul kondisi diatas yang tentunya dapat
menyulitkan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan. Selain itu, faktor prasangka
(prejudice) juga merupakan salah satu hambatan dalam komunikasi, karena
dengan sikap ini akan dapat menimbulkan emosi sehingga kesimpulan yang
dibuat bisa menjadi tidak rasional sifatnya dan tidak obyektif lagi bahkan
dapat menjurus kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Prasangka sebagai faktor
psikologis dapat disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis yang
berdasarkan pengalaman yang tidak enak yang pernah dialami oleh pihak
komunikan.
2. Hambatan Semantis
Pada hambatan sosio-antropologis, hambatan adalah terdapat pada diri
komunikan. Sedangkan pada hambatan semantis terdapat pada diri komunikator.
Faktor semantis adalah menyangkut bahasa yang dipergunakan oleh
komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran, ide ataupun perasaannya
kepada komunikan. Faktor semantis ini dapat disebabkan oleh karena kesalahan
dalam pengucapan ataupun dalam penulisan yang dapat mengakibatkan apa yang
dimaksud oleh komunikator, ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga dapat
timbul salah pengertian yang pada akhirnya akan menimbulkan kesalahan dalam
berkomunikasi hal ini biasanya terjadi dikarenakan komunikator sering salah ucap
akibat bicaranya terlalu cepat sehingga ketika pikiran dan perasaan yang belum
mantap terformulasikan, sedangkan kata-kata sudah terlanjur keluar.
Hambatan semantis lainnya dapat disebabkan oleh karena aspek
antropologis, yakni suatu kata-kata yang sama bunyinya tetapi mempunyai makna
yang berbeda. Misalnya kata ”atos” dalam bahasa sunda akan mempunyai makna
yang berbeda seperti yang dimaksudkan dalam bahasa jawa. Hambatan lainnya
dalam komunikasi dapat berupa penggunaan kata-kata yang tidak tepat atau kata-
kata yang tidak biasa dipakai oleh umum, sebagai contoh penggunaan kata
merialitas yang dalam ilmu pemeriksaan adalah kata yang umum digunakan, akan
tetapi akan sulit dimengerti oleh orang yang tidak mengetahui ilmu pemeriksaan.
Bila kita akan memakai kata-kata seperti tersebut diatas, sebaiknya dijelaskan apa
yang dimaksud sebenarnya sehingga tidak terjadi salah tafsir.
Jadi, untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi
seorang komunikator harus mengucapkan pernyataannya dengan jelas dan tegas,
memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disusun
dalam kalimat yang logis.
3. Hambatan Mekanis
Hambatan mekanis akan dijumpai bilamana komunikasi mempergunakan suatu
media. Misalnya ketika kita sedang berkomunikasi dengan mempergunakan
pesawat telepon atau band frekwensi, dimana terdapat gangguan berupa suara
yang gemerisik atau suara dari saluran orang lain yang masuk kepada media
komunikasi yang kita gunakan sehingga dapat mengganggu jalannya komunikasi
yang sedang kita lakukan. Untuk mengatasinya, kita dapat menelepon kembali
beberapa saat kemudian, atau memindahkan frekwensi lain pada band frekwensi.
Hambatan yang juga dapat kita jumpai yaitu huruf ketika yang buram
atau hilang hurufnya atau foto copy yang buram atau kurang jelas sehingga tidak
terbaca dan lain-lain. Untuk mengatasinya, dapat digunakan cara seperti pengganti
pita mesin tik atau memfoto copy ulang agar didapat hasil yang jelas dan dapat
dibaca.
Yang penting dalam komunikasi ialah pesan komunikasi dapat diterima
secara rohani (accepted) yang terlebih dahulu harus dipastikan dapat diterima
secara inderawi (received), dalam arti kata bebas dari hambatan yang bersifat
mekanis.
4. Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh karena adanya gangguan dari
lingkungan pada saat terjadinya komunikasi. Contoh dari hambatan ekologis
adalah misal seorang pemeriksa yang meminta keterangan kepada bagian produksi
di pabrik, suara mesin di pabrik dengan sendirinya akan mempengaruhi
komunikasi yang sedang berlangsung, atau seorang pemeriksa yang ingin
mengetahui harga pasar mengenai suatu barang dengan cara menanyakan
langsung ke pasar, riuhnya pasar akan dapat menimbulkan terganggunya jalannya
komunikasi. Guna mengatasi hambatan itu, dapat dilakukan dengan
menghindarinya seperti mengajak komunikan ketempat yang jauh dari gangguan
ekologis tersebut.
f. Keramahan
Komunikator harus selalu terlihat ramah yang dapat ditunjukkan dengan
ekspresi wajah, maupun dalam gaya dan cara pengutaraan paduan pikiran
dan perasaannya.
g. Kesederhanaan
Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik saja,
tetapi juga dalam hal penggunaan bahasa sehingga komunikan mengerti
akan apa yang dikomunikasikannya.
1.2. Sikap Komunikator
Sikap seorang komunikator tentulah sangat mempengaruhi keberhasilan suatu
komunikasi. Untuk itu terdapat beberapa sikap yang perlu diperhatikan oleh
seorang komunikator.
a. Reseptive
Yaitu sikap bersedia untuk menerima gagasan dari orang lain, berhati
terbuka, yang mana gagasan ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi
suatu gagasan yang sangat bermanfaat.
b. Selektif
Dalam menerima gagasan, harus selektif dalam menyerap gagasan ataupun
informasi yang diterima.
c. Dijestif
Merupakan kemampuan komunikator dalam mencernakan gagasan
ataupun informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan
dikomunikasikannya dengan memahami makna yang lebih luas dan lebih
dalam.
d. Transmisif
Kemauan seorang komunikator dalam memilih kata-kata yang fungsional,
mampu menyusun kalimat secara logis, mampu memilih waktu yang tepat,
sehingga komunikasi yang ia lancarkan dapat menimbulkan efek yang
diharapkan.
2. Peranan Pesan
Agar peran yang disampaikan dapat dengan mudah dimengerti oleh pihak
komunikan, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi yaitu:
a. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan
itu dapat menarik perhatian pihak komunikan.
b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada pengalaman
yang sama antara pihak komunikator dengan pihak komunikan.
c. Pesan harus dapat membangkitkan kebutuhan pribadi.
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang
layak bagi yang dapat memberi dorongan kepada pihak komunikan untuk
berespon.
3. Peranan Media
Media komunikasi ikut menentukan dalam keberhasilan suatu komunikasi. Media
ini digunakan biasanya bilamana hubungan komunikator dan komunikan
berjauhan tempatnya, komunikan terlalu banyak dan dapat kedua-duanya. Media
ini dapat berupa telepon, surat, komputer terminal, radio, televisi, koran, majalah
dan lain-lain.
Dalam Ilmu Pemeriksaan, media yang sering dipergunakan untuk menunjang
kegiatan pemeriksaan yaitu surat (misalnya: konfirmasi), telepon, laporan hasil
pemeriksaan, Kertas Kerja Pemeriksaan.
4. Peranan Komunikan
Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya Effective Public Relations (Dikutip
dari Onong Uchjana Effendi), untuk berhasilnya suatu komunikasi terdapat
beberapa faktor dalam diri komunikan yang harus diperhatikan oleh komunikator,
yaitu:
a. Bahwa komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup bekerja, dan bermain
satu sama lain dalam jaringan lembaga sosial. Oleh karena itu setiap orang
adalah subyek dari berbagai pengaruh di antaranya adalah pengaruh dari
komunikator.
b. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, menonton komunikasi yang
menyajikan pandangan hubungan pribadi secara mendalam.
c. Bahwa tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus
menguntungkan bagi komunikan, kalau tidak ia tidak akan memberikan
tanggapan
Sementara itu, Chester I. Barnard menegaskan bahwa komunikan akan menerima
pesan yang disampaikan kepadanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini
secara serempak, yaitu:
a. Ia benar-benar mengerti pesan yang disampaikan padanya.
b. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai
dengan tujuannya.
c. Pada waktu ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa putusannya itu berkaitan
dengan kepentingan pribadinya.
d. Ia mampu untuk menepatinya, baik secara mental maupun secara fisik.
Demikianlah uraian dari masing-masing peranan unsur komunikasi,
sehingga kita sebagai pemeriksa dapat melakukan introspeksi diri mengenai apa
yang telah dilakukan selama ini dalam berkomunikasi dengan pihak yang
diperiksa dan berupaya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar lebih
mudah memperoleh informasi atau fakta-fakta yang akurat, demi tercapainya
tujuan pemeriksaan.
D. Komunikasi Lisan
Komunikasi lisan adalah suatu bentuk komunikasi dimana dalam
menyampaikan pesan yang berupa ide, informasi, atau pikiran dengan menggunakan
lambang bahasa serta dilakukan secara tatap muka. Dalam ilmu pemeriksaan,
komunikasi lisan ini biasanya dilakukan dengan melalui wawancara ataupun dengan
menggunakan media pesawat telepon.
Keuntungan dari komunikasi lisan yang dilakukan secara tatap muka ialah:
a. Umpan balik berlangsung seketika, di sini komunikator dapat mengetahui
tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga. Hal ini dapat diketahui dari
jawaban yang diberikan, juga dapat diketahui dari ekspresi secara fisik yang dapat
menerjemahkan pikiran seseorang.
b. Komunikan dapat menanyakan pada komunikator bila terdapat masalah yang
tidak atau kurang dimengerti. Begitu pula sebaliknya, sehingga kesalahpahaman
dihindari.
c. Ada kejelasan antara kedua belah pihak sehingga merasa puas.
d. Dapat menimbulkan suasana kerja yang penuh keakraban sifatnya, kekeluargaan
dan demokrasi.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang komunikator
dalam komunikasi lisan ini, yaitu:
a. Bersikap empatik dan simpatik
b. Perlihatkanlah sebagai komunikator yang terpercaya
c. Berlaku sebagai pembimbing dan bukan pendorong
d. Kemukakanlah fakta dan kebenaran
e. Bercakaplah dengan sikap mengajak
f. Jangan bersikap super, lebih tahu, sok tahu
g. Jangan mengkritik
h. Jangan emosional
i. Bersikaplah secara meyakinkan.
Telah dikatakan di atas bahwa selain wawancara, telepon juga merupakan
alat untuk melakukan komunikasi secara lisan secara tidak langsung, karena
dipisahkan oleh jarak. Tetapi komunikasi ini dapat dikatakan kurang efektif dalam
rangka pencarian informasi yang diperlukan bagi kegiatan pemeriksaan karena
sifatnya terbatas, dalam arti sebagai komunikator kita kurang mampu untuk
menangkap ekspresi fisik ketika komunikasi itu dilancarkan yang dapat membantu
untuk menterjemahkan pikiran seseorang.
E. Komunikasi Tertulis
Dalam ilmu pemeriksaan, komunikasi tertulis ini dipergunakan biasanya
dalam surat (misalnya konfirmasi), pembuatan laporan, Kertas Kerja Pemeriksaan,
memo.
Berikut akan diuraikan mengenai hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam
pembuatan surat dan pembuatan laporan secara tertulis, dan yang berlaku secara
umum.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian itu adalah:
1. Penulisan Surat Yang Baik
Mengingat surat mempunyai peranan yang sangat berarti dalam kegiatan
pemeriksaan (misal untuk konfirmasi), maka dalam penulisan surat harus
diusahakan agar tidak menimbulkan salah pengertian yang dapat menjadi
rintangan dalam melakukan komunikasi. Penulisan surat dapat dikatakan baik
andaikata memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Surat ditulis dalam bentuk yang menarik
b. Surat mempunyai maksud dan tujuan
c. Surat ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti
d. Pakailah bahasa yang baik dan benar, baik susunan katanya, kalimatnya
maupun alineanya
e. Pergunakanlah bahasa sesuai dengan kemampuan pihak
penerima/pembaca
f. Surat harus dapat mencerminkan pengertian terhadap masalah-masalah
yang dihadapi oleh orang yang dituju
g. Hindarilah penggunaan kata, kalimat yang dipandang kurang perlu yang
dapat membingungkan pihak penerima atau pihak pembaca
h. Surat hendaknya menunjukkan budi bahasa serta kewibawaan pengirim
surat
2. Penulisan Laporan
Prosedur yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan ialah:
a. Pengumpulan informasi, data
b. Pengolahan data
c. Perencanaan bentuk laporan yang akan dipergunakan
d. Penyusunan laporan, termasuk di dalamnya cara penulisan laporan,bentuk
susunan laporan
e. Pengiriman laporan yang dapat dilakukan melalui : pos, kurir, melalui alat
komunikasi lainnya, misalnya teleks.
Cara membuat laporan yang baik yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai
berikut:
a. Laporan harus dibuat secara obyektif kebenarannya untuk itu diperlukan suatu
data processing
b. Laporan harus dibuat tetap waktunya sehingga mempunyai nilai tepat guna
c. Laporan sebaiknya ditulis singkat tetapi jelas
d. Pergunakanlah bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan materi yang
dilaporkan.
e. Urutan laporan harus diurut secara sistematis, secara kronologis, mudah
dibaca, mudah dicari dan mudah dimengerti
f. Berilah penjelasan seperlunya
g. Bila perlu, pergunakanlah gambar-gambar, skema, tabel, dan grafik seperlunya
h. Laporan hendaknya dibuat oleh pegawai yang mempunyai pengetahuan
tentang:
- masalah yang dilaporkan
- teknik membuat laporan yang baik dan yang benar
selain yang telah diuraikan diatas, dalam kegiatan pemeriksaan sering pula
digunakan Memo sebagai media komunikasi tertulis, yang biasanya digunakan
sebagai:
- Instruksi dari atasan langsung
- Menulis data yang yang diminta pihak pemeriksa kepada pihak yang
diperiksa
- Pesan singkat dari telepon
- Penegasan tentang sesuatu masalah
3.2. Latihan 2
3.3. Rangkuman
Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara
tegas asas-asas penyampaian pembentukan pendapat dan sikap.
Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur komunikasi yang merupakan
persyaratan utama untuk terjadinya komunikasi. Unsur-unsur tersebut adalah:
- Kom : Orang yang menyampaikan pesan
unikator : Pernyataan yang didukung oleh lambang
- Pesan : Orang yang menerima pesan
- Kom : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila
unikan komunikasi jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.
- Medi : Dampak sebagai pengaruh dari pesan
a
- Efek
Kelima unsur ini merupakan unsur komunikasi yang mutlah harus ada dalam
setiap prosesnya.
Kegagalan komunikasi yang tidak menimbulkan efek yang diharapkan
dapat disebabkan oleh karena; (dikutip dari Onong Uchjana Effendi).
f. Komunikator tidak mampu berbahasa dengan baik dan benar, awam mengenal
pesan yang disampaikan, diragukan kredibilitasnya dan lain-lain.
g. Pesan yang dikomunikasikan tidak menarik bagi komunikan atau tidak
menyangkut kepentingan komunikan.
h. Media yang digunakan tidak tepat atau tidak sesuai dengan situasi proses
komunikasi dan kondisi komunikan.
i. Komunikan yang satu dengan komunikan yang lain serta komunikan dengan
komunikator menunjukkan ketidakserasian secara sosiologis, antropologis
atau psikologis.
j. Lingkungan sosial tidak mendukung komunikasi yang dilancarkan karena
faktor politik, hukum, kebudayaan, keamanan dan lain-lain.
4. KEGIATAN BELAJAR (KB) 3
WAWANCARA
A. Pengertian Wawancara
Metode wawancara atau metode interview mencakup cara yang dipergunakan
kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas, mencoba mendapatkan keterangan atau
pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan
muka dengan orang itu. Dalam hal ini, suatu percakapan meminta keterangan yang
tidak untuk tujuan suatu tugas tetapi hanya untuk tujuan ramah tamah, untuk sekedar
tahu saja, atau untuk ngobrol saja, tidak disebut wawancara. Juga kalau ada seorang
anak bertanya-tanya kepada orang tuanya mengenai aneka warna hal, biasanya juga
tidak disebut wawancara.
Wawancara adalah merupakan alat yang sangat baik untuk memperoleh
informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, masa depan ataupun tanggapan
seseorang mengenai sesuatu hal. Juga berguna untuk menangkap aksi reaksi
seseorang dalam bentuk gerak-gerik dan ekspresi seseorang dalam pembicaraan
sewaktu tanya jawab sedang berjalan. Untuk itu sebagai orang yang mencari
informasi, seorang pemeriksa harus mengetahui dengan sungguh-sungguh dari pihak
yang diperiksa sehingga dapat turut membantu dalam pencarian informasi yang akan
diperoleh.
Selanjutnya, dalam proses wawancara selalu ada dua pihak yang masing-
masing mempunyai kedudukan yang berlainan, pihak yang satu dalam kedudukan
sebagai pencari informasi (information hunter, inrviewer), sedang pihak lain dalam
kedudukannya sebagai pemberi informasi (informan, interviewee)
1. Fungsi Wawancara
1.1. Sebagai metode primer
Bilamana wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, atau
sebagai metode diberi kedudukan yang sama dalam serangkaian metode
pengumpulan data lainnya, maka ia dinamakan memiliki ciri sebagai metode
primer.
1.2. Sebagai metode pelengkap
Bila wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi yang tidak
dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode pelengkap
1.3. Sebagai kriterium
Bila wawancara digunakan orang untuk tujuan menguji kebenaran dan
kemantapan suatu data yang telah diperoleh dengan cara lain seperti
observasi, daftar pertanyaan, testing.
Jadi, dengan ketiga fungsi di atas, kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah
merupakan alat yang kaya untuk memperoleh informasi ataupun data yang kita
perlukan.
4. Sikap Bertanya
Sikap wawancara idealnya adalah suasana yang dapat menimbulkan
suasana penuh keakraban, suasana yang bebas dan tidak kaku serta penuh
kehangatan. Suasana ini tidak akan diperoleh bilamana:
a. Pewawancara bersikap sebagai seorang polisi yang
menginterogasi seorang tertuduh.
b. Pewawancara bersikap sebagai seorang maha guru yang sedang
memberikan ceramah.
c. Pewawancara bersikap kurang menghargai, kurang percaya atau
berulang-ulang memberikan celaan terhadap jawaban yang kurang disenangi.
5. Mengadakan Paraphrase
Dalam melakukan wawancara tidak jarang akan kita jumpai seorang
pihak yang diwawancarai mengalami kesukaran untuk merumuskan isi pikirannya
dengan secara teratur, lengkap dan sistematis. Peranan pewawancara di sini adalah
harus dapat membantu pihak yang diwawancara agar dapat merumuskan
keterangannya dalam kata-kata yang lebih tepat dan berarti. Interviewer di sini
seolah-olah sebagai penterjemah bebas baik terhadap pihak yang diwawancarai
maupun terhadap dirinya sendiri. Tetapi hal ini harus dilakukan secara hati-hati,
jangan sampai mengubah hitam menjadi putih atau sebaliknya. Karena dengan
melakukan paraphrasing ini dapat menggiring orang ke suatu kesimpulan yang
tidak ia maksudkan, tanpa orang itu menyatakan keberatan. Karena itu dalam
paraphrasing orang tidak boleh bermaksud lain kecuali mengadakan paraphrase
itu sendiri. Paraphrase bukanlah berarti menarik suatu kesimpulan, karena dalam
wawancara tidak pernah mengandung kesimpulan untuk pihak yang diwawancara.
6. Mengadakan Probing
Probing adalah penggalian yang lebih dalam suatu wawancara. Hal ini
dapat dilihat bilamana si interviewee telah memberikan pernyataan/jawaban yang
cukup jelas, akan tetapi pihak pewawancara ingin mengetahui lebih dalam lagi
mengenai jawaban yang telah diberikan itu. Dengan melakukan probing dapat
diperoleh keterangan yang lebih mendetail dan selengkap-lengkapnya melalui
pertanyaan-pertanyaan yang memokok.
7. Membuat Catatan
Buatlah catatan dari hasil wawancara yang diperoleh agar mendapatkan
data yang seobyektif mungkin bilamana situasinya memungkinkan untuk
melakukan pencatatan. Karena memang ada orang yang tidak menginginkan hasil
wawancara dicatat itu dicatat secara teliti serta ada pula yang merasa bahwa hal
ini dapat mengganggu kelancaran jalannya wawancara, yang akibat lebih
lanjutnya pihak yang diwawancara dapat bersikap curiga dan ragu-ragu untuk
menjawab setiap pertanyaan. Begitu pula dalam penggunaan alat perekam,
sebaiknya sebagai pihak pewawancara terlebih dahulu harus permisi lebih dahulu
agar tidak menimbulkan kesan yang tidak baik dan kesan mencurigakan.
Kekurangan-kekurangan dari tidak adanya pencatatan seketika:
7.1 Dari pihak interview
a. Dapat menjadi beban yang sangat berat untuk mengingat semua
pembicaraan, sehingga data yang diperoleh dapat terlupakan, hilang.
b. Kecuali terlupakan, data yang dicatat dari ingatan juga sering kehilangan
sarinya, karena pewawancara melakukan pencatatan dari ingatan yang
cenderung untuk menyingkat dan memadatkan data.
c. Data yang dicatat dari ingatan, terutama dengan waktu antara yang agak
lama, akan banyak mengandung banyak kesalahan.
8. Menilai Jawaban
Ketelitian daripada pencatatan dan paraphrase bergantung kepada
ketepatan penilaian interviewer terhadap jawaban-jawaban ataupun informasi
yang diberikan interviewee. Perlu tidaknya meniadakan probing atau tepat
tidaknya suatu probing dilakukan bergantung juga kepada baik buruknya
interviewee dalam menilai jawaban. Oleh karena itu, keberhasilan dari hasil
interview tercermin dari kebenaran menilai jawaban, dan juga oleh karena tidak
semua interviewer maupun interviewee dapat menangkap dengan tepat isi
pembicaraan orang lain, maka sudah sewajarnyalah penilaian jawaban yang tepat
adalah merupakan kunci dari suksesnya buat interview.
Terdapat 2 hal penting sehubungan dengan menilai jawaban, yaitu:
8.1 Sikap phenomenologik
Artinya kesediaan untuk ”menanggalkan” semua preconceptions, prejudice,
dan motiv-motiv subyektif lainnya.
8.2 Sikap Faktual
Artinya tidak terkurung oleh jalan reasoningnya sendiri serta tidak menarik
kesimpulan tanpa dasar sesuatu fakta yang obyektif. Orang yang terikat oleh
jalan berpikirnya dalam menerima informasi serta tidak menarik kesimpulan
tanpa dasar sesuatu fakta yang obyektif, menandakan bahwa ia telah
meletakkan kerangka-kerangka berfikir dan mengharapkan. Jika ada
pernyataan yang begini, tentu alasan atau kelanjutannya adalah begitu. Sikap
seperti itu dapat menimbulkan kesimpulan penilaian yang salah. Baik jalan
berfikir maupun isi, alasan, serta kesimpulannya dalam interview sebagai
metode pengumpulan fakta harus diserahkan sendiri kepada interviewee.
2. Sikap Pewawancara
2.1 Netral
Tugas seorang pewawancara adalah merekam informasi tanpa menghiraukan
apakah keterangan itu baik, tidak baik, menjemukan atau menyenangkan bagi
pemeriksa, tidak menentang ataupun beraksi terhadap jawaban interviewee,
baik dengan kata-kata ataupun dengan gerakan, misalnya menyatakan tidak
setuju, heran, merendahkan dan sebagainya. Faktor sugesti harus dihindarkan.
2.2 Adil, tidak memihak. Sopan dan hormat kepada pihak yang diwawancara.
Semua pihak yang kita wawancara harus diperlakukan baiknya, siapapun dia.
Sehingga dengan sikap tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pihak
yang diwawancara dalam menyatakan pendapatnya.
2.3 Hindarkan ketegangan. Wawancarailah secara obrolan. Hindarilah kesan
seolah-olah pihak yang diwawancara sedang diuji. Namun harus hati-hati,
jangan sampai interviewee bercerita kian kemari serta harus sopan dalam
mengembalikan perhatiannya kepada pertanyaan semula.
2.4 Ramah. Sikap ramah sangat penting, bermuka cerah, tidak malas sehingga
dapat memberikan kesan yang baik bagi pihak yang diwawancarai
3. Taktik Wawancara
3.1 Usahakan tidak ada orang lain dalam ruangan ketika wawancara sedang
berlangsung, baik pihak yang diwawancara ataupun pewawancara tidak perlu
membawa teman.
3.2 Jawaban pertama atau reaksi pertama terhadap satu pertanyaan yang diberikan
adalah pendapat yang sesungguhnya. Bilamana interviewee berubah pendapat
setelah pindah ke pertanyaan lain, jawaban atas pertanyaan tadi jangan
dihapus.
3.3 Jangan terburu-buru dalam menuliskan jawaban ”tidak tahu” tetapi
sebenarnya interviewee sedang berfikir karena itu interviewer harus sabar
menunggu.
3.4 Pada jawaban “ya” atau “tidak”, sering interviewee menambahkan keterangan
“ya”, kalau ... ”, “ya”, tetapi tidak ...”, dalam hal ini harus ditulis pula.
3.5 Semua komentar interviewee harus ditulis dengan lengkap.
3.6 Jawaban interviewee harus dimengerti maksudnya sebelum dicatat, bilamana
belum jelas harus ditanyakan lagi. Jawabannyapun harus yang bersifat khusus
jangan yang bersifat umum dan mempunyai dua atau lebih arti.
3.7 Sedapat mungkin diusahakan interviewer sambil menulis tetap berbicara serta
berikan pertanyaan yang mengajak interviewee untuk berfikir, karena dengan
membiarkan interviewee menunggu terlalu lama dapat menimbulkan
kebosanan.
3.8 Sebelum selesai wawancara dan berpamitan, teliti kembali apakah semua
pertanyaan sudah diajukan ataukah belum, karena kemungkinan ada pula yang
terlewati.
4.2. Latihan 3
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan wawancara!
2. Jelaskan fungsi dari wawancara!
3. Bagaimana cara menjalin relasi yang baik dengan pihak yang diwawancarai?
4. Jelaskan beberapa pedoman untuk melakukan wawancara!
4.3. Rangkuman
Wawancara adalah merupakan alat untuk memperoleh informasi, pendapat,
keyakinan, perasaan, motivasi, masa depan ataupun tanggapan seseorang mengenai
sesuatu hal.
Fungsi Wawancara
Sebagai metode primer
Bilamana wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, atau
sebagai metode diberi kedudukan yang sama dalam serangkaian metode
pengumpulan data lainnya, maka ia dinamakan memiliki ciri sebagai metode
primer.
Sebagai metode pelengkap
Bila wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi yang tidak
dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode pelengkap
Sebagai kriterium
Bila wawancara digunakan orang untuk tujuan menguji kebenaran dan
kemantapan suatu data yang telah diperoleh dengan cara lain seperti
observasi, daftar pertanyaan, testing.
5. TEST FORMATIF
Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori “Baik”), maka
disarankan mengulangi materi.