You are on page 1of 2

Tahukah Anda bahwa pemakaian narkoba sangat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi

sebagai pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh? Karena bekerja pada otak,
narkoba mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah
sebabnya narkoba disebut zat psikoaktif.

Ada beberapa macam pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang menghambat kerja otak,
disebut depresansia, sehingga kesadaran menurun dan timbul kantuk. Contoh golongan opioida
(candu, morfin, heroin, petidin), obat penenang/tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK,
Lexo, Rohyp, MG dan sebagainya, serta alkohol.

Ada narkoba yang memacu kerja otak, disebut stimulansia, sehingga timbul rasa segar dan
semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi akrab, akan tetapi
menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan darah
meningkat. Contoh amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam
tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal, disebut halusinogenika. Contoh LSD.
Ganja menimbulkan berbagai pengaruh, seperti berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta
meningkatnya daya khayal, sehingga ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika. Dalam sel
otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja
pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara
neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang
melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang
paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin.

Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus.
Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika narkoba masuk ke
dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka narkoba mengubah susunan
biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan narkoba dari luar, produksi
dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan narkoba dari luar.

Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat
kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca tanggapan orang itu. Jika merasa
nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopamin dan akan memberikan kesan
menyenangkan. Jika memakai narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan
batinnya terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas
sebab menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah orang itu
memerlukannya sebagai kebutuhan pokok. Terjadi kecanduan atau ketergantungan.

Pada ketergantungan, orang harus senantiasa memakai narkoba, jika tidak, timbul gejala putus
zat, jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung jenis
narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung
berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur.

Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan
sistem reproduksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Contoh: opioida menyebabkan
sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi. Jika memakai jarum suntik bergantian berisiko
tertular virus hepatitis B/C (penyakit radang hati). Juga berisiko tertular HIV/AIDS yang
menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat menyebabkan
kematian. Ganja menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan jiwa, bingung,
depresi, serta menurunnya kesuburan. Sedangkan kokain dapat menyebabkan tulang sekat
hidung menipis atau berlubang, hilangnya memori, gangguan jiwa, kerja jantung meningkat, dan
serangan jantung.

Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh
pemakai narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya, seperti ketergantungan,
kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga
dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus
sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya.

Ada empat macam obat yang berpengaruh terhadap sistem saraf, yaitu:
1. Sedatif, yaitu golongan obat yang dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas normal
otak. Contohnya valium.
2. Stimulans, yaitu golongan obat yang dapat mempercepat kerja otak. Contohnya
kokain.
3. Halusinogen, yaitu golongan obat yang mengakibatkan timbulnya penghayalan pada si
pemakai. Contohnya ganja, ekstasi, dan sabu-sabu.
4. Painkiller, yaitu golongan obat yang menekan bagian otak yang bertanggung jawab
sebagai rasa sakit. Contohnya morfin dan heroin

Penggunaan obat-obatan ini memiliki pengaruh terhadap kerja sistem saraf, misalnya
hilangnya koordinasi tubuh, karena di dalam tubuh pemakai, kekurangan dopamin.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang terdapat di otak dan berperan penting dalam
merambatkan impuls saraf ke sel saraf lainnya. Hal ini menyebabkan dopamin tidak
dihasilkan. Apabila impuls saraf sampai pada bongkol sinapsis, maka gelembung-
gelembung sinapsis akan mendekati membran presinapsis.

Namun karena dopamin tidak dihasilkan, neurotransmitte tidak dapat melepaskan isinya
ke celah sinapsis sehingga impuls saraf yang dibawa tidak dapat menyebrang ke
membran post sinapsis. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terjadinya depolarisasi pada
membran post sinapsis dan tidak terjadi potensial kerja karena impuls saraf tidak bisa
merambat ke sel saraf berikutnya.

You might also like