You are on page 1of 11

MA Tolak Kasasi tentang Ujian Nasional By admin

Thursday, November 26, 2009 04:01:00 Clicks: 600


Pemerintah Dianggap Lalai
MA Tolak Kasasi tentang Ujian Nasional

Kamis, 26 November 2009 04:01 WIB

JAKARTA--MI: Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan


pemerintah terkait dengan pelaksanaan Ujian Nasional (Unas).

Dalam laman MA, di Jakarta, Rabu (25/11), disebutkan, pemohon dalam perkara tersebut
yakni pihak negara RI cq Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Negara RI cq Wakil
Presiden RI, M. Jusuf Kalla --saat permohonan itu diajukan--, Negara RI cq Presiden RI
cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo --saat permohonan itu diajukan.

Kemudian, Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan


Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono dkk (selaku para
termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding). Menolak permohonan kasasi
para pemohon, demikian laman itu menyebutkan.

Selain itu, MA juga membebankan para Pemohon Kasasi/para Tergugat untuk membayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500 ribu. Putusan itu sendiri diucapkan
dalam Rapat Permusyawaratan hakim agung pada 14 September 2009 dengan ketua
majelis hakim, Abbas Said, dan anggota Mansyur Kartayasa dan Imam Harjadi.

Dengan putusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa UN yang selama ini dilakukan
adalah cacat hukum, dan selanjutnya UN dilarang untuk diselenggarakan. Adanya
putusan tersebut, sekaligus menguatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI
Jakarta pada 6 Desember 2007, namun pemerintah tetap menyelenggaran UN untuk 2008
dan 2009.

Pemerintah dianggap telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru baik sarana maupun
prasarana, hingga pemerintah diminta untuk memperhatikan terjadinya gangguan
psikologis dan mental para siswa sebagai dampak dari penyelenggaran UN. (Ant/OL-03)

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/11/26/108036
/88/14/MA-Tolak-Kasasi-tentang-Ujian-Nasional More.
Kasasi dan PK Jaksa yang “Melanggar Hukum”
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Dalam peradilan pidana terhadap pihak-pihak yang tidak puas dapat


dilakukan upaya hukum, baik itu upaya hukum biasa berupa Banding dan
Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali
(herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UU No.8
tahun 1981 tentang KUHAP.

Namun khusus untuk putusan bebas yang telah diputuskan oleh Pengadilan negeri dan
Pengadilan Tinggi (Judexfactie) sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik
upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam
pasal 244 KUHAP, yang berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan
pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa
atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”

Namun dalam praktiknya Jaksa/Penuntut Umum selalu tidak mengindahkan ketentuan


ini, hampir semua putusan bebas oleh Penuntut Umum tetap dimajukan kasasi. Ketentuan
hukumnya sudah sangat jelas bahwa di dalam pasal 244 KUHAP tidak membedakan
apakan putusan bebas tersebut murni atau tidak, yang ada hanya “Putusan Bebas”. Tapi
dalam praktiknya telah dilakukan dikotomi, yaitu putusan bebas murni atau bebas tidak
murni.

Adapun tentang alasan Jaksa/Penuntut Umum yang tetap mengajukan kasasi terhadap
putusan bebas murni selalu mengambil berdalih, antara lain : 1) Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Tinggi (Judexfactie) telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana
dimaksud dalam pasal 185 ayat (3) dan ayat (6) KUHAP ; 2) Cara mengadili yang
dilakukan Judexfactie tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang ; 3) Putusan
Judexfactie bukan merupakan putusan bebas murni (vrijspraak), melainkan putusan
“bebas tidak murni”. Sedangkan dalil hukum yang digunakan Jaksa/Penuntut Umum
dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada
Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember
1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang di dalam
butir ke-19 TPP KUHAP tersebut ada menerangkan, “ Terdahadap putusan bebas tidak
dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan
dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. ”.

Secara hukum dapat dipastikan TPP KUHAP dan Yurisprudensi tidak kuat atau tidak
dapat dijadikan dalil hukum bagi Jaksa/Penuntut Umum untuk melakukan kasasi
terhadap putusan bebas sebagaimana dimaksud di dalam pasal 244 KUHAP. Oleh
karenanya setiap upaya kasasi Jaksa terhadap putusan bebas adalah Melanggar Hukum.

Begitu juga upaya Jaksa melakukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan
Mahkamah Agung yang sudah final (inkracht va gewijsde) yang bertujuan akan memberi
pengaruh terhadap status hukum diri terdakwa/terpidana, adalah Melanggar Hukum.
Karena di dalam pasal 263 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa, “ terhadap putusan
pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.” Pasal ini tidak menyebutkan ada kata
“Jaksa”, sehingga secara a contrario hanya terpidana yang dapat mengajukan Peninjauan
Kembali.

Dalam ilmu hukum pidana ada disebut PK yang dilakukan oleh Jaksa, namun dalam hal
ini Jaksa hanya dibenarkan mengajukan PK jika itu dilakukan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, dan putusan PK tersebut tidak boleh ada pengaruhnya terhadap diri
terpidana. Dan secara prinsip hukum pidana, upaya hukum, dalam hal ini berupa
Kasasi, Vonis Robert Tantular Malah Bertambah Jadi 9 Tahun
Laporan: Kompas.com
Senin, 10 Mei 2010 | 19:44 WITA

JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi


pemilik saham mayoritas Bank Century, Robert Tantular dan mengabulkan permohonan
kasasi jaksa penuntut umum.

Artinya, hukuman untuk Robert Tantular diperberat menjadi sembilan tahun penjara dan
denda Rp 100 milliar, subsider delapan bulan kurungan. "Majelis kasasi menolak
permohonan kasasi terdakwa," ujar ketua majelis hakim agung Mansur Kartayasa di
ruang kerjanya, Senin (10/5/2010).

Vonis tersebut diputuskan oleh Mansur Kartayasa bersama hakim agung Imam Haryadi
dan Zyahruddin Utama.

Sebelumnya, baik di pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi, tiga dakwaan terhadap
Robert Tantular sudah terbukti, yakni soal kejahatan perbankan. Di pengadilan negeri,
Robert Tantular dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 50 milliar, subsider enam
bulan penjara.

Sedangkan di pengadilan tinggi, Robert dihukum lima tahun penjara dan denda Rp 50
milliar, subsider enam bulan penjara. Robert Tantular terbukti melanggar pasal 50 A
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1978 pengganti UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.

Kejahatan pertama, Robert Tantular memindahbukukan deposito valas pemilik PT


Sampoerna Lancar Bestari dari Cabang Kertajaya di Surabaya ke Cabang Senayan di
Jakarta tanpa prosedur yang benar. Total dananya 18 Juta dollar AS.

Perbuatan tersebut dilakukan bersama istrinya, Dewi Tantular dan para pegawai Bank
Century bernama Michael Tjun, Cecep dan Tan I Pun.

Kejahatan kedua, Robert Tantular memberikan kredit tanpa prosedur ke PT Aksen


Investindo dan PT Widodo Wadah Rejeki. "Kredit atas perintah Robert Tantular bersama
Hermanus Hasan Muslim, Direktur PT Bank Century dan dua karyawan bernama Linda
dan Joko Indarto," ujarnya.
Kejahatan ketiga, Tantular seharusnya tidak ikut campur dalam kegiatan operasional.
"Robert justru ikut campur menandatangani L/C dan memerintahkan pegawai untuk
menyanggupi perintahnya," ujar Mansur. (willy widianto)

Tragedi Besar jika MA Kabulkan Kasasi Robert Tantular

Ditulis oleh K@barNet di/pada 24 Februari 2010

JAKARTA – Mahkamah Agung harus menghukum lebih berat Robert Tantular yang
mengajukan kasasi atas kasus pelanggaran UU Perbankan. Sebab, dari penelusuran
pansus terkuak jelas manipulasi dana nasabah untuk kepentingan pribadi serta
menyelewengkan dana bantuan Bank Indonesia. Demikian dikemukakan anggota Pansus
Bank Century dari Fraksi Demokrat, Achsanul Qosasih.

“Robert Tantular sudah nyata-nyata telah melakukan manipulasi di Bank Century. Kalau
dia mengajukan kasasi berarti sangat keterlaluan karena merasa tidak salah. Saya yakin
Mahkamah Agung akan mengganjar dia dengan hukuman berkali-kali lipat dari hukuman
yang sudah diterimanya,” katanya, Selasa.

Achsanul menilai, secara kasat mata berbagai pelanggaran yang dilakukan Robert (salah
satu pemilik Bank Century) telah terungkap dan adanya harta milik Robert Tantular di
luar negeri yang begitu besar. Hal itu menjadi salah satu indikasi adanya pelarian harta
hasil kejahatannya ke luar negeri.

“Kalau MA sampai mengabulkan kasasi Robert Tantular maka itu sebuah tragedi besar
dalam penegakan hukum dan rasa keadilan masyarakat,” katanya.

Hal senada dikatakan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Rai Rangkuti.
Rai menegaskan, kejahatan Robert Tantular sudah serata dengan kejahatan kemanusiaan
sehingga Mahkamah Agung harus menolak kasasinya atas nama keadilan bagi ribuan
investor Antaboga serta jutaan rakyat Indonesia.

“Kalau hanya berpatokan pada prosedur hukum maka hasil kasasi fifty-fifty bisa
dikabulkan dan ditolak. Tetapi kasus ini harus diletakkan pada filosofi peradilan yaitu
menegakkan rasa keadilan masyarakat,” katanya.

Ia mengatakan, aksi Robert Tantular tak ubahnya seperti penipuan yang dilakukan
Bernard Madoff yang telah dihukum 150 tahun karena telah merusak sistem keuangan di
Amerika dan Eropa.

“Sayang sistem hukum di Indonesia tidak bisa menjerat sampai seberat itu, sehingga
memang harus direvisi supaya ada efek jera dan seimbang dengan rasa keadilan
masyarakar,” katanya.
Baik Achsanul maupun Rai mendesak Kepolisian dan Kejaksaan Agung agar segera
merampungkan berkas dakwaan atas dugaan tindak pencucian uang yang dilakukan
Robert Tantular, termasuk Hesyam Al Waraq (Komisaris Bank Century) dan Rafat Ali
Rizvi (pemegang saham pengendali Bank Century) yang sampai sekarang masih buron,
sehingga kasus itu bisa segera disidangkan.

“Keputusan pengadilan atas kasus tindak pencucian uang tersebut sangat penting sebagai
dasar untuk menarik dana dari Robert Tantular dan kawan-kawannya yang terparkir di
luar negeri,” kata Achsanul Qosasih.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menghukum Robert Tantular 4 tahun penjara dan
denda Rp 50 miliar.

Namun di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Robert
Tantular menjadi lima tahun. Atas vonis tersebut, pengacara Robert Tantular, Denny
Kailimang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (Suara Karya)

Entri ini dituliskan pada 24 Februari 2010 pada 08:04 dan disimpan dalam CENTURY.
Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda
bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri

Selasa, 11 Mei 2010 , 10:26:00


Putusan Kasasi Sualang-Buchari Turun

JAKARTA- Kasasi yang diajukan JPU atas putusan PN Manado terkait kasus Manado
Beach Hotel, akhirnya dikeluarkan Mahkamah Agung, kemarin. Hanya apa isi amar
putusan kasasi tersebut, menurut Kabag Humas MA David Simanjuntak baru diumumkan
hari ini (Selasa, 11/5).
"Putusannya memang sudah ada hari ini. Tapi belum bisa kita ekspos karena masih
dikoreksi. Besok kita umumkan ke pers," ujar David pada wartawan di Kantor MA,
kemarin.
Meski belum bersedia mengungkapkan putusan tersebut, David mengatakan, dalam
perkara tindak pidana korupsi tidak mungkin ada bebas murni. Itu sebabnya, jaksa
diberikan kesempatan untuk mengajukan kasasi ke MA terkait fungsi pengawasan. Akan
dilihat apakah putusan hakim itu benar-benar mengikuti prosedur atau tidak. Karenanya
JPU harus memberikan bukti kuat untuk mementahkan alasan pengadilan mengeluarkan
vonis bebas murni.
"Memang di dalam undang-undang ada istilah bebas murni. Tapi itu ada syaratnya,"
ujarnya. Sementara kabar beredar kalau putusan kasasi berbeda dengan putusan PN
Manado. Mengenai kabar ini, David menjawab singkat, "besok saja lihat hasil
petikannya. Pasti kita umumkan terbuka kok." (esy)
BANDING

Kejagung Yakin Menang Banding Kasus Bibit-Candra


Jumat, 23 April 2010 | 23:01 WIB
A A A Dibaca 306 kali

JAKARTA, TRIBUN - Kejaksaan Agung lebih mempertahankan Surat Ketetapan


Penghentian Penuntuan (SKPP) dengan tersangka Bibit Samad Rianto dan Chandra
Marta Hamzah. Kejagung tidak akan mengeluarkan deponering, dan tetap mengajukan
banding atas putusan PN Jakarta Selatan.

"Deponering nanti dulu itu. Kita optimis banding kita akan menang," kata Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy kepada wartawan, di Jakarta, Jumat
(23/4).

Optimisme Kejaksaan Agung memenangkan banding atas SKPP Bibit-Chandra


didasarkan pengalaman kejaksaan mengeluarkan SKPP terhadap Presiden Suharto
beberapa tahun lalu. "Ada pengalaman kita yang paling berharga pada zaman Pak Harto.
SKPP Pak Harto orang menyalahkan semua, dan banding kita dimenangkan. Itu sama
juga pengadilan Jakarta Selatan," jelas Marwan.

Menurut dia, dikeluarkannya SKPP oleh Kejari Jakarta Selatan berdasar banyak
pertimbangan bukan hukum, tapi juga keutuhan negara. Karena itu kejaksaan mengambil
jalan baik dengan lebih dahulu mengajukan kepentingan negara.

"Hukum adalah mengatur dan menertibkan negara. Kalau hukum tidak bisa menertibkan
negara bisa berbahaya," katanya memberi alasan.

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan pemohon


Anggodo Widjojo terhadap keputusan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang
mengeluarkan SKPP Bibit dan Chandra. Hakim tunggal Nugroho Setiadji dalam
putusannya meminta dan memerintahkan agar Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
melimpahkan berkas Bibit dan Chandra dilimpahkan ke pengadilan. (Persda
Network/yog)

Galeri FotoMinggu, 23 Mei 2010 | 21:56 WIB


Rabu, 19 Mei 2010 , 10:15:00
Banding Ditolak

KABAR buruk menerpa Bayern Munich beberapa hari jelang partai puncak Liga
Champions kontra Inter Milan. Harapan mereka bisa menurunkan Franck Ribery pupus
karena pengadilan arbitrasi olahraga menolak permohonan banding.
Ribery diketahui mendapat larangan tampil dalam tiga laga di Liga Champions. Hal
tersebut menyusul kartu merah yang diterimanya kala membela Munich di leg pertama
semifinal versus Olympique Lyon.
Atas hal itu dia dipastikan tidak bakal turun pada perhelatan puncak di Santiago
Bernabeu. Namun menginggat pentingnya tenaga mantan punggawa Olympique
Marseille itu, The Bavarian masih saja mengusahakan agar Ribery mendapat izin tampil.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan mengajukan banding ke pengadilan
arbitrasi olahraga. Tapi apes, mereka ditolak mentah-mentah. “Pengadilan arbitrasi
olahraga menolak banding yang diajukan Munich. Ribery tetap menjalani hukuman
larangan tampil dalam tiga pertandingan yang artinya dia juga tidak bisa turun pada laga
final nanti,” tulis pengadilan arbitrasi olahraga dalam keterangan resminya seperti dikutip
Goal, Selasa (18/5/2010). (okc)

Stanchart ajukan banding


26 Apr 2010

• Bisnis Indonesia
• Ekonomi

JAKARTA Standard Chartered Bank (Stanchart) resmi mengajukan banding melalui PN


Jakarta Selatan terkait dengan sengketa derivatif melawan PT Tobu Indonesia Steel
(Tobu). Senior Manager Coorporat Affairs Standard Chartered Bank, Arno Kermaputra,
mengatakan bahwa pihaknya tetap yakin bahwa perjanjian terkait dengan transaksi
derivatif yang dilakukan dengan Tobu telah sesuai ketentuan yang berlaku.

"Dengan upaya banding yang telah daftarkan pekan lalu, diharapkan hakim ditingkat
banding dapat menilai kasus ini lebih baik," katanya saat dihubungi Bisnis, kemarin.
Kuasa hukum PT Tobu, Harry Ponto, mengaku siap menghadapi banding itu. "Kami akan
siapkan memori banding untuk menghadapi upaya Stanchart/katanya saat dihubungi
Bisnis, kemarin. wisNis/on
Senin
13
Mar '06

Kasus Illegal Logging, Jaksa dan Pengacara Banding Putusan


PN Tarutung

Kategori: Seputar Silaban || Kontributor: Saut P. Silaban || || ||

Jaksa dan pengacara mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN)
Tarutung, tanggal 6 Maret 2006, dalam perkara illegal logging. Jaksa menganggap vonis
hakim kepada sembilan terdakwa terlalu ringan sedangkan pengacara Raja Induk
Sitompul SH menilai putusan hakim terlalu berat.

Majelis Hakim PN Tarutung menjatuhkan pidana penjara kepada sembilan terdakwa


yakni Holdes Sihombing dan Halomoan Nababan satu tahun dan denda Rp30 juta. Lata
Sihar Purba dan Kardinal Purba I tahun penjara denda Rp20 juta. Hotman Hutasoit 1
tahun 2 bulan denda Rp20 juta. Manoto Purba dan Mangihut Purba 1 tahun 6 bulan
penjara denda Rp20 juta. Charles Silaban dan Bilher dihukum 1 tahun denda Rp30 juta.

Menurut Pengacara, terpidana yang dijatuhi hukuman penjara sesuai pasal 50 ayat 3
huruf e yo pasal 78 ayat 5 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yo pasal 55 ayat 1 ke
1e KUHP itu hanyalah sebagai pekerja atau buruh kasar yang mencari sesuap nasi.
Sedangkan sang ‘Big Boss’ yang tidak tersentuh hukum bebas berkeliaran.

“Para terdakwa yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarutung ini, hanyalah buruh
pengangkut kayu balok, kernet mobil dan sopir. Tapi justru jaksa membuat tuntutan
terlalu tinggi. Saya mengajukan banding terhadap putusan hakim. Kalau benar mau
memberantas illegal logging, yah big bossnyalah ditangkap dan diajukan ke persidangan.
Jangan hanya kroco yang dituntut,” ujar Pengacara Raja Induk Sitompul SH di kantornya,
Jumat (10/3) berkaitan dengan munculnya reaksi Kejari Tarutung atas putusan hakim
terhadap terpidana illegal logging.

Raja Induk Sitompul selaku, pengacara para terdakwa menyebut, adalah hak jaksa
mengajukan banding sebab hal itu diatur dalam undang-undang. Namun jaksa perlu
memahami bahwa yang dihukum bukan big bossnya illegal logging. “Kurang tepat kalau
big bossnya disebut sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) sementara dia terlihat sehari-
harinya mengendarai mobil mewahnya,” ujarnya.
Atas putusan pengadilan tersebut, para terpidana di hadapan pengacara kepada wartawan
mengaku vonis hakim terhadap mereka sudah terlalu tinggi sebab semuapun harta mereka
dijual tidak bisa menutupi denda yang diputuskan hakim, sedangkan makan sajapun
sudah sulit apalagi kalau membayar denda tersebut.
Para terpidana juga mengaku sewaktu diperiksa penyidik, mereka sudah memberitahu
siapa big boss yang menggaji mereka. Tapi petugas justru membentak seraya menyebut,
“bukan itu saya tanya kepadamu,” ujar terpidana menirukan omongan penyidik.

Kajari Tarutung Widodo Basuki SH yang dikonfirmasi wartawan via telepon selulernya,
Jumat (10/3) mengakui bahwa jaksa banding atas putusan PN Tarutung. “Kita banding
karena hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan. Tidak boleh kurang 2/3 dari tuntutan,”
ujarnya

Selamat Datang | Register | Sign In


cari

KOMPAS.comBolaEntertainmentGamesTeknoOtomotifFemalePropertiForumKompasia
naImagesMobileKompas CetakePaperKompasKarierPasangIklanGramediaShop

<a href='http://ads.kompas.com/www/delivery/ck.php?
n=a12c4d55&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img
src='http://ads.kompas.com/www/delivery/avw.php?
zoneid=124&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a12c4d55'
border='0' alt='' /></a>

• Home
• Nasional
• Regional
• Internasional
• Megapolitan
• Bisnis & Keuangan
• Kesehatan
• Olahraga
• Sains
• Travel
• Oase
• Edukasi
• English
• Video
• More
o Index Berita
o Suara Pembaca
o Berita Duka
o Seremonia
o DKK
o Matahati
o Archive
o Rss Feed
o Kabar Palmerah
o Kompas Widget

RacingTenisOthersBulutangkisSport Seleb
Penalti 20 Detik Schumacher
Mercedes GP Tak Lakukan Banding
Selasa, 18 Mei 2010 | 22:26 WIB

AFP/GUILLAUME BAPTISTE
Michael Schumacher
TERKAIT:

• Poin Schumacher Di Monaco Lenyap


• Schumacher Bakal Dikenakan Penalti
• Mercedes: Kilau Schumi Mulai Kembali
• Schumi Tak Terlalu Bahagia
• Hamilton: Campakkan Schumi!

MONACO, KOMPAS.com — Mercedes GP telah memutuskan untuk tidak melakukan


banding atas penalti 20 detik yang dijatuhkan kepada Michael Schumacher di GP
Monaco akhir pekan lalu. FIA memberikan hukuman pemotongan waktu kepada pebalap
veteran asal Jerman itu karena dinyatakan melakukan tindakan ilegal saat balapan.

Schumi—sapaan Schumacher—sebenarnya finis di urutan keenam setelah menyalib


Fernando Alonso di tikungan terakhir. Hal itu (menyalib) dia lakukan sesaat setelah
safety car masuk ke pit, menjelang berakhirnya lap terakhir.

Tim Mercedes GP yakin, tindakan mantan juara dunia tujuh kali Formula 1 (F1) tersebut
sah karena balapan pada musim ini membolehkan menyalib lawan antara jalur safety car
dan garis finis. Akan tetapi, FIA mengatakan bahwa apa yang dilakukan Schumi itu tidak
dibolehkan berdasarkan Artikel 40.13 bahwa tidak boleh ada aksi salib jika safety car jadi
penuntun balapan hingga finis.

Alhasil, Schumi pun harus menerima kenyataan pahit ini karena perolehan waktunya
dipotong 20 detik. Dengan demikian, posisi Schumi melurut dan terlempar dari posisi 10
besar sehingga dia tak mendapat poin dalam balapan ini.

Tim Mercedes GP sempat punya rencana untuk melakukan banding atas keputusan
steward. Akan tetapi, mereka mengurungkan niatnya itu dan menerima keputusan setelah
berdiskusi dengan FIA tentang kesalahpahaman dalam menafsir Artikel 40.13.

"Sudah jelas dari hasil diskusi kami dengan steward setelah balapan bahwa mereka
memahami alasan penafsiran kami dan mengakui bahwa ini adalah sesuatu yang baru dan
situasi ini sebelumnya belum pernah diuji," ungkap sebuah pernyataan Mercedes GP.

"Kami senang karena FIA telah mengetahui alasan penafsiran kami. Oleh karena itu,
Mercedes GP tidak akan melakukan banding," tambah mereka

You might also like