You are on page 1of 29

ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 :
256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan
patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik dan informasi laboratorium.

B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari
beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan
sebagainya.

Penyebab umum dari anemia:

 Perdarahan hebat
 Akut (mendadak)
 Kecelakaan
 Pembedahan
 Persalinan
 Pecah pembuluh darah
 Penyakit Kronik (menahun)
 Perdarahan hidung
 Wasir (hemoroid)
 Ulkus peptikum
 Kanker atau polip di saluran pencernaan
 Tumor ginjal atau kandung kemih
 Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
 Berkurangnya pembentukan sel darah merah
 Kekurangan zat besi
 Kekurangan vitamin B12
 Kekurangan asam folat
 Kekurangan vitamin C
 Penyakit kronik
 Meningkatnya penghancuran sel darah merah
 Pembesaran limpa
 Kerusakan mekanik pada sel darah merah
 Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
 Sferositosis herediter
 Elliptositosis herediter
 Kekurangan G6PD
 Penyakit sel sabit
 Penyakit hemoglobin C
 Penyakit hemoglobin S-C
 Penyakit hemoglobin E
 Thalasemia (Burton, 1990).

C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin
yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang.
Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari
2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang
memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki
(Sjaifoellah, 1998).

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh
antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan
dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan
kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan
fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan
5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang
terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata
bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang.
Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah,
1998).

E. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan
mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi
saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat.
Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah,
anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah,
1998).

F. Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular
rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit
hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang
terhadap kehilangan darah/hemolisis).
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan
tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel
darah merah : atau penyakit malignasi.
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe
anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi
masukan/absorpsi
Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB)
Feritin serum : meningkat (DB)
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun (DB)
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik
bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah,
ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas
(AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI
(Doenges, 1999).
G. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti
ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat
(DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara
(DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut :
kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran
urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk
sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya
(DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan
buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran
terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido
(pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi/Implementasi keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah :
1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi
untuk mencegah pneumonia.
Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada
anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
 Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila
granulosit tertekan.
Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan
mempengaruhi pilihan pengobatan.
Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi local.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
- tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
 Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
 Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat
gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin
diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

 Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.


Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan
oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


(pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : - melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah
baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus
otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menetukan kebutuhan intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
 Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan
thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera
dermal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema,
ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau
ditempat tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi
hipoksia seluler.
Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air.
Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.

6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : - menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai
penyebab, factor pemberat.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu
memperthankan status hidrasi pada diare.
Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai
kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang
untuk defekasi.
Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai
indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan
obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan
penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI


Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung
pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya
meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

 Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.


 Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
 Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,
Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
 Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
 Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
 Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta
 http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
 http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htm
 Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
 Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.

ANEMIA
A. Konsep Dasar
1. Anatomi-Fisiologi

Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen pembentuk yaitu sel-sel darah,

trombosit dan plasma darah. Volume darah pada manusia dewasa sehat kurang lebih lima liter dan bila

dibandingkan darah meliputi sekitar 8% berat badan. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu sel darah

merah, sel darah putih, dan platelet. Setiap jenis sel darah menjalani beberapa tahap kematangan dan

diferensiasi yang kompleks ketika berkembang dari sel induk menjadi sel matur (matang). Pada orang

dewasa, pembentukan sel darah terutama berada di dalam sumsum tulang.

Sel darah merah merupakan sel yang berdiferensiasi jauh dan mempunyai fungsi transpor oksigen. Sel

darah putih adalah sel yang mengandung inti, melindungi tubuh dari invasi bakteri dan reaksi melawan

terhadap benda atau jaringan asing, sedangkan platelet berperan dalam pelepasan sel-sel koagulasi.
2. Pengertian

Secara umum anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume

pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Menurut Fenstermacher dan Hudson (1997),

anemia adalah berkurangnya secara signifikan massa sel darah merah sehingga kapasitas darah yang

membawa oksigen menjadi berkurang.

Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut

oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau

diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan

patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh

pemeriksaan laboratorium.
3. Etiologi

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan

akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart

(2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :


a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah
merah yang berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor
keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.
4. Klasifikasi

Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah serta indeks-indeksnya dan menurut

etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :

a. Menurut ukuran sel darah merah

Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan

anemia makrositik (ukuran sel darah merah besar).

b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin

Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin

menurun) dan anemia hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).

Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut

etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) dan

destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).

a. Anemia Hipoproliferatifa

Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu

menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan

oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi,

vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada :

1). Anemia aplastik

Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang, sehingga menyebabkan pengurangan sel darah

merah, sel darah putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.

2). Anemia pada penyakit ginjal


Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit

menurun sampai 20 sampai 30 %. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah

maupun defisiensi eritropoetin.

3). Anemia pada penyakit kronik

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel

darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam

serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis

reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai keganasan.

4). Anemia defisiensi-besi

Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal

dan merupakan sebab anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata

mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.

Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan pada penyakit tertentu (misal : ulkus,

gastritis, tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut

Pagana dan Pagana (1995), pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata(Mean

Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cellsdan


hemoglobin
corpuscular
rata-rata
(Mean
Corpuscular
Haemoglobine atau MCH)menurun.
5). Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular
rata-rata dan mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia
pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan
vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang
kita tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesadeoxyribonucle ic

acid (DNA).

Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang jarang makan sayur-

mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau penderita malnutrisi

kronis.

b. Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek. Sumsum tulang biasanya mampu

berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan

normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu :

1). Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)


Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah
kecil dan splenomegali.
2). Anemia sel sabit

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan

disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik

herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red Blood

Cells

Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat

(hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi cacat, kaku dan berbentuk

bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat

sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.

5. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan

atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel

darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada destruksi, masalahnya dapat

diakibatkan karena defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau

akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama

dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki

aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan

produksi plasma. Hal ini tercermin dalam anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau dapat dikatakan kurang

pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan

yang kita tahu sebagian besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang beredar dan akan digunakan
kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel darah merah mati. Bila defisiensi besi berkembang, cadangan

retikulo- endotelial (haemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum anemia terjadi.

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai

kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi

plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat

semuanya (apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal

dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat

memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien dengan hemolisis

dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.

Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah


merah yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :
a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.
b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya.
c. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
6. Manifestasi Klinis

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang

luas. Manifestasi ini bergantung pada:

a. Kecepatan kejadian anemia

b. Durasi
c. Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan
d. Adanya kelainan lain atau kecacatan
e. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan
anemia.

Karena jumlah sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan.

Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang

sama. Namun penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan

yang jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi sampai 50%. Mekanisme kompensasi tubuh

bekerja melalui :
a. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah
pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.
b. Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan.
d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama dengan kadar hemoglobin

antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi

ringan selama latihan. Takikardi menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.

Dispnea pada latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5 g/dl yang merupakan

manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen. Kelemahan hanya terjadi bila kadar hemoglobin

dibawah 6 g/dl. Dispnea istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal jantung hanya pada kadar sangat

rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat

menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini diakibatkan

berkurangnya volume darah, hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen

ke organ-organ vital. Warna kuku, telapak tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat

digunakan untuk menilai kepucatan.


7. Pemeriksaan diagnostik
Data diagnosis didasarkan atas hasil

a. Penentuan klinis
1). Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi
sel darah merah).
2). Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan tambahan / laboratorium

Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi

kadar hemoglobin dan hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar besi serum,

pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu

protrombin dan waktu tromboplastin parsial.

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya penyakit akut atau kronis

serta sumber kehilangan darah kronis.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan anemia berdasarkan jenisnya, yaitu :

a. Anemia aplastik
Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum tulang dan terapi
immunosupresifdengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan
melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila

diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet (Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman,

1995).

b. Anemia defisiensi besi

Diatasi dengan mengobati penyebabnya dan mengganti zat besi secara farmakologis selama satu tahun.

Laki-laki membutuhkan 10 mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan postmenaupouse membutuhkan 10

mg/hari.

c. Anemia megaloblastik

Untuk anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan

defisiensi asam folat diobati dengan pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.

d. Anemia sel sabit

Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar.

Pemberian tambahan asam folat setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat yang disebabkan

karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik.

Pendidikan dan bimbingan yang terus-menerus termasuk bimbingan genetik, penting dilakukan untuk

pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.

9. Komplikasi

Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal jantung, kejang dan parestesia (perasaan

yang menyimpang seperti rasa terbakar dan kesemutan).

B.Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan holistik problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan

keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien dan keluarga (Iyer et. Al., 1996).

Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yang terdiri dari pengkajian, perumusan

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematik dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien (Iyer et. al.,

1996). Proses pengkajian meliputi tiga komponen tahap pengkajian yaitu:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistimatis tentang klien termasuk kelemahan dan

kekuatan klien. Data dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, grafik dan rekam medik. Metode

pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.

b. Validasi data
c. Identifikasi pola atau divisi
Data yang terkumpul membentuk data dasar klien. Data dasar
selanjutnya akan digunakan untuk perbandingan nilai-nilai klien dan
standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan keperawatan
dan pencapaian kriteria hasil.
Data dasar adalah data yang berisikan tentang:
a. Identitas klien secara umum meliputi nama, alamat, usia, pekerjaan,
suku dan tingkat pendidikan.

b. Riwayat kesehatan pada waktu yang lampau baik yang ada hubungannya dengan kondisi sakit klien saat ini

(anemia) maupun mengenai penyakit lain yang pernah diderita oleh klien dan bagaimana cara penanganannya.

c. Riwayat kesehatan sekarang yang berisikan tentang alasan apa yang


menyebabkan klien harus mendapat perawatan di rumah sakit.

d. Aspek psikologis, sosial dan spiritual klien berhubungan dengan keadaan sakitnya seperti tingkat kecemasan dan

pandangan klien secara spiritual tentang penerimaan terhadap kondisinya.

e. Kebiasaan sehari-hari yang berisikan tentang kebiasaan klien dalam hal nutrisi, eliminasi, istirahat/tidur, personal

hygiene serta aktivitas sehari-hari.

f. Hasil pemeriksaan fisik yang digambarkan secara sistematis dengan menggunakan metode inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi dari rambut sampai kaki.

Dasar data pengkajian klien anemia pada aktivitas dan istirahat ditemukan adanya takikardia/takipnea,

dispnea pada bekerja atau istirahat, kelemahan otot, penurunan kekuatan, postur lungkai, lesu, berjalan lambat

dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. Pada sistem sirkulasi ditemukan adanya kulit pucat,

begitupula pada membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku, pengisian kapiler

melambat, hipotensi postural, rambut kering, kuku mudah patah. Pada sistem eliminasi ditemukan distensi
abdomen, ungkapan adanya hematemesis, melena, dan penurunan haluaran urine. Pada status nutrisi dan cairan

ditemukan adanya penurunan berat badan, anoreksia, mual, muntah. Pada sistem neurosensori ditemukan

ungkapan sakit kepala, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, kelemahan dan keseimbangan buruk.

Pada sistem pernapasan ditemukan napas pendek pada istirahat dan aktivitas, takipnea, dispnea.

Dalam hal keamanan juga dilakukan pengkajian dan ditemukan demam


rendah, menggigil dan berkeringat malam.
2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia yang berupa status

kesehatan atau risiko perubahan pola dari individu dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito, 2000)

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan anemia, menurut Marilynn E.

Dongoes dalam Rencana Asuhan Keperawatan (1999) antara lain :

a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk

pengiriman oksigen/nutrien ke sel.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen dan kebutuhan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan

mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung pada klien

yang dilaksanakan oleh perawat (Bulecheck & Mc. Closkey, 1989).

Tahapan dalam membuat intervensi adalah:

a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan

b. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan


masalah.
c. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditegakkan.

Rencana tindakan yang disusun untuk Tn. A dengan Anemia Suspect Hemoroid Interna disesuaikan

dengan kondisi klien. Adapun rencana asuhan keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana

Asuhan Keperawatan (1999) antara lain :

a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


komponen
seluler
yang
diperlukan
untuk
pengiriman
oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan
: Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :

1). Tanda vital stabil

2). Membran mukosa warna merah muda

3). Pengisian kapiler baik

Intervensi

:
1). Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran
mukosa, dasar kuku.
Rasional : Memberikan
informasi
tentang

derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu

menentukan kebutuhan intervensi.

2). Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3). Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi
adventisius.

asional : Dispnea, gemericik menunjukkan gagal jantung kanan karena regangan jantung lama/ peningkatan kompensasi curah

jantung.

4). Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi


Rasional : Iskemia
seluler
mempengaruhi
jaringan
miokardial/potensial risiko infark.
5). Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
Rasional
: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan
sirkulasi perifer
6). Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/
hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah
Rasional : Mengidentifikasi
definisi
dan
kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi.
7). Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen,
memperbaiki
defisiensi
untuk
menurunkan
perdarahan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan
: Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
Kriteria hasil :

1). Tanda-tanda vital dalam batas normal

2). Tak ada keluhan dalam beraktivitas

Intervensi

:
1). Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

2). Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas, catat respon terhadap aktivitas (misal:

peningkatan denyut jantung, tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya). Rasional : Manifestasi

kordipulmonal dari upaya jantung dan

paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat


ke jaringan.
3). Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan
batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan
istirahat
untuk
menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4). Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

asional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan risiko cedera.
5). Berikan
bantuan
dalam
aktivitas/ambulasi
bila
perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila
klien melakukan sesuatu sendiri.
6). Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas
sampai
normal
dan
memperbaiki
turus
otot/stamina, tanpa kelemahan.
7). Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress
dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan

mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :

1). Berat badan stabil

2). Membran mukosa lembab

3). Peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi

:
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan
intervensi.
2) Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
3) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
4) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
asional : Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaste

5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri.

d. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan

mobilitas, defisit nutrisi.

Tujuan
: Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria hasil :

1). Membran mukosa lembab

2). Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.

3). Pengisian kapiler baik.

Intervensi

:
1). Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna,
hangat lokal, eritema, ekskoriasi.

asional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi

dan rusak.

2). Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien
tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit,
membatasi
iskemia
jaringan/mempengaruhi
hipoksia selular.
3). Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering

asional : Area lembab terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik.

4). Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif


Rasional : Menghindari
kerusakan
kulit
dengan
mencegah/menurunkan
tekanan
terhadap
permukaan kulit.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan
diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan
: Fungsi usus kembali norma
Kriteria hasil :

1). Tidak ada gangguan usus 2). Peningkatan nafsu makan Intervensi

:
1). Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : Membantu
mengidentifikasi
penyebab/faktor
pemberat dan intervensi yang tepat.
2). Auskultasi bising usus.
Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan
menurun pada konstipasi.
3). Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.

asional : Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam identifikasi defisiensi diit.

4). Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.

asional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan status hidrasi pada diare.

5). Hindari makanan yang membentuk gas.


Rasional : Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin,
prosedur invasif, penyakit kronis.
Tujuan
: Mencegah/menurunkan risiko infeksi
Kriteria hasil :

1). Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam

2). Tanda-tanda vital normal

3). Hemoglobin normal (14 – 16 g%)

Intervensi

:
1). Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
klien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang.
2). Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan risiko infeksi bakteri.
3). Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk
dan napas dalam.

asional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membatu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.

4). Tingkatkan masukan cairan adekuat.


asional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.

5). Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi atau pengobatan.
6). Amati eritema/cairan luka.
Rasional : Indikator infeksi lokal.
7). Beri antibiotik oral selama indikasi.
Rasional : Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.
g. Kurang pengerahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan
: Pemahaman proses penyakit, prosedur diasnogtik
dan rencana keperawatan meningkat.
Intervensi
:
1). Berikan informasi tentang anemia secara spesifik.

asional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga klien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat

meningkatkan kerja sama dalam program terapi.

2). Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.

asional : Ansietas/takut tentang ketidaktahuan mening- katkan tingkat stress, yang selanjutnya mening- katkan beban jantung.

3). Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.


Rasional : Kelebihan dosis obat dapat menjadi toksik

4). Diskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang memerlukan intervensi medis, misal:

demam, sakit tenggorokan, eritema/luka basah.

Rasional : Penurunan produksi leukosit potensial risiko untuk


infeksi.
4.Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et. al.,

1996). Selama tahap implemetasi, perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan

diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap implementasi antara lain :

a. Tindakan keperawatan mandiri.


b. Tindakan keperawatan kolaboratif.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan
keperawatan.
Implementasi yang akan dilakukan sesuai intervensi yang telah disusun
adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan

untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengukur tanda vital, mengkaji pengisian kapiler, warna


kulit/membran mukosa, dasar kuku.
2). Meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
3). Mengawasi upaya pernapasan, mengauskultasi bunyi napas,
memperhatikan bunyi adventisius.
4). Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5). Mencatat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
dengan tubuh hangat sesuai indikasi.
6). Mengawasi pemeriksaan laboratorium, misal hemoglobin,
hematokrit, sel darah merah, analisa gas darah.
7). Memberikan sel darah merah lengkap/packed, produksi darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tansfusi.
b. Diagnosa
intoleransi
aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan. Implementasi yang dilakukan
antara lain :

1). Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal. Mencatat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan

dalam menyelesaikan tugas.

2). Mengawasi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan selama dan


sesudah aktifitas. Mencatat respon terhadap aktivitas.
3). Memberikan lingkungan yang tenang, mempertahankan tirah
baring, memantau dan membatasi pengunjung.
4). Mengubah posisi klien dengan perlahan dan memantau terhadap
pusing.
5). Memberikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
6). Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
7). Menganjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi,
nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.

c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna,

ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah

normal. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

2). Mengobservasi dan mencatat masukan makanan.

3). Menimbang berat badan setiap hari.

4). Memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering.

5). Memberikan dan membantu oral hygiene mulut yang baik sebelum
dan sesudah makan.
d. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek

samping terapi obat.

1). Mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.


2). Mengauskultasi bising usus.
3). Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada

makanan/cairan.

4). Mendorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.

5). Menghindari makanan yang membentuk gas.

e. Diagnosa risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis,

gangguan mobilitas, defisit nutrisi. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengkaji integritas kulit, mencatat perubahan turgor, gangguan

warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.

2). Mengubah posisi secara periodik.

3). Mengajarkan agar permukaan kulit tetap kering dan bersih.

4). Membantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.

f. Diagnosa risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit

kronis. Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
klien.
2). Mempertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan
luka.
3). Mendorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan

napas dalam dan batuk efektif.

4). Meningkatkan masukan cairan adekuat.

5). Memantau suhu, mencatat adanya menggigil dan takikardia dengan

atau tanpa demam.

6). Mengamati eritema atau cairan luka.

7). Memberikan antibiotik oral selama indikasi.


g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Implementasi yang dilakukan antara lain :

1). Mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang diderita dan

harapan untuk hidup.

2). Memberikan informasi tentang anemia.

3). Meninjau tujuan dan persiapan untuk pemerikasaan diagnostik.

4). Mendiskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.

5). Mendiskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang memerlukan intervensi medis,

misal : demam, eritema/luka basah.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa

jauh diagnosa keperawaatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Ignatanicius & Bayne,

1994).

Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana dan tindakan keperawatan. Setiap

diagnosa mempunyai kriteria yang harus dipenuhi :

a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan

untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang

telah ditetapkan yaitu tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.

b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.

Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda- tanda vital

dalam batas normal, tak ada keluhan dalam beraktivitas dan peningkatan aktivitas secara bertahap.

c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna,

ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah

normal. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat badan

stabil, membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi aktivitas.


d. Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis,

gangguan mobilitas defisit nutrisi. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah

ditetapkan yaitu membran mukosa lembab, elastisitas kulit kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.

e. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek

samping terapi obat. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan

yaitu tidak ada gangguan usus dan peningkatan nafsu makan.

f. Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis.

Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu hemoglobin normal

(14 – 16 g%), luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.

g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana

tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu pemahaman tentang proses

penyakit, prosedur diagnostik dan rencana keperawatan meningkat

Klien keluar dari siklus diagnosa keperawatan apabila kriteria hasil telah tercapai dan akan masuk kembali

ke dalam siklus keperawatan apabila kriteria hasil belum tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan). Jakarta :
EGC.
Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999).
Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.(1996)
Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.
Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar
histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.
Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan. (2000).
Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan medikal
bedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi
ketiga). Jakarta : Balai penerbit FKUI
ss

You might also like