You are on page 1of 7

Website BBPP Lembang

Aplikasi Andragogy Dalam Pelatihan


Kontribusi dari rochajat harun
Wednesday, 21 May 2008
Terakhir diperbaharui Wednesday, 26 November 2008

APLIKASI ANDRAGOGY

DALAM PELATIHAN

Oleh DR Ir H. Rochajat Harun MEd.


[1]

__________________________________

Proses pelatihan
merupakan kontak sosial antara pelatih (Widyaiswara) dengan peserta latih dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Disini dimaksudkan bukan hanya pihak Widyaiswara yang aktif, melainkan
justru para peserta latih yang harus lebih aktif. Ini berarti dalam proses
latih-berlatih terjadi adanya kontak antara pribadi yang satu dengan yang lain,
baik antara pribadi Widyaiswara dan peserta latih, maupun pribadi peserta yang
satu dengan yang lainnya.

Pada
saat ini masih banyak dijumpai bahwa dalam
dunia pendidikan kita termasuk kediklatan, masih banyak dijiwai oleh
tradisi-tradisi lama. Salah satu yang menonjol adalah Widyaiswara benar-benar
dominan dan main kuasa terhadap para peserta latihnya. Memang harus dipahami
bahwa hal tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

a) Widyaiswara kurang memahami


pentingnya hubungan antar pribadi dengan para peserta latih.

b) Widyaiswara dikejar-kejar oleh


waktu pelaksanaan program pelatihan, sehingga kurang dapat memperhatikan
http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44
Website BBPP Lembang

pribadi peserta latih.

c) Secara umum masih dikatakan bahwa Widyaiswara


belum atau kurang memahami tentang pentingnya layanan bimbingan kepada peserta
latih.

d) Ada kecenderungan pada Widyaiswara untuk


memamerkan kemampuannya kepada peserta latih.

e) Adanya semacam dorongan pada Widyaiswara


untuk menguasai peserta latih.

f) Ada kecenderungan pada para peserta latih untuk ingin


enak, tetapi bisa berhasil.

g) Terbatasnya atau kurangnya fasilitas-fasilitas dalam pelatihan.

Secara teoritis dan


operasional ada dua kelompokan metode pembelajaran yang telah dikenal di dunia
pendidikan, yaitu pendidikan cara orang dewasa atau yang dikenal dengan sebutan
Andragogy. Yang kedua adalah cara pendidikan anak kecil atau anak sekolah, yang
disebut Pedagogy.

John D. Ingalls [2] memformulasikan


adanya empat konsep dasar yang membedakan Andragogy dan Pedagogy. Hal ini
merupakan refleksi perbedaan konsep belajar/mengajar dari kedua jenis
pendekatan pendidikan tersebut.

(1) Self-Concept. Konsep diri dari seorang anak adalah insan yang
memiliki ketergantungan. Sebagai seorang yang tumbuh jadi dewasa, mereka
berkembang kesadarannya untuk memperoleh kemampuannya dalam mengambil suatu
keputusan sendiri. Pada saat yang bersamaan, mereka merasakan kebutuhan
mendalam untuk lebih mampu bergerak sendiri. Perobahan konsep diri dari
ketergantungan kepada ke tidak
tergantungan ini, berari seseorang mengalami perobahan kedewasaan jiwanya (psychological maturity) memasuki masa
dewasa (adulthood). Hal inilah yang menyebabkan insan dewasa berontak
jiwanya terhadap tindakan-tindakan yang dianggap dirinya seperti seorang
anak kecil dan dianggap tolol.

http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44


Website BBPP Lembang

Masih adanya pelaksanaan kegiatan


pendidikan dan latihan model tradisional/pedagogy, dimana menganggap peserta-latih
seperti anak kecil yang seolah tidak tahu apa-apa terhadap yang diajarkan,
menyebabkan anak didik atau peserta latih
berperilaku seperti itu. Padahal
sebagai insan dewasa mereka punya motivasi kuat untuk belajar tanpa
diperlakukan seperti anak kecil. Inilah proses perobahan dari kegiatan teaching menjadi learning didalam suatu kegiatan
diklat.

(2) Experience. Selama hidupnya, orang-orang dewasa memperoleh banyak


pengalaman dalam berbagai hal. Pengalamannya tersebut merupakan modal penting
dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi yang sudah pasti selalu ada
sepanjang hayatnya. Dilain pihak, anak-anak minim pengalaman, sehingga dalam
menghadapi masalah dalam kehidupannya, tidak semampu orang dewasa.

Dalam pelaksaan pendidikan orang


dewasa (Andragogy), pengalaman seseorang
sangatlah berharga untuk proses belajar. Sedang dengan mnggunakan pendekatan
pedagogy, pada umumnya nak-anak memerlukan selalu instruksi dan petunjuk dari
guru atau pelatihnya. Biasanya melalui komunikasi satu arah seperti: kuliah
dalam kelas, penugasan membaca, dan presentasi alat-alat peraga.

(3) Readiness to Learn. Sasaran utama pada kurikulum pedagogi adalah


berkaitan dengan rentetan dan keterkaitan antara materi-pengajaran dengan
tingkat kecakapan anak didik/peserta latih sehingga tercapai suatu tingkatan
sebagaimana yang ditargetkan oleh guru atau pelatih. Bagi orang-orang dewasa
kelengkapan dan persyaratan tersebut telah dimilikinya, sehingga mereka mampu
mencapai tingkatan kecakapan tertentu melalui kegiatan-kegiatan membaca,
menulis, dialog dan sebagainya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Didalam pendidikan orang dewasa


(Andragogy), upaya pengelompokan para peserta (learners) dimaksudkan agar mereka bisa mengidentifikasi apa yang
menjadi
minat dan kebutuhan belajarnya. Hal ini ditentukan oleh mereka sendiri, sedang
pelatih hanyalah memfasilitasi agar mereka para peserta latih kondusip untuk
belajar. Fasilitator berkewajiban menciptakan suasana belajar (social situation) yang sesuai dengan
aktipitas dan tujuan belajar mereka.

(4) Time
Perspective and Orientation to Learning. Dalam pendidikan cara pedagogi,
siswa dipersiapkan terutama untuk pemecahan masalah dimasa yang akan datang.
Sebaliknya pendekatan Andragogy, belajar/berlatih itu adalah merupakan “problem centered” bukan
“ subject centered” seperti yang dianut
pada pendekatan Pedagogy.

http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44


Website BBPP Lembang

Peran utama Widyaiswara dalam proses pelatihan adalah sebagai


fasilitator yaitu membimbing proses
Andragogy itu, bukan mengatur dan memberikan
mata ajaran sebagaimana terjadi pada cara-cara Pedagogy. Karena mata
ajaran dalam Andragogy lebih banyak variasinya, tergantung pada minat dan
sumber (resources) yang terdapat pada
kelembagaan dimana dia bekerja atau berada. While
the facilitator need not be an “expert” in the learning content, it is most
desirable for him to have some “content” knowledge if he is to guide the
“process” effectively. Demikian John D Ingells menegaskan.

Dan Suganda [3]


menyatakan dalam suatu Seminar sehari: “Pelaksanaan Pendekatan Andragogi Pada
DIKLAT”, yang dilaksanakan oleh Diklat Departemen Dalam Negeri Wilayah II di
Bandung tanggal 22 Juli 1998, menyatakan bahwa sifat orang dewasa adalah
sebagai berikut: O rientasi
pemikiran pada pekerjaan; R entan
perasaan; A ku (ego) nya kuat; NG eraknya relatif lamban; D asar pengalaman kerjanya luas; E selonnya sering
mengekang; WA kal dan pikirannya lebih matang; S emangat belajar atas kesadaran; A lemannya bukan main. alarnya
telah mapan; awasannya cukup luas;

Sedangkan
pendekatan Andragogi menurut Suganda adalah: A jak berpartisipasi aktif; N
arasi teks diskusi dapat kompleks; D
emokratis; R ole playing dan case
study; A wasi secara longgar; G abungkan ke dalam kelompok; OG erakkan semangat belajarnya dengan
sabar; I rama penyajian sesuaikan
dengan kondisi. rientasikan pelajaran pada praktek;

Proses latih-berlatih pada kegiatan Diklat merupakan


kontak sosial antara Widyaiswara dengan peserta-latih dalam rangka mencapai
tujuan pelatihan tertentu. Ini berarti, bahwa bukan hanya pihak Widyaiswara
yang aktif, melainkan justru para peserta-latih yang harus lebih aktif. Dengan
demikian, maka dalam proses latih-berlatih terjadilah adanya kontak pribadi
yang satu dengan yang lain, baik antara pribadi Widyaiswara dan peserta-latih,
maupun antara pribadi peserta-latih yang satu dengan yang lainnya.

Metode merupakan faktor penunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pelatihan


dalam rangka pencapaian tujuan pelatihan dan faktor pelatihan yang menyebabkan
keberlangsungan proses latih-berlatih. Masing-masing pihak yang berinteraksi dalam
pengajaran memerlukan metode pengajaran yang berlainan. Dengan metode mengajar
yang tepat dapat diharapkan proses latih-berlatih/proses belajar-mengajar yang
sedang berjalan berhasil baik. Metode melatih/mengajar yang baik adalah metode
melatih/mengajar yang menyebabkan pihak yang belajar dapat melatih/mengajar
dirinya sendiri.

Dalam kaitannya dengan


pendekatan Andragogi (Pendidikan cara orang dewasa), yang menuntut adanya
aktivitas peserta-latih dalam melaksanakan belajar secara intelektual, sosial
http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44
Website BBPP Lembang

dan fisik, maka di dalam pengajarannya, Widyaiswara dituntut untuk menentukan


metode pelatihan yang dapat merangsang peserta-latih secara aktif dalam
melakukan kegiatan belajar.

Ada beberapa hal yang


perlu diperhatikan oleh Widyaiswara dalam memilih suatu metode pelatihan yaitu:

(1)
Kemampuan Widyaiswara yang bersangkutan dalam menggunakan
metode tertentu.

(2)
Tujuan pelatihan yang akan dicapai.

(3)
Bahan pelatihan yang perlu dipelajari oleh peserta-latih.

(4)
Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya.

(5)
Sarana dan prasarana yang ada atau yang dapat disediakan.

Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas diharapkan bahwa Widyaiswara dapat menentukan ketepatan dan
efektipitas metode pengajaran yang digunakan dalam proses pelatihan yang
menerapkan pendekatan cara belajar orang dewasa (Andragogi). Jika metode
mengajar mampu membangkitkan aktivitas peserta-latih dalam pengajaran maka hal
ini menunjukkan bahwa metode pelatihan tersebut merupakan metode yang efektif.
Metode yang baik adalah metode yang (1)
memperhatikan prinsip-prinsip belajar, (2) mengutamakan aktivitas
peserta-latih, (3) mempertimbangkan perbedaan individual peserta-latih, (4)
merangsang peserta-latih berpikir dan bernalar, dan (5) memungkinkan terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan diri peserta-latih.

Untuk menentukan metode


mengajar yang baik dan sesuai dengan tujuan pengajaran, maka Widyaiswara perlu
menguasai berbagai metode pelatihan yang dapat diperoleh dari pedoman
pelaksanaan kegiatan latih-berlatih atau kegiatan belajar-mengajar dalam
kurikulum yang berlaku. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa setiap metode
pelatihan memiliki kelebihan dan
http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44
Website BBPP Lembang

kekurangannya dilihat dari cara belajar peserta-latih, kondisi dan situasi


kelas tempat belajar. Oleh karena itu, disarankan agar dalam kegiatan
latih-berlatih dapat digunakan berbagai metode pelatihan secara kombinasi
terpadu.

Beberapa teknik dan


metode yang dapat diterapkan dalam hubungannya dengan pendekatan Andragogi,
antara lain meliputi (1) Teknik
bertanya; (2) Metode diskusi; (3) Umpan balik dalam interaksi belajar-mengajar;
(4) Metode karyawisata/widyawisata; (5) Metode bermain peran/sosiodrama; dan
(6) Metode Analisa Kasus.

Hal yang menjadi


permasalahan sekarang adalah tentang bagaimana proses terjadinya belajar aktip?
Proses terjadinya belajar aktip adalah Widyaiswara memberikan informasi kepada
peserta-latih dan menyuruh mereka untuk berpikir. Peserta-latih memberikan
jawaban mengenai pendapatnya berdasarkan atas hasil pemikiran mereka sendiri
setelah berdiskusi dengan temannya. Widyaiswara memberikan umpan balik kepada
peserta-latih. Agar hal ini dapat terjadi, maka perlu diciptakan situasi
belajar yang memungkinkan para peserta-latih dapat saling bertanya jawab.

Situasi tersebut menuntut adanya


komunikasi antara Widyaiswara dengan peserta-latih, maupun peserta-latih dengan
peserta-latih lainnya. Dengan kata lain, peserta-latih terlibat aktif dalam proses pelatihan. Hal
ini berarti, kepada peserta-latih diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan
Widyaiswara, dan juga dengan temannya untuk memecahkan permasalahan yang sedang
dibicarakan selama proses pelatihan. Disamping itu, umpan balik akan segera
terwujud atau diberikan oleh Widyaiswara atau oleh teman sekelasnya kepada
peserta-latih yang terlibat dalam interaksi pelatihan. Kepada peserta-latih
diberikan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam proses pelatihan yang
sedang dilaksanakan.

Masalah yang perlu diperhatikan oleh


Widyaiswara dalam proses pelatihan yang menerapkan pendekatan Andragogi adalah:

1.
Sejauh mana Widyaiswara memberikan dorongan kepada
peserta-latih untuk bekerjasama dalam belajar?

2.
Sejauh mana Widyaiswara memberikan dorongan kepada
peserta-latih untuk menggunakan hasil pengamatan dan pengalaman mereka sendiri
sebagai bahan diskusi dikelas?

http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44


Website BBPP Lembang

Jika kedua masalah di


atas diperhatikan, maka aktipitas peserta-latih dalam segi intelektual, fisik
dan emosional dalam proses pelatihan dapat terwujud. Dengan kata lain
pendekatan Andragogi (pendidikan cara orang dewasa), telah dilaksanakan dalam
proses pelatihan.

Pada hakekatnya di dalam


kegiatan pelatihan yang menerapkan pendekatan Andragogi, pihak yang aktip dalam
pengajaran bukan hanya peserta-latih, tetapi juga para Widyaiswara. Aktipitas
Widyaiswara dalam kegiatan proses latih-berlatih dapat berupa penyajian permasalahan
yang aktual kepada peserta-latih untuk didiskusikan oleh peserta-latih guna
menemukan jawabannya. Apabila peserta-latih mengalami kesulitan maka
Widyaiswara wajib membimbing dan mengarahkan sehingga peserta-latih dapat
menemukan pemecahan permasalahannya.

_________________________

[1] Widyaiswara Utama pada


BBPP Lembang, dosen UPI dan STPB.

[2] John D. Ingalls. (1973). Andragogy Concepts for Adult Learning.


HEW’s Social and Rehabilitation Service, Waltham,
Massachusetts. Halaman (5-9).

[3] Widyaiswara LAN Perwakilan


Jabar.

http://www.bbpp-lembang.info BBPP Lembang! Dihasilkan: 16 March, 2009, 03:44

You might also like