Professional Documents
Culture Documents
ISLAM
Makalah
Oleh;
Khoirul Faiq
208046100068
Dosen Pembimbing:
PENDAHULUAN
1 M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000),
hal.4.
2 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 83.
Ghanimah
Secara etimologi berasal dari kata ghanama-ghanimatuh yang
berarti memperoleh jarahan ‘rampasan perang’. Harta ini menurut Sa’id
Hawwa adalah harta yang didapatkan dari hasil peperangan dengan kaum
musyrikin. Yang menjadi sasarannya adalah orang kafir yang bukan dalam
wilayah yang sama (kafir dzimmi), dan harta yang diambil bisa dari harta
yang bergerak atau harta yang tidak bergerak, seperti: perhiasan, senjata,
unta, tanah, dll. Untuk porsinya 1/5 untuk Allah dan Rasulnya, kerabat
Rasul, anak yatim, dan fakir miskin, dan ibn sabil, dan 4/5 untuk para
balatentara yang ikut perang. Kemudian sisanya disimpan di Baitul Mal
untuk didistribusikan kemudian.
Shadaqah
3
Infaq
Infaq diambil dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu
(harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut literature yang lain infaq
berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk satu
kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Dalam infaq tidak mengenal
yang namanya nisab, asnaf, dan subjeknya, artinya orang kafirpun bisa
mengeluarkan infaq yang dialokasikan untuk kepentingan agamanya. Infaq
ini boleh diberikan kepada siapa saja dan berapa saja. Untuk ruang
lingkupnya infaq lebih luas daripada zakat yang mana hanya untuk orang
muslim saja.
Zakat
‘Ushr
‘Ushr oleh kalangan ahli fiqh disebut sepersepuluh yang dalam hal
ini memiliki dua arti. Pertama, sepersepuluh dari lahan pertanian yang
Fay’i
Jizyah
5
mereka, dll. Jizyah dikenakan kepada orang kafir karena kekafirannya
bukan kepada hartanya. Dalam hal ini para laki-laki yang mampu, orang
kaya, dll. yang hidup dan tinggal dalam lingkungan negara islam. Jizyah
merupakan bentuk daripada ketundukan seseorang kepada kekuasaan
islam, membayar jizyah itu karena orang non-muslim itu bisa menikmati
fasilitas umum bersama orang muslim (kepolisian, pengadilan, dll), dan
ketidak wajiban ikut perang bagi para non-muslim. Akan tetapi ketidak
wajiban ini bukan semata-mata karena mereka sudah membayar jizyah, ini
merupakan keadilan islam yang mutlak karena perang dalam islam sangat
erat hubungannya dengan aqidah (jihad fii sabilillah).7 Untuk tarif atau
jumlah jizyah yang akan diambil berbeda-beda, akan tetapi yang pasti
adalah dengan menggunakan perinsip keadilan.
Kharaj
Dalam hal ini kharaj dibagi kedalam dua bagian, yaitu: Kharaj yang
dikenakan pada tanah (pajak tetap) artinya pajak tersebut tetap atas
tanahnya selama setahun, dan hasil tanah (pajak proporsional) akan
dikenakan sebagai bagian dari total hasil produksi pertanian. Sama seperti
halnya pendapatan lain maka kharaj juga akan didistribusikan kepada
kepentingan seluruh kaum muslimin.
7 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 119.
disirami dengan air hujan, 10% diambil dari para pedagang kafir yang
memasuki wilayah islam karena membawa barang dagangan (bea cukai).
Penarikan bea cukai terhadap para pedagang non-muslim ini dikarenakan
sebelumnya orang muslim yang ingin melewati daerah non-muslim dengan
membawa barang dagangan juga dikenakan bea cukai (10%), untuk
menutupi kerugian tersebut maka negara islam juga memperlakukan hal
yang demikian. Dalam pemungutan bea cukai ini dilakukan selama satu
tahun sekali sebesar 10% dan diberlakukan terhadap barang yang nilainya
lebih dari 200 dirham, seperti dalam hadits Ziyad Ibn Judair (yang
merupakan seorang pemungut bea cukai pada Umar Ibn Khattab) Umar
Ibn Khattab menulis surat kepadaku seraya berkata, “janganlah kamu
memungut pajak 10% dari mereka kecuali sekali selama satu tahun, bea
cukai ini juga hanya tertentu pada barang yang nilainya lebih dari 200
dirham”.
Pajak tambang ini yang hasilnya keras seperti emas, perak, besi,
dll. atau harta karun yang ditemukan di wilayah orang islam, maka
seperlima (1/5) harus diserahkan kepada negara untuk memenuhi keadilan
sosial.
Namun para ulama’ berbeda pendapat tentang pajak dan harta
karun ini. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali ini dianggap sebagai
zakat, sedangkan menurut Hanafi adalah sebagai barang rampasan.8
Waqaf
8 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 133.
7
untuk tujuan amal sepanjang barang tersebut masih ada’.9
C. KESIMPULAN
9 Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrument Keuangan Islam, (Jakarta: CIBER dan
PKTTI-UI), hal. 29.
10 P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 515.
berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, melainkan menggunakan ijma’, ijtihad, dll. yang
artinya tidak semua ulama’ akan melaksanakan dan menerimanya.
D. DAFTAR PUSTAKA