You are on page 1of 24

Dosimetri : Pengukuran radiasi

Dosimetri radiasi berhubungan dengan berbagai metoda untuk


penentuan kuantitatif energi yang dideposit pada suatu medium
secara langsung atau tidak langsung oleh radiasi pengion.

Dosimetri akan berhubungan dengan berbagai besaran yang secara


umum dapat dibedakan ke dalam 3 kelompok:
1. Besaran berkaitan dengan sumber radiasi, aktivitas atau
kekuatan sumber. Besaran ini akan digunakan dalam
dosimetri berkaitan dengan sumber radioaktif.
2. Besaran berkaitan dengan berkas radiasi, seperti fluens dan
fluens energi, untuk menyatakan berkas primer.
3. Besaran yang mengukur efek radiasi dalam materi, seperti
eksposi dan dosis. Kedua besaran ini sangat penting dalam
radioterapi.
Perhatikan bahwa ketiga besaran tersebut tidak selalu saling
berhubungan secara langsung.

Dari segi penggunaanya dalam klinik, masalah dosimetri dapat


dibedakan menjadi 3 kelompok:
• Radioterapi, berkaitan dengan dosis tinggi
• Diagnostik Radiologi, berkaitan dengan dosis rendah
• Kedokteran Nuklir, dapat untuk terapi maupun diagnostik, yang
berarti berkaitan dengan dosis tinggi maupun rendah yang
berasal dari sumber radioaktif terbuka.

Besaran berkas radiasi

Fluens partikel (Φ ) didefinisikan sebagai jumlah foton dN yang


menembus tegak lurus pada satu satuan luas suatu bidang dA.
Satuan fluens adalah m-2. Perhatikan bahwa dA daerah yang tegak
lurus pada arah partikel.

1
dN jumlah foton
Φ= =
dA luas

Fluens energi (ψ ) didefinisikan sebagai sejumlah energi yang


melewati satu satuan luas.

dN E energi
Ψ= =
dA luas

Laju fluens (φ ) adalah jumlah foton yang menembus satu satuan


luas per satuan waktu.
dΦ jumlah foton
φ= =
dt waktu x luas

Laju fluens energi (ψ ) adalah jumlah energi yang melewati satu


satuan luas per satuan waktu.
dΨ energi
ψ= =
dt waktu x luas

Perlu diperhatikan bahwa pada umumnya berkas radiasi tidak


monoenergi.

Pada kenyataannya berkas partikel umumnya polyenergi. Untuk


berkas yang demikian rumus fluens partikel dan fluens energi
berubah menjadi fluens spektrum dan fluens energi spektrum, dan
dapat dinyatakan sebagai berikut.


ΦE ( E) = ( E)
dE
dan


ΨE ( E) = ( E ) = dΦ ( E ) E
dE dE

2
ΦE(E) dan ΨE(E) adalah notasi deferensial spektrum fluens partikel
dan diferensial spektrum fluens energi pada energi E.

Transfer energi, kerma (kinetic energy released in the


medium) dan dosis absorpsi/serap.

Transfer energi dari foton ke medium berlangsung dalam dua tahap


• berkaitan dengan interaksi radiasi dengan atom, mengakibatkan
elektron bergerak dan mempunyai energi kinetik
• berkaitan dengan transfer energi elektron kepada medium
melalui ionisasi dan eksitasi.

dE tr energi 
Kerma : K=
dm  massa 
energi kinetik yang ditransfer dari foton ke elektron dalam
dE tr =
elemen volume dengan massa dm.
μ
K =Φ E tr
ρ

μ
Φ
ρ adalah jumlah foton yang melakukan interaksi per unit massa

3
E
adalah energi rata-rata yang ditransfer kepada elektron dalam
tr

interaksi.

Untuk berkas energi partikel yang polyenergi, kerma dapat ditulis


sebagai berikut.
E max
dΦ ( E ) μ(E)
K= ∫ E tr (E) dE
0 dE ρ

Satuan kerma adalah joule/kg yang juga disebut Gy. Kerma perlu
untuk dosimetri dapat dihitung namun tidak dapat diukur.

CEMA
Cema (C) adalah singkatan dari converted energy per unit massa,
yang dipakai untuk radiasi pengion langsung seperti elektron dan
proton. Cema merupakan hasil bagi dEC oleh dm, dengan dEC
adalah energi yang dihilangkan oleh partikel bermuatan, tidak
termasuk elektron sekunder, yang bertumbukan dalam medium
dengan massa dm

dE C
C=
dm

Unit cema adalah J/kg atau Gy.

Dosis absorpsi (D)


Energi ditransfer dari foton ke elektron, tetapi tidak seluruhnya
diberikan kepada medium, sebagian keluar dari medium lagi,
dipancarkan sebagai bremstrahlung. Dosis absorpsi adalah energi
yang diberikan kepada medium, digunakan untuk ionisasi dan
eksitasi sepanjang lintasan elektron. Karena lintasan elektron
cukup panjang, maka kerma dan dosis absorpsi tidak terjadi pada
tempat yang sama.

4
dE tr energi 
D=  massa 
dm

dm diambil kecil sehingga dosis absorpsi dapat didefinisikan


energi yang diserap pada titik.
Satuan dosis absorpsi adalah Gy (Gray) untuk SI dan rad untuk
non SI

1 Gy = 1 J/kg (SI)
1 rad = 100 erg/g
1 Gy = 100 rad

Perlu diperhatikan perbedaan antara kerma dan dosis absorpsi.


Sebagai contoh, seandainya photon 10 MeV berinteraksi dengan
carbon. Energi rata-rata yang ditransfer ( E tr ) 7.3 MeV. Sebagian
energi tersebut 0.24 MeV dipancarkan kembali sebagai
bremstrahlung, dan 7.06 MeV akan diserap medium sepanjang
lintasannya. Panjang lintasan elektron 7.3 MeV dalam carbon
sekitar 4.2 gm/cm2 atau sekitar 1.9 cm, dan menyebabkan terjadi
ionisasi sekitar 2x105. Energi untuk ionisasi ini yang merupakan
dosis absorbsi. Pada suatu tempat dalam medium, satu atom
berinteraksi dengan radiasi dan terionisasi, dan sepanjang lintasan
elektron akan terjadi interaksi berantai yang menghasilkan ionisasi
2x105 atom.

Kerma total dapat dibagi menjadi dua komponen, kerma tumbukan


Kcol dan Krad. Yang dimaksud dengan Kcol adalah bagian kerma
yang menghasilkan elektron dan memberikan energinya untuk
ionisasi sepanjang lintasan elektron dalam medium. Dengan
demikian Kcol adalah energi yang ditransfer kepada banyak partikel
per satuan massa pada suatu titik tertentu, dengan tidak
memasukkan energi hilang akibat bremstrahlung dan energi yang
dihasilkan dari satu partikel bermuatan berubah menjadi partikel
lain (anihilasi elektron – positron). Sedangkan Krad adalah bagian
kerma yang dipakai untuk produksi bremstrahlung.

5
K = Kcol + Krad
Kcol = K (1-g)

Untuk berkas dengan monoenergi:


µ
Kcol = ψ ( ρ )
abs

Untuk berkas polienergi, nilai Kcol dapat diperoleh dengan


µ
menghitung rata-rata nilai ρ dan menyatakan ψ dengan
abs

integrasi dalam daerah spektrum energinya.


E max
μ abs μ 
K col = ∫ Ψ E (E) (E) dE = Ψ  abs 
0 ρ  ρ 

Perhatikan bahwa

 µabs  µabs
E max
1 E max

Ψ = ∫ Ψ E ( E ) dE dan   = ∫ Ψ (E) (E)dE


 ρ  Ψ ρ
E
0 0

Hubungan kerma antara dua material yang berbeda dapat


dinyatakan sebagai berikut :

 μ abs 
Ψ2 
 ρ 

K col2
=  2 = ( Ψ ) 
μ abs 

K col1  μ abs 
2,1  
Ψ1    ρ 2,1
 ρ 
 1

Persamaan di atas sering digunakan pada suatu kondisi dengan


rasio fluens ψ 2,1 dianggap sama dengan satu, untuk material yang
mendekati sama (densitas elektronnya) atau situasi bila massa
material 2 cukup untuk membentuk daerah buildup dan sekaligus
cukup kecil sehingga tidak mengganggu fluens foton dalam
material 1 (sebagai contoh dosis pada massa jaringan yang kecil
dalam udara)

6
Keseimbangan elektronik
Transfer energi (kerma) foton tidak terjadi pada tempat yang sama
dengan absorpsi energi oleh medium (dosis absorpsi). Ini
disebabkan karena jangkauan elektron yang tertentu dan tidak
sama dengan nol. Secara skematis hubungan antara kerma dengan
dosis absorpsi dapat diilustrasikan sebagai berikut

Pada kenyataannya, sangat sulit terjadi keseimbangan elektronik


setelah kedalaman maksimum. Secara umum hubungan dosis dan
kerma dapat dinyatakan sebagai berikut :

D = β Kcol

Bila foton radiatif keluar dari sistem atau volume yang diamati,
diasumsikan harga β ≈ 1.

Harga β < 1 terjadi pada daerah buildup. Setelah daerah buildup,


bila dianggap tidak ada atenuasi ataupun hamburan, maka akan

7
terjadi keseimbangan muatan elektronik (CPE, charged particel
equilibrium), berarti D = Kcol, yang ditunjukkan oleh kurva dosis
dan kerma berimpit (Gb.a).

Pada kenyataannya, akan terjadi atenuasi foton maupun hamburan,


sehingga setelah melampaui daerah buildup, akan terjadi daerah
keseimbangan transien (TCPE, transient charged particle
equilibrium), hubungan antara kerma dengan dosis konstan,
mengingat untuk berkas foton energi tinggi, jangkauan elektron
yang dihasilkannya tidak berubah dengan kenaikan kedalaman.

Bila terjadi keseimbangan yang sebenarnya, yang berarti terjadi


pada kedalaman maksimum, hubungan antara kerma dan dosis
absorpsi menjadi sebagai berikut
μ
D =Φ E abs = K col = K (1 −g)
ρ

g adalah fraksi energi yang diubah menjadi bremstrahlung. Nilai g


tergantung pada energi kinetik elektron dan juga nomer atom
material (Z). Nilai g meningkat dengan kenaikan harga Z. Untuk
elektron yang dihasilkan oleh radiasi gamma 60Co dalam udara,
nilai g sekitar 0.0032.

Kerma tumbukan dan eksposi


Energi rata-rata (W) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu
pasangan muatan dalam gas bersifat konstan (dalam tekanan yang
bervariasi dan berbagai energi elektron).

W = 33.97 eV/pasangan = 33.97 J/C (dalam udara)

Eksposi atau paparan (X) didefinisikan sebagai jumlah muatan dQ


yang terbentuk dalam udara dengan massa dm

dQ
X =
dm

8
Satuan eksposi mengikuti SI adalah C/kg
Jumlah muatan yang dihasilkan per unit massa atau eksposi dalam
udara dapat juga ditulis sebagai berikut :

 e 
X = ( K col ) udara 
W 

 udara 

Hubungan antara kerma total dengan eksposi (bila terjadi


keseimbangan) menjadi:

W  1
K udara = X  udara 
 e  1−g
1 unit X = 1 C/kg
C 1ion eV J Gy
=1 x −19
x 33.95 x 1.6 x 10 −19 x1 = 33.95 Gy
kg 1.6x10 c ion eV J/kg

Satuan eksposi non SI adalah R (Roentgen), 1 R = 2.58 x 10-4


C/kg.

Eksposi dan dosis

dQ jumlahpasa nganion
X= =
dm massa

Satuan SI adalah C/kg


1C 1 ion ev J Gy
1 unit X = 1 C/kg = x
kg 1.6x10 −19
x34
ion
x 1.6 x 10 −19 x
ev J/kg

= 34 Gy dalam udara.

Satuan non SI
1 R = 1ses/cm3
1ses 1 ion ev erg 1 cm 3
= x −10
x 34 x 1.6x10 −12
x
cm 3
4.8 x 10 ses ion ev 0.001293 gr
= 87.7 erg/gram udara

9
= 8.77 x 10-3 J/kg udara
R
1 unit X = 3881 C/kg

atau 1R = 2.58 x 10-4 C/kg

Hubungan antara eksposi dan dosis, bila berkas foton monoenergi.

•. μ m Gy
D=ΦxEx
ρ m sec

• μ ud 1 Gy
X =ΦxEx x
ρ ud 34 sec

D = 3 4x ( µ / ρ ) G y

m m

X

(µ /ρ ) C/k g
ud ud

Ruang/kaviti Bragg-Gray
Untuk mengukur langsung dosis absorpsi yang didasarkan pada
pengukuran ionisasi dalam udara perlu ditambah dengan berbagai
perhitungan yang menyangkut beberapa faktor koreksi yang
diturunkan dari teori kaviti Bragg-Gray. Kondisi untuk aplikasi
teori kaviti Bragg-Gray haruas memenuhi persyaratan berikut:

a. Kaviti harus kecil dibandingkan dengan jamgkauan elektron


yang datang, sehingga kehadirannya tidak mengganggu
fluens elektron dalam medium.
b. Dosis absorpsi dalam kaviti diberikan hanya oleh elektron
yang menembusnya (interaksi foton dalam kaviti dianggap
kecil dan diabaikan)

10
Kondisi (a) akan terpenuhi pada daerah CPE atau TCPE. Perlu
diperhatikan bahwa dengan adanya kaviti selalu akan
mengakibatkan perturbasi fluens foton, yang dalam perhitungan
hasil pengukuran membutuhkan suatu faktor koreksi perturbasi.

Kondisi (b) menunjukkan bahwa elektron yang memberikan dosis


dalam kaviti diproduksi dari luar kaviti dan seluruhnya melewati
kaviti. Tidak ada elektron sekunder yang diproduksi dalam kaviti
dan tidak ada elektron yang berhenti dalam kaviti.

Laju energi elektron yang hilang per satuan lintasan dinyatakan


dE S
sebagai daya henti ( S = dx ). Selanjutnya daya henti massa ( ρ )
akan sama dengan daya henti linear dibagi oleh kerapatan massa
medium. Satuan daya henti linear dan massa biasanya dinyatakan
dengan MeV/cm dan MeV cm2/gm.

Dengan kondisi yang mengikuti teori Bragg-Gray, hubungan dosis


dalam medium dengan dalam kaviti menjadi sebagai berikut:

S 
D med =D gas 
ρ 

 med, gas

11
S 

ρ 

 med,
adalah rasio daya henti massa tak terbatas (unrestricted)
gas

rata-rata medium dengan gas. Penggunaan daya henti massa tak


terbatas dimaksudkan tidak memasukkan produksi partikel
bermuatan sekunder (atau eletron delta) dalam kaviti dan medium.

Persamaan tersebut diturunkan dari asumsi fluens elektron dalam


medium sama dengan dalam kaviti.
DM = Φ E (µ en/ρ)M dan dengan menggunakan fluens elektron dapat
 1 dT 
pula ditulis sebagai DM = Φe   .
 ρ dx 
 M
 1 dT 
Sedangkan dosis dalam kaviti dapat ditulis DC = Φ e 
 ρ dx 


C

dengan T adalah energi kinetik elektron. Dari kedua persamaan


dapat diperoleh persamaan berikut:

DM
=
( dT / ρdx ) M
Dg ( dT / ρdx ) g

Perhatikan

 dT 
∫ Φ
Tmax
 dT
 ρdx g
T
 dT  D
0
1 T
S M = = ∫0 ΦT 
max
 dT = g
∫ Φ dT Φ  ρdx g Φ
m Tmax

0 T

 dT 
∫ Φ
Tmax
 dT
 ρdx M  dT 
T
0
1 T D
S M = = ∫0 ΦT   dT = M
max

∫0 ΦT dT Φ  ρdx M Φ
m T
max

DM S
= m M = m SgM =s medium, gas
Dg m
Sg

Sebetulnya nilai Q lebih besar dari Q’ yang dikoleksi dari bilik


ionisasi, karena adanya rekombinasi memerlukan koreksi. Perlu

12
diperhatikan bahwa teori Bragg-Gray dapat digunakan pada zat
padat maupun zat cair diisi ”caviti ” g.

Pertimbangan aplikasi teori kaviti dalam penggunaan bilik ionisasi


dan protokol dosimetri

Dinding bilik berfungsi sebagai daerah buildup, ketebalan dinding


bilik beserta tudung harus melebihi jangkauan elektron sekunder
dalam material dinding agar menjamin elektron yang masuk dalam
kaviti diproduksi oleh dinding bilik bukan oleh medium. Dinding
bilik tebal yang demikian biasanya dipakai untuk kalibrasi
berdasarkan kerma udara. Bila bilik ionisasi digunakan dalam
fantom dan tidak menggunakan tudung, mengingat ketebalan
dinding bilik jauh lebih tipis dibanding dengan jangkauan elektron
sekunder, maka proporsi dosis kaviti yang diakibatkan oleh fantom
jauh lebih besar dari yang dihasilkan oleh dinding, sehingga
medium fantom bertindak sebagai medium dan dinding bilik
ionisasi diperlakukan sebagai perturbasi.

Dalam penggunaan bilik ionisasi tebal, teori Bragg-Gray dapat


dipakai untuk memperoleh hubungan antara dosis dalam kaviti dan
dalam medium. Dosis dalam medium dapat dihubungkan dengan
dosis dalam dinding dengan menggunakan rasio koefesien absorpsi
μ abs 
massa medium dengan dinding 
 ρ 
 dengan asumsi
 medium, dinding

13
a) dosis absorpsi sama dengan kerma tumbukan
b) fluens foton tidak terganggu dengan kehadiran bilik ionisasi

Dosis absorpsi dalam gas dapat dihubungkan dengan produksi


ionisasi dalam gas dengan persamaan berikut:

Q W
D gas =
m gas e

Q dinyatakan dalam coulomb dan mgas dalam kg. Pada umumnya


gas yang digunakan udara dengan densitas ρ udara = 1.293 kg/m3
pada kondisi STP (00 C, 101.3 Pa atau 1 atm, 760 mm Hg).

Hubungan dosis dalam medium dengan dalam kaviti menurut


Spencer-Attix mengikuti persamaan berikut:

D med
=s med, cav
D cav

smed,cav adalah rasio daya henti massa terbatas rata-rata dalam


medium dengan dalam kaviti (gas) dengan memperhitungkan
fluens elektron dalam medium Φ tidak sama dengan dalam kaviti
M
e

Φ .
C
e

Teori kaviti Spencer –Attix dapat digunakan untuk kalkulasi dosis


dalam medium:

 μ abs   μ abs 
D med = D dind 
 ρ 
 = D gas s dind, gas

 ρ 

 med, dinding  med, dinding

Q  Wgas   μ abs 
=  
 s dind, 
 ρ 

m
gas
 e   med, dinding

14
Dengan menggunakan persamaan di atas [pada kedalaman
maksimum D = K (1 – g)], nilai kerma udara dalam udara dapat
ditentukan.

Bila pengukuran dilakukan dengan bilik ionisasi tipis dalam berkas


foton atau elektron energi tinggi, dinding, kaviti dan anoda sentral
diperlakukan sebagai perturbasi pada fluens foton, dan persamaan
berkaitan dengan rasio daya henti tumbukan massa dalam medium
dan dalam gas.

Q  Wgas 
D med =   s med, gas
p fl p dis p dind p cel
m e 

pfl adalah faktor koreksi perturbasi fluens


pdis adalah faktor koreksi penggantian titik pengukuran
pdind adalah faktor koreksi dinding
pcel adalah faktor koreksi elektroda sentral

15
Interaksi elektron dengan materi

Elektron kehilangan energi kinetik pada saat melewati medium,


melalui interaksi antara muatan dengan medan listrik elektron
medium. Dalam interaksi antara elektron dengan elektron medium,
karena keduanya mempunyai massa diam sama, maka transfer
energi kinetik menjadi relatif besar dan diiringi dengan perubahan
arah gerakan elektron asal. Diandaikan pada setiap tumbukan
elektron pembawa energi kinetik yang lebih tinggi adalah elektron
asal, sehingga pertukaran energi maksimum bila transfer energi
setengah dari energi kinetik elektron asal. Selain itu, elektron juga
mempunyai kemungkinan berinteraksi dengan medan inti,
mengalami perlambatan cepat sehingga mengalami pembelokan
lintasan yang diiringi oleh pancaran bremstrahlung.

Secara skematis interaksi dapat digambarkan sebagai berikut:

• Untuk b>>> a elektron akan mengalami tumbukan lunakdengan


seluruh atom, dan hanya sedikit energi yang ditransfer dari
elektron datang ke elektron orbital atom
• Untuk b = a elektron akan mengalami tumbukan keras dengan
elektron orbital dan fraksi energi kinetik elektron datang yang
ditransfer ke elektron orbital tinggi.

16
• Untuk b<<<a elektron datang mengalami interaksi dengan
medan inti. Elektron mengalami pembelokan yang disertai
pancaran bremstrahlung dengan energi mulai dari nol sampai
dengan energi elektron datang. Energi bremstrahlung tergantung
pada harga parameter impak b. Penurunan harga b akan
mengakibatkan energi bremstrahlung meningkat.

Interaksi elektron dengan elektron orbital sebagai akibat interaksi


Coulomb akan menghasilkan ionisasi dan eksitasi. Kehilangan
energi akibat interaksi demikian dikenal sebagai daya henti
tumbukan.

Di lain pihak interaksi elektron akibat interaksi Coulomb antara


elektron dengan inti yang menghasilkan bremstrahlung berkaitan
dengan daya henti radiatif. Produksi bremstrahlung (P) mengikuti
persamaan Larmor:

q 2a 2
P=
6πε0 c 3

Distribusi angular bremstrahlung yang dipancarkan sebanding


dengan sin2θ /(1 – βcosθ )5, dengan θ adalah sudut antara
percepatan partikel bermuatan dengan unit vektor yang
menghubungkan muatan dengan titik observasi, dan β adalah v/c.
Pancaran bremstrahlung dengan intensitas maksimum terjadi pada
saat harga θ mengikuti persamaan berikut.

1
θmax = arccos  ( 1 +15 β 2 −1) 

3β 

untuk β → 0 memberikan θ max= π/2 dan untuk β →1 memberikan


θ max= 0, menunjukkan bahwa dalam radiologi diagnostik sebagian
besar sinar x mempunyai arah 900 terhadap elektron datang,
sedangkan untuk jangkauan megavolt hampir seluruh foton
dipancarkan searah dengan berkas elektron datang. Selain itu

17
kehilangan energi akibat radiatif dan hasil radiasi g sebanding
dengan nomer atom material penyerap Z.

Daya henti
Jumlah energi kinetik partikel bermuatan yang hilang per satuan
jarak lintasan dalam medium disebut daya henti. Daya henti massa
pada umumnya dinyatakan dengan notasi S, dan secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut.
S  1  dE  S  S 
  =   =  + 
ρ
 tot ρ  dx   col  ρ rad
ρ

Untuk kalkulasi jangkauan elektron digunakan (S/ρ )tot yang


mengikuti persamaan berikut:
−1
S
E Ki

R = ∫  ( EK )  dE K
0  ρ tot
EKi adalah energi kinetik awal elektron.

Kedua (S/ρ )rad dan (S/ρ )tot dipakai untuk kalkulasi hasil pancaran
radiasi atau efesiensi bremstrahlung.

1 Ki ( S / ρ ) rad
Y= ∫ dE K
E Ki 0 ( S / ρ ) tot

Interaksi elektron dengan elektron, diandaikan elektron asal akan


selalu memiliki energi relatif lebih besar. Interaksi terjadi antara
dua partikel dengan massa sama, kehilangan energi besar dan
perubahan arah elektron besar. Kehilangan energi maksimum sama
dengan ½ energi elektron datang.
Kehilangan energi akibat ionisasi (daya henti massa) mengikuti
teori relativitas dan mekanika kuantum, dan khusus untuk partikel
berat bermuatan dinyatakan dengan persamaan berikut:

18
Scol 4π N A Z re2 m e c 2 2   2me v 2  C
= z ln  − ln(1 − β ) − β − 
2 2

ρ Aβ   I  Z
2

re adalah radius elektron klasik (2.82 fm), β = v/c, z adalah muatan


proyektil dalam unit muatan elektron, I adalah potensial eksitasi
rata-rata medium, dan C/Z adalah koreksi model kulit. Untuk unsur
nilai rata-rata I= 11.5Z, dan untuk senyawa dikalkulasi dengan
mengandaikan penjumlahan daya henti tumbukan, dengan
memasukkan berat tiap atom dalam senyawa.

Nilai C/Z sebagai fungsi medium dan kecepatan partikel


bermuatan yang bergerak cepat. Koreksi ini memasukkan
penurunan daya henti massa ketika partikel yang telah habis
kecepatannya lebih banyak dibanding dengan elektron atom dalam
medium penghenti.

Dari persamaan di atas, dapat diperoleh beberapa informasi


sebagai berikut:
• Daya henti tidak tergantung pada massa proyektil dan
berbanding terbalik dengan kuadrat kecepatan proyektil.
Perhatikan bahwa 2mev2 di bawah tanda logaritma tidak
mempunyai hubungan dengan energi kinetik partikel yang
berkaitan dalam proses tumbukan.
• Daya henti massa secara perlahan mendatar ke nilai minimum
untuk energi kinetik EK ≈ 3 mec2
• Faktor Z/A berpengaruh pada penurunan sekitar 20% dari daya
henti massa unsur C ke unsur Pb. Nilai –ln I mengakibatkan
tambahan pengaruh penurunan daya henti massa oleh kenaikan
Z.
2
• Dalam suatu medium nilai z menunjukkan bahwa partikel berat
dengan muatan 2 kali akan mengalami daya henti 4 kali

Daya henti massa untuk elektron dan positron mengikuti ICRU


Report No. 37 sebagai berikut:

19
S col N A Z π r02 2me c 2   EK   τ 
2

= ln  + ln1 +  + F (τ ) − δ 
±

ρ A β2   I   2 

dengan F- diberikan untuk elektron dan mempunyai harga berikut

F-(τ) = (1 – β2)[1+ τ2/8 – (2 τ+1) ln2]

dan untuk positron F+ mengikuti persamaan berikut:

F+(τ) = 2 ln2 – (β2/12)[23 + 14/(τ + 2) + 10/(τ + 2)2 + 4/(τ + 2)3]

Nilai τ = EK/mec2 dan β = v/c

Dari persamaan di atas dapat diperoleh informasi berikut:


• Untuk Erendah (10 – 100 keV), bentuk dalam persamaan yang
1
penting adalah di luar kurung yang berkaitan dengan β
2 . Dapat
dilihat bahwa daya henti berbanding terbalik dengan energi
kinetik.
• Untuk energi elektron E>100 keV, nilai β mendekati 1, nilai di
luar kurung mendekati konstan.
• Bentuk dalam kurung naik pelan dengan kenaikan energi, dan
Scol/ρ melewati nilai minimum pada E sekitar 1 MeV.
• Scol/ρ untuk menurun dengan kenaikan Z karena pengaruh nilai
Z/A. Pada Pb elektron banyak terikat sehingga kemungkinan
terjadi ionisasi relatif rendah.
• Faktor I ikut berpengaruh dalam menurunkan daya henti massa
dengan kenaikan Z.

Efek koreksi densitas δ memasukkan gaya Coulomb efektif pada


partikel bermuatan yang bergerak berasal dari atom yang jauh dari
lintasan berkurang diakibatkan oleh polarisasi medium yang
diinduksi oleh partikel bermuatan. Efek densitas berpengaruh pada
komponen tumbukan lemah, dan signifikan untuk kalkulasi rasio

20
daya henti massa antara medium densitas tinggi dengan medium
densitas rendah (seperti air dan udara).

Elektron mempunyai kemungkinan berinteraksi dengan medan inti


dan menghasilkan bremstrahlung. Untuk energi E <100 MeV
kehilangan energi yang diubah menjadi bremstrahlung mengikuti
persamaan berikut:

Srad 1  dE  N A Z2
=   = σ 0
( E K + m e c 2 ) Br
ρ ρ  dx rad A

σ = 5.8 x 10-28 cm2/atom dan B adalah fungsi Z dan EK yang


r

bervariasi dari 5.33 sampai 15 untuk rentang energi 0.5 MeV


sampai 100 MeV.

Srad/ρ meningkat dengan kenaikan Z dan naik pelan dengan


kenaikan energi elektron. Pengaruh Z2 pada daya henti massa
radiatif tinggi terutama pada material dengan Z tinggi.

21
Daya henti terfokus pada energi elektron hilang pada saat bergerak
dalam medium. Sedangkan energi yang diabsorp medium
dinyatakan sebagai LET (linear energy transfer), yang merupakan
energi rata-rata yang diberikan pada medium secara lokal oleh
partikel bermuatan dengan energi tertentu dalam menempuh suatu
lintasan dalam medium. LET dikenal juga sebagai restricted
stopping power. Fokus perhatian adalah pada cara energi dideposit
sepanjang lintasan dalam medium. Sebagai contoh, dimungkinkan
suatu elektron dalam proses kehilangan energinya mengalami
tumbukan hebat dengan elektron lain yang mengakibatkan elektron
terpental dan membentuk lintasan sendiri (delta rays). Energi yang
dibawa elektron termasuk dalam daya henti elektron, tetapi tidak
dalam restricted stopping power atau LET.

dE L
L=
dl

Nilai LET dihitung menggunakan formula berikut, dengan ∆


menyatakan energi cut off, yakni hanya energi kurang dari ∆ yang
diperhitungkan.

Dalam LET, batasan energi tertentu dinyatakan sebagai energy cut


off diberikan sebagai subscript, misalnya LET100 yang berarti LET
yang diperoleh bila lintasan akibat elektron sekunder dengan
energi 100 eV atau lebih dihitung sebagai lintasan yang berbeda.
Parameter yang paling sederhana adalah L∞ yang didefinisikan
sebagai energi hilang per unit jarak suatu partikel bermuatan yang
dihasilkan oleh gelombang elektromagnet atau neutron, ataupun
partikel bermuatan berasal dari sumber radiasi. Nilai L∞ sama
dengan daya henti.

22
Sebagai contoh elektron dengan energi 20 MeV dalam medium air.
Laju kehilangan energi akibat ionisasi 2.063 keV/cm. Kalau dilihat
hanya perubahan energi kurang dari ∆ = 0.0001 MeV atau 100 eV,
nilai LET jauh lebih rendah, yang hanya 1.042 MeV/cm.
Perhatikan grafik LET elektron sebagai fungsi kedalaman. Pada
akhir lintasan nilai LET sangat tinggi, dan puncak tersebut dikenal
sebagai puncak Bragg.

23
24

You might also like