Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Lainnya
abstraks:
Penelitian ini merupakan penelitian tentang kerusakan mangrove di Surabaya dengan judul “Analisis
Sistem Pendugaan Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove (Studi Kasus di Pantai Timur Surabaya)”.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui faktor penyebab kerusakan mangrove dan
membangun model hubungan tingkat kerusakan mangrove dengan faktor penyebabnya. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survey dengan teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Penelitian
mengambil 4 lokasi yaitu Kecamatan Gunung Anyar, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo dan
Kecamatan Mulyorejo. Masing-masing kecamatan diambil tiga titik pengambilan sampel. Analisis data
yang digunakan yaitu secara deskiptif kuantitaf, uji korelasi, pemodelan dan analisis spasial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor penyebab utama kerusakan mangrove berdasarkan nilai
korelasi (r) antara kerusakan mengrove dengan faktor lingkungan yaitu BOD dengan nilai r -0,769,
tekstur tanah (persen liat) adalah -0,768, kekeruhan adalah -0,737 dan oksigen terlarut adalah 0,731,
sedangkan faktor anthropogenic yaitu tingkat ekonomi dengan nilai r -0,901, tambak perikanan
adalah 0,481, penebangan untuk kayu bakar adalah -0,451 dan tingkat pendidikan adalah 0,418.
Model estimasi kerusakan mangrove (Y) dengan faktor-faktor tersebut adalah (a) Y (BOD) =
-1.737.940,30 – 17.356,98 x X2+ 698.740,40/ln (X), (b) Y (Tekstur Tanah) = 1.479,1 x exp((-(X-
44,57)2/2 x 11,782)), (c) Y (Kekeruhan) = X- 11,7702 x exp(73,7446 + 0,0121 x X), (d) Y (Oksigen
Terlarut) = 24.014,12 – 62.530,10/ln(X) + 176.744,26/X1,5, (e) Y (Tingkat Ekonomi) = 933,54 +
2,15E-16 x X3 198.562.510.531.277,00/X2, (f) Y (Tambak Perikanan) = 65,30 + 2.115.310.567,67 x
ln(X)/X2 - 13342862045,53/X2, (g) Y (Penebangan) = 987,0251 + 0,0000042186 x X2,5 -
0,0000000591 x X3 (h) Y (Tingkat Pendidikan) = 1243,75– 144.923.015.093,62/X1,5 +
2.973.708.928.637,96 x ln (X)/X2.
Kata kunci : Pantai Timur Surabaya, analisis sistem, kerusakan mangrove, faktor lingkungan
mangrove, model.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang berada pada kawasan pasang surut, muara
sungai dan di dalamnya terjadi interaksi yang erat antara sekumpulan vegetasi dengan kondisi
lingkungan seperti geomorfologi, iklim, pasang surut dan salinitas yang ditetapkan sebagai habitat.
Kondisi lingkungan baik biotik maupun abiotik sangat berpengaruh terhadap kestabilan dan
keberadaan ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan daerah peralihan antara darat dan
laut, yang banyak dipengaruhi oleh gelombang, topografi pantai dan pasang surut air laut, terutama
salinitas (Pramudji, 2001).
Kerusakan ekosistem mangrove yang terjadi di wilayah pesisir indonesia sangat tinggi. Pada tahun
1993 luas hutan mangrove di Indonesia 3,7 juta hektar, namun pada tahun 2005, hutan mangrove
tersebut tinggal sekitar 1,5 juta hektar (Hidayah, 2007). Kerusakan ekosistem mangrove disebabkan
oleh faktor kondisi alam dan faktor anthropogenik. Faktor kondisi alam umumnya terjadi karena
proses sedimentasi dan pengangkatan permukaan air laut. Faktor antrhopogenik yang menjadi
penyebab kerusakan mangrove diantaranya adalah adanya konversi dan eksploitasi hutan mangrove
yang tidak terkendali serta terjadinya polusi di perairan estuarin, pantai dan lokasi tumbuhnya
mangrove (Kusmana, 1991).
Wilayah Pantai Timur Surabaya merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan kondisi kerusakan
mangrove yang sangat parah. Potensi luas hutan mangrove yang ada di Pantai Timur Surabaya yang
mencapai 1.180 hektar. Dari luas ekosistem mangrove yang ada di Surabaya, sekitar 40% atau seluas
472 hektar telah mengalami kerusakan. Kerusakan ekosistem mangrove di Pantai Timur Surabaya
diperkirakan sudah menelan kerugian sebesar Rp. 16 miliar (Silaban, 2008).
Pengukuran besaran laju degradasi mangrove yang terjadi di Pantai Timur Surabaya perlu dilakukan
khususnya dalam menentukan luas dan laju kerusakan serta penentuan faktor penyebab kerusakan
mangrove. Hal ini perlu dilakukan untuk menyusun kegiatan pengelolaan mangrove lestari dan
menentukan pola rehabilitasi dari ekosistem mangrove tersebut. Tingkat kerusakan mangrove dan
faktor penyebab kerusakan serta laju atau luas kerusakan mangrove di lokasi penelitian dapat
diketahui dengan menggunakan data existing analisis baik secara langsung dengan survei lapangan
maupun melalui analisis GIS. Kegiatan penelitian analisis sistem pendugaan tingkat kerusakan
ekosistem mangrove diharapkan dapat menentukan faktor yang paling dominan sebagai penyebab
kerusakan mangrove. Hal ini dapat dijadikan sebagai analisis ilmiah untuk menentukan langkah dalam
proses merehabilitasi dan merekontruksi wilayah ekosistem mangrove yang rusak.
Perumusan Masalah
Kerusakan mangrove yang ada di wilayah Pantai Timur Surabaya dinilai sangat kritis. Untuk
mengurangi laju dan luas kerusakan mangrove maka diperlukan suatu upaya untuk mengatasi
permasalahan kerusakan tersebut, diantaranya dengan menganalisa penyebab kerusakan, kemudian
pembuatan model pendugaan faktor penyebab utamanya serta membuat langkah-langkah untuk
pemulihan kembali.
Penelitian ini dibangun untuk menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan mangrove di Pantai Timur Surabaya?
2. Bagaimana tingkat kerusakan mangrove yang terdapat di Pantai Timur Surabaya?
3. Bagaimana model hubungan antara tingkat kerusakan mangrove dengan faktor penyebabnya?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor penyebab utama kerusakan mangrove di Pantai Timur Surabaya.
2. Mengetahui tingakat kerusakan yang terjadi di Pantai Timur Surabaya.
3. Membangun model hubungan antara tingkat kerusakan mangrove dengan faktor penyebabnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan memberikan informasi tentang :
1. Penentuan faktor dominan penyebab kerusakan ekosistem mangrove. Hal ini bermanfaat untuk
menganalisis dan menentukan arah kebijakan dalam mengurangi tingkat kerusakan mangrove.
2. Analisis sistem dibangun dengan memperhatikan banyak faktor, sehingga bersifat komperhensif
dan dapat menganalisis tingkat kerusakan dari banyak faktor. Hal ini bermanfaat untuk mencegah
tingkat kerusakan ekosistem mangrove yang lebih tinggi lagi.
3. Analisis faktor kerusakan ekosistem mangrove dapat dijadikan desain dalam membangun wilayah
pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari.
Kriteria Penutupan
(%) Tingkat Kerapatan Pohon
(ind/ha)
Baik Sangat Padat 75
1500
Sedang 50 - <75
1000 - <1500
Desa/
Lokasi Aktivitas Maysarakat Volume Keterangan
I, II, III, IV a. Penggunaan mangrove untuk kayu bakar m3/bulan Mengecek jumlah kebutuhan
masyarakat terhadap kayu bakar dari mangrove
b. Penggunaan Mangrove untuk bahan bangunan m3/bulan Mengecek kebutuhan masyarakat akan
kayu mangrove yang digunakan untuk bahan bangunan
c. Pembukaan hutan mangrove untuk lahan pertanian m3/bulan Mengecek luas konversi hutan
mangrove yang digunakan untuk lahan pertanian
d. Pembukaan hutan mangrove untuk lahan perkebunan m3/bulan Mengecek luas konversi hutan
mangrove yang digunakan untuk lahan perkebunan
e. Pembukaan hutan mangrove untuk pelabuhan m3/bulan Mengecek luas konversi hutan mangrove
yang digunakan untuk lahan pelabuhan
f. Pembukaan hutan mangrove untuk jalan raya m3/bulan Mengecek luas konversi hutan mangrove
yang digunakan untuk lahan jalan raya
g. Pembuangan sampah ke sungai atau ke wilayah ekosistem mangrove
kg/bulan Mengecek kegiatan pembuangan sampah rumah tangga
h. Adanya industri besar diarea dekat hutan mangrove yang berpotensi menyenbabkan pencemaran
m3/bulan Mengecek proses pembuangan limbah industri
dimana Di adalah kerapatan jenis i, ni adalah jumlah total tegakan dari jenis i dan A adalah luas total
area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot). Kemudian hasil perhitungan tingkat
kerapatan pohon dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun
2004 untuk menentukan tingkat kerusakan mangrove (Tabel 1), kemudian dilanjutkan dengan analisis
vegetasi mangrove dengan menggunakan analisis kuantitatif (Bengen, 2001) yaitu sebagai berikut :
a. Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah
total tegakan seluruh jenis (?n) :
b. Frekuensi Jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh /plot yang diamati :
dimana, Fi adalah frekuensi jenis i, pi adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis i, dan ?p
adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati.
c. Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi
untuk seluruh jenis (?F)
d. Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area :
dimana, BA = ? DBH2/4 (dalam cm2), ? (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH adalah diameter
pohon jenis i, A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot). DBH =
CBH/? (dalam cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.
e. Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas
total area penutupan untuk seluruh jenis (?C) :
Jumlah nilai kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan relatif jenis (RCi),
menunjukkan Nilai Penting Jenis (IVi) :
IVi = RDi + RFi + RCi
Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300. Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran
mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.
3.4.2. Analisis Korelasi Faktor Penyebab Kerusakan Mangrove
Analisis korelasi dilakukan untuk mengukur variabel X (penyebab kerusakan mangrove) terhadap
variabel respon Y (tingkat kerapatan mangrove) menggunakan koefisien korelasi (r) yang dapat
diinterpretasikan bahwa 100% R-square variasi-variasi variabel Y disebabkan karena adanya
hubungan dengan variabel X secara linear, maka nilai r dari korelasinya adalah (Walpole, 1995) :
Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah pasangan
Untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara nilai-nilai X dan Y adalah sebagai berikut (Walpole,
1995) :
1. Apabila nilai r (determinasi) mendekati nilai positif satu (+1) atau negatif satu (-1), hubungan linier
antara X dan Y kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua variabel tersebut.
2. Apabila nilai r (determinasi) mendekati 0 (nol), hubungan linier antara X dan Y sangat lemah atau
tidak ada sama sekali.
Nilai r yang diperoleh akan menentukan sifat korelasi antara kerapatan mangrove (i) terhadap
masing-masing faktor penyebab kerusakannya, yaitu Apabila nilai rij >> maka terdapat korelasi
antara kerapatan mangrove dengan faktor penyebab kerusakan mangrove.
Batas-Batas Koefisien Korelasi (Sujarweni, 2008)
Nilai koefisien korelasi berkisar antara –1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan
sebagai berikut:
1. Jika, nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X
makin besar pula nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y.
2. Jika, nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin besar nilai variabel
X makin kecil nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y .
3. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan variabel Y.
4. Jika, nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan linier sempurna, berupa
garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.
Batas-batas nilai koefisien korelasi diinterpretasikan sebagai berikut:
• 0,00 – 0,20 = korelasi memiliki keeratan sangat lemah
• 0,21 – 0,40 = korelasi memiliki keeratan lemah
• 0,41 – 0,70 = korelasi memiliki keeratan kuat
• 0,71 – 0,90 = korelasi memiliki keeratan sangat kuat
• 0,91 – 0,99 = korelasi memiliki keeratan kuat sekali
• 1 = korelasi sempurna
3.4.3. Analisis Perbandingan Faktor Lingkungan, Faktor Antrhopogenik dan Tingkat Kerapatan
Mangrove
Analisis yang digunakan untuk membandingkan faktor lingkungan antara kecamatan yang satu
dengan yang lain digunakan uji t (Paired-Sample t test). Hal ini juga dilakukan untuk membandingkan
faktor anthropogenik dan tingkat kerapatan antara satu kecamatan dengan kecamatan lain.
Perbadingan dilakukan dengan melihat nilai t hitung dan t tabel, yaitu apabila :
a. t hitung > t tabel maka H0 ditolak (ada perbedaan)
b. t hitung < t tabel maka H0 diterima (tidak ada perbedaan)
3.4.4. Fungsi Laju Kerusakan
Pendugaan model tingkat kerusakan dan faktor penyebab kerusakan dilakukan dengan menggunakan
software DataFit dengan memperhatikan model hubungan antara nilai tingkat kerapatan dan nilai hasil
pengukuran faktor penyebab. Adapun contoh model persamaan yang dihasilkan dari proses DataFit
adalah sebagai berikut :
Y = b0 + b1x1
Y = b0 + b1 x1 + b2 x2
Y = b0 + b1 x1 + b2 x22
Y = b0 + b1 x12
Y = b0 + b1 x12 x2
Y = b0 + b1(log x1) x2
Y = b0 + b1log x1
Y = b0 ex1 Log Y = b0 + b1 log x1
Y = b1 x1b0
Y = a xb
Y = a xbx2
Log Y = b0 + b1(log x1) x2
Y = b0 + b1 x1 + b2 x12
Keterangan :
Y = Tingkat kerapatan mangrove
X = Faktor penyebab kerusakan
Adapun model yang terpilih didasarkan beberapa kriteria yaitu :
a. Kesesuaian terhadap fenomena
b. Sifat keterandalan model (data reability)
? Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah
kuadrat total (JKT), dengan rumus sebagai berikut :
R2 =
Adapun kriterium keterandalan model berdasarkan ukuran R2 adalah sebagai berikut:
~ 100 % maka model makin terandalkan
Apabila R2
~ 0 % maka model makin tidak terandalkan