You are on page 1of 23

c

Ê Ê
   


c   
Metropolitan Bandung, sebagaimana tercantum dalam PP 47 Tahun 1997
tentang RTRWN 2015 dan Perda 2 Tahun 2003 tentang RTRWP Jawa Barat
2010, ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai PKN,
Metropolitan Bandung, selain akan berperan sebagai pintu gerbang ke kawasan-
kawasan Internasional, juga akan berfungsi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan
dan simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa propinsi.
Pada skala regional, Metropolitan Bandung juga merupakan kawasan andalan,
yaitu kawasan yang berpotensi untuk mendorong perkembangan ekonomi ke
kawasan sekitarnya.
Berbagai fungsi diatas timbul sebagai akibat perkembangan yang pesat dari
kegiatan industri, perdagangan, dan jasa yang telah tumbuh sejak beberapa
dekade sebelumnya. Semua ini telah menjadikan kota Bandung sedemikian
menarik, tidak hanya bagi penduduk yang berasal dari Jawa Barat sendiri tetapi
dari provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk ini, sektor ekonomi sebagai sektor
yang memiliki responsivitas paling tinggi terhadap kebutuhan penduduk,
semakin melaju pertumbuhannya, dan telah menjadikan kota Bandung sebagai
kota metropolitan ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Karakter
metropolitan, yang diindikasikan secara ekonomi melalui tumbuhnya mega mal,
supermarket dan hypermarket, semakin lama semakin kuat melekat pada
penduduk kota Bandung dan sekitarnya, bahkan sepertinya telah menjadi suatu
kebutuhan mendasar untuk melakukan kegiatan sosial-ekonomi di Kota
Bandung, walaupun hal itu dilakukan melalui pengorbanan dalam bentuk
kehilangan atas waktu, tenaga dan biaya
Fenomena ekonomi diatas tidak hanya dialami oleh Kota Bandung semata,
tetapi juga dihadapi oleh kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan di negara

c
½c

lainnya. Hal ini dapat dipahami karena fenomena ini telah menjadi suatu bentuk
g g     
 yang dicirikan oleh hilangnya batas-batas wilayah
dari kegiatan ekonomi.
Berkaitan dengan fenomena sosial-ekonomi diatas, 2 konsekuensi langsung
yang dihadapi adalah : Pertama, orientasi pergerakan menuju Kota Bandung
yang tinggi. Kedua, semakin meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam yang
ada, terutama sumber daya lahan dan sumber daya air. Kedua konsekuensi ini
bekerja secara timbal balik, yang secara kumulatif menghasilkan bentuk g  
g  bagi Metropolitan Bandung, yaitu :
1.cG g   g . Kemacetan lalu lintas ini dipicu oleh tidak
sebandingnya ketersediaan dengan kebutuhan transportasi. Kemacetan lalu
lintas ini direspon oleh mekanisme pasar (ekonomi) lahan dalam bentuk
semakin dekat pusat kota semakin mahal harga lahan. Bagi penduduk yang
memiliki keterbatasan ekonomi, tentunya tidak ada pilihan, mencari lahan
baru diluar kota atau memilih lahan di dalam kota dengan kompensasi
tertentu, seperti kualitas lingkungan yang berbeda, atau luasan lahan yang
tidak sepadan. Oleh karena itu, kawasan permukiman kumuh semakin
bertambah.
2.cY 
         . Penyebaran ini berbentuk acak,
menyebabkan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur. Dengan
adanya keterbatasan fiskal pemerintah daerah mengakibatkan adanya
kesenjangan pelayanan infrastruktur sebagai kebutuhan dasar. Selain itu,
karakter sosial masyarakat parahyangan yang ´ngariung´ mendistorsi
pasar lahan, sehingga mekanisme pasar lahan tidak bekerja secara penuh.
Sebagai akibat tuntutan atas pemenuhan kebutuhan dasar dan tuntuan pola
hidup metropolis diatas, perkembangan guna lahan yang menyebar ini
cenderung akan membentuk gg  g  .
3.cV            . Menurunnya daya dukung ini
disebabkan pemanfaatan sumber daya yang ekstensif tanpa didukung oleh
strategi pengelolaan pertumbuhan wilayah yang terintegrasi antar sektor
pembangunan. Perubahan iklim mikro, pencemaran air permukaan dan
c

c
c

polusi udara, serta penurunan muka air tanah dalam, merupakan indikasi
kuat atas penurunan daya dukung lingkungan ini.
Dengan adanya dua tantangan yang harus dipertemukan solusinya, yaitu : (a)
berfungsinya peran Metropolitan Bandung sebagai PKN maupun sebagai
kawasan andalan hingga tahun 2015; dan (b) penanganan atas tantangan global
dan tekanan internal diatas, akan menuntut adanya suatu pengaturan yang
terencana. Untuk itu, kebijakan penataan ruang wilayah Metropolitan Bandung
sangat diperlukan, selain untuk memberikan arah kebijakan pengembangan
wilayah Metropolitan Bandung, juga untuk menjembatani kebijakan RTRWP
yang bersifat makro dengan kebijakan RTRW Kab/Kota yang bersifat parsial,
kedalam suatu rencana wilayah yang mempunyai kedalaman yang lebih rinci
daripada RTRWP namun tetap mengatur hal-hal yang bersifat regional.
Pengaturan hal-hal yang bersifat regional ini akan diarahkan melalui Kebijakan
Struktur Ruang Metropolitan Bandung.

Ê
c     
Tujuan penyusunan struktur tata ruang Metropolitan Bandung adalah:
1.c mengoptimalkan dan mensinergikan pemanfaatan sumberdaya wilayah
metropolitan bandung secara berkelanjutan;
2.c menyerasikan kebijakan pemanfaatan ruang antar wilayah dan antar
sector;
3.c meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan; dan
4.c memberikan arahan struktur tata ruang yang berlandaskan pada kebijakan
kabupaten/kota di wilayah metropolitan bandung, propinsi dan nasional
sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Sasaran penyusunan struktur tata ruang Metropolitan Bandung adalah:
1.c terumuskannya strategi pembangunan perkotaan;
2.c terumuskannya pembagian wilayah pembangunan wilayah perkotaan;
3.c terumuskannya sistem perkotaan;
4.c terumuskannya strategi pengembangan sistem infrastruktur wilayah; dan
c

c
c

5.c terumuskannya indikasi program/kegiatan pembangunan wilayah.

å
c    
Kedudukan Rencana Struktur Ruang Metropolitan Bandung adalah sebagai
rencana yang menjembatani rencana struktur ruang di RTRW Provinsi
(RTRWP) Jawa Barat dengan rencana struktur ruang di RTRW Kabupaten/Kota
yang ada di wilayah Metropolitan Bandung.
Fungsi dari Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Metropolitan Bandung
adalah sebagai acuan dalam:
1.c menyepakati strategi pembangunan wilayah perkotaan;
2.c menetapkan kebijakan dan rencana pengembangan pusat-pusat
pelayanan;
3.cmenetapkan kebijakan dan rencana pengembangan infrastruktur wilayah;
dan
4.c menyepakati kapasitas daya dukung lingkungan.


c   
Rencana Struktur Tata Ruang Metropolitan Bandung mencakup wilayah
seluas 338.394,38 ha yang meliputi seluruh wilayah Kota Bandung, Kota
Cimahi, Kabupaten Bandung dan 3 (tiga) kecamatan Kabupaten Sumedang.
Batas-batas wilayah Metropolitan Bandung adalah:
1.csebelah utara berbatasan dengan kabupaten subang dan
kabupaten purwakarta;
2.csebelah timur berbatasan dengan kabupaten sumedang dan kabupaten
garut;
3.csebelah selatan berbataan dengan kabupaten cianjur dan kabupaten garut;
dan
4.csebelah barat berbatasan dengan kabupaten cianjur.
Substansi Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Metropolitan Bandung
adalah meliputi, strategi pembangunan perkotaan, rencana pengembangan zona
wilayah, rencana pengembangan sistem kota-kota dan rencana pengembangan
c

c
ëc

infrastruktur wilayah yang terdiri dari rencana pengembangan prasarana


permukiman, rencana pengembangan transportasi, rencana pengembangan
sumber daya air, dan rencana penanganan lingkungan.
Rencana Struktur Ruang Metropolitan Bandung yang disusun untuk jangka
waktu 20 tahun, yaitu sampai dengan tahun 2025.


c    
Sistematika Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Metropolitan Bandung
disusun atas beberapa bagian sebagai berikut.
Bab I PENDAHULUAN
Berisi penjelasan latar belakang perlunya disusun rencana struktur tata ruang
metropolitan Bandung, tujuan dan sasaran, fungsi dan kedudukan serta ruang
lingkup dan sistematika penyajian.
Bab II ANALISIS MASALAH
Berisi analisis tentang strategi dan kebijakan penataan ruang, analisis kebutuhan
infrastruktur, dasar pertimbangan, pengembangan infrastruktur wilayah, dan
rencana tindak yang perlu dilakukan dalam mewujudkan struktur tata ruang yang
terdiri dari rencana tindak pengembangan infrastruktur wilayah.
Bab III KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran mengenai masalah yang telah dibahas pada makalah
ini.

c
c

Ê Ê
   


c          
!
c  Ê "
Kebutuhan air bersih di Metropolitan Bandung dihitung berdasarkan
proyeksi penduduk perkotaan di daerah perkotaan Metropolitan Bandung.
Kapasitas prasarana air bersih dihitung berdasarkan kebutuhan perkapita
rata±rata perhari diperkirakan sebesar 100 l/cap/hari. Berdasarkan kriteria
tersebut maka diperoleh kebutuhan air bersih untuk keperluan domestik
Metropolitan Bandung. Penyediaan air bersih tersebut meliputi penyediaan
air bersih perpipaan maupun non perpipaan, baik yang dikelola oleh PDAM
maupun oleh investor ataupun masyarakat sendiri. Proyeksi kebutuhan air
bersih di Kawasan Metropolitan Bandung dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan keterkaitannya dengan ketersediaan air baku, maka
diperkirakan untuk pemenuhan pelayanan air bersih ke depan sistem
penyediaan air bersih akan didominasi oleh air bersih perpipaan yang
dikelola oleh PDAM atau investor terutama di setiap pusat-pusat wilayah
pelayanan, mengingat akan makin tingginya tuntutan untuk mengefisienkan
pengelolaan akibat keterbatasan ketersediaan sumber air baku permukaan
dan air tanah.
 !
 #$ "   Ê "  ## Ê  "%&&% '%&%(
 "  "  "  "  "  "
# 
%&&% %&&( %&!& %&!( %&%& %&%(
Penduduk
Metropolitan 6.893.009 7.592.097 8.929.938 10.520.763 12.415.471 14.675.733
Bandung
Kebutuhan air
3 689.300,9 759.209,7 892.993,8 1.052.076,3 1.241.547,1 1.467.573,3
m /hari)

c

c
3c

Selain kebutuhan domestik, kebutuhan non domestik dihitung


berdasarkan persentase terhadap kebutuhan domestik. Kebutuhan non
domestik meliputi perkantoran, pendidikan, perdagangan, rumah sakit,
industri kecil dan kegiatan sosial. Persentase kebutuhan non domestik antara
(10-25)% dari kebutuhan domestik.

%
c   
Analisis kebutuhan prasarana drainase dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana kondisi sistem drainase dan pengendalian banjir yang ada, serta
permasalahan-permasalahan apa saja yang menyebabkan banjir. Analisis
sistem drainase dilakukan berdasarkan tujuan sistem drainase secara umum,
yaitu:
a.c secepat mungkin membuang air hujan yang sudah berbahaya atau
mengganggu lingkungan menuju badan air penerima tanpa
mengakibatkan erosi, endapan atau penyebaran erosi;
b.c tidak terjadi genangan, banjir, becek, terutama daerah yang selalu
mengalami banjir setiap musim hujan; dan
c.c sebagai konservasi sumberdaya air permukaan/tanah.
Analisis permasalahan utama drainase dapat dilihat pada tabel 3.10.
Berdasarkan data sistem drainase yang ada, secara umum dapat
diketahui, bahwa pemeliharaan sistem drainase mikro yang sudah ada masih
sangat kurang, tidak ada pembangunan sistem drainase mikro sesuai standar
dan kriteria sebagai konsekuensi logis pengembangan kawasan perkotaan
serta masih kurangnya perhatian terhadap peningkatan dan pemeliharaan
sistem drainase makro atau badan air penerima. Selain itu, berdasarkan
kondisi yang ada, saluran yang yang ada selain berfungsi sebagai drainase
yang khusus mengalirkan air hujan juga berfungsi sebagai saluran air
limbah domestik yang mengalirkan limbah cair maupun padat dari rumah
tangga. Ada juga saluran irigasi yang difungsikan sebagai saluran drainase
dengan akibat terganggunya fungsi irigasi dan tidak optimalnya fungsi
drainasenya.
c

c
üc

Berkaitan dengan kondisi topografi Cekungan Bandung dan aliran


Sungai Citarum yang berkelok-kelok dan mempunyai beda elevasi yang
rendah, maka terdapat kawasan yang sangat kritis terhadap ancaman
genangan air, yaitu Kawasan Bojongsoang dan tegalluar, sehingga sebagai
suatu sistem drainase makro dan mikro perlu dilakukan penanganan secara
khusus.


c    ")   *
Sebagaimana diuraikan terdahulu, potensi limbah domestik akan naik
pesat seiring kenaikan jumlah penduduk, potensi dampak pencemaran
limbah domestik naik terhadap sistem perairan, lahan, maupun dari timbulan
sampah akan dominan di masa depan (tahun 2025), apabila limbah domestik
yang dihasilkan tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Sistem septik tank
hanya efektif untuk skala rumah tangga atau perumahan sedang. Semakin
tingginya kepadatan penduduk, dan lahan yang tersedia, sistem septic tank
akan sulit dibuat dan tidak efektif. Keberadaan IPAL.
Domestik Bojongsoang saat ini masih belum cukup membantu mengatasi
limbah domestik, karena kapasitasnya diperkirakan baru untuk 500.000
jiwa. Apabila limbah penduduk yang melalui septik tank diperhitungkan
sebesar 30%, maka potensi limbah cair domestik yang terbuang ke sungai
masih sangat besar atau sekitar 4 juta jiwa. Kondisi di atas menggambarkan
perlunya ketersediaan IPAL ± Domestik untuk mengatasi permasalah
besarnya potensi limbah cair domestik. IPAL Domestik dapat berbentuk
sistem-sistem komunal yang dintegrasikan dengan sistem skala perumahan
atau skala permukiman.






c

c
xc

 %
     "     
+   "     
Operasi dan pemeliharaan †c sistem tidak memadai †c menjurus semakin
yang kurang memadai †c penyumbatan buruknya daerah banjir
†c ketidakberesan saluran †c sistem menjadi tidak
†c pelatihan yang kurang memadai seperti yang
cukup tidak diharapkan
†c sistem tidak dapat
bertahan sesuai usia
desain
Manajemen persampahan †c penyumbatan- †c menaikan frekuensi dan
penyumbatan memperluas daerah
†c gangguan kesehatan banjir
†c pembuangan sampah †c hanya sekitar 50-70%
dalam saluran-saluran sampah yang terangkut
dan sungai di kota bandung
†c mengganggu estetika
Pembuangan air kotor †c Menaikan polusi †c menaikan frekuensi dan
langsung bakteriologi memperluas daerah
†c Sedimentasi banjir
†c Penyumbatan- †c penggelontoran kurang
penyumbatan memadai
†c angguan kesehatan †c mengurangi potensi
wisata sungai
Ketersediaan dana †c membatasi pekerjaan †c semua sumber dan harus
diidentifikasi
†c mengurangi tingkat †c cost recovery harus
pelayanan dimaksimalkan
†c membatasi frekuensi dan

c
c

penurunan luas
genangan
†c membatasi pertumbuhan
ekonomi
Tekanan pembangunan †c semakin langkanya †c terjadinya konflik antara
ketersediaan lahan pembebasan tanah dan
†c penyempitan sungai dan tingkat pelayanan
daerah banjir †c pembuatan kantong-
†c naiknya volume aliran kantong air hendaknya
permukaan digalakan
†c kenaikan aliran puncak
†c menaikan frekuensi dan
memperluas daerah
banjir
Perbedaan kepentingan †c struktur irigasi †c meningkatkan banjir
saluran irigasi/drainase dibeberapa tempat †c pintu air membutuhkan
menyebabkan operasi yang baik
permukaan air naik †c beberapa bendung tidak
†c pintu air berbeda dengan digunakan lagi
kepentingan drainase
Kapasitas yang tidak †c mengurangi tingkat †c memerlukan rehabilitasi
mencukupi akibat desain pelayanan †c meningkatkan banjir
yang kurang baik †c menyebabkan banjir
lokal

Sumber : Renstra Infrastruktur Wilayah Metro Bandung, 2004

Dari analisis sumber daya air menunjukkan bahwa sarana IPAL Terpadu
akan dibutuhkan untuk daerah ± daerah yang masih dimungkinkan adanya
industri. Fungsi IPAL Terpadu sebagai upaya efektif dalam melakukan
pengendalian pencemaran dan optimasi proses pengolahan limbah. Kapsitas
dan karakteristiknya akan sangat bergantung kepada alternatif ± alternatif
c

c
c

industri-industri yang akan dilayani, misalnya untuk wilayah timur yang


diharapkan menjadi kawasan industri non polutan akan berbeda dengan
wilayah barat yang diharapkan menjadi kawasan relokasi industri proses,
kimia, atau manufaktur. Sehingga di wilayah barat perlu adanya IPAL B3
yang terintegrasi dengan IPAL Terpadu. IPAL B3 berfungsi melayani
limbah B3 yang dihasilkan baik dari kegiatan yang menghasilkan limbah B3
seperti industri, rumah sakit, atau TPS/TPA.
IPAL B3 sangat penting karena limbah B3 harus diolah tersendiri dan
khusus sesuai aturan yang telah ada. Limbah B3 yang dihasilkan dari
wilayah Cekungan Bandung saat ini sekitar 520 ton per tahun ( studi
WJEMP ), sementara fasilitas pengolahan limbah B3 di Cileungsi Bogor
hanya mampu menangani rata-rata 200 ton per tahun. Kondisi ini sangat
mengkawatirkan di masa depan, karena banyak sekali limbah B3 yang tidak
terolah, tercampur dengan limbah domestik, dan tidak tahu dibuang kemana
di wilayah Metro Bandung.


c    " )    "   "' *
Jumlah penduduk Metropolitan Bandung yang diperkirakan mencapai lebih
kurang 11 juta jiwa pada tahun 2010 dan mencapai lebih kurang 14 juta jiwa
pada tahun 2020, akan menghasilkan timbulan sampah sekitar 6.000 ton/hari
pada tahun 2010, dan sekitar 8.000 ton/hari pada tahun 2025. Kondisi ini
memerlukan penanganan khusus, sistem pengelolaan sampah terpadu untuk
wilayah Metropolitan Bandung merupakan pilihan yang tidak dapat ditawar,
mengingat keterbatasan lahan TPA dan TPS. Kapasitas TPA yang ada sekarang
(TPA Leuwi ajah, TPA Jelekong) dengan sistem operasi yang digunakan
diperkirakan hanya mampu menampung sampah untuk 5 tahun ke depan.
Berdasarkan perkiraan kebutuhan tersebut, maka ketersediaan TPA
Regional yang mempunyai kapasitas besar (minimal 8.000 ton/hari) dan
berlokasi strategis dari sisi daya dukung lahan diperlukan untuk mengolah
sampah di seluruh wilayah Metro Bandung. Sistem operasi pengelolaan sampah
yang masih berorientasi ambil, angkut, dan buang harus diganti dengan sistem
c

c
½c

pemilahan, reduksi volume, dan daur ulang. Pemilihan teknologi pengolahan


sampah harus mampu mengaplikasikan teknologi terbaik yang tepat tanpa
menimbulkan polusi.
Selain itu, diperkirakan sampai tahun 2010 cakupan wilayah pelayanan
masih berada di bawah angka 50% apabila tidak ada upaya khusus untuk
mengatasi persoalan tersebut. Akibat tingkat pelayanan yang rendah tersebut,
sebagian besar sampah dibakar atau dibuang sehingga akan berdampak terhadap
pencemaran udara, lahan, maupun perairan. Pada beberapa wilayah kota,
tumpukan sampah di saluran drainase menyebabkan kasus-kasus banjir lokal
pada saat musim hujan.
Alokasi penempatan lokasi TPA dan beberapa TPS akan menimbulkan
potensi dampak negatif apabila tidak dikaji secara benar, terutama dari pola
pergerakan angkutan truk sampah terhadap kemacetan, lingkungan yang
dilewati. Biaya terbesar pengolahan sampah selama ini adalah dari sistem
pengangkutan, sehingga di masa depan akan lebih efektif bila distribusi
pengolahan sampah dilakukan di setiap TPS yang dintegrasikan dengan sistem
permukiman, menggunakan sistem operasi dan teknologi pemilahan, reduksi
volume, dan daur ulang. Pola ini akan lebih efektif, terutama mengurangi
dampak negatif saat dibawa ke TPA. Dengan pola ini, TPA Leuwigajah yang
sebenarnya sudah tidak layak dari lokasi dan sistem operasinya dapat
direhabilitasi, diganti sistem operasinya, difungsikan sebagai TPS. Beberapa
TPA Regional perlu dibangun untuk melayani pengelolaan sampah Metro
Bandung. Beberapa TPA Regional yang telah diusulkan adalah di daerah Cipatat
untuk melayani Wilayah Barat dan Kota Bandung Barat, Pasir Durung untuk
melayani wilayah Timur dan Bandung Timur, dan Jelekong untuk melayani
wilayah Kota Bandung Selatan, Soreang, dan Banjaran. Khusus untuk wilayah
Bandung Utara fungsi TPA Pasirbuluh dapat ditingkatkan sistem operasi dan
teknologinya untuk TPA lokal, kerena memperhitungkan aksesibilitasnya.
Dari sistem distribusi lokasi dan perbaikan sistem pengelolaan sampah
tersebut diharapkan di masa depan dampak-dampak negatif dari sektor

c
c

persampahan akan dapt diminimalisasi, dan fungsi-fungsi pelayanan terhadap


masyarakat dapat meningkat.

Ê
c   ,      
Prinsip pengembangan permukiman adalah:
1.c mengembangkan kawasan siap bangun (KASIBA) dan lingkungan siap
bangun (LISIBA) untuk kebutuhan lokasi perumahan;
2.c mengoptimalkan peran swasta dan pemerintah dalam meningkatkan
pelayanan prasarana air bersih;
3.c mengoptimalkan sistem drainase untuk mengantisipasi masalah genangan
dan banjir;
4.c mengembangkan sistem pengolahan air limbah terpusat di kawasan
dengabeban pencemaran air yang berat serta ipal domestik baik skala
komunal maupun individu pada lokasi-lokasi permukiman; dan
5.c mengoptimalkan pengelolaan sampah perkotaan, mengoptimalkan
pelayanan tpa sampah eksisting dan membangun tpa sampah baru yang
berfungsi sebagai tpa sampah regional.
Sesuai dengan prinsip tersebut maka strategi pengembangan pemukiman
adalah sebagai berikut.
1.c Meningkatkan peran swasta dalam dalam penyediaan kawasan siap
bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba) di sub wilayah
pengembangan yang memerlukan insentif pertumbuhan yaitu padalarang,
cipeundeuy, soreang, banjaran, dan majalaya.
2.c Air bersih, pelayanan air bersih di metropolitan bandung perlu
ditingkatkan kapasitasnya, untuk memenuhi kebutuhan seluruh
penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkatkan berdampak
pada kebutuhan air yang meningkat pula. Sejalan dengan hal tersebut
tingkat pelayanan air bersih akan semakin menurun jika tetap
mengandalkan pemanfaatan dari sumber air tanah, sehingga dengan
semakin meluasnya daerah terbangun di perkotaan maka harus dicari
alternative penyediaan sumber air baku lainnya yaitu yang berasal dari

c
c

sumber air permukaan yang dilaksanakan oleh suatu pengelola baik


swasta maupun pemerintah terutama di pusat wilayah pelayanan atau
daerah perkotaan.

   $   Ê -#   


 ## Ê  
# -# #   
†c peningkatan pengelolaan waduk cisangkuy di kab.
bandung akan mendapatkan aliran tetap sebesar 860 lt/dt;
†c pemindahan aliran antar das cisangkuy-cibatarua dimana
s. cibatarua akan dihubungkan dengan s. cilaki melalui
waduk cisangkuy akan mendapat ekstra aliran 800 lt/dt.
selain itu pembangunan waduk santosa di s. cilaki akan
menambah aliran tetap waduk cisangkuy sebesar 800 lt/d;
1 Zona Bandung
†c pembangunan 5 waduk kecil di s. cikapundung akan
meningkatkan aliran sebesar 1.550 lt/d;
†c pengelolaan s. cimahi akan meningkatkan aliran sebesar
80 lt/dt/;
†c pembangunan waduk sukawana di cimahi akan
meningkatkan aliran sebesar 80 lt/dt;
†c pengoperasian wa meningkatkan aliran sebesar 170 lt/dt.
†c pengelolaan s. cimahi akan meningkatkan aliran sebesar
80 lt/dt/;
†c pembangunan waduk sukawana akan meningkatkan
Zona aliran sebesar 80 lt/dt;
2
Lembang †c pengoperasian waduk cimahi akan meningkatkan aliran
sebesar 170 lt/dt; dan
†c pengelolaan s. cibeureum akan meningkatkan aliran
sebesar 400 lt/dt.
3 Zona †c pengambilan air dari waduk saguling meningkatkan

c
ëc

Padalarang aliran sebesar 1600 lt/dt; dan


†c pengambilan air dari waduk cirata.
†c pengambilan air waduk saguling;
Zona unung †c pembangunan waduk ciwidey 1 di bojong jambu akan
4 Halu - meningkatkan aliran sebesar 120 lt/dt; dan
Ciwidey †c pembangunan waduk ciwidey 2 di cadasngampar akan
meningkatkan aliran sebesar 600 lt/dt.
†c peningkatan pengelolaan waduk cisangkuy; dan
5 Zona Soreang †c pemindahan aliran antar das cisangkuy-cibatarua, waduk
cisangkuy dan waduk santosa.
†c pengembangan gua walet (mata air cigalumpit dan sirah
Zona
6 cijagra) di kab. bandung akan meningkatkan aliran
Jatinangor
sebesar 308 lt/dt.
†c pengelolaan s. citarik bagian hulu akan meningkatkan
Zona aliran sebesar 190 lt/dt;
7
Rancaekek †c pengembangan gua walet (mata air cigalumpit dan sirah
cijagra).
Sumber : Pola Pengembangan, Pengusahaan dan Pemanfaatan Prasarana Sumberdaya Air Wilayah Sungai Citarum, 2002 dan hasil anali sis

   ,      $    Ê  

. -.  #    

a.c Pembangunan waduk Tegalluar dan edebage


b.c Normalisasi dan pembanguna tanggul banjir:
†c S. Cinambo (7,5 km di Ujungberung & Rancasari)
†c S. Cijalupang (Kec. Ujungberung)
Zona
1 †c S. Ciroyom (2
Bandung
†c S. Citepus (1 km di Jl. Pagarsih)
†c S. Cipedes (1,6 km pada pertemuan dgn S. Citepus)
†c S. Cikakak (1,35 km di Astanaanyar)
†c S. Cipanjalu (4 km di Ujungberung)

c
c

†c S. Cikiley (2 km di Ujungberung)
†c S. Ciparungpung (1,2 km di Antapani)
†c S. Cisaranten (5 km di Soekarno Hatta)
†c S. Cikapundung Kolot (
†c S. Cibeureum (10 km di jl Sudirman)
†c S. Cibuntu (12 km di jl Sudirman)
†c S. Ciganitri ( 5 km di Bojongsoang)
†c S. Cimande (14 km di Rancaekek & Cimanggung)
†c S. Cipalasari (4,7 km di Dayeuhkolot)
†c S. Ciwidey (di Kec Banjaran)
†c S. Cikaso (di Kec Majalaya)
Normalisasi dan pembangunan tanggul banjir:
Zona
2 †c S. Cisangkuy (di Kec Banjaran)
Soreang
†c S. Ciwidey (di Kec Banjaran)
Normalisasi dan pembangunan tanggul banjir:

Zona †c S. Cikaso (di Kec Majalaya)


3
Rancaekek †c S. Cikeruh (11 km di Rancaekek)
†c S. Cimande (14 km di Rancaekek & Cimanggung)
Πccc 
c  cc  cc  xxc c
c


c
3c

Sesuai dengan arahan pengembangan sumberdaya air, yaitu untuk


meningkatkan penyediaan air baku bagi kebutuhan rumah tangga, kota, industri
(RKI) dan pertanian yang berasal dari sumber air permukaan, maka diperlukan
pembangunan dan peningkatan pengelolaan waduk-waduk potensial, pemindahan
aliran antar DAS, peningkatan pengelolaan sungai serta pengambilan air dari
waduk eksisting yang cukup besar.
Khusus untuk zona yang berfungsi sebagai pusat industri dan pengembangan
permukiman, yaitu Padalarang dan Rancaekek membutuhkan air dalam jumlah
besar bagi penduduk dan aktivitas zona lainnya. Berdasarkan strategi penyediaan
air baku di Metropolitan Bandung, peningkatan penyediaan air baku di Zona
Padalarang diambil dari Waduk Cirata dan Waduk Saguling (khusus Saguling
meningkatkan aliran sebesar 1600 lt/dt. Sedangkan di Zona Rancaekek melalui
pengelolaan Sungai Citarik bagian hulu (meningkatkan aliran sebesar 190 lt/dt),
dan melalui pengembangan ua Walet (mata air Cigalumpit dan Sirah Cijagra).
Maka diarahkan peningkatan peran pengelola prasarana air bersih dari pihak
pemerintah (PDAM), serta juga pihak swasta untuk mendukung pengelolaan
prasarana air bersih di kedua zona tersebut. Faktor investasi yang besar diperlukan
c

c
üc

untuk membangun sistem perpipaan, penerapan Water Treathment Plan (WTP) dan
pemeliharaan. Selain peningkatan peran swasta tersebut, perlu juga memperbaiki
kinerja dan kemampuan Perusahaan Penyedia Air Baku dan Air Minum.
Sedangkan untuk zona lainnya diarahkan untuk mengoptimalkan pelayanan
prasarana air bersih oleh PDAM, melalui peningkatan kapasitas, fasilitas, waktu
pelayanan dan pemeliharaan prasarananya.
3.c Drainase
Sistem drainase Metropolitan Bandung tidak terlepas dari sistem drainase alami
yaitu fungsi sungai dan sistem drainase buatan yang terbuka atau tertutup. Sungai
utama yang mengalir di Metropolitan Bandung adalah Sungai Citarum beserta
anak-anak sungainya, yaitu Ciwidey, Cirasea, Cikapundung, Citarik, Cisangkuy,
Ciminyak, Cimeta, dan Cihaur.
Untuk sistem drainase mikro atau buatan, diperlukan suatu pengembangan
sistem drainase yang meliputi seluruh kawasan perkotaan secara terintegrasi dan
disesuaikan dengan kebutuhan penampungan larian air hujan ( ) yang makin
membesar akibat makin banyaknya lahan terbangun. Selain itu, saluran darinase
tersebut harus dipastikan terpisah dengan saluran air limbah dan saluran irigasi
agar tidak saling terganggu kinerjanya. Saluran drainase yang sudah ada tentunya
perlu ditinjau lagi kapasitas daya tampungnya disesuaikan dengan debit air yang
mengalir, selain perlu dilakukan perbaikan-perbaikan fisik dan pembebasan lahan
sekitarnya dari aktivitas dan bangunan yang mengganggu.
Secara umum pengembangan sistem drainase di Metropolitan Bandung,
diarahkan dengan mengoptimalkan Sungai Citarum dan anak-anak sungainya.
Untuk mengantisipasi masalah genangan dan banjir terutama di bagian selatan dan
timur Metropolitan Bandung, maka waduk/ bendung sebagai penampungan
sementara mengurangi banjir yang dipengaruhi kondisi topografis dan karakter
aliran sungai Citarum perlu segera dibangun, yaitu di Tegalluar (Kecamatan
Bojongsoang) dan edebage. Sebenarnya alternatif penyaluran air yang sudah
tidak tertampung di saluran drainase adalah dibuatnya sumur resapan di tiap
kawasan terbangun. Selain itu diarahkan dengan merehabilitasi dan membersihkan
saluran drainase yang bermasalah.

c
xc

4.c Air Limbah


Pencemaran yang berasal dari limbah di Sungai Citarum sudah berat dan merata
di seluruh ruas sungai termasuk sebagian besar anak-anak sungainya. Penurunan
beban pencemaran perlu dilakukan dengan mengoptimalkan pengoperasian IPAL
untuk mengolah seluruh limbah cair yang dihasilkan dari industri dan domestik.
Sistem pengolahan air limbah terpusat perlu dibangun di kawasan dengan beban
pencemaran air yang berat (Limbah B3), seperti di Cipatat sebagai antisipasi
pengolahan limbah kawasan industri yang diperuntukan di Zona Padalarang yang
memiliki fungsi kegiatan industri. Selain itu di Zona Rancaekek juga harus
disediakan IPAL industri.
Selain membangun IPAL gabungan pada kawasan industri yang ada,
pengembangan IPAL domestik baik skala komunal maupun individu pada lokasi-
lokasi permukiman perlu dilakukan terutama di zona yang mengarahkan
pengembangan permukiman skala besar yaitu di zona Soreang, Padalarang,
Jatinangor dan Rancaekek. Sebagai pengembangan ke depan, untuk mengantisipasi
pertumbuhan penduduk yang menghasilkan beban limbah manusia, maka di Kota
Bandung perlu dibangun instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

5.c Persampahan
Pada saat ini permasalahan kurang memadainya prasarana persampahan di
wilayah perkotaan Metropolitan Bandung sulit diatasi. Peningkatan volume
sampah tidak diikuti dengan pelayanan dan penyediaan sarana prasarana,
disebabkan kualitas manajemen pengelolaan persampahan yang buruk, sehingga
memerlukan pembangunan sistem manajemen dengan dibentuknya lembaga
pengelola bersama yang memiliki SDM memadai, khususnya di TPA Leuwigajah
Cimahi Selatan yang memiliki skala pelayanan Regional untuk Kota Bandung,
Kabupaten Bandung dan Cimahi. Pembentukan lembaga pengelola tersebut juga
diikuti dengan pelaksanaan pengelolaan yang baik untuk memperbaiki kinerja,
kondisi pelayanan dan pengembangan lokasi TPA yang mencakup wilayah
Padalarang, Margahayu, Soreang, Katapang, Batujajar dan seluruh Cimahi.
Dalam rangka mendukung rencana penyediaan penampungan sampah regional
baru di Metropolitan Bandung yaitu TPA regional Pasirdurung di Cicalengka
(pelayanan wilayah timur dan Bandung timur) dan TPA regional Cipatat

c
½c

(pelayanan wilayah barat dan kota Bandung barat), maka diperlukan sinergitas
antara sumberdaya propinsi dan kabupaten/kota. Pengelolaan penanganan sampah
TPA regional Pasirdurung disesuaikan dengan standar teknis TPA regional yaitu
sanitary landfill.
Selain itu perlu juga pengembangan tempat penampungan sampah untuk
wilayah timur dan Bandung selatan yaitu di Babakan Jelekong (Ciparay),
mencakup pelayanan Banjaran, Baleendah, Majalaya, Ciparay, Cileunyi,
Cicalengka dan Rancaekek. Sedangkan untuk wilayah utara yaitu di Pasir Buluh
Kecamatan Lembang adalah tempat penampungan sampah yang mencakup
pelayanan untuk Lembang dan sekitarnya.
Pengembangan tempat penampungan sampah di Metropolitan Bandung dapat
dilihat pada gambar 4.6.
Untuk mewujudkan konsistensi pengelolaan sampah yang diinginkan,
pelaksanaan membutuhkan produk hukum sebagai pedoman dan dasar pelaksanaan
berupa peraturan perundang-undangan pengelolaan sampah yang dapat diterapkan
kepada semua pihak. Peraturan perundang-undangan tersebut memasukan asas-asas
seperti pengelolaan mulai dari sumber, penghasil sampah membayar ( g  
   ), produk ramah lingkungan, internalisasi biaya pengelolaan,
pembangunan berkelanjutan, dan sebagainya.
Mengoptimalkan pengelolaan persampahan dengan mengembangkan teknologi
pengelolaan sampah yang berprinsip 4 R (Reduce, Reuse, Recycle dan Replace)
Prinsip 4R adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini
diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas
sampah. Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan
beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan
dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih
optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.

c
½ c

  
/        "  ## 
Ê 

c
c

Ê Ê
     


c   
Pengembangan stuktur tata ruang wilayah Metropolitan Bandung meliputi
2 (dua) rencana tindak yang terdiri rencana tindak pengembangan infrastruktur
wilayah dan rencana tindak penanganan lingkungan.
1.c Rencana Tindak Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Rencana tindak pengembangan infrastruktur wilayah dilaksanakan melalui
beberapa langkah penanganan untuk mendukung pengembangan
permukiman, transportasi dan sumberdaya air di Metropolitan Bandung.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.
2.c Rencana Tindak Penanganan Lingkungan
Rencana tindak penanganan lingkungan dilaksanakan melalui beberapa
langkah penanganan yang difokuskan pada upaya untuk mengatasi
permasalahan sumber daya air dan kualitas udara yang sifatnya
pengaturan, penataan, dan pemulihan melalui mekanisme regulasi dan
sistem pengelolaan, sedangkan mekanisme fisik yang berkaitan dengan
penyediaan infrastruktur diintegrasikan pada Rencana Tindak
Pengembangan Sistem Kota-Kota dan Infrastruktur Wilayah di
Metropolitan Bandung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.

Ê
c   
1.c Diharapkan pengembangan infrastruktur sesuai dengan masalah yang
dihadapi kota Bandung dan mencapai tujuan untuk mengatasi semua
masalah kota Bandung.
2.c Serta diharapkan setiap langkah pembangunan tepat pada waktu dan
mengefektifkan biaya sesuai perencanaan.

½½c

c
½c

3.c Selama proses Pengadaan infrastruktur berlangsung hendaknya dibuat


tempat pemulihan sementara seperti tempat pengolahan sampah sementara
dan tempat pengairan air kotor sementara.
4.c Pemerintahan diharapkan tanggap terhadap penyebab masalah-masalah
yang ada, contohnya penyebab banjir, sampah dan sebagainya sehingga
kemungkinan terjadi masalah dapat ditekan
5.c Masyarakat diharapkan kesadarannya untuk mematuhi aturan yang telah
ditetapkan pemerintah supaya dapat memperkecil kemungkinan

You might also like