You are on page 1of 19

DASAR DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN

A. Lingkungan Untuk Kehidupan Perlu Dilakukan Pengelolaan.


Lingkungan kehidupan kita 25 tahun sebelumnya :
a. Kegiatan industri dan populasi penduduk Indonesia masih belum begitu banyak,
b. Kualitas air, udara, dan tanah masih memberikan daya dukung yang baik untuk kehidupan.
c. Sungai-sungai terlihat tidak terlihat hitam dan berbau.
d. Kualitas air sumur bisa langssung dikonsumsi.
e. Udara masih terasa nyaman, terasa dingin meski disiang hari, tidak jarang dipagi hari kabut
menyelimuti kota.
f. kasus infeksi saluran pernapasan (ISPA) dan kulit masih sangat rendah.
Namun saat ini
a. hampir setiap orang mengeluh terhadap daya dukung lingkungan yang buruk
b. udara terasa panas
c. penyakit kulit dan ISPA terutama untuk anak-anak sering terjadi
d. air sungai terlihat hitam dan kotor serta berbau, air sumur terasa bau busuk dll sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi.

B. Dasar Pengelolaan Limbah Cair.


Pada dasarnya pelaku industri di Indonesia saat ini masih belum effisien baik dalam pemakaian
bahan baku untuk dihasilkan suatu produk maupun pemakaian air.
Untuk memulai pengelolaan limbah cair diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menginventarisir semua sumber air limbah baik kecil maupun besar.
2. Menganalisa karakteristik dan jumlah dari masing-masing sumber air limbah.
3. Memperkirakan wajar tidaknya air limbah tersebut terproduksi.
4. Memperkirakan pengelolaan secara segresi, apakah sumber air limbah tersebut dapat di
satukan dengan sumber lainnya ataukah dilakukan pemisahan.
1. Menginventarisir semua sumber air limbah baik kecil maupun besar.
Untuk mengetahui dari bagian mana air limbah dikeluarkan. Dengan mengetahuinya jumlah air
limbah tersebut dapat diperkirakan kewajaran air limbah tersebut dikeluarkan.
Misalnya air limbah dari cuci lantai dibagian penimbangan auxiliaries agent di industri textile. Ini
tidak seharusnya terproduksi air limbah jika dilakukan penanganan yang baik. Lain halnya jika air
limbah dihasilkan dari mesin diyieng. Hal ini harus terjadi tetapi apakah jumlahnya terlah wajar?.

2. Menganalisa karakteristik dan jumlah dari masing-masing sumber air limbah.


Dengan menganalisa karakkteristik air limbah kita dapat mengetahui mana air limbah yang encer
dan mana yang kental. Mana yang banyak dan mana yang sedikit. Dari sini kita dapat mengetahui
jumlah yang dominan, air limbah yang mudah diolah dan sulit diolah. Dari penganalisaan ini juga
kita dapat memperkirakan system pengolahan yang direncanakan.

3. Memperkirakan wajar tidaknya air limbah tersebut terproduksi.


Tentang kewajaran air limbah terproduksi, dapat dibagi dalam 3 bagian.
a. Harus ada.
b. Tidak boleh ada.
c. Tidak harus ada.
Contohnya harus ada misalnya dari proses rinsing/pembilasan. Sumber ini memang harus ada
bagimana mungkin pembilasan tidak menghasilkan air limbah. Meski memang harus ada, harus
diperkirakan juga jumlah yang ada itu wajar atau tidak.
Contoh tidak boleh ada misalnya air limbah yang berasal dari pembersihan ceceran kebocoran
pompa. Seharusnya pompa tidak boleh bocor. Karena dengan bocornya pompa akan membuang
bahan untuk produksi. Oleh karena itu pemecahan yang paling baik adalah dilakukan perbaikan
terhadap pompanya.
Contoh yang tidak harus ada misalnya dari ruang penimbangan bahan-bahan untuk warna dan
auxiliaries agent. Jika penanganannya baik tidak akan ada ceceran-ceceran sehingga kalaupun ada
sangat relatif sedikit jumlah air limbahnya.
Sebenarnya dengan menjalankan ketiga pekerjaan diatas, kita dapat mengontrol kinerja bagian
pergudangan (baik bahan baku maupun bahan jadi), bagian utility, bagian maintenance maupun
bagian produksi.

C. Manfaat yang didapat dari dilakukannya pengelolaan air limbah:


1. Memperkecil volume air limbah.
2. Menambah effisiensi konversi produksi dengan mencegah terjadinya pembuangan, baik
bahan baku maupun bahan setengah jadi.
3. Dengan mengecilnya volume dan kualitas air limbah, beaya investasi untuk pembangunan
WWTP akan lebih kecil.
4. Memperkecil beaya operasional WWTP.
5. Memudahkan pengoperasian WWTP.
6. Dengan ringannya pollutant yang terdapat dalam air limbah maka keberhasilan pengolahan
akan lebih tinggi.
7. Lumpur terhasilkan akan lebih sedikit.
8. Penggunaan air akan lebih sedikit sehingga problem kekurangan air dapat diperkecil.
9. Perusakan lingkungan akibat dari dampak kegiatan industri akan lebih kecil.
10. Merubah kebiasaan ke hidup yang lebih teratur dan lebih efficient.
11. Mengontrol effisiensi produksi.

Pada lembar berikutnya ditampilkan format inventarisir sumber-sumber air limbah.


Step-step pengelolaan air limbah selengkapnya sebagai berikut:
1. Menginventarisir sumber-sumber air limbah, volume dan karakteristiknya.
2. Mengkategorikan keberadaan air limbah (sesuai dengan isian format).
3. Kemudian urutannya distatistikan berdasarkan jumlah air limbah yang paling banyak paling
atas.
4. Kemudian sumber-sumber air limbah tersebut dibagi dalam ketiga kategori keberadaan
sumber.
5. Untuk kategori Tidak Boleh Ada dilakukan perbaikan dengan menginformasikannya ke
bagian maintenance atau pimpinan perusahaan.
6. Untuk kategori tidak harus ada dilakukan perbaikan dengan bekerjasama dengan bagian yang
bersangkutan untuk merubah perilaku dalam berproduksi.
7. Untuk kategori Harus Ada, sebisa mungkin dilakukukan minimalisasi jumlah dan
karakteristik.
D. Hal-hal Yang Dapat Meminimalkan Volume Air Limbah di Industri Textile:
1. Bagian Gudang Bahan baku.
a. Penyimpanan yang baik sehingga ceceran tidak terjadi.
b. Penanganan bekas kemasan yang baik.
2. Bagian Penimbangan Bahan-bahan.
a. Cara yang baik sehingga tidak tercecer.
b. Cara pemakaian alat-alat yang digunakan.
c. Pemakaian alat-alat automatis maupun semi aoto.
3. Bagian Desizing.
a. Memakai chemical yang ramah lingkungan namun tetap baik dan ekonomis.
b. Dilakukan PVA Recovery terhadap air limbah desizing. Sifat PVA (kanji sitetis)
tidak biodagadable tetapi dapat diambil kembali dari air limbahnya untuk dipakai lagi
diproses sizing selanjutnya.
c. Dilakukan pemisahaan antara desizing dan rinsingnya. Yang perlu direcoveri adalah
cairan hasil desizing yang perama karena kental. Jika dilakukan proses recovery air hasil
recovery dapat dijual sebagai bahan penaik pH di WWTP yang karakteristik air limbahnya
asam. Karena kandungan air limbah dari proses desizing banyak mengandung caustic
soda.
4. Bagian Dyieng.
Memakai bahan-bahan dyeing yang ramah lingkungan dan memakai chemical yang dapat
terserap lebih banyak sehingga sisa chemical yang tidak terserap semakin sedikit.
5. Bagian Printing.
a. Bagian penimbangan seringkali banyak ceceran.
b. Masih banyaknya pasta yang tersisa di bejana-bejana.
c. Sisa pasta yang tersisa di screen maupun drum biasanya dibersihkan langsung dengan
air. Akan lebih baik jika discrap terlebih dahulu kemudian dimasukan ke tempatnya
semula atau tempat lainnya yang nantinya dapat dipakai kembali. Dengan penyecrapan
kotoran yang tersisa yang akan dibersihkan oleh air akan jauh lebih kecil.
6. Bagian Utility.
a. Biasanya di bagian storage tank solar/minyak diesel sangat kotor akibat tidak baiknya
penanganan loading dan unloading.
b. Kebocoran pompa-pompa utility.
7. Bagian Maintenance.
a. Penanganan limbah cair bekas cucian mesin-mesin yang biasanya berupa minyak
sering kali dimasukan ke saluran air limbah.
b. Olie bekas pakai seringkali dimasukan ke saluran air limbah.
c. Olie bekas perbengkelan juga sering kali dimasukan ke saluran air limbah.

E. Yang Perlu diperhatikan:


1. Program pengelolaan dan Minimalisasi Air Limbah sulit terlaksana jika tidak ada
commitment dari atas sampai bawah meski hal tersebut dapat mereduksi cost.
2. Program akan terlaksana jika digerakan secara active oleh pimpinan tertinggi secara
berperiodik.
3. Program pada umumnya akan meminimalisasi jumlah air limbah minimal 30 %. Hal ini bisa
terjadi karena pada umumnya sampai saat ini perilaku para industriawan masih belum effisien
dan belum ada perhatian yang tinggi akan pentingnya masalah effisiensi dan lingkungan serta
menganggap bahwa air itu murah bahkan gratis.
PEMILIHAN SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Sebelum merencanakan perhitungan perencanaan installasi air limbah, ditentukan terlebih dahulu
system pengolahan yang akan dipakai. Namun untuk menentukan system pengolahan harus diketehui
karakteristik air komponen penyusun air limbah. Untuk lebih mudah dimengerti ada baiknya diketahui
terlebih dahulu apa itu Air Limbah. Tujuannya yaitu memudahkan pemahaman karakteristik,
pengelolaan dan pengolahan air limbah.

A. Apa Itu Air Limbah.


Jika ditelusuri komponen air limbah, kita dapat mengetahui bahwa air limbah terdiri dari sebagian
besar air bersih dan sebagian kecil komponen pengotor Komponen air bersih umumnya sekitar
99.5 % sedangkan sisanya berupa kotoran bisa dalam wujud padatan, cairan maupun gas baik yang
terlarut maupun yang tidak tidak terlarut.
Jika dilihat dari bahan pembuat kotoran, pollutant dapat dalam bentuk bahan organic dapat pula
yang berbentuk bahan anorganik. Misal bahan yang terbuat dari bahan organic adalah dyestuff,
sebagian auxiliaries agent di indistri textile atau gula di industri makanan. Contoh bahan yang
terbuat dari bahan an organic adalah urea, cauatic soda dll.
Untuk mengechek pollutant organic yang terkandung didalam air limbah sangat sulit jika diukur
satu per satu. Oleh karena itu para ahli sepakat untuk mewakilkan kandungan bahan organic yang
terdapat dalam air limbah dengan acuan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD
(Biochemical Oxygen Demand). Hal ini dimungkinkan karena sifat-sifat semua bahan organic
relatif sama.
Yang dimaksud dengan COD adalah pengukuran laboratorium terhadap kandungan semua bahan
organic baik yang dapat diolah oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diolah oleh
mikroorganisme. Cara pengukurannya yaitu dengan mengoksidasi polutan organic tersebut dengan
bahan oksisidator sambil dipanaskan sehingga komponen penyusun organic terurai menjadi CO2
dan H2O. Bahan oksidatornya adalah K2Cr2O7. Sedangkan BOD pengukuran hanya terhadap
bahan organic yang biodagradabel saja. Sebab pengukuran dilakukan dengan menggunakan
aktivitas mikroba terhadap bahan organic tersebut. Jika dalam air limbah terdapat bahan organic
yang biodagradabel maka akan diuraikan oleh mikroba. Karena mikroba memerlukan oksigen
untuk menguraikan bahan organic maka kandungan oksigen yang berkurang sebanding dengan
nilai BOD. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengukuran nilai COD untuk mewakili kandungan
semua bahan organic sedangkan BOD hanya terhadap bahan organic yang dapat diuraikan saja.
Mengapa kita memerlukan data nilai COD dan BOD karena bahan-bahan tersebut yang dapat
menimbulkan bau busuk, sebagai media penyakit, merubah warna cairan dll. Pada umumnya dalam
air limbah industri nilai COD dan BOD cukup tinggi. Jika nilainya tinggi maka pengolahannya
dilakukan secara biologi atau gabungan kimia fisika dan biologi.

B. Komponen Pembentuk Air Limbah Menentukan Sistem Pengolahan Air Limbah.


Untuk menentukan system pengolahan air limbah, harus mengetahui komponen penyusun air
limbah. Komponen penyusun air limbah dapat diketahui dari data laboratorium.
Misalnya dari data laboratorium didapat data:
Jenis industri Textile dengan jenis produksi weaving, dyeing dan printing dengan karakteristik air
limbah sebagai berikut.

Komponen Terukur Satuan Baku mutu


o
Temperatur 45 C -
COD 1000 mg/lt. 150
BOD 500 mg/l. 60
TSS 500 mg/t. 50
PH 11 6-9
Dari data dapat ditentukan system pengolahannya sehingga kualitas air olahan dapat layak buang.
Sistem utama adalah proses biolgi karena nilai COD dan BODnya relatif tinggi. Sistem
penunjangnya adalah proses kimia fisika dan pendinginan. Penerapan proses kimia fisika
dikarenakan jika hanya diterapkan proses biologi saja maka sulit ak+an mencapai nilai COD
dibawah 150 mg/l. Sedangkan diterapkannya pendinginan dikarenakan temperatur operasi proses
biologi dibawah 40 oC. Jika diatas itu maka mikroorganisme yang diharapkan tidak akan tumbuh.
Oleh karena itu perlu dilakukan pendinginan.
Sistem pengolahan air limbah yang umum yaitu:
 Proses Biologi secara Aerobic
 Proses Biologi secara Anaerobic.
 Proses Kimia secara koagulasi.
 Proses Kimia secara flocculasi.
 Proses Kimia secara presipitasi.
 Proses pemisahan secara pengendapan.
 Proses pemisahan secara pengapungan.
 Proses Adsorbsi.
 Proses filtrasi.
 Proses Pendinginan.
Sistem pengolahan air limbah alternative yaitu:
 Proses Striping (pemisahan gas dari cairannya).
 Proses pemisahan dengan Dissolve Air Floatation.
 Proses pengolahan secara elektrolisa.

C. Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan system pengolahan:


 Diprioritaskan memakai system biologi. Dikarenakan sitem biologi lebih murah
dalam operasional costnya dan lumpur terbentuk jauh lebih sedikit jika dibandingkan system
kimia fisika.
 Untuk menentukan apakah akan memakai system biologi atau tidak adalah
berdasarkan nilai CODnya. Jika tidak tinggi (mendekati baku mutu) maka tidak dipilih system
biolgi. Jika jauh lebih tinggi dari nilai baku mutu maka dipakai sistem biologi.
 Jika nilai COD diatas 5000 mg/l maka akan lebih baik jika proses biologi diterapkan
gabungan anaerobic dan aerobic.
 Jika telah ditentukan proses biologi, harus diperkirakan apakah tidak apa-apa jika air
limbah langsung masuk proses biologi mengingat m.o. dapat teracuni. Jika tidak yakin maka
diterapkan proses pretreatment.
 Jika setelah proses biologi diperkirakan masih ada komonen yang diatas baku mutu
maka system dilengkapi dengan system lanjutan (sebagai tertiary treatment).
 Untuk menjamin pasokan air limbah selalu ada dan karakteristiknya dapat seragam,
maka diperlukan perangkat bak equalisasi.
DASAR-DASAR INSTALLASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Pada dasarnya Installasi Pengolahan Air Limbah adalah serangkaian unit proses agar air limbah dapat
terolah dengan baik sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Rangkaian Unit proses sangat
tergantung dari system yang kita terapkan. Sistem yang diterapkan tergantung dari karakteristik air
limbah yang bersangkutan.
Secara garis besar unit proses pengolahan air limbah dapat dikategorikan menurut fungsinya sbb:
A. Pengolahan Persiapan.
Pengolahan persiapan dimaksudkan untuk menunjang sehingga dikondisikan sesuai dengan
proses selanjutnya. Misalnya jika air limbahnya panas maka sebelum masuk proses biologi harus
dilakukan pendinginan. Dibutuhkan karena temperatur untuk proses biologi harus dibawah 40 oC.
Unit Proses pengolahan persiapan:
1. Proses pendinginan.
2. Proses ekualisasi.

B. Pengolahan Awal.
Dilakukan Pengolahan awal dimaksudkan untuk meringankan proses selanjutnya, menghilangkan
zat toxic, dilakukan pengolahan bertahap, dll.
Misalnya unit proses pengolahan awal:
1. Fat, Oil, Grease separator (oil trap).
2. Screening.
3. Filtrasi
4. Presettler.
5. Proses Coagulasi dan flocculasi.
6. Proses presipitasi
7. Proses elektrolisa.
8. Proses stripping
9. Proses biologi anaerobic.

C. Pengolahan Utama.
Pengolahan utama merupakan unit proses yang dapat menurunkan kandungan polutan secara
domimant (yang terbesar).
Unit proses pengolah utama misalnya:
1. Proses biologi aerobic.
2. Proses Coagulasi & flocculasi.
3. Proses epavorasi.
4. Ion exchange.

D. Pengolah Lanjutan.
Pengolah lanjutan diterapkan jika serangkaian unit proses yang ada masih belum sanggup untuk
memenuhi baku mutu yang diharapkan.
Unit proses pengolah lanjutan misalnya:
1. Post filtrasi.
2. Adsorbsi.
3. Oksidasi.
4. Coagulasi dan flocculasi.

E. Pengolahan Lumpur.
Pada umumnya proses pengolahan air limbah dihasilkan Lumpur sebagai hasil samping. Untuk
memperkecil volume Lumpur biasanya dilakukan pengolahan. Cara pengolahan Lumpur
misalnya:
1. Thickening.
2. Dengan Filter press.
3. Dengan Belt Filter press.
4. Dengan Decanter.
5. Dengan evaporasi.
6. Dengan pembakan (incenerasi).
7. Sludge Drying Bed.
8. Lanfill.

Suatu unit proses dapat berfungsi sebagai pretreatment dapat juga sebagai pengolah utama dalam
kasus yang berdeda. Misalnya unit proses Coagulasi.
Untuk mengolah air limbah yang mempunyai parameter SS tinggi tetapi COD/BOD rendah, unit
proses coagulasi merupakan unit proses pengolah utama.
Tetapi jika untuk air limbah yang mempunyai nilai SS tinggi dan COD tinggi, unit proses
coagullasi merupakan unit proses awal. Sedangkan unit proses utamanya adalah proses biologi.
Berikut ini dijelaskan lebih lanjut fungsi pengolahan diatas.
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM FISIKA DAN
KIMIA

A. Pendahuluan

Teknologi proses pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Cara pengolahan yang dikenal adalah:
1. Secara kimia – fisika.
2. Secara biologi.

Cara pengolahan air limbah untuk suatu jenis air limbah belum tentu dapat diolah oleh kedua cara
diatas. Bisa saja suatu jenis air limbah dapat diolah secara kimia-fisika dapat pula dengan cara
biologi. Namun untuk kasus lain tidak dapat diolah secara kimia-fisika tetapi dapat diolah secara
biologi. Dapat pula sebaliknya..Atau dapat diolah dengan kombinasi kedua cara diatas. Hal ini
sangat tergantung dengan karakteristik air limbahnya.
Cara pengolahan juga sangat tergantung dari standar baku mutunya. Jika baku mutunya longgar
bisa saja dengan satu cara saja. Tetapi jika baku mutunya sangat ketat sehingga diperlukan kedua
cara diatas.
Perbedaan yang mendasar terhadap cara pengolahan secara kimia-fisika dengan cara biologi adalah
jika dengan cara kimia-fisika pada dasarnya adalah pemisahan. Sedangkan secara biologi adalah
peruraian dimana senyawa organic yang tidak stabil diuraikan menjadi senyawa yang lebih
sederhana dan stabil (tidak mengotori lagi).
Kedua cara diatas memunyai keuntungan tetapi juga kekurangannya. Misalnya cara kimia-fisika
kekurangannya adalah akan menimbulkan hasil samping yang menjadikan masalah baru yaitu
Lumpur. Operasional costnya juga akan lebih tinggi. Namun keuntungannya adalah investasi
costnya yang rendah.

Berikut ini keuntungan dan kerugian dari kedua cara diatas:

No Uraian Kimia-fiska Kimia

1 Investasi awal Rendah Tinggi


2 Operasional Cost Tinggi Rendah
3 Luas lahan dibutuhkan Kecil Besar
4 Kemudahan operasional Rutin Lebih sulit Lebih mudah
5 Kemudahan operasional problem Lebih mudah Lebih sulit
6 Maintenance Cost Tinggi Rendah
7 Pembentukan Lumpur Banyak Sedikit
8 Kebutuhan jumlah operator Banyak Sedikit
9 Recovery (lama penyembuhan) Sebentar Lama
10 Kualitas air olahan Baik Lebih baik
11 Keramahan terhadap lingkungan Kurang ramah Ramah
12 Efek samping jangka panjang Tinggi Sedikit sekali
B. Berbagai Macam Pengolahan Fisika dan Kimia
Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa pengolahan limbah cair dengan cara/system kimia-fisika
pada dasarnya adalah cara pemisahan. Dengan demikian kotorannya masih ada. Hal ini akan
menimbulkan masalah baru.
Pengolahan secara fisika misalnya adalah:
1. Penyaringan terhadap kandungan padatan.
2. Proses sedimentasi yang mengandalkan perbedaan gravitasi.
3. Proses pemisahaan floatasi yang biasanya diterapkan pada komponen fat, oil dan grease.
4. Proses stripping (memisahkan gas dari air limbahnya).
5. Proses adsorbsi (penyerapan).
6. Epavorasi (penguapan).
Seringkali proses pengolahan fisika disertai dengan proses kimia. Misalnya adalah:
1. Proses Koagulasi dan flocculasi.
2. Proses presipitasi.
3. Proses pengaturan pH.
Yang harus diperhatikan dalam proses fisika adalah harus dikenal perbedaan sifat dari zat yang
akan dipisahkan. Misalnya Pemisahan minyak nabati. Pemisahan minyak nabati akan sulit jika
dipisahkan dalam keadaan panas. Begitupun dengan adanya detergent atau sabun akan
mempersulit pemisaahan.
Dalam keadaan normal minyak mudah dipisahkan jika dilewatkan kesuatu ruangan yang cukup
tenang. Dengan demikian akan mempermudah pemisahan minyak berdasarkan berat jenisnya.
Pengolahan secara kimia adalah dengan menambahkan bahan kimia sehingga lebih memudahkan
dalam pemisahan. Misalnya proses koagulasi dan flocculasi. Pemisahan padatan dalam bentuk
tersuspensi sangat sulit sekali sehingga diperlukan suatu zat yang dapat merubah kesetabilan bahan
tersuspensi biasanya dengan menambahkan koagulan. Peran dari koagulan tersebut menarik
partikel suspended solid yang bermuatan negatif dengan menambahkan koagulan bermuatan positif

C. Kondisi Operasi Pengolahan Cara Kimia.


Yang harus diperhatikan dalam proses kimia ini adalah:
1. pH ketika proses koagulasi harus dengan range kerjanya.
2. Dosis koagulan harus sesuai dengan percobaan (jartest).
3. Waktu tinggal di proses koagulasi.
4. Kecepatan pengadukan yang sesuai.
5. Jika dilanjutkan dengan penambahan flocculan harus dilakukan di tangki atau bak yang lain.

D. Parameter pH.
Berikut ini pH yang diperlukan untuk proses koagulasi berdasarkan jenis koagulannya.
No Nama koagulant PH kerja

1 Aluminium Sulfat (tawas) 5–7


2 Poly Aluminium Chlorida 5–7
3 FeSO4 10.5 – 12.0
4 FeCl3 4–9
Range kerja untuk Flocculant pada umumnya tidak terlalu terpengaruh dengan pH. Biasanya
berpengaruh terhadap bentuk floknya.
E. Dosis Koagulan.
Dosis koagulant belum tentu dapat disamakan dari satu industri dengan industri lainnya meski
jenis industrinya sama misalnya textile. Begitupun dengan jenis koagulannya. Jenis dan dosis
koagulant yang akan dipakai sangat tergantung dari karakteristik air limbahnya dan didapat dari
hasil percobaan skala laboratorium. Penentuan ini dikenal dengan jar test. Pada jartest dilakukan
beberapa percobaan beberapa jenis koagulant dan dosisnya. Biasanya diperlukan 4 atau 6 beaker
glass dalam melakukan jartest.
Untuk mempercepat penentuan jenis koagulant dilakukan pra jartest terlebih dahulu yaitu dengan
mencoba secara asal. Jika dirasa bisa baru dilakukan jartest.
Pada umumnya Jenis koagulant yang bisa dipakai untuk semua industri textile adalah Ferro sulfat
atau ferro/ferry chlorida (koagulant bebasis besi ). Koagulant bebasis besi lebih untuk air limbah
yang berwarna. Namun penggunaannya harus mempunyai kandungan OH (gugus hidrokside).
Kandungan OH ini bisa disupply dari NaOH atau Kapur. Dengan alasan ekonomis biasanya
dipakai kapur. Namun jika digunakan kapur akan menghasilkan Lumpur yang banyak. Untuk
kualitas hasil penggunaan kapur lebih baik karena kapur sendiri sebagai koagulan dan sebagai
adsorber (penyerap) warna begitupun terhadap bentuk flok lebih baik karena lebih berat sehingga
mudah turun.
Jenis koagulant lainnya adalah berbasis aluminium misalnya aluminium sulfat/tawas atau PAC
(poly aluminium chlorida) atau dapat juga koagulant berbasis organic. Koagulant berbasis organic
biasanya jarang dipakai karena masih mahal.
Alum/tawas bisa dipakai untuk industri tekstile yang menggunakan dyie stuff jenis dispers dan
indiego. Untuk jenis Reaktive dyies mempunyai efektivitas yang rendah dalam penurunan
warnanya. Untuk penurunan COD semua jenis koagulant umumnya hampir sama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis dan dosis koagulan.
1. Untuk memperkecil jumlah Lumpur diupayakan jenis koagulant dipakai adalah berbasis
aluminium.
2. Prioritas penggunaan basis koagulan adalah alum/tawas, kedua koagulant compound berbasis
aluminium, PAC, Ferro sulfat, campuran antara koagulant berbasis aluminium. Besi dan
polymer, koagulant organik.
3. Kisaran dosis (pada umumnya) untuk industri textile:

Koagulant Dosis Keterangan


Alum/tawas 300 – 1500
PAC cair 200 – 1200
Ferro Sulfat 300 – 1500 + Kapur pada pH 11.
Ferry Chlorida 75 – 500
Coagulant Compound 300 – 1500

F. Waktu Pembentukan Flock.


Waktu pembentukan flock sangat bervariasi dari 30 detik sampai 2 menit, sangat tergantung dari
karakteristik air limbah dan jenis koagulant yang dipakai. Pada umumnya dianjurkan waktu untuk
pembentukan flock di proses koagulasi adalah sekitar 2 sampai 5 menit sedangkan untuk proses
flocculasi dianjurkan 3 menit sampai 7 menit.

(Gambar Coagulasi dan Flocculasi).


PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN SISTEM PENGOLAHAAN BIOLOGI

A. Pendahuluan
Pengolahan air limbah dengan system biologi diberlakukan pada air limbah yang mempunyai nilai
BOD/COD tinggi atau yang mempunyai organic biodegradable tinggi. Dinamakan proses biologi
karena pengolahannya dilakukan oleh mikroorganisme (m.o.). Mikroorganisme akan menguraikan
senyawan organic menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Beda pengolahan air limbah secara biologi dengan kimia fisika adalah:
Jika proses kimia fisika kotoran dipisahkan. Tetapi jika proses biologi kotoran diuraikan menjadi
senyawa yang lebih sederhana.
Karena proses kimia fisika adalah pemisahan maka akan ada masalah baru yaitu dalam bentuk
limbah padat. Terlebih lagi dalam proses ini ditambahkan bahan kimia sehingga akan menambah
kotoran padatan (Lumpur).
Tidak semua jenis air limbah dapat diolah secara kimia fisika. Misalnya bagi air limbah dari
industri Permen. Secara visual terlihat bening atau dengan kata lain kandungan TSSnya rendah.
Tetapi kandungan COD/BODnya tinggi bisa mencapai 15.000 mg/l. Dengan kandungan COD dan
BOD yang terlarut tinggi, proses kimia-fisika tidak akan mampu memisahkan kotorannya. Untuk
kotoran seperti ini cocok dengan pengolahan biologi. Begitupun sebaliknya, misalnya untuk air
limbah industri electroplating. Kandungan COD/BODnya rendah tetapi kandungan logamnya
tinggi. Karakteristik air limbah seperti ini harus dilakukan secara kimia-fisika.
Penerapan system biologi berbagai macam system dan secara garis besar dapat dibagi dalam 2 cara
berdasarkan ada tidaknya oksigen yaitu:
1. Secara Aerobic
2. Secara Anaerobic.
Secara aerobic, m.o. dalam penguraian kotoran yang terdapat dalam air limbah menggunakan
oksigen/udara. Atau dengan kata lain m.o seperti ini membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Tetapi
untuk cara anaerobic dalam hidupnya m.o. tidak boleh ada oksigen/udara. Dengan adanya oksigen
m.o akan mati.
Penerapan system biologi anaerobic tidak dapat berdiri sendiri harus dibarengi dengan cara aerobic
karena effisiensi reduksi konsentrasi COD/BOD lebih kecil jika dibandinkan dengan cara aerobic.
Kelebihan dan kelemahan dari kedua system diatas yaitu:

No Uraian Aerobic Anaerobic


1 Investasi awal Rendah Tinggi
2 Operasional Cost Tinggi Rendah
3 Luas lahan dibutuhkan Besar Kecil
4 Kemudahan operasional Rutin Lebih sulit Lebih mudah
5 Kemudahan operasional problem Lebih mudah Lebih sulit
6 Maintenance Cost Tinggi Rendah
7 Pembentukan Lumpur Banyak Sedikit
8 Kebutuhan jumlah operator Banyak Sedikit
9 Recovery (lama penyembuhan) Sebentar Lama sekali
10 Kualitas air olahan Baik Kurang baik
11 Keramahan terhadap lingkungan Ramah Kurang Ramah
12 Efek samping jangka panjang Sedikit Sedikit sekali
13 Nilai tambah - Terproduksi Biogas.
B. Biologi Aerobic.

 Pendahuluan.
Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa pengolahan air limbah secara biologi aerobic
membutuhkan udara dalam hidupnya. Persamaan reaksi dalam pengolahannya adalah:

Organik + O2  CO2 + H2O


m.o.

Jika melibatkan factor N dan P sebagai nutrisi persamaan reaksi menjadi sebagai berikut:

Organik + N + P + O2  CO2 + H2O + NO3 + PO4 + Cell Baru


m.o.

N dan P dibutuhkan untuk pembentukan Cell (mikro organisme) baru. Dibutuhkan m.o baru
karena m.o lama akan mati. Jika kekurangan N dan P mengakibatkan mikroba tidak sehat
seperti orang kekurangan vitamin. Jika tidak ada sama sekali unsure N an P maka tidak akan
hidup m.o yang kita inginkan. Posphat dibutuhkan untuk pergerakan m.o. Jika tidak ada unsure
phosphat maka m.o tidak akan ada aktifitas.
Unit proses pengolahan secara biologi aerobic terdiri dari bak aerasi dan bak sedimentasi. Unit
proses ini tidak dapat dipisahkan. Unit proses bak aerasi diperuntukan menguraikan kotoran
yang terdapat dalam air limbah sedangkan unit proses sedimentasi pemisahan m.o denan air
bersih hasil oalahan di bak aerasi. M.o. mengendap dibagian bawah dan akan dipompakan
kembali ke bak aerasi agar m.o tersebut dapat menguraikan kembali di bak aerasi.

 Macam-Macam System Pengolahan Biologi Aerobic.

1. Activated Sludge : - Konvensional


- Extended Aeration : * Complete mix
* Plug flow.
* Oxidation Ditch
* SBR (Squenching Batch Reaktor)
- Contact Stabilisasi
2. Lagoon
3.Aerated Lagoon.
4.Trickling Filter
5.Fix Bed Aeration.
6.Wet Land

Untuk system biologi aerobic yang popular saat ini adalah Activated sludge Extended Aeration
baik complete mix, Plug flow, oxidation Ditch, maupun SBR.
Sistem lagoon, dan aerated lagoon populer untuk pengolahan kawasan perkotaan atau industri
yang letaknya di tengan hutan/ladang dimana harga tanah masih murah.
 Kekurangan dan Kelebihan Sistem Pengolahan Biologi Aerobic.
N Sistem Kelebihan Kekurangan
o Pengolahan

1 AS Konvensional Luas lahan kecil Sludge banyak


Investasi lebih kecil
Eff BOD Red 80 – 90 %
2 AS Ext. Aeration Sludge sedikit Luas lahan lebih besar
(ASEA) Eff BOD Red 90 – 98 % Investasi lebih besar
ASEA Complet Kemungkinan Sludge settle kecil. Potensi carry over sludge di
mix Sedimentasi kecil.
ASEA Plug Plow Lebih tahan shock load Investasi Plant lebih tinggi.
ASEA Oxidation Kemungkinan Sludge settle kecil. Luas lahan lebih besar.
Ditch Terdapat zona Denitrifikasi
ASEA SBR Flexibel dalam operasional Banyak alat kontrol.
Terdapat zona Denitrifikasi Investasi lebih mahal.
3 Contact Stabilisasi Lahan lebih kecil Mudah Terjadi shock.
4 Lagoon Operasional sangat mudah Eff BOD Red rendah.
Operasional sangat murah Dibutuhkan lahan sangat
Sludge sedikit sekali. besar.
5 Aerated Lagoon Operasional sangat mudah Eff BOD Red rendah.
Operasional murah Dibutuhkan lahan besar.
Sludge sedikit sekali.
6 Wet Land Operasional sangat mudah Eff BOD Red rendah.
Operasional murah Dibutuhkan lahan besar.
Sludge sedikit sekali.
Selanjutnya pembahasan diuraikan system biologi aerobic activated sludge. Hal ini
dikarenakan pada umumnya teknologi aerobic activated sludge umum dipergunakan.

 Perancangan IPAL Cara Biologi Aerobic.


Perancangan IPAL tidak mudah dan tidak juga sulit jika telah mengetahui perhitungan-
perhitungan dimasing-masing proses. Pada umumnya banyak orang beranggapan perencanaan
IPAL mudah karena hanya berbentuk bak atau tangki sederhana dan peralatannya relatif tidak
terlalu banyak. Anggapan lainnya adalah jika terjadi kegagalan, bukan merupakan produk yang
harus dijual sehingga tidak mengurangi keuntungan pabrik secara ekonomi. Tetapi bagi
lingkungan akan merasakan akibatnya terhadap resiko yang akan dialaminya dengan
menurunnya kualitas lingkungan dimana nantinya akan menurunnya kualitas kesehatan.
Perhitungan-perhitungan dalam perencanaan IPAL disesuaikan dengan karakteristik dan
jumlah air limbah. Tidak sedikit kasus perencanaan IPAL dengan perhitungan yang tidak
sesuai dengan kaidah teknis justru lebih meningkatkan beaya investasi dan operasional cost
meski hasil yang didapat belum tentu akan masuk baku mutu yang diinginkan. Contoh kasus
adalah sebuah pabrik tekstil didaerah Bandung. Untuk mencapai hasil air olahan yang akan
direcycle dirancang bak aerasi yang besarnya 3 kali dari kaidah Teknis. Padahal kapasitas air
limbahnya sekitar 6000 m3/hari. Alhasil dibangun bak dengan ukuran panjang 100 m lebar 60
meter dengan ketingginan 3.5 m. Padahal jika sesuai dengan kaidah teknis tidak diperlukan
bak sebesar itu hanya dibutuhkan 1/3 nya. Tetapi dilain pihak perencanaan bak sedimentasi
terlalu kecil dengan upward flow rate sekitar 1.7 m3/m2/jam. Sehingga secara keseluruhan bak
aerasi terlalu aman dan bak sedimentasi tidak memenuhi syarat, dengan demikian bisa
dipastikan akan terjadi kegagalan.
Parameter yang diperlukan dalam perencanaan proses biologi aerobic adalah:
a. Bak Aerasi.
Proses biologi secara aerobic yang popular adalah system Activated Sludge (lumpur active).
Dalam hal ini kita meminta bantuan mikroba untuk menguraikan kotoranan yang terdapat
dalam air limbah. Untuk itu kita harus menyediakan suatu tempat yang nyaman sehingga
mikroba giat dalam menguraikannya. Untuk menciptakan tempat yang nyaman, dalam
perencanaan harus memenuhi parameter design yaitu:
F/M (nilai 0.05 sampai 0.5 Kg BOD/Kg MLVSS/hari), Estimasi nilai MLVSS (2500
sampai 4000 mg/l), frofile bak aerasi harus sesuai dengan kemampuan peralatan yang
dipakai terutama aerator, kecukupan udara (1.4 sampai 2.7 Kg O2/Kg BOD), kecukupan
mikro nutrient (BOD:N:P = 100 : 5 :1).
Bak aerasi tidak ditentukan dengan waktu tinggal (Retention Time) tetapi ditentukan
dengan F/M ratio. Semakin tinggi nilai BOD semakin lama waktu tinggalnya.
Ketinggian level air di bak aerasi umumnya 3 sampai 3.5 m. Ini sangat tergantung dari
kemampuan alat penyuplai udara yang dipakai. Untuk IPAL yang berkapasitas kecil
dibawah 200 m3//hari biasanya dipakai ketinggian bak 2 m.
Dimensi panjang lebar sangat tergantung system dan volume efektif yang harus disupply.
b. Proses Sedimentasi.
Prinsip proses sedimentasi adalah memberikan ruangan yang tenang sehingga terjadi
pemisahan solid dan cairannya. Kondisi ini dapat tercapai pada nilai Overflow Rate (OR)
dibawah 1.0 m3/m2/jam dan waktu tinggal (RT) antara 2.5 sampai 6 jam. Bahkan untuk
beberapa jenis industri bisa lebih tinggi lagi. Hal ini sangat tergantung dari karakteristik
bentuk sludgenya. Jika bentuknya kecenderungan bulking maka nilai Ornya bias dibawah
0.6 m3/m2/jam dan RTnya dapat mencapai 6 jam atau lebih.
Bentuk bak sedimentasi dapat berbentuk bulat dan dapat pula berbentuk kotak. Yang lebih
penting lagi adalah kemiringan dasarnya. Jika memakai scrapper maka kemiringan dasar
sekitar 10o sedangkan jika tidak memakai scrapper kemiringan diatas 60 o. Dari keterangan
ini dapat disimpulkan bahwa untuk kapasitas kecil tidak diperlukan scapper tetapi untuk
kapasitas besar diperlukan.

 Pengoperasian IPAL Biologi Aerobic.


IPAL yang telah sesuai dengan perhitungan kaidah teknis akan mengalami kegagalan proses
jika tidak dioperasikan secara baik dan benar. Terlebih lagi jika sistemnya proses biologi.
Karena diperlukan kecakapan dalam operasionalnya. Untuk itu diperlukan SDM yang mampu
dan dilakukan pemantauan terhadap operasionalnya.
Pemantauan terhadap parameter yang harus dilakukan adalah pH, kesesuaian pendosisan bahan
kimia, temperatur, COD, BOD, SS, beban organic, adanya zat toxic, MLSS, MLVSS, DO,
SV30, SVI, NO3, PO4, Umur Lumpur (sludge age), warna lumpur dan karakteristik busa.
Sehingga dengan melakukan pemantauan terhadap parameter diatas kegagalan pengoperasian
proses pengolahan air limbah dapat dihindari.
- Proses Biologi Activated Sludge.
Pengoperasian proses biologi jika sesuai dengan kaidah teknis relatif mudah untuk
dilakukan. Tetapi jika tidak mengetahui standard operating procedure (SOP)nya akan sangat
sulit. Hal ini dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai operasional yang baik
membutuhkan waktu yang cukup lama bisa sampai 40 hari sehingga harus sesuai dengan
relnya. Yang terpenting adalah kita harus menyediakan fasilitas dan kondisi yang diinginkan
mikroba. Parameter yang harus diperhatikan dalam pengoperasian adalah:
a. pH.
Nilai pH diset antara 6.5 sampai 8.5. Sebenarnya jika proses di bak aerasi telah baik, nilai
pH akan dalam rentang 6.5 sampai 8.5.
b. DO (Dissolve Oxygen)
Nilai DO di bak aerasi sekitar 2 mg/l. Jika kekurangan akan terjadi kondisi septic sehingga
akan terjadi pembusukan. Jika terlalu banyak akan menyulitkan di proses sedimentasi
(sulit mengendap) disamping boros energi.
c. Kecukupan Nutrient.
Mikro nutrient yang diukur adalah untuk unsure N dan unsure P. Kebutuhan unsur N
diukur dengan NO3 dan unsur P dengan PO4. NO3 dibutuhkan diatas 5 mg/l dan unsure
PO4 diatas 0.5 mg/l.
d. Temperatur.
Temperatur operasional untuk proses activated sludge adalah 15 oC sampai 40 oC.
Dibawah 15 oC proses berjalan lambat sedangkan jika diatas 40 oC mikroba yang
diinginkan akan mati.
e. F/M
F/M diatur pada nilai 0.05 sampai 0.5 mg/l. Nilai F/M disesuaikan dengan kondisi
karakter air limbah yang diinginkan mikroba.
f. Umur Lumpur (Sludge Age).
Umur lumpur untuk proses activated sludge extended aeration antara 10 - 40 hari. Setting
umur lumpur disesuaikan dengan kondisi mikroba yang ada. Setiap industri mempunyai
umur lumpur yang berbeda. Umur lumpur yang optimal ditunjukan dengan warna lumpur
active yang berwarna coklat terang dan mempunyai daya degradasi yang paling tinggi.
g. Terbebas Dari Zat Toxic.
Adanya zat toxic akan mengganggu kondisi mikroba di bak aerasi bahkan dapat
membunuhnya. Untuk itu dihindari jumlah zat toxic pada level yang sudah mengganggu
dan levelnya berbeda untuk setiap jenisnya.
h. Kerataan Mixing.
Didalam bak aerasi mikroba harus teraduk terus tidak boleh mengendap. Jika mengendap
mikroba tidak dapat menguraikan kotoran yang terdapat dipermukaan. Disamping itu
mikroba akan mati karena tidak ada oksigen akibat tidak ada oksigen yang dapat
menembus lapisan mikroba.

C. Biologi Anaerobic.
Pengolahan air limbah dengan cara biologi anaerobic saat ini masih belum popular. Hal ini
disebabkan cara pengolahan air limbah anaerobic untuk industri relatif jauh lebih baru
dibandingkan dari system aerobic. Diperkirakan untuk masa yang akan datang teknologi
pengolahan air limbah akan mendominasi teknologi anaerobic. Namun sampai saat ini teknologi
anaerobic masih harus dilanjutkan dengan cara aerobic karena konsentrasi COD di air olahan
masih tinggi, disamping masih berbau dan berwarna hitam.
Keunggulan teknologi anaerobic dibandingkan aerobic yaitu diperlukan luas lahan yang kecil,
electrical cost yang rendah, lumpur terbentuk lebih sedikit, dan m.o yang relatif lebih tahan
terhadap shockloading. Namun pengoperasiannya diperlukan penanganan yang lebih tinggi
SDMnya karena jika terjadi kerusakan maka akan sangat lama sekali dalam recoverynya yaitu
bias mencapai 6 – 8 bulan. Oleh karena itu pada IPAL yang diterapkan system anaerobic biasanya
ada anaerobic sludge tank.
Berbeda dengan cara aerobic, anaerobic tidak dibutuhkan udara dalam operasionalnya bahkan jika
ada udara m.o tersebut akan mati.
Tahapan proses secara anaerobic adalah:

POLYMER
Polisakarida
Protein
Fat

MONOMER Hydrolysis
Hexeses
Pentoses
Amino Acids
Fatty Acid
Glycerol
Alcohols

VOLATILE FAATY ACIDS Acidification


Propionat
Butirat

Acetogenesis
Acetate CO2 Hydrogen

Methanogenesis
CH4

D. Pengolahan Air Limbah Di Industri Textile.


Bada bagian ini dibahas pengolahan air limbah di industri textile pada umumnya dan teknologi
alternativenya.
 Pendahuluan.
Pada saat ini masih banyak IPAL di industri tekstil yang belum memenuhi baku mutu yang
ditetapkan pemerintah. Penyebabnya bermacam-macam diantaranya:
- Perhitungan design tidak sesuai kaidah teknis.
- Pengoperasian yang tidak baik.
- Sistem yang ada tidak sesuai lagi dengan tuntutan baku mutu baru.
- Faktor besarnya beaya yang harus dianggarkan.
- Masih adanya niatan untuk mengelabui.
- Komunikasi pelaksana dan pimpinan yang tidak klop.
- Kesalahan konsultan perencana.
- Pengawasan dari Pemerintah yang belum baik.
Banyak dari alasan-alasan diatas diakibatkan oleh masih rendahnya kesadaran terhadap
pentingnya dalam menjaga kualitas lingkugan. Bahkan ada diantaranya merasa bangga jika
berhasil dalam mengelabui petugas.
Perilaku yang ada saat ini adalah jika keberadaan pengolahan air limbah merupakan tuntutan dari
pembeli terutama dari pasar Amerika- Eropa maka fihak industri akan memenuhi tiuntutan
mereka.
Diharapkan dari kesempatan pelatihan IPAL ini dapat lebih tergerak lagi untuk menjaga
lingkungan..

 Sistem Yang Umum Diterapkan.


Pada saat ini sistem yang umum diterapkan di industri textile adalah:
1. Equalisasi  Pendinginan  Neutralisasi  Koagulasi  Flocckulasi  Presedimentasi 
Biologi Aerobic  Sedimentasi  effluent.
2. Pendinginan  Neutralisasi  Biologi Aerobic  Sedimentasi  effluent.
Pada system yang pertama adalah system yang baku yang berlaku untuk industri tekstil. Opini
yang berlaku adalah bahwa karakteristik air limbah untuk industri tekstil sarat akan zat toxic bagi
mikroorganisme di proses biologi. Oleh karena itu diperlukan pengolahan awal untuk
menanganinya yang biasanya dilakukan pemisahan di proses koagulasi dan flocculasi.
Pengamatan di lapangan, pada system yang pertama jika baku mutu nilai COD air olahan diatas
200 mg/l dapat memenuhinya. Untuk baku mutu COD 150mg/l sebagian industri yang dapat
memenuhinya ini sangat tergantung kuantitas air limbah yang berasal dari proses weaving. Jika
proses weavingnya banyak maka sulit untuk memenuhi BM. Sebaliknya jika sedikit maka masih
bisa memenuhi BM. Jumlah air limbah dari proses weaving tidak berpengaruh jika sizing
agentnya menggunakan kanji alam.
Untuk parameter lainnya seperti BOD, warna dan TSS, pH tidak ada masalah jika dioperasikan
dengan baik.
Kelemahan lain dari system yang pertama adalah terbentuknya Lumpur yang terbentuk dan
operasional cost yang tinggi. Hal ini penggunaan bahan kimia yang digunakan relatif besar.
Pada system yang kedua hanya diberlakukan proses biologi saja. Sistem ini memungkin
diterapkan untuk industri textile yang mempunyai BM COD 250 mg/l dan tidak diperlukan hasil
terhadap warna karena system ini hanya menurunkan sekitar 40 – 60 % saja. Untuk parameter
BOD dan SS tidak ada masalah.
Operasional system ini mudah sekali terjadi shockloading. Hal ini disebabkan adanya zat toxic
yang langsung masuk ke system biologi.
Disampiing terjadi shockloading, effisiensi m.o untuk menguraikan organic juga rendah akibat
m.o yang mudah teracuni. Akan lebih baik jika sistem ini dipakai, kedalam bak aerasi ditaburkan
carbon powder (system PACT = Powder Active Carbon Powder).
Kelebihan system ini adalah sangat simple dan produksi Lumpur yang sedikit sekali.

 Sistem Yang Diusulkan.


Sistem yang diusulkan untuk pengolahan air limbah di industri textile adlah sebagai berikut:
Pada intinya sistem pengolahan yang utama adalah system biologi. Kemudian jika hasil
olahannya masih diatas BM maka dilakukanj pengolahan lebih lanjut.
Perlu diingatkan kembali bahwa sebelum dilakukan pengolahan air limbah sebaiknya dilakukan
pengelolaan terlebih dahulu. Biasanya minimal 30 % kualitas dan kuantitas air limbah dapat
diperkecil.
Sistem diusulkan:
1. Equalisasi  Neutralisasi  Anaerobic  Aerobic 
2. Equalisasi  Neutralisasi  Anaerobic  Aerobic  Koagulasi  flocculasi
3. Equalisasi  Neutralisasi  Aerobic  Koagulasi  flocculasi

Sistem yang pertama dapat diterapkan untuk industri textile yang memakai hanya jenis reaktiv
dan indiego sebagai dyiestuffnya dan tidak ada proses weaving.
Kelebihannya adalah tidak diperlukan proses kimia sehingga operasional cost dan jumlah Lumpur
terbentuk lebih sedikit.
Kelemahannya adalah investasinya lebih besar karena terdapat system anaerobic.
Sistem yang kedua bisa diterapkan untuk semua jenis industri textile. Kekurangan dari system
biologi dapat diselesaikan oleh system kimia-fisika. Pada system ini Lumpur terbentuk relatif
sedikit dan jenis bahan kimia koagulant yang dipakai dapat dari jenis basic alum/compound.
Pada system yang ketiga juga dapat diterapkan untuk semua jenis industri textile. Namun
penggunaan listriknya lebih banyak karena murni system biologi aerobic. Luas lahan yang
dibutuhkan juga lebih luas.
Secara umum hal positif yang didapat jika dibandingkan dengan system konvensional adalah:
1. Chlemical cost dapat ditekan dari 30% sampai 70%.
2. Sludge Production lebih kecil dan dapat ditekan dari 40% sampai 80%.
3. Untuk yang memakai system anaerobic beaya listrik dapat ditekan sampai 40 – 50 %.
4. Lahan yang dibutuhkan untuk system anaerobic dapat ditekan sampai 50%.
5. Operasional yang lebih mudah.
6. Kualitas air hasil olahan lebih baik.
7. Lebih flexible dalam pengoperasian.
8. Untuk menuju ke water recycling tinggal selalangkah lagi.
9. Dengan system PACT kualitas hasil dapat lebih baik, lebih menekan pemakaian chemical dan
kecenderungan Lumpur B3 lebih kecil.

 Faktor-faktor yang harus diperhatikan


1. Dilakukan pengelolaan dan minimalisasi air limbah. Jika perlu dilakukan audit oleh
konsultan.
2. Dilakukan PVA recovery (menghemat pemakaian PVA dan memperkecil pollutant).
3. Dilakukan pengolahan secara biologi terlebih dahulu.
4. Menggunakan konsultan yang mampu dibidangnya.
5. Untuk nilai proyek diatas 1 Milyar akan lebih baik jika digunakan konsultan kedua untuk
mengurangi kegagalan. Bahkan dapat menghemat budget.
6. Jika Aparat Pemerintah telah mampu berfungsi sebagai pembina teknis sebaiknya
sebelum dilakukan konstruksi, perhitungan dan gambar design dikonsultasikan terlebih
dahulu. Hal ini untuk menghindari kegagalan.
7. Dilakukan rating terhadap kemampuan konsultan.
 Pemantauan Pengoperasian.

Pemantauan pengoperasian sangat diperlukan terlebih jika system proses yang dipakai adalah
system biologi. Hal ini dikarenakan pada system biologi jika terjadi kerusakan maka
perbaikannya diperlukan waktu yang lama. Untuk biologi aerobic diperlukan perbaikan 1 minggu
sampai 4 minggu. Untuk system anaerobic diperlukan waktu sampai 8 bulan. Kerusakan di
system kimia-fisika biiasanya diperlukan waktu yang sangat singkat sekali.
Oleh karena itu diperlukan pemantauan dalam operasional sehari-hari.
Dalam makalah ini juga disertakan parameter yang perlu dipantau.

Berikut ini beberapa parameter yang perlu untuk diketahui:

1. Karakteristik Influent/inlet.
 Kapasitas
 COD
 BOD
 SS
 PH

2. Proses Biologi
 PH (Standar 6.5 – 8.5)
 MLSS (sesuai F/M ratio, biasanya 3000 – 4000 mg/l)
 MLVSS (60 sampai 80 % nilai MLSS)
 F/M (0.1 – 0.225 kg/m3/hari)
 DO (1 – 2.5 mg/l).
 NO3 (5 – 10 mg/l
 PO4 (0.5 – 1 mg/l)
 SV30
 SVI (80 – 120 ml/g)
 Warna active sludge (coklat terang)
 Karakteristik busa. (coklat, sulit pecah dan sedikit).

3. Sedimentasi Biologi
 PH (6.5 – 8.5)
 SS (sesuai BM)
 COD (sesuai BM
 BOD (sesuai BM)

4. Return Sludge
 SS (1.5 – 2 kali MLSS)
 Warna (coklat terang)

You might also like