You are on page 1of 17

TEORI KONSUMSI KONVENSIONAL VS ISLAM

Oleh :
Fatikul Himami dan Ahmad Luthfi
(disampaikan dalam seminar Ekonomi Makro Islam Program Pasca Sarjana IAIN STS
Jambi Januari 2008)

Teori Konsumsi Konvensional


Teori konsumsi yang dibahas pada tulisan ini adalah seluruh
pengeluaran rumah tangga keluarga (masyarakat). Pada umumnya
pengeluaran konsumsi ini lebih besar dari atau sama dengan 50% (>
50%) dari pendapatan nasional.
Pendapat beberapa ahli tentang teori konsumsi antara lain :
1. J.M. Keynes
Terkenal dengan Absolut Income Theory (Teori pendapatan
absolut). Keynes menyatakan tentang hubunhgan pengeluaran
konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan
harga konstan.
Jadi :
C=f(Yd)
C = Konsumsi
F = Fungsi
Yd = Disposisi income (pendapatan yang benar-benar dapat
dinikmati oleh rumah tangga).

Yd = Y – Tx + Tr

Tx = Pajak ; Tr = Transper Payment (seperti Subsidi)


Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya konsumsi
sangat tergantung pada besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar
pendapatan, maka semakin tinggi pula konsusi (Yd ) dan sebaliknya.
Keynes mengatakan: Apabila pendapatan makin
tinggi/meningkat MPC tetap sedangkan APC akan menurun. Jadi
makin tinggi income, makin kecil APC.
Besarnya konsumsi adalah :
C = a + bYd atau
C = a + bYd atau
C = Co + bYd
a atau a atau Co : adalah alpa atau dengan kata lain konsumsi
terendah. Jadi meskipun pendapatannya nol, konsumsi sebesar
a/a/Co.
b/B = Beta = MPC = Marginal Propensity to Consume
Yd = Disposible Income
Catatan :
C
MPC =
Y

APC = (Avarage Profensity to Consume) =c/y


MPC + APC = 1
Besarnya MPC = 0 sampai 1 atau 0 < MPC < 1
Secara singkat berikut ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi
consumsi Keyness yang banyak disebut dalam literatur:
a Variabel nyata ;
Yang dimaksud adalah bahwa fungsi konsumsi Keyness
menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan
pengeluaran konsumsi yang kedua-duanya dinyatakan dengan
menggunakan tingkat harga konstan. jadi besarnya hubungan
antara pendapatan nasional nominal dengan pengeluaran
konsumsi nominal.
b Pendapatan yang terjadi
Dalam literatur banyak disebut bahwa pendapatan nasional
yang menentukan besar kecilnya pengeluaran nasional yang terjadi

2
(Current National Income). Penemuan ini sekedar untuk
menunjukkan bahwa yang dimaksud Keyness bukannya
pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang
diramalkan akan terjadi dimasa yang akan datang.
c Pendapatan Absolut;
Dalam lliteratur banyak pula disebut-sebut bahwa fungsi
konsumsi Keyness; variabel pendapatan nasional yang perlu di
interprestasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat
dilawankan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan
permanen dan sebagainya.
C ( harga Konstan )

Y= C

Co
0 Y ( harga Konstan )
Fungsi konsumsi menurut Keyness.

Kritik Keuzen terhadap teor J.M. Keyness


Penemuan empiris Keuzen, mengenai fungsi consumsi jangka
panjang nilai APC trennya tidak menurun akan tetapi konstant. Ini
berarti berbeda dengan yang diasumsikan Keynes yang kedua adalah
bahwa untuk fungsi konsumsi jangka pendek sekalipun berlaku MPC <
APC, seperti yang diasumsikan Keyness, Inter lep fungsi konsumsi
yaitu CO, mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Bergesernya
inter lep keatas ini tidak tertampung oleh hipotesis, pendapatan absolut
Keyness. Atau secara rinci penemuan kenzen tersebut adalah :
1. Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka
(Long run Consumtion Fungtion) dan fungsi konsumsi jangka

3
pendek (Short run Consumtion Fungtion) karena kedua macam
fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur empirisnya mempunyai
bentuk yang berbeda.
2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata
mengalami pergeseran keatas, kesimpulan ini apabila diungkapkan
dengan menggunakan bentuk standar persamaan fungsi
konsumsi : C = CO + by, dapat dikatakan bahwa nilai Co
tendensinya meningkat dari waktu kewaktu.
Dari penemuan inilah maka Kuezen, menyatakan bahwa
yang dibahas oleh Keyness adalah konsumsi jangka pendek.
Konsumsi jangka panjang dimulai dari nol dan konsumsi
masyarakat jangka pendek berubah setiap masa/setiap saat.
Perubahan asset ini akan menambah CO jadi dalam jangka
panjang MPC = APC.
Jadi dari uraian diatas dapat dilihat bahwa baik keynes maupun
Keuzen melihat dari agregat, berbeda dengan pendapat Irving
Fisher yang mengamati dan melihat dari individu-individu (single
consumtion).

2. A. Ando, R. Bruimberg dan F. Modigliani. S


( Life Cycle Hipotesis )
Asumsi yang digunakan: panjang hidupnya masyarakat
mempengaruhi konsumsinya.
Katanya : Dissaving bisa ditutup oleh saving tahun sebelumnya

C,Y
C
t p

b Y
Co

4
0 Y B T P Mt = Waktu
Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang lahir, ia
sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk
dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut ia sama sekali belum dapat
berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti
pendapatan sebesar nol dan jumlah penmgeluaran konsumsinya
positif, memaksa orang tersebut melaksanakan dissaving. Baru
setelah dia dewasa dan memasuki angkatan kerja ia dapat
memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving
kemudian pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving
sampai dengan umur F. bila umurnya masih panjang, maka kembali
terjadi dissaving.
Mengenai sumber pendapatan, Ando–Brumberg Modigliani
membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai
sumber labour income dan kekayaan sebagai sumbere property
income.
Jadi Y = YL + YP

3. Milton Fridman (Permanent Income Hipotesis)


Dengan menggunakan asumsi bahwa: konsumen bersikap
rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperoleh selama
hayatnya diantara kurun waktu yang dihadapinya serta menghendaki
pola-pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu kewaktu.
Milton Fridman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen
seseorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan
yang positif dan proporsional dengan pendapatannya/pendapatan
mereka yang bersangkutan.
Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan :
Cp = K Yp
Cp = Consumsi permanen

5
K = Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan
permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1
Yp = Pendapatan permanen ;
Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti halnya
Ando- Brimburg – Modigliani, Milton Fridman dan begitu juga nantinya
Desenbery berhasil memberikan dasar teoritik untuk kedua fungsi
konsumsi yang ditemukan secara empirik oleh Simon Keuze.

4. James Desenbery.
James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat di tentukan terutama oleh
tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia
berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak
akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk
mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa
mengurangi saving.
Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan
kuznets bahwa untuk setiap income yang dicapai mempunyai fungsi
konsumsi jangka pendek sendiri– endiri.
Catatan ;
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi :
a. Distribusi pendapatan nasional.
b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat liquit.
c. Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam
masyarakat

6
7
KONSUMSI MENURUT ISLAM
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam
masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan
kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi
kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas
konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi
yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan
membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.

Dasar Hukum Prilaku Konsumen


Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan
amanah Allah SWT kepada sang Khalifah agar dipergunakan sebaik-
baiknya bagi kesejahteraan bersama. Dalam satu pemanfaatan yang telah
diberikan kepada sang Khalifah adalah kegiatan ekonomi (umum) dan
lebih sempit lagi kegiatan konsumsi (khusus). Islam mengajarkan kepada
sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan
keridhaan dari Allah Sang Pencipta.1
a. Sumber yang Berasal dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul
1. Sumber yang ada dalam al-Qur’an
‫ب‬ّ ‫ححح‬ِ ُ ‫ه ل َي‬ُ ‫سححرُِفوا إ ِّنحح‬ ْ ‫وَك ُُلححوا َوا‬
ْ ُ ‫شححَرُبوا وَل َت‬
‫ن‬
َ ‫سرِِفي‬ ْ ‫م‬ ُ ْ ‫ال‬
Artinya : Makan dan minumlah, namun janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.2

2. Sumber yang berasal dari Sunnah Rasul3, yang artinya :


Abu Said Al-Chodry r.a berkata :
Ketika kami dalam bepergian berasama Nabi SAW, mendadak
datang seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan-ke kiri
1
Drs. Muhammad. Ekonomi Mikro (Dalam Persfektif Islam). Yogyakarta : BPFE. 2005 :
162
2
Q.S. 7. ayat; 31.
3
Op.Cit.hlm.163.

8
seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka bersabda
Nabi SAW : “Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus
dibantukan pada yang tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa
yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang
yang tidak berbekal.” kemudian Rasulullah menyebut berbagai
macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak
memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R.
Muslim).

b. Ijtihad Para Ahli Fiqh


Ijitihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan
sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syari’at. Mannan
menyatakan bahwa sumber hukum ekonomi islam (termasuk di
dalamnya terdapat dasar hukum tentang prilaku konsumen) yaitu; al-
Qur’an, as-Sunnah, ijma’, serta qiyas dan ijtihad.
Menurut Mannan, yang ditulis oleh Muhammad dalam bukunya
”Ekonomi Mikro Islam” (2005: 165); konsumsi adalah permintaan
sedangkan produksi adalah penyediaan/penawaran. Kebutuhan
konsumen, yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumya,
menrupakan insentif pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri.
Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya, tetapi juga
memberi insentif untuk meningkatkannya.
Hal ini berarti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi adalah
penting. dan hanya para ahli ekonomi yang mempertunjukkan
kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip produksi
maupun konsumsi, mereka dapat dianggap kompeten untuk
mengembangkan hukum-hukum nilai dan distribusi atau hampir setiap
cabang lain dari subyek tersebut.
Menurut Muhammad perbedaan antara ilmu ekonomi modren
dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara
pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak

9
mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi
modren.4
Lebih lanjut Mannan mengatakan semakin tinggi kita menaiki
jenjang peradaban, semakin kita terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik
karena faktor-faktor psikologis. Cita rasa seni, keangkuhan, dorongan-
dorongan untuk pamer semua faktor ini memainkan peran yang semakin
dominan dalam menentukan bentuk lahiriah konkret dari kebutuhan-
kebutuhan fisiologik kita. Dalam suatu masyarakat primitif, konsomsi
sangat sederhana, karena kebutuhannya sangat sederhana. Tetapi
peradaban modren telah menghancurkan kesederhanaan manis akan
kebutuhan-kabutuhan ini.5

Prinsip Konsumsi Dalam Islam


Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua
manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-
anugerah itu berada ditangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa
mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka
sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut
walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT
mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya
yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau
miliknya ini.6
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi
barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam
Islam. Sebab kenikmatan yang dicipta Allah untuk manusia adalah
ketaatan kepada-Nya yang berfirman kepada nenek moyang manusia,
yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an
ٌ ‫عُدّو ُمِبي‬
‫ن‬ َ ‫ن ِإّنُه َلُكْم‬
ِ ‫طا‬
َ ‫شْي‬
ّ ‫ت ال‬
ِ ‫طَوا‬
ُ‫خ‬ُ ‫طّيًبا َوَل َتّتِبُعوا‬
َ ‫لًل‬
َ‫ح‬
َ ‫ض‬
ِ ‫س ُكُلوا ِمّما ِفي ْاَلْر‬
ُ ‫َياَأّيهَا الّنا‬
4
Mannan, M.A. Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam (Edisi Terjemahan). Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf. 1997 : 44
5
Ibid
6
Monzer Kahf, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1995 : 27.

10
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.7

Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mngurangi kebutuhan


material yang luar biasa sekarang ini, untuk mngurangi energi manusia
dalam mengejar cita-cita spiritualnya. Perkembangan bathiniah yang
bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam
hidup. Tetapi semangat modren dunia barat, sekalipun tidak merendahkan
nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah
mengalihkan tekanan kearah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan
material. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar8.
1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari
rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan
dan minuman, yang terlarang adalah darh, daging binatang yang
telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika
disembelih diserukan nama selain Allah, (Q.S 2. 173),

ِ ‫ل َفَم‬
‫ن‬ ِ ‫ل ِبِه ِلَغْيِر ا‬
ّ ‫خنِزيِر َوَمآُأِه‬
ِ ‫حَم اْل‬
ْ ‫عَلْيُكُم اْلَمْيَتَة َوالّدَم َوَل‬
َ ‫حّرَم‬
َ ‫ِإّنَما‬
‫حيٌم‬
ِ ‫غُفوُر ّر‬
َ ‫ل‬
َ ‫نا‬
ّ ‫عَلْيِه ِإ‬
َ ‫ل ِإْثَم‬
َ ‫عاٍد َف‬
َ ‫ل‬
َ ‫غ َو‬
ٍ ‫غْيَر َبا‬
َ ‫طّر‬
ُ‫ض‬ْ ‫ا‬
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun
Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan,
tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena
itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum
dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan
minumlah yang bersih dan bermanfaat.

7
Q.S. : 2 : 168
8
Mannan, M.A. Op. Cit. 45-48

11
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah
makan secara berlebih.

َ ‫لل‬
‫ل‬ َ ‫نا‬
ّ ‫ل َتْعَتلُدوا ِإ‬
َ ‫لل َلُكلْم َو‬
ُ ‫لا‬
ّ ‫حل‬
َ ‫ت َمآَأ‬
ِ ‫طّيَبللا‬
َ ‫حّرُمللوا‬
َ ‫ل ُت‬
َ ‫ن َءاَمُنوا‬
َ ‫َياَأّيَها اّلِذي‬
َ ‫ب اْلُمْعَتِدي‬
‫ن‬ ّ ‫ح‬
ِ ‫ُي‬
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,
dan janganlah kamu melampaui batas 9.................”

Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan


dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula
bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan ada pengaruhnya
pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan
tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa
ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan
Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk
kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam
tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin
persesuaian bagi semua perintah-Nya.

‫صْيُد اْلَبّر‬
َ ‫عَلْيُكْم‬
َ ‫حّرَم‬
َ ‫سّياَرِة َو‬
ّ ‫عا ّلُكْم َوِلل‬ً ‫طَعاُمُه َمَتا‬َ ‫حِر َو‬
ْ ‫صْيُد اْلَب‬
َ ‫ل َلُكْم‬
ّ‫ح‬ ِ ‫ُأ‬
َ ‫شُرو‬
‫ن‬ َ‫ح‬ ْ ‫ل اّلِذي ِإَلْيِه ُت‬
َ ‫حُرًما َواّتُقوا ا‬
ُ ‫َماُدْمُتْم‬
Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan
bagi orang-orang dalam perjalanan, dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu
dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-
Nya-lah kamu akan dikumpulkan.10

9
Q.S. : 5 : 87
10
Q.S. : 5 : 96

12
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi
dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan
nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih
kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan
kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.
Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-
nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
‫س َوِإْثُمُهَمآ َأْكَبُر ِمن ّنْفِعِهَما‬
ِ ‫ل ِفيِهَمآِإْثُم َكِبيُر َوَمَناِفُع ِللّنا‬
ْ ‫سِر ُق‬
ِ ‫خْمِر َواْلَمْي‬
َ ‫ن اْل‬
ِ‫ع‬
َ ‫ك‬
َ ‫سَئُلوَن‬
ْ ‫َي‬
Artinya : Mereka bertanya kepadamu (Nabi) tentang khamar dan judi.
Katakanlah, ”pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya11.........

Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam


Barang-barang kebutuhan dasar (termasuk untuk keperluan
hidup dan kenyamanan) dapat didefenisikan sebagai barang dan jasa
yang mampu memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan
hidup sehingga memberikan perbedaan yang riil dalam kehidupan
konsumen. Barang-barang mewah sendiri dapat didefenisikan sebagai
semua barang dan jasa yang diinginkan baik untuk kebanggaan diri
maupun untuk sesuatu yang sebenarnya tidak memberikan perubahan
berarti bagi kehidupan konsumen12.
Lebih lanjut Chapra (2002 : 309) mengatakan bahwa konsumsi
agregat yang sama mungkin memiliki proporsi barang kebutuhan dasar
dan barang mewah yang berbeda (C = Cn + C1), dan tercapai tidaknya
pemenuhan suatu kebutuhan tidak tergantung kepada proporsi sumber
daya yang dialokasikan kepada masing-masing konsumsi ini. Semakin
banyak sumber daya masyarakat yang digunakan untuk konsumsi dan

11
Q.S. : 2 : 219
12
Eko Suprayitno, Ekonomi islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensiona,Yogyakarta. : Graha Ilmu . 2005 : 95

13
produksi barang dan jasa mewah (C1), semakin sedikit sumber daya yang
tersedia untuk pemenuhan kebutuhan dasar (Cn). Dengan demikian,
meski terjadi penigkatan pada konsumsi agregat, ada kemungkinan
bahwa kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih baik dilihat dari tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin (Cn), jika semua
peningkatan yang terjadi pada konsumsi tersebut lari ke penduduk kaya
untuk pemenuhan kebutuhan barang-barang mewah (C1).
Fungsi konsumsi di dalam ilmu makroekonomi konvensional
tidak memperhitungkan komponen-komponen konsumsi agregat ini (C n
dan C1). Yang lebih banyak dibicarakan dalam ilmu makroekonomi
konvensional terutama mengenai pengaruh dari tingkat harga dan
pendapatan terhadap konsumsi. Hal ini dapat memperburuk analisis,
karena saat tingkat harga dan pendapatan benar-benar memainkan peran
yang substansi dalam menentukan konsumsi agregat (C), ada sejumlah
faktor moral, sosial, politik, ekonomi, dan sejarah yang mempengaruhi
pengalokasiaannya pada masing-masing komponen konsumsi (Cn dan
C1). Dengan demikian, faktor-faktor nilai dan kelembagaan serta
preferensi, distribusi pendapatan dan kekayaan, perkembangan sejarah,
serta kebijakan-kebijakan pemerintah tentunya tak dapat diabaikan dalam
analisis ekonomi.
Sejumlah ekonom Muslim diantaranya adalah Zarqa (1980 dan
1982 ), Monzer Kahf (1978 dan 1980 ), M.M. Metwally ( 1981 ), Fahim
Khan ( 1988 ), M.A. Manan ( 1986 ), M.A Choudhury ( 1986 ), Munawar
Iqbal ( 1986 ), Bnedjilali dan Al-Zamil ( 1993 ) dan Ausaf Ahmad ( 1992 )
telah berusaha memformulasikan fungsi konsumsi yang mencerminkan
faktor-faktor tambahan ini meski tidak seluruhnya, mereka beranggapan
bahwa tingkat harga saja tidaklah cukup untuk mengurangi tingkat
konsumsi barang mewah (C1) yang dilakukan oleh orang-orang kaya.
Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera dan preferensi,
memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial
yang memandang buruk konsumsi seperti itu (C1). Disamping itu perlu

14
pula untuk menyediakan sumber daya bagi penduduk miskin guna
meningkatkan daya beli atas barang-barang dan jasa-jasa yang terkait
dengan kebutuhan dasar (Cn). Hal inilah yang coba dipenuhi oleh
paradigma relegius, khususnya Islam, dengan menekankan perubahan
individu dan sosial melalui reformasi moral dan kelembagaan (dalam
Chapra, 2002 ; 310 ).
Norma konsumsi Islami mungkin dapat membantu memberikan
orientasi preferensi individual yang menentang konsumsi barang-barang
mewah (C1) dan bersama dengan jaring pengaman sosial, zakat, serta
pengeluaran-pengeluaran untuk amal mempengaruhi alokasi dari sumber
daya yang dapat meningkatkan tingkat konsumsi pada komponen barang
kebutuhan dasar (Cn). Produsen kemudian mungkin akan merespon
permintaan ini sehingga volume investasi yang lebih besar dialihkan
kepada produksi barang-barang yang terkait dengan kebutuhan dasar
(Cn).

15
Kesimpulan

Konsumsi adalah satu kegiatan ekonomi yang penting, bahkan


terkadang dianggap paling penting. Dalam ekonomi konvensional prilaku
konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan
utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu prilaku
konsumsi yang hedenostik – materialistik, individualistik, serta boros
(wastefull). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip dasar bagi
konsumsi adalah ”saya akan mengkonsumsi apa saja dan dalam jumlah
berapapun sepanjang : anggaran saya memenuhi dan saya memperoleh
kepuasan maksimum.
Teori prilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar syariah
Islam. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar, yaitu :
o Prinsip Keadilan
o Prinsip Kebersihan
o Prinsip Kesederhanaan
o Prinsip Kemurahan Hati
o Prinsip Moralitas

16
Daftar pustaka

Muhammad, Drs.. Ekonomi Mikro (Dalam Persfektif Islam). Yogyakarta :


BPFE. 2005

Mannan, M.A. Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam (Edisi Terjemahan). Jakarta :
Erlangga. 2000.

Kahf, Monzer, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1995 ogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf. 1997

Suprayitno, Eko Ekonomi islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan


Konvensional,Yogyakarta. : Graha Ilmu . 2005

Chapra. DR. M. Umer Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani
Press : 2000

17

You might also like