Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Fatikul Himami dan Ahmad Luthfi
(disampaikan dalam seminar Ekonomi Makro Islam Program Pasca Sarjana IAIN STS
Jambi Januari 2008)
Yd = Y – Tx + Tr
2
(Current National Income). Penemuan ini sekedar untuk
menunjukkan bahwa yang dimaksud Keyness bukannya
pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang
diramalkan akan terjadi dimasa yang akan datang.
c Pendapatan Absolut;
Dalam lliteratur banyak pula disebut-sebut bahwa fungsi
konsumsi Keyness; variabel pendapatan nasional yang perlu di
interprestasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat
dilawankan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan
permanen dan sebagainya.
C ( harga Konstan )
Y= C
Co
0 Y ( harga Konstan )
Fungsi konsumsi menurut Keyness.
3
pendek (Short run Consumtion Fungtion) karena kedua macam
fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur empirisnya mempunyai
bentuk yang berbeda.
2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata
mengalami pergeseran keatas, kesimpulan ini apabila diungkapkan
dengan menggunakan bentuk standar persamaan fungsi
konsumsi : C = CO + by, dapat dikatakan bahwa nilai Co
tendensinya meningkat dari waktu kewaktu.
Dari penemuan inilah maka Kuezen, menyatakan bahwa
yang dibahas oleh Keyness adalah konsumsi jangka pendek.
Konsumsi jangka panjang dimulai dari nol dan konsumsi
masyarakat jangka pendek berubah setiap masa/setiap saat.
Perubahan asset ini akan menambah CO jadi dalam jangka
panjang MPC = APC.
Jadi dari uraian diatas dapat dilihat bahwa baik keynes maupun
Keuzen melihat dari agregat, berbeda dengan pendapat Irving
Fisher yang mengamati dan melihat dari individu-individu (single
consumtion).
C,Y
C
t p
b Y
Co
4
0 Y B T P Mt = Waktu
Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang lahir, ia
sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk
dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut ia sama sekali belum dapat
berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti
pendapatan sebesar nol dan jumlah penmgeluaran konsumsinya
positif, memaksa orang tersebut melaksanakan dissaving. Baru
setelah dia dewasa dan memasuki angkatan kerja ia dapat
memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving
kemudian pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving
sampai dengan umur F. bila umurnya masih panjang, maka kembali
terjadi dissaving.
Mengenai sumber pendapatan, Ando–Brumberg Modigliani
membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai
sumber labour income dan kekayaan sebagai sumbere property
income.
Jadi Y = YL + YP
5
K = Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan
permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1
Yp = Pendapatan permanen ;
Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti halnya
Ando- Brimburg – Modigliani, Milton Fridman dan begitu juga nantinya
Desenbery berhasil memberikan dasar teoritik untuk kedua fungsi
konsumsi yang ditemukan secara empirik oleh Simon Keuze.
4. James Desenbery.
James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat di tentukan terutama oleh
tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia
berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak
akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk
mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa
mengurangi saving.
Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan
kuznets bahwa untuk setiap income yang dicapai mempunyai fungsi
konsumsi jangka pendek sendiri– endiri.
Catatan ;
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi :
a. Distribusi pendapatan nasional.
b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat liquit.
c. Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam
masyarakat
6
7
KONSUMSI MENURUT ISLAM
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam
masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan
kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi
kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas
konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi
yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan
membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
8
seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka bersabda
Nabi SAW : “Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus
dibantukan pada yang tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa
yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang
yang tidak berbekal.” kemudian Rasulullah menyebut berbagai
macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak
memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R.
Muslim).
9
mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi
modren.4
Lebih lanjut Mannan mengatakan semakin tinggi kita menaiki
jenjang peradaban, semakin kita terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik
karena faktor-faktor psikologis. Cita rasa seni, keangkuhan, dorongan-
dorongan untuk pamer semua faktor ini memainkan peran yang semakin
dominan dalam menentukan bentuk lahiriah konkret dari kebutuhan-
kebutuhan fisiologik kita. Dalam suatu masyarakat primitif, konsomsi
sangat sederhana, karena kebutuhannya sangat sederhana. Tetapi
peradaban modren telah menghancurkan kesederhanaan manis akan
kebutuhan-kabutuhan ini.5
10
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.7
ِ ل َفَم
ن ِ ل ِبِه ِلَغْيِر ا
ّ خنِزيِر َوَمآُأِه
ِ حَم اْل
ْ عَلْيُكُم اْلَمْيَتَة َوالّدَم َوَل
َ حّرَم
َ ِإّنَما
حيٌم
ِ غُفوُر ّر
َ ل
َ نا
ّ عَلْيِه ِإ
َ ل ِإْثَم
َ عاٍد َف
َ ل
َ غ َو
ٍ غْيَر َبا
َ طّر
ُضْ ا
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun
Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan,
tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena
itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum
dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan
minumlah yang bersih dan bermanfaat.
7
Q.S. : 2 : 168
8
Mannan, M.A. Op. Cit. 45-48
11
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah
makan secara berlebih.
َ لل
ل َ نا
ّ ل َتْعَتلُدوا ِإ
َ لل َلُكلْم َو
ُ لا
ّ حل
َ ت َمآَأ
ِ طّيَبللا
َ حّرُمللوا
َ ل ُت
َ ن َءاَمُنوا
َ َياَأّيَها اّلِذي
َ ب اْلُمْعَتِدي
ن ّ ح
ِ ُي
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,
dan janganlah kamu melampaui batas 9.................”
صْيُد اْلَبّر
َ عَلْيُكْم
َ حّرَم
َ سّياَرِة َو
ّ عا ّلُكْم َوِللً طَعاُمُه َمَتاَ حِر َو
ْ صْيُد اْلَب
َ ل َلُكْم
ّح ِ ُأ
َ شُرو
ن َح ْ ل اّلِذي ِإَلْيِه ُت
َ حُرًما َواّتُقوا ا
ُ َماُدْمُتْم
Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan
bagi orang-orang dalam perjalanan, dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu
dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-
Nya-lah kamu akan dikumpulkan.10
9
Q.S. : 5 : 87
10
Q.S. : 5 : 96
12
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi
dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan
nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih
kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan
kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.
Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-
nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
س َوِإْثُمُهَمآ َأْكَبُر ِمن ّنْفِعِهَما
ِ ل ِفيِهَمآِإْثُم َكِبيُر َوَمَناِفُع ِللّنا
ْ سِر ُق
ِ خْمِر َواْلَمْي
َ ن اْل
ِع
َ ك
َ سَئُلوَن
ْ َي
Artinya : Mereka bertanya kepadamu (Nabi) tentang khamar dan judi.
Katakanlah, ”pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya11.........
11
Q.S. : 2 : 219
12
Eko Suprayitno, Ekonomi islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensiona,Yogyakarta. : Graha Ilmu . 2005 : 95
13
produksi barang dan jasa mewah (C1), semakin sedikit sumber daya yang
tersedia untuk pemenuhan kebutuhan dasar (Cn). Dengan demikian,
meski terjadi penigkatan pada konsumsi agregat, ada kemungkinan
bahwa kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih baik dilihat dari tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin (Cn), jika semua
peningkatan yang terjadi pada konsumsi tersebut lari ke penduduk kaya
untuk pemenuhan kebutuhan barang-barang mewah (C1).
Fungsi konsumsi di dalam ilmu makroekonomi konvensional
tidak memperhitungkan komponen-komponen konsumsi agregat ini (C n
dan C1). Yang lebih banyak dibicarakan dalam ilmu makroekonomi
konvensional terutama mengenai pengaruh dari tingkat harga dan
pendapatan terhadap konsumsi. Hal ini dapat memperburuk analisis,
karena saat tingkat harga dan pendapatan benar-benar memainkan peran
yang substansi dalam menentukan konsumsi agregat (C), ada sejumlah
faktor moral, sosial, politik, ekonomi, dan sejarah yang mempengaruhi
pengalokasiaannya pada masing-masing komponen konsumsi (Cn dan
C1). Dengan demikian, faktor-faktor nilai dan kelembagaan serta
preferensi, distribusi pendapatan dan kekayaan, perkembangan sejarah,
serta kebijakan-kebijakan pemerintah tentunya tak dapat diabaikan dalam
analisis ekonomi.
Sejumlah ekonom Muslim diantaranya adalah Zarqa (1980 dan
1982 ), Monzer Kahf (1978 dan 1980 ), M.M. Metwally ( 1981 ), Fahim
Khan ( 1988 ), M.A. Manan ( 1986 ), M.A Choudhury ( 1986 ), Munawar
Iqbal ( 1986 ), Bnedjilali dan Al-Zamil ( 1993 ) dan Ausaf Ahmad ( 1992 )
telah berusaha memformulasikan fungsi konsumsi yang mencerminkan
faktor-faktor tambahan ini meski tidak seluruhnya, mereka beranggapan
bahwa tingkat harga saja tidaklah cukup untuk mengurangi tingkat
konsumsi barang mewah (C1) yang dilakukan oleh orang-orang kaya.
Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera dan preferensi,
memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial
yang memandang buruk konsumsi seperti itu (C1). Disamping itu perlu
14
pula untuk menyediakan sumber daya bagi penduduk miskin guna
meningkatkan daya beli atas barang-barang dan jasa-jasa yang terkait
dengan kebutuhan dasar (Cn). Hal inilah yang coba dipenuhi oleh
paradigma relegius, khususnya Islam, dengan menekankan perubahan
individu dan sosial melalui reformasi moral dan kelembagaan (dalam
Chapra, 2002 ; 310 ).
Norma konsumsi Islami mungkin dapat membantu memberikan
orientasi preferensi individual yang menentang konsumsi barang-barang
mewah (C1) dan bersama dengan jaring pengaman sosial, zakat, serta
pengeluaran-pengeluaran untuk amal mempengaruhi alokasi dari sumber
daya yang dapat meningkatkan tingkat konsumsi pada komponen barang
kebutuhan dasar (Cn). Produsen kemudian mungkin akan merespon
permintaan ini sehingga volume investasi yang lebih besar dialihkan
kepada produksi barang-barang yang terkait dengan kebutuhan dasar
(Cn).
15
Kesimpulan
16
Daftar pustaka
Mannan, M.A. Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam (Edisi Terjemahan). Jakarta :
Erlangga. 2000.
Kahf, Monzer, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1995 ogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf. 1997
Chapra. DR. M. Umer Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani
Press : 2000
17