You are on page 1of 16

MENATA SISTEM

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN


UNIVERSITAS BERBASIS KINERJA

Oleh:
DR. H. YOYON BAHTIAR IRIANTO, M.Pd.

Disampaikan dalam Rangka


Pemilihan Direktur Direktorat Perencanaan dan Pengembangan
Universitas Pendidikan Indonesia
16-18 Agustus 2010
MENATA SISTEM PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN UNIVERSITAS BERBASIS KINERJA*)

Oleh:
DR. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd.
(Lektor Kepala pada Jurusan Administrasi Pendidikan FIP-UPI)

A. Pendahuluan
Modernisasi manajemen dan kepemimpinan pada tataran eselon strategis sudah
ditetapkan. Salah satu upaya yang masih sedang diupayakan adalah sistem manajemen
sehubungan dengan ditetapkannya UU.No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang
sangat perpengaruh terhadap fungsi dan peran UPI sebagai LPTK. Di samping itu,
amanat UU.No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi yang sampai saat ini belum dapat
diantisipasi dalam perencanaan kurikulum. Dengan demikian, persoalan krusial yang
dihadapi ke depan ialah, selain harus dapat meningkatkan keberhasilan kiprah UPI di
masyarakat, harus pula menuntaskan untuk membangun perangkat sistem kelembagaan
yang dapat menopang visi menjadi leading and outstanding university. Bagaimana
ukuran keberhasilannya, kapan visi itu bisa dicapai, bidang garapan apa yang harus
diprioritaskan, bagaimana strategi dan tahapan pencapaiannya. Elemen-elemen dasar
tersebut perlu dituangkan dalam grand design sistem perencanaan dan pengembangan
kelembagaan yang dapat dijadikan pedoman semua unit organisasi UPI untuk saling
bahu-membahu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Grand design sistem perencanaan dan pengembangan kelembagaan akan dapat
melahirkan paradigma baru dalam menata sistem otonomi pendidikan tinggi.
Paradigma baru dalam manajemen dan kepemimpinan UPI harus dapat pula
menciptakan strategi baru, dari kepemimpinan yang transaksional menuju
kepemimpinan transformasioal, dari kompetensi pasar menjadi kompetisi pangsa-
peluang, dari rencana stratejik menjadi arsitektur stratejik. Paradigma ini akan
memiliki keuntungan dalam bidang transparansi dan akuntabilitas manajemen,
diantaranya: (1) keputusan yang menyangkut mekanisme sistem pelaksanaan tugas
---------
*)
Disampaikan dalam rangka Pemilihan Direktur Direktorat Perencanaan dan Pengembangan
UPI, 16-18 Agustus 2010.

[YBI/2010] Page 1
pokok dan fungsi setiap unit kerja akan memiliki standar kinerja yang jelas; (2)
struktur dan beban tugas pada setiap unit organisasi akan memiliki keseimbangan dan
disertai dengan imbalan yang sesuai dengan beban pekerjaannya; (3) anggaran biaya
inverstasi dan biaya operasional tugas pokok UPI akan berdasarkan pada aktivitas (cost
driver), tepat sasaran, transparan dan semakin akuntabel, sehingga semakin mendapat
kepercayaan masyarakat.
Mencermati Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) Tahun 2005-2009, dalam konteks pengembangan
sistem perencanaan dan pengembangan kelembagaan menuju tahun 2025, terdapat
beberapa kesimpulan, antara lain:
Pertama, kekuatan utama perencanaan dan pengembangan UPI adalah
konsisten dengan jatidiri ilmu kependidikan dan SDM yang diakui masyarakat. Di
samping itu, UPI memiliki basis budaya kelembagaan yang kokoh yaitu “ilmiah,
edukatif dan religius”. Basis budaya tersebut merupakan instrumen untuk memupuk
mengembangkan identitas, kepribadian, dan memantapkan jatidiri kelembagaan.
Dengan SDM yang dimiliki UPI, ilmu dan profesi kependidikan maupun non-
kependidikan harus menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif
(collective conscience) dalam mengukuhkan misi utama tri dharma kelembagaan.
Kedua, kelemahan yang masih perlu ditanggulangi antara lain: (1) Pendekatan
input based berdasarkan lineitem (rincian belanja) yang masih belum sepenuhnya
berorientasi pada keluaran (output), sehingga kurang terlihat keterkaitan dengan hasil
(outcome) yang diharapkan; (2) Program yang dilaksanakan belum sepenuhnya
berdasarkan pembagian kerja dan indikator yang jelas sehingga ada beberapa aktivitas
yang sulit diukur pencapaian dan akuntabilitas kinerjanya; (3) Pendefinisian beberapa
program terlalu sempit sehingga kinerja program (outcomes) sama dengan atau lebih
rendah dari kinerja kegiatan (output), atau program ditempatkan pada tingkat kinerja
yang terlalu luas-tidak dalam tataran hasil (outcome) namun lebih pada tataran dampak
(impact), sehingga kurang dapat dijelaskan oleh pencapaian kinerja
kegiatan‐kegiatannya (output); (4) Masih ditemukan program yang kurang terkait
secara langsung dengan kegiatan-kegiatan, atau beberapa keluaran (output) dari setiap
kegiatan yang kurang berkaitan dengan pencapaian kinerja program (outcome),
sehingga keluaran dari kegiatan tersebut kurang berkontribusi secara langsung

[YBI/2010] Page 2
terhadap pencapaian sasaran program; (5) Biaya pengelolaan administrasi (overhead
cost) seringkali masih berada pada program‐program yang beragam sehingga sulit
untuk diukur besaran biaya pengelolaan administrasi dari suatu unit kerja.
Ketiga, peluang dalam perencanaan dan pengembangan kelembagaan UPI ke
depan sebetulnya bukan hanya dari UU.No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, namun
juga dari UU.No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi yang mengamanatkan bahwa
Perencana, Pengawas serta Pelaksana Konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian
kerja atau keterampilan kerja yang didasarkan kepada kompetensi standar. Implikasi
terhadap institusi/lembaga pelatihan jasa konstruksi baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah, swasta maupun perusahaan, diarahkan untuk membekali serta
mengembangkan kompetensi kerja, guna meningkatkan kemampuan serta
produktivitas tenaga kerja dibidang konstruksi. Dalam konteks ini pun, UPI sebagai
LPTK perlu tentunya tidak hanya berfokus pada pendidikan ilmu dan profesi
kependidikan, namun perlu segera mengantisipasinya dalam bentuk UPI-Qualification
Framework (Kerangka Kualifikasi UPI), sehingga lulusan-lulusan program studi di
UPI, baik kependidikan maupun non-kependidikan yang relevan dengan Industri Jasa
Konstruksi memiliki standar kualifikasi yang memadai dan dapat berkiprah dalam
pembangunan berbagai sarana konstruksi pembangunan nasional.
Keempat, tantangan jatidiri kelembagaan tersebut, sebetulnya berkenaan
dengan tiga hal, yaitu: (1) harus mampu membangun struktur body of knowledge
tentang ilmu kependidikan dan non-kependidikan versi UPI sendiri; (2) harus dapat
melahirkan tenaga SDM yang mampu berperan sebagai daya-rekat sosial (social
cohesion) dalam mewujudkan integrasi nasional; (3) harus dapat mengeluarkan
produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi kependidikan dan non-kependidikan
yang dapat menghasilkan income generating bagi kehidupan masyarakat.
Di samping itu, tantangan lainnya ialah masih dihadapkan pada persoalan
status BHMN yang masih dituding sebagian kalangan sebagai status yang membawa
UPI ke arah PT “komersial”. Tentu saja masih memerlukan kejelasan format perangkat
sistem manajemen yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara administratif-
profesional maupun secara politis.
Jika dalam lima tahun ke depan, sistem perencanaan dan pengembangan
kelembagaan masih belum mampu mengatasi kelemahan, memanfaatkan peluang, dan

[YBI/2010] Page 3
mengatasi tantangan dengan segala kekuatan yang dimiliki yang dituangkan dalam
sistem perencanaan dan pengembangan kelembagaan berbasis kinerja kelembagaan,
maka dikhawatirkan target-target program yang menopang visi menjadi leading and
outstanding university pada tahun 2025, kemungkinan besar akan selalu menjadi
ancaman serius yang dapat melemahkan posisi dan peran UPI ke depan.

B. Visi, Misi dan Strategi Perencanaan dan Pengembangan Kelembagaan UPI


Menuju Tahun 2015

Sejak berubahnya IKIP menjadi UPI selama hampir satu dasawarsa, mengejar
visi perguruan tinggi yang outstanding pada tahun 2025 masih memerlukan format
manajemen yang sesuai dengan visi, misi dan strategi kelembagaan. Oleh karena itu,
dalam kontek memperbaiki kelemahan-kelemahan, memanfaatkan peluang, mengatasi
tantangan dengan segala kekuatan yang dimiliki UPI, maka visi perencanaan dan
pengembangan kelembagaan UPI menuju 2025 ialah menata kekokohan perangkat
sistem manajemen universitas dalam mewujudkan jatidiri kelembagaan berbasis
budaya ilmiah, edukatif dan religius.
Berubahnya IKIP menjadi UPI-BHMN turut memikul tanggung jawab bukan
hanya sekedar mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga bertanggung
jawab dalam menyediakan tenaga-tenaga praktisi kependidikan yang dapat
membangun peradaban yang lebih bermanfaat. Jatidiri UPI sangat berbeda dengan
universitas lainnya, karena UPI berasal dari LPTK yang berbeda dengan universitas
yang menyelenggarakan LPTK. Oleh karena itu, misi perencanaan dan pengembangan
kelembagaan UPI harus dapat mengintegrasikan program-program pendidikan
keilmuan kependidikan dan non kependidikan pada ranah pendidikan keprofesian.
Merujuk kepada visi dan misi di atas, maka diperlukan penguatan dan
pengokohan bidang garapan yang telah menjadi tuas pokoknya yaitu ‘tri dharma
perguruan tinggi’. Di samping itu, koordinasi peranan di antara elemen-elemen
struktur kelembagaan pun sangat menentukan, baik pada tataran eselon strategis (para
pembantu rektor) dan eselon pelaksana tri dharma yang melaksanakan bidang garapan
manajemen universitas. Oleh karena itu, posisi dan peran Direktorat Perencanaan dan
Pengembangan menjadi strategis, karena dapat berperan sebagai eselon koordinatif
bagi eselon-eselon lainnya. Koordinasi dan peran strategis direktorat ini dapat
diilustrasikan pada gambar 1 berikut.

[YBI/2010] Page 4
Gambar 1
Koordinasi dan Peran Strategis Direktorat Perencanaan & Pengembangan

Berdasarkan pada gambar 1 di atas, maka strategi dalam sistem perencanaan


dan pengembangan kelembagaan UPI sebaiknya melalui:
(1) Optimalisasi management information system (MIS) berbasis aplikasi teknologi
informasi pada seluruh bidang garapan dan proses manajemen universitas;
(2) Pengembangan kebijakan integrasi pendidikan keilmuan dengan pendidikan
profesi dari program S1 hingga S3;
(3) Penguatan pelayanan pada setiap tingkatan unsur manajemen melalui standarisasi
manajemen pada seluruh tingkatan berbasis teknologi informasi yang semakin
dekat dengan stakeholders;
(4) Peningkatan akuntabilitas dan pencitraan publik melalui pengembangan jaringan
(networking) kelembagaan secara nasional maupun internasional.

Berdasarkan keempat strategi tersebut, maka disain sistem perencanaan dan


pengembangan kelembagaan UPI dalam melaksanakan misi penyelenggaraan
pendidikan keilmuan dan pendidikan profesi kependidikan harus memberikan peluang
kepada para pengelola dan pelaksana pada seluruh unit dan tingkatan kelembagaan
UPI untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam upaya
meningkatkan potensi keunggulan-keunggulan kompetitif berbasis potensi setiap
jurusan dan program studi agar berdayasaing.

[YBI/2010] Page 5
C. Bidang Garapan Program
Model status BHMN sebetulnya bukan satu-satunya pilihan status, karena
tujuan utamanya adalah otonomi dalam arti kemandirian manajemen yang
diimplementasikan pada semua tingkatan manajemen sampai kepada tingkatan teknis
yaitu jurusan dan program studi. Implementasi pada tatanan teknis tersebut sangat
berarti, karena fungsi dan peranan UPI pada hakekatnya berada pada tingkatan jurusan
dan program studi. Namun, besar dan luasnya kewenangan tersebut tidak diartikan
sebagai pemberian kebebasan mutlak tanpa mempertimbangkan kepentingan
kelembagaan UPI yang lebih strategis. Bagaimana pun pembagian kewenangan
tersebut merupakan sarana untuk mengembangkan keunggulan-keunggulan UPI agar
dapat bergerak lebih luwes dengan sistem yang lebih bebas sesuai dengan karakteristik
dan potensi setiap jurusan dan program studi itu sendiri.
Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi manajemen kelembagaan UPI, harus
didukung dengan adanya format otonomi perencanaan dan pengembangan
kelembagaan sampai ke tingkat satuan program jurusan atau program studi. Apabila
format perencanaan sudah sampai kepada tingkat jurusan dan program studi, maka
prinsip-prinsip manajemen kelembagaan UPI, secara teknis akan lebih leluasa dalam
membangun struktur keilmuan dan keprofesian, mulai tingkatan diploma dan sarjana,
sampai ke tingkatan magister dan doktor. Di samping itu, pembukaan program-
program studi baru, baik kependidikan maupun non kependidikan, akan berada pada
rumpun keilmuan dan keprofesian yang benar sesuai visi, misi, dan jati diri UPI.
Walaupun, bidang garapan, proses, dan konteks manajemen pada tingkat satuan
program studi akan bervariasi, namun keragaman itu akan memunculkan sinergitas
dalam menciptakan keunggulan-keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing
satuan program studi pada masing masing fakultas. Dengan demikian, bidang garapan
perencanaan dan pengembangan kelembagaan UPI ke depan harus sesuai dengan arah
kebijakan perubahan UPI, yaitu:
Pertama, disain perencanaan dan pengembangan optimalisasi management
information system (MIS) pada seluruh bidang garapan manajemen universitas, melalui
pengembangan program yang memprioritaskan pada upaya: (1) Pengembangan
databased untuk setiap bidang garapan program dan kegiatan; (2) Pengembangan
program-program aplikasi untuk mendukung proses-proses manajemen program dan

[YBI/2010] Page 6
kegiatan; (3) Optimalisasi penerapan pembelajaran interaktif melalui pengembangan
blog dosen yang terintegrasi dengan UPInet.
Kedua, disain perencanaan dan pengembangan kebijakan integrasi kurikulum
S1-S3 berbasis knowledge, melalui pengembangan program-program yang
memprioritaskan pada upaya: (1) Membangun dan mengembangkan struktur body of
knowledge untuk setiap pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan keprofesian yang
terintegrasi mulai jenjang S1, S2, dan S3; (2) Menyusun pedoman-pedoman
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi setiap unsur dan tingkatan manajemen UPI
berbasis kinerja yang diarahkan pada target-target untuk membangun dan
mengembangkan ilmu dan profesi keilmuan; (3) Pengembangan kebermaknaan hasil-
hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui media publikasi ilmiah
pada setiap jurusan dan program studi.
Ketiga, disain perencanaan dan pengembangan standarisasi bidang garapan
manajemen universitas, melalui:
(1) Pengembangan peran strategis organisasi kemahasiswaan melalui subprogram: (a)
Menempatkan tugas pokok dan fungsi organisasi kemahasiswaan sebagai bagian
integral sivitas akademik dalam struktur yang sederajat dengan unsur SDM
lainnya dalam mengemban amanah tri dharma; (b) Menyusun pedoman-pedoman
implementasi setiap bidang garapan organisasi kemahasiswaan (etika akademik,
penalaran, bakat-minat, dan kesejahteraan) yang terintegrasi dengan tugas pokok
dan fungsi dosen; (c) Fasilitasi dan pendampingan program kemahasiswaan yang
terintegrasi dengan aktivitas akademik pada setiap tingkatan organisasi.
(2) Pengembangan profesionalisasi manajemen SDM berbasis knowledge
management, melalui subprogram: (a) Menyusun pedoman-pedoman tentang
standarisasi proses manajemen SDM berbasis kinerja: rekrutmen, penyesuaian,
penempatan, pendayagunaan, pengawasan dan supervisi, pelatihan dan
pengembangan, pengembangan karier (fungsional & struktural), penggajian,
peningkatan kesejahteraan dan pemensiunan, untuk dosen/NST, laboran,
pustakawan, auditor, tenaga administrasi, teknisi dan satuan pengaman; (b)
Memfasilitasi dan mendayagunakan dosen-dosen yang berkiprah di lingkungan
eksternal untuk dapat lebih memberikan manfaat inperatif bagi pengembangan
disiplin keilmuan dan keprofesian; dan (c) Memfasilitasi dan mendayagunakan

[YBI/2010] Page 7
para dosen/guru besar yang sudah pensiun untuk selalu berkarya dalam
pengembangan riset dalam keilmuan dalam kelompok Narasumber Teknis.
(3) Pengembangan standarisasi sarana-prasarana dan aset kelembagaan berbasis
fungsi, melalui subprogram: (a) Pembaharuan dan penyempurnaan kelengkapan
fasilitas pembelajaran yang berfokus pada kepentingan pembelajaran sivitas
akademik; (b) Pengembangan saranan-prasarana dan aset berbasis income
generating bagi lembaga, terutama dalam mendayagunakan ‘lembaga-lembaga
bisnis universitas’ baik di lingkungan internal maupun ekternal; (c) Menyusun
pedoman-pedoman dalam pengadaan, distribusi, pendayagunaan, pemeliharaan,
dan pengapusan sarana-prasarana dan aset kelembagaan yang transparan dan
akuntabel.
(4) Pengembangan manajemen pembiayaan berbasis performance based budgetting
system, melalui subprogram: (a) Mengembangkan key performance indicators
(KPI) pendayagunaan angaran untuk meningkatkan manfaat sumber daya yang
dianggarkan pada bidang tugas pokok dan fungsi kelembagaan; (b) Menyusun
budget mapping berbasis aktivitas (cost driver) untuk setiap komponen pada setiap
tingkatan manajemen universitas, termasuk sumber-sumber pembiayaan (budgeter
maupun nonbudgeter); (c) Menyusun SOP alokasi, distribusi, pendayagunaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban pembiayaan universitas yang terintegrasi
dengan sistem akuntansi modern.
Keempat, disain perencanaan dan pengembangan akuntabilitas dan pencitraan
publik dengan memprioritaskan pada upaya menyusun pedoman-pedoman hubungan
internal dan eksternal organisasi universitas, terutama dengan: (1) Badan-badan
normatif (internal maupun eksternal); (2) Badan-badan eksekutif (pusat maupun
daerah); (3) Komunitas-komunitas alumni dan organisasi profesi; (4) Dunia
industri/kerja, school sisters, asosiasi PT/LPTK, LSM, media massa (cetak dan
elektronik), baik di dalam maupun luar negeri.

D. Implementasi Sistem Perencanaan dalam Konteks Anggaran Universitas


Siklus sistem perencanaan pada dasarnya tidak terlepas penyusunan anggaran,
karena setiap target dan sasaran program yang dituangkan dalam rencana pada
akhirnya harus selalu diukur dan dievaluasi, sehingga dapat diperbaiki dan
ditingkatkan secara terus-menerus. Siklus tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

[YBI/2010] Page 8
MASTER PLAN UPI Menuju
Tahun 2025

RENSTRAS UPI
2010-2015
Umpan Balik
Kinerja Permintaan Kelayakan
Rencana Kerja & Anggaran
Tahunan (RKAT) Anggaran Tahunan Anggaran Tahunan

PERSETUJUAN Rincian Program


Target Kinerja Operasional Tahunan

Laporan Kinerja CAPAIAN Laporan Kinerja Keuangan


(LAKIP) KINERJA (LPJ Keuangan)

Gambar 2
Hubungan Siklus Perencanaan dengan Anggaran

Berkenaan dengan kinerja UPI dalam format program yang telah disusun
merupakan struktur yang menghubungkan antara sumber daya dengan sasaran
perencanaan, dan merupakan instrumen untuk merancang, memonitor dan melaporkan
pelaksanaan anggaran. Kerangka kinerja harus dimulai dari upaya menjawab “apa
yang ingin diubah” (impact), kemudian “apa yang akan dicapai” (outcome) untuk
mewujudkan perubahan yang diinginkan. Selanjutnya, untuk mencapai outcome
diperlukan jawaban tentang “apa yang dihasilkan” (output), dan untuk menghasilkan
output tersebut diperlukan jawaban tentang “apa yang akan digunakan”. Keterkaitan
di antara komponen-komponen tersebut diilustrasikan pada gambar 3 berikut.

Apa yang Sumber daya yang memberikan kontribusi INPUT


digunakan dalam menghasilkan output
dalam bekerja

Apa yang Kegiayan menggunakan input untuk KEGIATAN


dikerjakan menghasilkan output yang diinginkan

Apa yang KELUARAN


Produk (barang/jasa) ahir yang dihasilkan
dihasilkan (Output)
(barang/jasa)

Apa yang Manfaat yang diperoleh dalam jangka HASIL


ingin dicapai menengah sebagai hasil dari output (Outcomes)

Apa yang Hasil pembangunan yang diperoleh dari DAMPAK


ingin diubah pencapaian outcomes (Impact)

Gambar 3
Keterkaitan Komponen Program dengan Manajemen Kinerja

[YBI/2010] Page 9
Berdasarkan gambar tersebut, maka dalam struktur program di lingkungan UPI,
perlu pendekatan manajemen kinerja yang berorientasi pada kinerja pada unit-unit
struktural dan pendekatan kinerja pada tingkatan unit-unit fungsional. Dengan
demikian, struktur perencanaan kinerja akan berkenaan pula dengan:
Pertama, akuntabilitas pada tingkat perencana kebijakan yang ada pada eselon
strategis dan eselon koordinatif (tingkat pembantu rektor, direktorat, fakultas dan
LPPM), yang berfokus pada informasi-informasi kinerja tentang: sasaran pokok
(impact), kinerja fokus prioritas (outcomes), dan kinerja kegiatan prioritas (output).
Artinya, sasaran pokok (impact) merupakan kinerja dari prioritas, outcomes fokus
prioritas merupakan kinerja dari fokus prioritas dan output kegiatan prioritas
merupakan kinerja dari kegiatan prioritas. Outcome fokus prioritas merupakan kinerja
hasil yang harus dicapai oleh setiap unit utama pada tingkatan eselon strategis
organisasi universitas yang terkait dengan pencapaian kinerja prioritas.
Kedua, akuntabilitas pada tingkat pelaksana kebijakan yang berada pada eselon
taktis (Jurusan, Program Studi, Divisi) yang berfokus pada informasi-informasi kinerja
tentang: misi dan sasaran unit taktis (impact), kinerja program (outcomes) dan kinerja
kegiatan (output). Artinya, misi dan sasaran unit taktis (impact) merupakan kinerja
yang ingin dicapai unit taktis, outcome program merupakan kinerja program yang
secara akuntabel berkaitan dengan eselon strategis pada unit organisasi unit taktis, dan
output kegiatan merupakan kinerja kegiatan yang secara akuntabel berkenaan dengan
eselon pelaksana pada unit taktis. Pencapaian misi dan sasaran unit taktis (impact)
dipengaruhi oleh pencapaian kinerja program‐program (outcome) yang ada di dalam
unit taktis, dan pencapaian kinerja program (outcome) dipengaruhi oleh pencapaian
dari kinerja kegiatan‐kegiatannya (output).
Dengan demikian, setiap program yang disusun harus dapat menunjukkan
akuntabilitas kinerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi setiap unit organisasi. Perlu
disadari juga bahwa setiap kegiatan yang disusun pada setiap program, merupakan
bagian dari upaya pencapaian tujuan perencanaan kebijakan (policy planning) pada
tingkat universitas. Kerangka pikir yang perlu dikembangkan oleh Direktorat
Perencanaan dan Pengembangan UPI dalam penyusunan program akan lebih baik
diturunkan berdasarkan pada referensi ilmu pengetahuan yang relevan yaitu Logic
Model Theory, seperti diilustrasikan pada gambar 4.

[YBI/2010] Page 10
PROSES PENYUSUNAN PROGRAM
Langkah ke-1:
Langkah ke-2:
Identifikasi Visi, Misi
Identifikasi Kinerja dan Indikator
& Sasaran Strategis
Kinerja UPI (Impact)
UPI

Langkah ke-3: Tupoksi Eselon


Penyusunan Indikator Kinerja Strategis
Program (Outcomes)

Langkah ke-4:
Perumusan Nama Program

TAHAP PENYUSUNAN
KEGIATAN Langkah ke-5:
Penyusunan Indikator Tupoksi Eselon
Langkah ke-6: Pelaksana
Perumusan Nama Kegiatan Kinerja Kegiatan
(Output)

Langkah ke-7: TAHAP


Rekapitulasi Program, Kegiatan, REKAPITULASI
dan Indikator Kinerja UK

Gambar 4
Proses Penyusunan Program dan Kegiatan

Merujuk gambar 4 di atas, menunjukkan bahwa kerangka pikir penyusunan


program harus didasarkan pada pencapaian kinerja dampak (impact) dari tingkat
perencanaan yang lebih tinggi, yaitu pencapaian prioritas pada tingkat universitas
dalam rangka pencapaian visi, misi dan sasaran strategis. Sehingga, proses
perencanaan dan anggaran universitas secara keseluruhan mencakup penyusunan
kebijakan umum tentang rencana kerja dan anggaran (RKA) yang terdiri dari beberapa
tahapan. Secara garis besar, proses perencanaan dan pengembangan program dan
anggaran UPI 2010-2015 diilustrasikan pada gambar 5 berikut.
RENCANA Kebijakan Prioritas & Rencana Kerja & Anggaran
DAN Umum Plafon Setiap Unit Kerja
PROGRAM Anggaran Anggaran (RKA-Unit Kerja)
KERJA UPI Pendapatan & Sementara
Belanja UPI

Rancangan Peraturan Universitas


Tentang Anggaran Pendapatan &
Belanja Universitas

PERATURAN
UNIVERSITAS

Gambar 5
Siklus Perencanaan Anggaran Universitas

[YBI/2010] Page 11
Gambar 5 menunjukkan bahwa perencanaan dan pengembangan kelembagaan
UPI secara keseluruhan yang mencakup penyusunan kebijakan umum tentang rencana
kerja dan anggaran (RKA) sampai dengan ditetapkannya RAPB melalui peraturan
universitas. Penilaian pencapaian target kinerja program dan kegiatan UPI akan
dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi program sebagaimana ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Kerangka monitoring dan evaluasi program dan
kegiatan akan dikembangkan berdasarkan indikator dan target kinerja, desain serta
pelaksanaan program dan kegiatan yang disusun oleh masing-masing unit kerja pada
setiap tingkatan manajemen.
Berkenaan dengan konteks perencanaan dan pengembangan kelembagaan UPI
masa bakti kepemimpinan 2010-2015 perlu dikembangkan: (1) Pendekatan dalam
bentuk kegiatan yang berorientasi pada keluaran (output), sehingga terlihat jelas
keterkaitan dengan hasil (outcome) yang diharapkan; (2) Program yang dilaksanakan
harus berdasarkan pembagian kerja dan indikator yang jelas sehingga dapat diukur
pencapaian dan akuntabilitas kinerjanya; (3) Pendefinisian program perlu dijelaskan
dengan tepat sesuai dengan sasaran output, outcomes atau impact, sehingga dapat
dijelaskan oleh pencapaian kinerja kegiatan‐kegiatannya; (4) Program harus terkait
secara langsung dengan kegiatan-kegiatan, sehingga setiap keluaran dari kegiatan
tersebut dapat berkontribusi secara langsung terhadap pencapaian sasaran program; (5)
Biaya pengelolaan administrasi (overhead cost) harus berada pada program‐program
yang sejenis sehingga mudah untuk diukur besaran biaya pengelolaan administrasi dari
setiap unit kerja.
Dengan demikian, perencanaan dan pengembangan program yang bersifat
generic tidak dilakukan oleh unit teknis yang melakukan pelayanan eksternal kepada
masyarakat. Begitu pula, pendefinisian tingkat kinerja program yang ditetapkan pada
tataran dampak (impact), perlu lebih ditekankan dalam tataran hasil (outcome)
sehingga mudah untuk dijelaskan oleh pencapaian kinerja kegiatan‐kegiatannya
(output). Kejelasan pendefinisian pada setiap komponen input, proses, output,
outcomes dan impact pada setiap program diperlukan untuk memudahkan proses
pengukuran efektivitas pendanaan bagi pelaksanaan program‐program yang bersifat
pelayanan langsung, dikarenakan biaya pengelolaan administrasi dipisah dengan biaya
untuk menghasilkan barang dan jasa.

[YBI/2010] Page 12
E. Kesimpulan dan Saran
Di ahir tulisan ini, ingin ditegaskan kembali bahwa menata sistem perencanaan
dan pengembangan kelembagaan UPI berbasis kinerja, merupakan perwujudan dari
pelaksanaan tiga prinsip perumusan program yang terpadu dengan sistem manajemen
keuangan publik (public financial management), yaitu:
Pertama, kerangka kebijakan fiskal jangka menengah (medium term fiscal
framework), yaitu pendekatan penyusunan prakiraan resource envelope (ketersediaan
anggaran) dalam jangka menengah yang sesuai dengan tujuan untuk menjaga
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) yang dilaksanakan secara konsisten
(aggregate fiscal disciplin); Kedua, alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat
yang terbesar dari dana yang terbatas (allocative efficiency) yaitu melalui penerapan
kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) yang
terdiri dari penerapan prakiraan maju (forward estimates), anggaran berbasis kinerja
(performance based budgeting), dan anggaran terpadu (unified budget); Forward
estimates ialah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari
tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang
telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya; Ketiga,
efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan (technical and operational efficiency). Perencanaan dan penganggaran
seperti itu masih perlu disempurnakan dalam sistem perencanaan UPI, terutama dalam:
(1) Penggunaan resource envelope sebagai landasan penyusunan RKA baik dalam
Renstra maupun dalam RKAT; dan (2) Kegiatan dan indikator kinerja program sebagai
alat ukur efektivitas pencapaian sasaran pelaksanaan tupoksi, efisiensi belanja, dan
akuntabilitas kinerja pada setiap unit kerja. Oleh karena itu, dalam konteks mendukung
visi leading and outsanding university, UPI sudah saatnya memiliki grand design
sistem perencanaan dan pengembangan kelembagaan berbasis kinerja yang
diwujudkan dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM), anggaran berbasis
kinerja, dan anggaran terpadu.
Di samping keempat prinsip tersebut, sistem perencanaan dan pengembangan
kelembagaan UPI bukan hanya sekedar menyesuaikan diri dengan UU.No.14/2005
tentang Guru dan Dosen, namun harus pula mengapresiasi amanat UU.No.18/1999
tentang Jasa Konstruksi. Dalam konteks ini pun, UPI sebagai LPTK perlu segera

[YBI/2010] Page 13
mengantisipasinya dalam bentuk UPI-Qualification Framework (Kerangka Kualifikasi
UPI), sehingga lulusan-lulusan program studi di UPI yang relevan dengan amanat
kedua undang-undang tersebut.
Terdapat dua pilihan pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan
kelembagaan UPI, yaitu pendekatan berbasis pada prinsip policy planning dan
pendekatan berbasis pada prinsip akuntabilitas kinerja organisasi. Pendekatan policy
planning akan mempertegas keterkaitan antara program dan kegiatan dengan upaya
pencapaian tujuan dan sasaran UPI sesuai dengan platform Rektor terpilih. Namun,
penyusunannya akan dilakukan melalui proses teknokratis (dipersiapkan oleh jajaran
birokrasi universitas) yang kemudian disesuaikan dengan proses politis dengan
menterjemahkan visi dan misi (platform) Rektor terpilih. Sedangkan pendekatan
terhadap kinerja organisasi lebih ditekankan pada penataan struktur rencana dan
program serta anggaran. Pendekatan ini akan lebih mempertegas keterkaitan antara
tupoksi universitas (struktur organisasi) dengan struktur program dan kegiatan
(struktur anggaran). Kedua prinsip ini sama-sama ditujukan untuk meningkatkan
keterkaitan antara pendanaan dengan akuntabilitas kinerja, baik pada tingkat eselon
strategis maupun pada tingkatan eselon pelaksana.
Namun demikian, untuk efektivitas kinerja sistem perencanaan dan
pengembangan kelembagaan masih memerlukan perangkat pengendalian dan evaluasi
implementasi sistem yang didukung oleh: (1) Akurasi data, kejelasan asumsi-asumsi
strategis dan performa indikator pencapaian tujuan dari setiap butir program tahunan
dan lima tahunan secara terperinci untuk setiap bidang garapan kelembagaan; (2)
Kejelasan perangkat sistem evaluasi dan monitoring dalam pelaksanaan setiap butir
program; (3) Dukungan SDM yang handal, sumber-sumber pendanaan dan fasilitas
untuk implementasi setiap butir program; (4) Perhatian penuh dari Rektor dan unsur
para Pembantu Rektor, civitas akademik dan stakeholders pendidikan dalam
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan setiap butir program dan anggaran yang
telah ditetapkan.

F. Pustaka Acuan
Blocher; Cokins Chen & Lin, (1999). Cost Management: A strategic Emphasis, NY: McGraw-Hill Co.
Irianto, Yoyon Bahtiar. (2009). “Perencanaan Pendidikan Tingkat Kabupaten/Kota: Studi Evaluatif
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Bandung Menuju 2025”,
Disertasi, Bandung: SPS-UPI.

[YBI/2010] Page 14
-------- (2009). “Rancang-bangun Evaluasi Staf Berbasis Kinerja”, Makalah, Lokakarya Pengembangan
Model Instrumen Evaluasi Kinerja Perwira Siswa (Pasis) SESKO-AU, Lembang, Bandung: 12
Oktober 2009.
-------- (2009). “Paradigma Perencanaan Pendidikan dalam Konteks Penyusunan Program, Kegiatan dan
Anggaran Pembangunan Nasional”, Draf Kertas Kerja, Lokakarya Restrukturisasi Program dan
Kegiatan Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas & Departemen
Keuangan RI, Jakarta: 4-8 Mei 2009.
-------- (2010). “Menataulang Jati Diri UPI Menuju Peradaban ‘Leading & Outstanding University”,
Kertas Kerja, Pemilihan Bakal Calon Rektor UPI 2020-2015, UPI Bandung, 2 Juni 2010.
Johnson, L. S. dan C. S. Rush. (1995). Reinventing The University: Managing and Financing
Institutions of Higher Education, Published by John Wiley & Sons, Inc.
Kementrian Pendidikan Nasional. (2010), Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun
2010-2014: Rancangan RPJMN tahun 2010-2014, Jakarta: Biro Perencanaan Setjen
Kemendiknas.
Majelis Wali Amanat Universitas Pendidikan Indonesia, (2010), Laporan Kinerja Majelis Wali Amanat
Universitas Pendidikan Indonesia Periode 2005-2010.
PP.No.21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga.
PP.No.6/2005 tentang Status Universitas Pendidikan Indonesia Menjadi BHMN.
PP.No.39/2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
PP.No.40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional.
Scott, Cynthia D.; Dennis T. Jaffe; Glenn R. Tobe. (1993). Organizational Vision, Values and Mission,
Menlo Park California: Crisp Publications, Inc.
Universitas Pendidikan Indonesia, (2009), Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) Tahun 2009.
UU.No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi.
UU.No.17/2003 tentang Keuangan Negara.
UU.No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU.No.25/2004 tentang Sistem Perencananan Pembangunan Nasional (SPPN).
UU.No.14/2005 Tentang Guru dan Dosen
Wahyudin, Dinn; Yoyon Bahtiar Irianto, Deny Darmawan. (2009). “Model Pendidikan Tenaga Pendidik
dan Kependidikan”, Laporan Penelitian, Bandung: LPPM UPI.

[YBI/2010] Page 15

You might also like