You are on page 1of 155

EK

KOLOGII PERILA AKU BER RBIAK


MERAK
K HIJAU
U (Pavo muuticus Lin
nnaeus, 17766)
DI TAMAN
T N
NASIONA
AL ALAS S PURWO O DAN BA ALURANN
PROPIINSI JAWWA TIMU UR

GILANG
G FAJAR RAMAD
DHAN

DEPARTE
D EMEN
KONS ERDAYA HUTAN DAN EK
SERVASII SUMBE KOWISAT
TA
FAKUL
LTAS KEEHUTAN
NAN
IN
NSTITUTT PERTA
ANIAN BO
OGOR
2009
9
EK
KOLOGII PERILA AKU BER RBIAK
MERAK
K HIJAU
U (Pavo muuticus Lin
nnaeus, 17766)
DI TAMAN
T N
NASIONA
AL ALAS S PURWO O DAN BA ALURANN
PROPIINSI JAWWA TIMU UR

GILANG
G FAJAR RAMAD
DHAN

Skrippsi
Sebagaii salah satuu syarat unntuk mempperoleh gellar Sarjanna Kehutaanan
padaa
Deepartemenn Konservaasi Sumberrdaya Huutan dan E Ekowisata
Fakulltas Kehuttanan Insttitut Pertaanian Boggor

DEPARTE
D EMEN
KONS ERDAYA HUTAN DAN EK
SERVASII SUMBE KOWISAT
TA
FAKUL
LTAS KEEHUTAN
NAN
IN
NSTITUTT PERTA
ANIAN BO
OGOR
2009
9
RINGKASAN
GILANG FAJAR RAMADHAN. Ekologi Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo
muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran Propinsi
Jawa Timur. Dibimbing oleh JARWADI BUDI HERNOWO dan ANI
MARDIASTUTI.

Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) merupakan salah satu jenis
burung yang dilindungi di Indonesia. Fragmentasi habitat dan perburuan merak
hijau menyebabkan pengurangan luasan dan kualitas habitat sehingga menjadikan
populasinya terpecah dalam kelompok kecil dan memiliki penyebaran terbatas.
Dengan tingginya ancaman terhadap merak hijau di Jawa, dikhawatirkan dalam
kurun waktu yang tidak lama akan mengalami kepunahan. Namun kenyataannya,
merak hijau masih mampu bertahan pada beberapa lokasi penyebarannya. Hal ini
mengindikasikan ada strategi berkait dengan ekologi perilaku merak hijau
berhubungan dengan kondisi habitatnya dan berbagai tekanan. Masa berbiak
hingga pengasuhan anak merupakan waktu paling rentan terhadap perkembangan
populasi merak hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Mempelajari
dan mendeskripsikan ekologi perilaku yang berkaitan dengan perkembangbiakan
merak hijau dan (2) Mengidentifikasi strategi dan mekanisme berperilaku berbiak
merak hijau yang berhubungan dengan habitatnya di TN Alas Purwo dan TN
Baluran.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember
2007 di TN Alas Purwo (Agustus-Oktober) dan TN Baluran (November-
Desember). Pengambilan data perilaku dengan menggunakan metode ad libitum
sampling dengan sistem pencatatan menggunakan metode continuous recording
mulai dari pukul 05.00 hingga 18.00 WIB. Jenis data yang dikumpulkan meliputi
perilaku berbiak serta perilaku harian merak hijau saat musim berbiak. Data
dianalisis dengan menggunakan persentase perilaku, rataan durasi, ragam contoh,
uji-F dan chi-square (߯ ଶ ).
Di TN Alas Purwo merak hijau berbiak berkisar pada bulan September
sampai dengan bulan November, sedangkan di TN Baluran merak hijau berbiak
berkisar pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember. Musim berbiak
merak hijau dicirikan oleh aktivitas display merak hijau jantan. Merak hijau
jantan mengeluarkan suara khas saat musim berbiak. Proses kopulasi merak hijau
sangat singkat rerata berkisar 9-19 detik. Pasca perkawinan merak hijau betina
akan mengerami telur, sedangkan merak hijau jantan akan merontokkan bulu
hiasnya. Merak hijau melakukan aktivitas makan pada areal terbuka. Sumber air
minum merak hijau saat musim kemarau berupa bak air minum buatan baik di TN
Alas Purwo maupun TN Baluran. Aktivitas menelisik dilakukan pada areal yang
terbuka karena merak hijau dapat mengawasi secara menyeluruh dari gangguan
baik pesaing atau predator. Aktivitas berjemur dilakukan pada pagi hari (06.00-
07.00 WIB) hal ini berkaitan dengan sinar matahari yang hangat. Aktivitas mandi
debu lebih sering dilakukan oleh merak hijau betina (Fhitung > Ftabel). Merak hijau
lebih sering mengalami gangguan pada habitat berhutan. Aktivitas bertarung
hanya dilakukan oleh merak hijau jantan. Pohon tidur merak hijau biasanya
dijadikan pula sebagai tempat beristirahat pada saat siang hari. Aktivitas istirahat
dan makan merupakan aktivitas terlama yang dilakukan merak hijau baik di TN
Alas Purwo maupun TN Baluran.
Tempat terbuka sangat penting sebagai tempat untuk mandi debu,
berjemur, bertarung, akan tetapi habitat hutan pun sangat penting sebagai tempat
berlindung, istirahat dan tidur bagi merak hijau. Tipe habitat di TN Alas Purwo
berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi dan durasi perilaku menelisik,
makan, berjemur, berlindung dan istirahat. Tipe habitat di TN Baluran
berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi (perilaku suara, menelisik, berjemur,
berlindung, istirahat dan tidur) dan durasi (perilaku menelisik, berjemur dan
berlindung).

KATA KUNCI: merak hijau, ekologi perilaku, tipe habitat.


SUMMARY
GILANG FAJAR RAMADHAN. The Ecology of Green Peafowl (Pavo
muticus Linnaeus, 1766) Breeding Behaviour in Alas Purwo and Baluran National
Park Province East Java. Under supervisor of JARWADI BUDI HERNOWO dan
ANI MARDIASTUTI.

Green peafowl is one of the protected birds in Indonesia. Habitat


fragmentation and hunting have caused the decrease in habitat area and quality,
which lead to population disperse with limited distribution. Because of its high
threat, there is a possibility that the green peafowl will be extinct in a short time.
In really, green peafowl still survive in several distribution locations. This
indicates that there is a strategy related to behavior ecology of green peafowl with
this habitat condition and sort of pressure. The most vulnerable period for green
peafowl population development is from breeding to nursing period. The
objectives of this research were: (1) to study and describe behavior ecology tht
was related with green peafowl breeding and (2) to identify the strategy and
mechanism of green peafowl breeding behavior related to its habitat in both
national parks.
This research was conducted from August to December 2007 in Alas
Purwo National Park (August-October) and Baluran National Park (November-
December). Behavior data were taken using ad libitum sampling method with
continuous recording system from 5.00 am to 6.00 pm. Type of data taken
included breeding behavior and daily behavior during breeding season. Data were
analyzed using behavior rate, mean duration, mean, sample variance, F-test and
chi-square (߯ ଶ ).
In Alas Purwo NP, green peafowl breeds from September to November
while in Baluran NP breeding occurs from October to December. Breeding
season for green peafowl is characterized by a display activity brought by the
male where it also produces a distinctive sound. Copulation process in green
peafowl lasts for a short time, approximately 9-19 seconds. After mating, the
female broods its eggs while the male sheds its fine feathers. Green peafowl
carries out its eating behavior in open area. In dry season, water source for green
peafowl is obtained from an artificial water tub provided in Alas Purwo and
Baluran National Park. Preening activity is carried out in open area so it can
monitor any disturbance either from competitors or from predators. Sunning
activity is carried out in the morning (06.00-07.00 am), related to warm sun rays.
Dusting is more often carried out by female green peafowl (Fmeasured > Ftable).
Green peafowl encounters more interference in forest habitat. Fighting activity is
carried out only by male. Sleeping tree is usually utilized also as a resting cite at
day. Resting and eating the most time sending activities by green peafowl both in
Alas Purwo and Baluran National Park.
Open areas are important as places for dusting, sunning, and fighting while
forest habitat is important for shelter, resting and sleeping. Habitat type in Alas
Purwo NP is significantly influence the frequency and duration of preening, eating,
sunning, take shelter and resting. Habitat type in Baluran NP is significantly
influence the frequency of vocalization, preening, sunning, take shelter, resting
and sleeping, also to the duration of preening behavior, sunning and take shelter.

KEY WORDS: green peafowl, ecology of behavior, type habitat.


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Ekologi


Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional
Alas Purwo dan Baluran Propinsi Jawa Timur” adalah benar-benar merupakan
hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Gilang Fajar Ramadhan


E 34103041
Judul Skripsi : Ekologi Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus
Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan
Baluran Propinsi Jawa Timur
Nama : Gilang Fajar Ramadhan
NIM : E34103041

Menyetujui:
Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc
NIP. 131 685 543 NIP. 131 284 817

Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr


NIP. 131 578 788

Tanggal Lulus: 16 Januari 2009


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya,


penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ekologi Perilaku Berbiak
Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo
dan Baluran Propinsi Jawa Timur” dengan baik. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
ketahanan merak hijau terhadap tekanan pada populasi maupun habitatnya dalam
bentuk pola perilaku. Sehingga penelitian ekologi perilaku merak hijau ini
berguna dalam upaya pelestarian merak hijau terutama untuk pengelolaannya di
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) dan Taman Nasional Baluran (TNB).
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan serta mendukung upaya koservasi dalam pelestarian
merak hijau. Segala kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
guna penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2009


Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1985 di Cimahi, Jaw Barat sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan H. Achmad Sutisna dan Hj. Yeni
Yuniawati, S.Si. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1990 di TK
Kemuning Bogor dan pada tahun 1991 memulai pendidikan dasar di SD Negeri
Polisi 4 Bogor dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke SLTP Negeri 4 Bogor dari tahun 1997-2000. Selanjutnya pada
tahun 2000 menempuh pendidikan di SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai salah satu mahasisiwa di
Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor (IPB), penulis aktif di Himpunan Profesi (Himpro) Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan sebagai ketua Kelompok
Pemerhati Burung (KPB) pada periode tahun 2006/2007. Selain itu, penulis
pernah menjadi panitia dalam kegiatan, Orientasi Mahasiswa Baru DKSHE
Fakultas Kehutanan IPB sebagai ketua ketua panitia tahun 2005, Studi Konservasi
Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Betung Kerihun Propinsi Kalimantan
Barat tahun 2005 dan di Taman Nasional Way Kambas Propinsi Lampung tahun
2006 serta mengikuti kegiatan promosi DKSHE Fakultas Kehutanan IPB tahun
2006.
Pada tahun 2006 penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan
Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang, Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Garut. Selanjutnya pada
tahun 2007, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di
Taman Nasional Ujung Kulon. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang
berjudul “Ekolog Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di
Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran, Propinsi Jawa Timur ” yang dibimbing
oleh Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin telah terselesaikan dengan baik penulisan


skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan baik berupa
dorongan moril, spiritual dan materil dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak dan ibu tersayang, adik-adikku tercinta serta seluruh keluarga besarku
tercinta atas doa, dukungan semangat dan kasih sayangnya.
2. Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti,
MSc. sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan kasih sayang,
perhatian, kesabaran, waktu, masukan baik moril maupun materil, bimbingan
dan doa restu.
3. Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji sebagai dosen penguji perwakilan
Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen
penguji perwakilan Departemen Silvikultur atas masukan, bimbingan dan do’a
restu.
4. Bapak Ir. Hartono, MSc. selaku Kepala Balai TN Alas Purwo dan Bapak Ir.
Kuspriyadi, MSc. selaku Kepala Balai TN Baluran yang telah memberikan
izin, fasilitas, informasi, bimbingan dan kerjasama yang baik selama kegiatan
penelitian.
5. Bapak Waluyo selaku Kepala Seksi Pembantu Taman Nasional (STPN) I
Tegaldlimo TN Alas Purwo dan Bapak Ir. Pratono selaku Kepala STPN II
Bekol TN Baluran beserta staf TN Alas Purwo dan TN Baluran yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan informasi dan kerjasama yang baik
selama kegiatan penelitian.
6. Mas Gendut, Pak Ponidi dan keluarga, Mas Susyanto, Mbah Sampun, Pak
Dodi, Pak Siswanto, Pak Trihari, Pak Hendro, Pak Lamijan, Pak Mahrudin,
Pak Suharja, Mas Widyantoro, Mas Taufik dan Pak Toyib atas bantuannya
selama pengambilan data penelitian.
7. Pak Tekun beserta keluarga, Mas Joko dan Mba Fiqoh beserta keluarga atas
bantuan dan doanya.
8. Wetlands International-IP dan Burung Indonesia atas peminjaman alat
penelitian.
9. Ayu Puspitasari, S.Hut beserta keluarga atas doa, bantuan dan kebersamaan
yang diberikan kepada penulis.
10. Ruri Risnawati atas bantuannya selama penelitian.
11. Keluarga besar KSH’40, Sembilan semester penuh cerita.
12. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (HIMAKOVA) terutama KPB “Perenjak”, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor atas dukungan, semangat, kerjasama, pengalaman dan
kebersamaan dalam suka dan duka selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ....................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekologi Perilaku .......................................................... 3
2.2 Bioekologi Merak Hijau .............................................. 4
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu ...................................................... 14
3.2 Pemilihan Titik Pengamatan ........................................ 14
3.3 Bahan dan Alat ............................................................ 14
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan .................................... 15
3.5 Metode Pengumpulan Data ......................................... 15
3.6 Bentuk Perilaku dan Parameternya .............................. 16
3.7 Analisis Data ............................................................... 18
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Taman Nasional Alas Purwo........................................ 20
4.2 Taman Nasional Baluran .............................................. 23
BAB V. HASIL dan PEMBAHASAN PENELITIAN ...................... 29
5.1 Perilaku Berbiak .......................................................... 29
5.2 Pelaku Harian pada Musim Berbiak ............................ 66
5.3 Peresentase Seluruh Perilaku Harian pada
Musim Berbiak ............................................................ 110
5.4 Implementasi terhadap Pengelolaan ............................ 114
BAB VI. KESIMPULAN dan SARAN .............................................. 117
6.1 Kesimpulan .................................................................. 117
ii

6.2 Saran ............................................................................ 117


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 119
iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rekapitulasi durasi perilaku display merak hijau


di TNAP dan TNB ...................................................................... 37
2. Frekuensi suara tipe I di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 43
3. Frekuensi suara tipe II di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 44
4. Frekuensi suara tipe III di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 45
5. Frekuensi suara tipe IV di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 46
6. Frekuensi suara tipe V di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 46
7. Frekuensi suara tipe VI di TNAP dan TNB
per hari per individu ................................................................... 47
8. Frekuensi suara tipe VII di TNAP dan TNB
per individu per hari .................................................................... 48
9. Waktu terjadinya kopulasi pada merak hijau di TNAP
dan TNB ...................................................................................... 60
10. Rekapitulasi durasi perilaku kawin merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 61
11. Sumber pakan merak hijau di TNAP dan TNB ......................... 67
12. Rekapitulasi durasi perilaku makan merak hijau jantan
di TNAP dan TNB ..................................................................... 68
13. Rekapitulasi durasi perilaku makan merak hijau betina
di TNAP dan TNB ..................................................................... 69
14. Rekapitulasi durasi perilaku minum merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 74
15. Rekapitulasi durasi perilaku menelisik merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 80
16. Rekapitulasi durasi perilaku berjemur merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 86
17. Rekapitulasi durasi perilaku mandi debu merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 91
18. Rekapitulasi durasi perilaku berlindung merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 96
iv

19. Rekapitulasi durasi perilaku bertarung merak hijau


di TNAP dan TNB ..................................................................... 102
20. Rekapitulasi durasi perilaku istirahat merak hijau jantan
di TNAP dan TNB ..................................................................... 105
21. Rekapitulasi durasi perilaku istirahat merak hijau betina
di TNAP dan TNB ...................................................................... 105
22. Rekapitulasi durasi perilaku tidur merak hijau
di TNAP dan TNB ..................................................................... 109
v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagian-bagian tubuh Merak hijau jantan dewasa ...................... 6


2. Penyebaran Merak hijau di Pulau Jawa Indonesia ..................... 8
3. Perilaku berbiak Merak hijau ..................................................... 9
4. Peta Taman Nasional Alas Purwo ............................................... 21
5. Peta Taman Nasional Baluran ..................................................... 24
6. Lokasi berbiak merak hijau di TNAP dan TNB; (a) padang
rumput Sadengan, (b) hutan alam Rowobendo, (c) hutan
tanaman jati Gunting dan (d) savana Bekol ............................... 29
7. Grafik curah hujan tahun 2007 di wilayah Tegaldlimo (TNAP)
dan Bajul Mati (TNB) (Stasiun Meteorologi Banyuwangi, 2007) 31
8. Grafik hari hujan tahun 2007 di wilayah Tegaldlimo (TNAP)
dan Bajul Mati (TNB) (Stasiun Meteorologi Banyuwangi, 2007) 31
9. Grafik rentang waktu beberapa perilaku saat musim berbiak
merak hijau di TNAP dan TNB ................................................. 32
10. Perilaku display merak hijau; (a) merak hijau jantan display
di depan merak hijau betina, (b) merak hijau jantan display
di depan merak hijau jantan lainnya ........................................... 34
11. Perilaku display merak hijau; (a) posisi awal,
(b) posisi sempurna ..................................................................... 34
12. Aktivitas merak hijau betina ketika merak hijau jantan display:
(a) makan, (b) berputar mengelilingi merak hijau jantan ........... 35
13. Proses akhir perilaku display, dilihat searah jarum jam
berurutan dari (a)-(b)-(d)-(c) ...................................................... 36
14. Grafik frekuensi perilaku display per hari merak hijau jantan
di TNAP dan TNB ..................................................................... 37
15. Grafik frekuensi harian perilaku display merak hijau jantan
di beberapa tipe habitat TNAP dan TNB ................................... 38
16. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian
perilaku suara merak hijau di TNB; (a) merak hijau betina,
(b) merak hijau jantan ................................................................ 50
17. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian
perilaku suara merak hijau di TNB; (a) merak hijau betina,
(b) merak hijau jantan ................................................................ 51
18. Grafik frekuensi harian perilaku suara merak hijau
di beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB ............................... 52
vi

19. Tata urutan perilaku kawin merak hijau di padang rumput


Sadengan TNAP tanpa perilaku display; (a) bersuara,
(b) berlari, (c) mendekat, (d) naik, (e)-(f)-(g) mengatur posisi,
(h) kopulasi, (i)-(j)-(k) turun dan (l) meninggalkan merak
hijau betina ................................................................................. 57
20. Tata urutan perilaku kawin merak hijau di padang rumput
Sadengan TNAP diawali dengan perilaku display:
(a) display, (b) betina tertarik, (c) betina mendekam,
(d) jantan naik, (e)-(f)-(g) mengatur posisi, (h) kopulasi,
(i)-(j) jantan turun, (k)-(l) display kembali ................................ 58
21. Merak hijau jantan yang merontokkan bulu hiasnya
di hutan tanaman jati Gunting, TNAP ........................................ 64
22. Sarang dan telur merak hijau di TNB, (a) HM 45,
(b) HM 113 dan (c) di antara semak belukar ............................. 64
23. Anakan merak hijau berumaur empat hari ................................. 65
24. Cara makan merak hijau, (a) berjalan, (b) melompat,
(c) mendekam dan (d) naik ke atas pohon ................................. 66
25. Perilaku minum merak hijau di TNAP: (a) cekungan,
(b) bak minum buatan, (c) genangan di bawah sprinkle
dan (d) sprinkle ........................................................................... 72
26. Perilaku minum merak hijau di TNB: (a) di bak air minum
posisi berdiri, (b) di bak air minum posisi mendekam dan
(c) di genangan air ...................................................................... 73
27. Grafik frekuensi harian perilaku minum merak hijau di beberapa
tipe habitat di TNAP dan TNB .................................................. 73
28. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku minum
merak hijau jantan dan betina di TNAP ..................................... 75
29. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku minum
merak hijau jantan dan betina di TNB ....................................... 76
30. Perilaku menelisik merak hijau disela-sela beberapa
aktivitas harian; (a) bangun tidur, (b) berjemur,
(c) display dan (d) makan ........................................................... 78
31. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian
perilaku menelisik merak hijau di TNAP dan TNB ................... 79
32. Grafik frekuensi harian perilaku menelisik merak hijau
di beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB ............................... 80
33. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian
perilaku menelisik merak hijau jantan dan betina di TNAP ...... 81
34. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
menelisik merak hijau jantan dan betina di TNB ....................... 82
vii

35. Perilaku berjemur merak hijau di; (a) tanah datar, (b) pagar dan
(c) gundukan tanah ..................................................................... 84
36. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
berjemur merak hijau di TNAP dan TNB .................................. 84
37. Grafik frekuensi harian perilaku berjemur merak hijau
pada beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB ........................... 85
38. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian
perilaku berjemur merak hijau jantan dan betina di TNAP ....... 87
39. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
berjemur merak hijau jantan dan betina di TNB ........................ 87
40. Perilaku mandi debu merak hijau jantan di TNAP;
(a) berkelompok dan (b) soliter .................................................. 89
41. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
mandi debu merak hijau di TNAP dan TNB .............................. 90
42. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
mandi debu merak hijau pada beberapa tipe habitat
di TNAP dan TNB ..................................................................... 91
43. Perilaku berlindung merak hijau; (a) curiga, (b) terbang
menghindar dan (c) menghindar dari serangan
elang-laut perut-putih ................................................................. 94
44. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
berlindung merak hijau di TNAP dan TNB ............................... 95
45. Grafik frekuensi harian perilaku berlindung merak hijau
pada beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB ........................... 97
46. Perilaku bertarung antar merak hijau jantan; (a) di padang
rumput Sadengan dan (b) savana Bekol ..................................... 99
47. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku
bertarung merak hijau di TNAP dan TNB ................................. 100
48. Grafik frekuensi harian perilaku bertarung merak hijau jantan
pada beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB ........................... 101
49. Berbagai posisi perilaku istirahat merak hijau; (a) berdiri
di bawah pohon widoro bukol dan (b) mendekam
di cabang pohon apak ................................................................. 104
50. Perilaku tidur merak hijau di atas pohon; (a) jati, (b) randu
hutan, (c) gebang dan (d) mimba ............................................... 108
51. Grafik persentase perilaku harian merak hijau jantan
pada musim berbiak di TNAP; (a) grafik perilaku berbiak,
(b) grafik perilaku utama (c) grafik perilaku lainnya ................. 111
viii

52. Grafik persentase perilaku harian merak hijau betina


pada musim berbiak di TNAP; (a) grafik perilaku berbiak,
(b) grafik perilaku utama (c) grafik perilaku lainnya ................. 111
53. Grafik persentase perilaku harian merak hijau jantan
pada musim berbiak di TNB; (a) grafik perilaku berbiak,
(b) grafik perilaku utama (c) grafik perilaku lainnya ................. 113
54. Grafik persentase perilaku harian merak hijau betina
pada musim berbiak di TNB; (a) grafik perilaku berbiak,
(b) grafik perilaku utama (c) grafik perilaku lainnya ................. 113
55. Telur sitaan petugas TNB .......................................................... 116
ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Frekuensi perilaku merak hijau di TNAP .................................. 124


2. Nilai χ2 hitung frekuensi perilaku di TNAP (db = 2; 99%) .......... 125
3. Frekuensi perilaku merak hijau di TNB ..................................... 126
4. Nilai χ2 hitung frekuensi perilaku di TNB (db = 2; 99%) ............ 127
5. Durasi perilaku merak hijau di TNAP (dalam satuan menit) ..... 128
6. Nilai χ2 hitung durasi perilaku di TNAP (db = 2; 99%) ............... 129
7. Durasi perilaku merak hijau di TNB (dalam satuan menit) ....... 130
8. Nilai χ2 hitung durasi perilaku di TNB (db = 2; 99%) ................. 131
9. Uji-F pada durasi perilaku merak hijau di TNAP (Ftabel = 1.88) 132
10. Uji-F pada durasi perilaku merak hijau di TNB (Ftabel = 2.27) ... 133
1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) merupakan salah satu jenis
burung yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri
Kehutanan (Menhut) nomor 301/Kpts-II/1991 dan Peraturan Pemerintah nomor 7
tahun 1999 (Noerdjito & Maryanto 2007). Tingginya ancaman terhadap merak
hijau menyebabkan BirdLife International (2004) memasukkannya dalam status
vulnerable atau populasinya sedang mengalami penurunan cepat dan dalam status
perdagangan, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora) memasukan dalam kategori Appendiks II (Soehartono
& Mardiastuti 2003).
Fragmentasi habitat dan perburuan merak hijau menyebabkan pengurangan
luasan dan kualitas habitat, sehingga menjadikan populasinya terpecah dalam
kelompok kecil dan memiliki penyebaran terbatas (BirdLife International 2004).
Merak hijau menempati habitat areal terbuka yang berbatasan dengan hutan,
tepian sungai, hutan sekunder dan tepian hutan (edge di hutan) (King et al. 1989).
Di Jawa, penyebarannya dengan populasi cukup besar (>100 individu)
terkonsentrasi di ujung barat dan timur pulau, walaupun berdasarkan sejarahnya
penyebaran merak hijau terdapat di seluruh Pulau Jawa (van Balen 1999).
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) dan Taman Nasional Baluran (TNB)
merupakan dua dari lima taman nasional di Jawa yang memiliki penyebaran
merak hijau (van Balen 1999). Secara fisik, TNAP dan TNB memiliki tipe
ekosistem dan iklim yang berbeda. Lokasi TNAP berada di Selatan Timur Pulau
Jawa, sedangkan TNB berada di Utara Timur Pulau Jawa. Namun, kedua lokasi
tersebut memiliki areal terbuka seperti padang rumput di TNAP dan savana di
TNB. Populasi merak hijau di TNAP berkisar antara 168-268 individu (Indrawan
1995), Wasono (2005) menjumpai 50 individu merak hijau di SKW I Rowobendo,
sedangkan Yuniar (2007) menyebutkan populasi merak hijau sebanyak 81
individu. Populasi merak hijau di TNB berkisar antara 400-616 individu
(Indrawan 1995) dan khusus di Seksi Wilayah Konservasi (SKW) II Bekol
2

terdapat 120 individu (Hernowo 1995), sedangkan Yuniar (2007) menjumpai 70


individu.
Dengan tingginya ancaman terhadap merak hijau di Jawa, dikhawatirkan
dalam kurun waktu yang tidak lama akan mengalami kepunahan. Namun
kenyataannya, merak hijau masih mampu bertahan pada beberapa lokasi
penyebarannya. Hal ini mengindikasikan ada strategi berkait dengan ekologi
perilaku merak hijau berhubungan dengan kondisi habitatnya dan berbagai
tekanan. Ekologi perilaku merak hijau tersebut belum banyak diketahui, sehingga
sangat menarik sebagai bahan kajian untuk mendapatkan gambaran ketahanan
merak hijau terhadap tekanan pada populasi maupun habitatnya.
Ekologi perilaku berbiak merak hijau dimulai dari masa pra perkawinan,
percumbuan dan pasca perkawinan, masa pembuatan sarang, pengeraman telurnya,
serta pengasuhan anak. Masa berbiak hingga pengasuhan anak merupakan waktu
paling rentan terhadap perkembangan populasi merak hijau. Maka penelitian
ekologi perilaku merak hijau ini penting dilakukan guna mendapatkan data dan
informasi bagi upaya pelestarian merak hijau terutama untuk pengelolaannya di
TNAP dan TNB.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:


1. Mempelajari dan mendeskripsikan ekologi perilaku yang berkaitan dengan
perkembangbiakan merak hijau di TNAP dan TNB.
2. Mengidentifikasi strategi dan mekanisme berperilaku berbiak merak hijau
yang berhubungan dengan habitatnya di TNAP dan TNB.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi
khususnya bagi pihak taman nasional untuk kepentingan konservasi merak hijau
dengan memperhitungkan strategi perilaku serta mendukung pengembangan
pengelolaan TNAP dan TNB.
3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Perilaku

Perilaku satwa merupakan ilmu dasar yang perlu dipahami dengan baik agar
dapat menguasai ilmu atau pengetahuan lanjutannya di dalam usaha untuk
mendapatkan keahlian di bidang pembinaan populasi satwa (Setiawati 1986).
Batasan mengenai perilaku satwa sendiri sangat luas. Teage (1971) memberikan
batasan bahwa perilaku satwa adalah ekspresi satwa yang ditimbulkan oleh semua
faktor yang mempengaruhinya. Batasan ini tidak merupakan harga mati, karena
masing-masing ilmuwan mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapnya.
Perbedaan tersebut merupakan pertanda awal perkembangan ilmu perilaku satwa.
Perilaku satwa adalah tindak-tanduk satwa yang terlihat dan yang saling
berkaitan baik secara individual maupun bersama-sama (kolektif) akibat interaksi
secara dinamika dengan lingkungannya, baik lingkungan luar (makhluk hidup
atau benda-benda) maupun pengaruh dalam tubuh satwa itu sendiri (Tanudimadja
& Kusumanihardja 1985). Menurut Odum (1971) perilaku merupakan tindakan
yang tegas dari suatu organisme untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan
lingkungan guna menjamin hidupnya. Hal serupa dinyatakan Alikodra (1983)
mengatakan bahwa perilaku satwa adalah strategi satwa dalam memanfaatkan
sumberdaya yang ada dalam lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Secara ethologi, perilaku satwa sebagai tindak-tanduk satwa
berdasarkan motivasi, yang berarti satwa mempunyai emosi (Tanudimadja &
Kusumanihardja 1985).
Ekologi didefinisikan sebagai kajian hubungan organisme-organisme atau
kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dan
lingkungannya (Odum 1959). Pianka (1983) mendefinisikan ekologi sebagai ilmu
yang mempelajari hubungan antar organisme maupun antara organisme dan
seluruh faktor baik fisik maupun biologi yang mempengaruhinya ataupun yang
dipengaruhinya. Hal serupa dinyatakan Allaby (1994) bahwa ekologi adalah studi
ilmiah yang mempelajari hubungan timbal balik antar organisme maupun antara
4

organisme dan antar mereka dengan semua aspek, baik yang hidup dan tidak
hidup, dari lingkungannya.
Ekologi memiliki hubungan erat dengan empat disiplin ilmu biologi, yaitu
genetika, evolusi, physiologi dan perilaku (Krebs 1985). Ekologi mempunyai
kaitan dengan mengindentifikasi pola antara kumpulan jenis dengan lingkungan
dan memahami penyebab terjadinya pola tersebut (Wien 1989). Krebs & Davies
(1993) menyatakan ekologi perilaku tidaklah hanya efek dengan perjuangan satwa
untuk bertahan hidup (survive) dengan pemanfaatan sumberdaya dan menghindar
dari pemangsa, tetapi juga bagaimana perilaku berperan untuk kesuksesan
berkembangbiak. Allaby (1994) mendefinisikan ekologi perilaku adalah ilmu
yang mempelajari perilaku dari suatu organisme pada suatu habitat alaminya dan
merupakan aplikasi dari teori tingkah laku ke aktivitas tertentu.

2.2 Bioekologi Merak Hijau

2.2.1 Taksonomi

Klasifikasi ilmiah dari merak hijau berdasarkan Grzimeks (1972) adalah


sebagai berikut:
Kingdom : Animal
Phyllum : Chordata
Sub phyllum : Verteberata
Klas : Aves
Sub klas : Neornithes
Ordo : Galliformes
Sub ordo : Galli
Famili : Phasianidae
Sub famili : Pavoninae
Genus : Pavo
Spesies : Pavo muticus Linnaeus, 1766.
Dalam bahasa Inggris biasa dikenal dengan nama Green Peafowl atau sama
dengan Dragonbird. Merak hijau terbagi ke dalam tiga subspesies, yaitu Merak
hijau jawa (Pavo muticus muticus Linnaeus, 1766), Merak hijau burma (Pavo
5

muticus spicifer Shaw, 1804) dan Merak hijau indocina (Pavo muticus imperator
Delacour, 1949).

2.2.2 Morfologi

Menurut MacKinnon et al. (1998), merak hijau berukuran sangat besar


(jantan 210 cm, betina 120 cm), dengan penutup ekor yang sangat panjang (jantan
saja) dan jambul tegak di atas kepala. Pada jantan, warna mantel, leher dan dada
hijau mengkilap, bulu hias seperti kipas terdiri dari bulu mengkilap dengan bintik
berbentuk mata. Merak hujau betina memiliki warna bulu kurang bagus,
keputihan-putihan pada bagian bawahnya serta tidak memiliki bulu hias.
Delacour (1977) dalam Mulyana (1988) menyebutkan merak hijau mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Merak hijau jantan
Merak hijau jantan mempunyai jambul dan dagu yang berwarna hijau
kebiruan. Jambulnya lebih hijau dibandingkan dagunya. Pada bagian muka di
sekitar mata berwarna biru hitam, biru kobalt dan kemudian kuning. Leher,
dada dan punggung sebelah depan berwarna campuran antara biru dan hijau
emas, sedangkan bagian punggung sebelah belakang terdapat bulu-bulu yang
tersusun seperti sisik dengan warna hijau perunggu yang bagian tepinya
berwarna hitam dan mempunyai jalur-jalur berwarna coklat berbentuk seperti
huruf “v”. Sayap berwarna hijau kebiruan, sayap sekunder berwarna hijau
biru pekat dan sayap primernya berwarna merah tua. Perutnya berwarna hijau
pekat, sedangkan kakinya berwarna hitam kecoklatan dan bertaji. Bulu
hiasnya tersusun dari 100 sampai 150 lembar bulu yang besar, panjang dan
kuat dengan warna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu, sehingga
nampak berkilau. Pada bagian ujungnya terdapat cincin ocellus (cincin oval
pada bulu hias) berwarna ungu, yang dikeliling oleh warna coklat yang
kemudian dikelilingi oleh dua cincin yang berwarna hijau muda dan terakhir
dikelilingi oleh warna hijau (Gambar 1). Bulu yang terpanjang terletak di
tengah-tengah dan tidak mempunyai ocellus. Ekor merak hijau berwarna
coklat kehitaman dan bintik-bintik pucat, tidak panjang dan letaknya tertutupi
oleh bulu hias dan berfungsi menopang bulu hias. Bagian bawah ekor berbulu
6

halus dan tebal, bagian tengahnya berwarna putih dan di sekitarnya berwarna
coklat. Ekor tersusun oleh 20 helai bulu.

Sumber gambar: BirdLife International (2007)

Gambar 1. Bagian-bagian tubuh merak hijau jantan dewasa


Keterangan (Delacour 1977 dalam Mulyana 1988):
1 = Jambul 15 = Bulu primer
2 = Dahi 16 = Dada
3 = Rahang atas 17 = Paha
4 = Rahang bawah 18 = Tulang kering
5 = Bidang kecil dari lora 19 = Jari kaki
6 = Kulit muka 20 = Taji
7 = Leher bagian atas 21 = Perut
8 = Leher bagian bawah 22 = Bulu penutup ekor atas
9 = Punggung bagian atas 23 = Rectices tersembunyi
10 = Punggung bagian bawah 24 = Ocellus
11 = Bahu/tengkuk/belikat 25 = Bulu hias terpanjang
12 = Bulu penutup sayap 26 = Bulu hias samping tanpa ocelli
13 = Bulu tersier 27 = Bulu hias samping dengan ocelli
14 = Bulu sekunder

2. Merak hijau betina


Komposisi warna pada tubuh merak hijau betina sama dengan merak
hijau jantan, tetapi lebih lembut dan tidak cerah, tidak mempunyai bulu hias
7

seperti pada merak hijau jantan. Merak hijau betina juga mempunyai taji pada
kakinya.

3. Merak hijau anakan


Anak merak hijau mempunyai warna sama dengan merak hijau betina,
tetapi lebih buram. Dagu dan sisi-sisi kepalanya ditutupi oleh bulu-bulu yang
berwarna putih, perkembangan jambul mulai terlihat pada umur dua minggu.
Pada umur dua bulan anak-anak merak hijau mempunyai bulu-bulu yang
lengkap, bentuknya seperti merak hijau betina dewasa tetapi dengan ukuran
tubuh yang lebih kecil.

2.2.3 Habitat dan Penyebaran

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik
maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002). Menurut Irwanto
(2006), habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu di mana suatu
jenis atau komunitas hidup. Di Jawa, merak hijau hidup di habitat relatif kering,
hutan semi gugur dan areal terbuka (BirdLife International 2001). Menurut King
et al. (1989), merak hijau hidup hingga ketinggian 3.000 kaki di Asia Tenggara,
kecuali Thailand tengah dan Hongkong. MacKinnon et al. (1998) menyatakan
merak hijau merupakan pengunjung hutan terbuka dengan padang rumput dan
perkebunan teh atau kopi.
Jarak sebaran merak hijau sejauh 992.000 km2, mencakup masa berbiak
maupun tempat hidup (BirdLife International 2007). Merak hijau tersebar mulai
dari Assam, Cina bagian barat daya hingga Asia tenggara dan Jawa (King et al.
1989). Merak hijau banyak dijumpai di Pulau Jawa, yaitu Ujung Kulon, Sindang
Barang (Cianjur), Cikelet (Sukabumi), Jepara, Pati, Mantingan, Randu Blatung
(Blora), Meru Betiri, Baluran, Alas Purwo, Gunung Raung, Krepekan, Lijen,
Lebak Harjo dan Pasir Putih (Situbondo) (van Balen 1999) (Gambar 2).
8

Sejarah (pra-1950);
pernah ada (1950–1979);
ada (1980–sekarang);
Sumber : BirdLife International (2001) tidak ada data

Gambar 2. Penyebaran merak hijau di Pulau Jawa Indonesia

Keterangan: (230) Pulau Panaitan; (231) Taman Nasional Ujung Kulon; (232) Merak; (233)
Cikepuh; (234) Cilowa; (235) Pelabuhan Ratu; (236) Sampora; (237) Ciseureuh; (238) Tapos;
(239) Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango; (240) Ciogong; (241) Karawang; (242) Tanjung
Sedari; (243) Purwakarta; (244) Cikelet; (245) Cagar Alam Leuweung Sancang; (246) Buahdua;
(247) Cikawung; (248) Indramayu; (249) Cirebon; (250) Nusa Kambangan; (251) Pemalang; (252)
Dataran Tinggi Dieng; (253) Kendal; (254) Alas Roban; (255) Gedangan; (256) Penawangan;
(257) Banjaran; (258) Solo; (259) Gundih; (260) Purwodadi; (261) Clering; (262) Pati; (263)
Wirosari; (264) Kradenan; (265) Ngaringan; (266) Randublatung; (267) Mantingan; (268) Cepu;
(269) Alas Sengok; (270) Walikukun; (271) Paringan; (272) Padangan; (273) Pulung; (274)
Jatirogo; (275) Besuki; (276) Nganjuk; (277) Tuban; (278) Jombang; (279) Wonosalem; (280)
Kebonagung; (281) Lebakharjo; (282) Ranu Darungan; (283) Dataran Tinggi Hyang; (284)
Gunung Ringgit; (285) Taman Nasional Meru Betiri; (286) Gunung Raung; (287) Krepekan; (288)
Lijen; (289) Taman Nasional Baluran; (290) Taman Nasional Alas Purwo.

Di TNAP jenis ini hanya dapat dijumpai di hutan alam dataran rendah, hutan
tanaman dan daerah ekoton padang penggembalaan dan hutan alam dataran
rendah (Supratman 1998). Di TNB merak hijau ditemukan di semua tipe vegetasi,
namun banyak ditemukan di daerah savana, hutan musim dan hutan pantai
(Hernowo 1995). Merak hijau hidup di TNB dan TNAP karena ketersediannya
tempat makan, minum dan cover (berlindung, berteduh dan beristirahat) bagi
merak hijau (Supratman 1998).

2.2.4 Perilaku Berbiak

Merak hijau termasuk dalam suku Phasianidae. Sebagian besar suku ini
termasuk poligami, yaitu satu jantan dengan banyak betina saat berbiak dengan
tidak memiliki hubungan yang permanen antara jantan dewasa dan betina dewasa.
9

Musim beerbiak meraak hijau di Jawa Timu


ur dan Jawaa Barat darri bulan Ag
gustus
sampai deengan Oktoober (MacK
Kinnon 1990). Berdasarkan pennelitian Hern
nowo
(1995), musim
m berbiak merak hijau di TNB
T berlanngsung darii bulan Ok
ktober
sampai deengan Januaari.
Mennurut Hernnowo (19955), tanda dimulainyaa musim berbiak adalah
a
terdapatnyya tarian (ddisplay) darii merak hijaau, karena merak
m hijauu jantan terrkenal
sebagai burung
b penaari. Selainn itu, tand
da lainnya adalah terddengarnya suara
panggilan merak hiijau jantan terhadap merak hijau betina, yang suarranya
menyerupai suara kuccing ‘ngeeeeeeew, ngeeeeeeeyaow,... atau weee-waaoow,...wee-
waaoow, atau
a eewaaaaaoow, eew
waaaaoow.
Perillaku displaay dimulai ketika merrak hijau jaantan melihhat merak hijau
betina. Dengan
D reakksi seluruh bulu hias dinaikkan
d dan memekaarkannya deengan
ditopang oleh
o bulu ekkor. Sayappnya diturun
nkan dan melangkah
m m
mendekati merak
m
hijau betinna. Selanjuutnya merakk hijau jantaan membaliik tubuhnyaa secara tibaa-tiba
tetapi tetapp mencuri pandang
p ke arah merak
k hijau betinna dan berhhenti sejenak
k lalu
melakukann tarian laggi. Kemuddian merak hijau betina mengeliliingi merak hijau
jantan bebberapa saat dan merak hijau jantan
n menggetaarkan-getarkkan bulu hiaasnya
dengan buunyi gemerrisik. Apaabila merak
k hijau betiina menerima percum
mbuan
(courtshipp) tersebut, merak hijaau betina ak
kan mendekkam dan meerak hijau jantan
segera meenaiki pungggung merrak hijau betina
b dan kopulasi ppun berlang
gsung
(Gambar 3)
3 (Hernowo 1995).

Sumber: Ardaastrazoo (2007))

G
Gambar 3. Perilaku beerbiak meraak hijau
Tem
mpat yang diigunakan merak
m hijau jantan
j dewaasa untuk m
menarik pasaangan
tidak samaa setiap harrinya. Masiing-masing individu janntan dewasaa mengatur jarak
(distance mechanism
me), sehingga cukup memberikaan ruang geerak atau ruang
r
atraksi untuk
u menaarik betinaa. Tempaat yang digunakan
d untuk meenarik
pasangannnya tersebuut adalah teempat terbu
uka, bersihh dan teduhh (Sativaniingsih
10

2005). Perilaku display tidak hanya dilakukan untuk menarik perhatian merak
hijau betina tetapi juga merupakan tanda kepada jantan lain ketika merak hijau
jantan sedang menunjukkan tariannya (Hernowo 1995).

2.2.5 Perilaku Bersarang

Merak hijau menjadi dewasa saat berumur 3 tahun dan mampu untuk
bertelur (Ardastrazoo 2007). Menurut Winarto (1993) di Resort Bekol TNB
merak hijau betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya
untuk membuat sarang dan bertelur.
Merak hijau bersarang antara semak dan rerumputan di areal terbuka sedikit
pohon (Hernowo 1995). Di Ujung Kulon sarang merak hijau biasanya ditemukan
di antara alang-alang (Imperata cylindrica) yang mempunyai ketinggian 30-80 cm
atau di antara rumput-rumput jarong (Stachyrpheta jamaicensis) (Hoogerwerf
1970 dalam Mulyana 1988). Winarto (1993) menyatakan sarang merak hijau
berada pada areal terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat
pohon dan sapihan. Sarang merak hijau berukuran 30x45 cm (Hernowo 1995)
dan 35x40 cm (Winarto 1993). Jarak antar sarang berkisar antara 45-260 meter
(Hernowo 1995).
Merak hijau betina akan meletakkan telurnya di atas tanah yang gundul
(Hernowo 1995; Winarto 1993). Waktu pengeraman telur 28-30 hari (Delacour
1978 dalam Mulyana 1988). Di Jawa merak hijau mempunyai telur dengan
ukuran rata-rata 73,38x54,11 mm (Hoogerwerf 1949), 70x51 mm (Hernowo
1995). Hoogerwerf (1949) menyatakan juga ukuran telur bervariasi dengan
variasi panjang telur 69,80-79,10 mm dan variasi lebar 52,60-56,40 mm. Telur
merak hijau berwarna putih, tetapi dalam beberapa hari akan berubah menjadi
coklat bertotol (Hernowo 1995).

2.2.6 Perilaku Bersuara

Perilaku bersuara bisa dilakukan oleh semua individu merak hijau jantan dan
betina (baik dewasa maupun remaja) bahkan anakan (Winarto 1993; Hernowo
1995; Maryanti 2007). Hernowo (1995) menyatakan “auwo” merupakan suara
umum untuk komunikasi antar merak hijau. Waktu bersuara merak hijau untuk
pagi hari pada pukul 04.50-07.45 WIB (Winarto 1993) dan 05.00-08.00 WIB
11

(Hernowo 1995), sedangkan untuk sore hari pada pukul 16.00-18.00 WIB
(Winarto 1993; Hernowo 1995).
Merak hijau memiliki berbagai jenis suara (Winarto 1993; Hernowo 1995;
Maryanti 2007). Jenis suara yang dilakukan oleh anakan adalah “wi...wi...wi...”
(Winarto 1993; Hernowo 1995). Merak hijau betina mengeluarkan jenis suara
seperti “tak...tak...kro...ko...ko...” (Winarto 1993), “tek...tek...tek...”
(Sativaningsih 2005), serta “tak...tak...tak...” (Winarto 1993; Hernowo 1995;
Maryanti 2007) yang menandakan adanya bahaya atau ancaman, sedangkan suara
yang berfungsi untuk memanggil anaknya adalah “tak...tak...tak...kroooooow...”
(Hernowo 1995; Maryanti 2007). Suara merak hijau jantan adalah “auwo...auwo...
atau auwo...ko...ko...ko... atau kay...yaw... atau kro...ko...ko...” (Winarto 1993).
Jenis suara umum merak hijau adalah “auwo...auwo...auwo...auwo...” dan suara
saat terbang adalah “kroooooow...ko...ko...ko... atau ko...ko...ko...ko...”(Hernowo
1995; Sativaningsih 2005; Maryanti 2007).
Winarto (1993) menyebutkan perilaku bersuara lebih sering dilakukan
merak hijau pada musim kawin. Jenis suara khas saat musim kawin yang
dikeluarkan oleh merak hijau adalah “ngeeyaaoow...ngeeyaaoow... atau
eewaaaoow...eewaaaoow...” (Winarto 1993; Hernowo 1995; Maryanti 2007).

2.2.7 Perilaku Makan

Merak hijau memulai perilaku makan setelah turun dari tempat


bertenggernya (Winarto 1993; Hernowo 1995; Sativaningsih 2005; Maryanti
2007). Merak hijau mencari makan pada pagi dan sore hari (Winarto 1993;
Hernowo 1995; Maryanti 2007), sedangkan Sativaningsih (2007) membagi
perilaku makan merak hijau dalam di TNAP menjadi tiga waktu, yaitu makan pagi
(pukul 05.00-10.00 WIB), makan siang (pukul 10.00-14.00 WIB) dan makan sore
(pukul 14.00-18.00 WIB).
Perilaku makan merak hijau di hutan tanaman TNAP antara pukul 05.25-
09.50 WIB dan mulai beraktivitas lagi pukul 13.47-17.45 WIB sementara di
padang penggembalaan Sadengan TNAP mulai pukul 05.00 WIB sampai dengan
pukul 09.00.WIB dan dimulai kembali pukul 14.15-17.32 WIB (Sativaningsih
2005). Maryanti (2007) mencatat waktu makan merak hijau pada areal tumpang
sari di hutan tamanan jati TNAP pada pukul 05.26-10.30 WIB dan 14.30-17.15
12

WIB, sedangkan di padang penggembalaan Sadengan TNAP antara pukul 05.15-


09.30 WIB dan 13.50-17.18 WIB.
Di TNB merak hijau makan antara pukul 05.12-09.13 WIB dan 13.55-17.18
WIB (Maryanti 2007), sedangkan Hernowo (1995) menjumpai perilaku makan
antara pukul 05.00-09.00 WIB dan 14.00-17.00 WIB. Winarto (1993) membagi
aktivitas makan merak hijau di TNB dalam dua periode, yaitu pada pagi hari
setelah turun dari tempat tidur sekitar pukul 05.20 WIB sampai pukul 10.00 WIB
dan pada sore hari sekitar pukul 15.00-17.30 WIB.
Merak hijau makan dengan mematuk makanan menggunakan paruhnya
(Winarto 1993; Hernowo 1995; Maryanti 2007). Menurut Sativaningsih (2005)
cara yang dilakukan oleh merak hijau dalam memperoleh pakan bermacam-
macam tergantung dari bagian yang akan dimakannya.

2.2.8 Perilaku Minum

Perilaku minum merupakan perilaku yang dilaksanakan disela-sela perilaku


makannya (Sativaningsih 2005; Maryanti 2007). Di TNB merak hijau melakukan
aktivitas minum pada pukul 06.00-10.00 WIB dan 14.00-17.00 WIB (Hernowo
1995), sedangkan Maryanti (2007) mencatat merak hijau beraktivitas minum pada
pukul 06.00-11.00 WIB dan 13.00-17.00 WIB. Di TNAP merak hijau melakukan
aktivitas minum antara pukul 06.00-08.00 WIB dan 14.00-17.30 WIB (Maryanti
2007), khusus di padang penggembalaan Sadengan TNAP Sativaningsih (2005)
menjumpai aktivitas minum pada pukul 05.50-07.49 WIB dan 15.19-16.47 WIB.
Hernowo (1995) merekam aktivitas minum merak hijau dalam mengambil
air sebanyak 25-84 kali dengan waktu 5-12 menit untuk jantan dan 36-98 kali
dengan waktu 7-16 menit, namun secara rerata merak hijau mengambil air
sebanyak 40-60 kali dalam rentan waktu 7-12 menit. Sativaningsih (2005)
mencatat aktivitas minum di padang penggembalaan Sadengan TNAP selama 1-4
menit untuk pagi hari dan 1-13 menit untuk sore hari.

2.2.9 Perilaku Istirahat

Menurut Sativaningsih (2005) perilaku istirahat merak hijau merupakan


perilaku yang dilakukan di antara aktivitas pagi dan sore hari, sedangkan Maryanti
(2005) menyatakan perilaku beristirahat merupakan serangkaian aktivitas yang
13

dilakukan Merak hijau dalam upaya menghindari panas matahari dan


menghilangkan rasa lelah setelah melakukan aktivitas. Perilaku istirahat merak
hijau terbagi ke dalam 2 periode, yaitu periode setelah makan pagi hari sampai
menjelang sore hari yang disebut dengan ‘istirahat’ yang merupakan istirahat
sementara dan periode setelah aktivitas hariannya dimulai kembali yang disebut
‘tidur’ yang merupakan istirahat total (Winarto 1993).
Hernowo (1995) menyatakan bahwa merak hijau menuju pohon tidur
dengan cara terbang langsung ke pohon tidur atau melompat terlebih dahulu ke
pohon yang lebih rendah kemudian melompat pada pohon tidurnya. Menurut
Supratman (1998), perlaku tidur di TNAP dilakukan tidak langsung terbang ke
pohon tidur, tetapi hinggap terlebih dahulu ke pohon lain yang lebih rendah,
selanjutnya melompat lagi hingga sampai di pohon tidurnya.
Perilaku istirahat dilakukan pada pukul 09.00-14.00 WIB di padang
penggembalaan Sadengan TNAP (Sativaningsih 2005), sedangkan Maryanti
(2007) mencatat perilaku istirahat di TNAP antara pukul 07.30-15.00 WIB dan di
TNB antara pukul 08.00-14.30 WIB. Hernowo (1995) menyatakan merak hijau
datang ke pohon tidurnya pada pukul 17.00 WIB.
14

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Taman Nasional Alas Purwo
dan Taman Nasional Baluran, Propinsi Jawa Timur. Pengamatan di TNAP
bertempat pada padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo. Di TNB pengamatan bertempat pada savana Bekol, hutan evergreen
dan hutan pantai Manting. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yaitu dua
bulan di TNAP mulai bulan Agustus sampai September 2007 serta dua bulan di
TNB pada bulan Oktober sampai November 2007.

3.2 Pemilihan Titik Pengamatan

Pemilihan titik pengamatan untuk setiap tempat pengamatan ditentukan


dengan metode purposif sampling, yaitu pengambilan contoh yang diarahkan,
berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di tempat yang sama,
wawancara dengan petugas TNAP dan TNB, serta berdasarkan studi pendahuluan
yang dilaksanakan seminggu sebelum penelitian dilakukan. Titik-titik
pengamatan ditentukan agar mempermudah pengamat (peneliti) melakukan
pengambilan data perilaku dan objek pengamatan (merak hijau) tidak merasa
terganggu dengan kehadiran pengamat. Titik pengamatan dapat berupa semak
belukar, pepohonan dan menara pengamatan yang telah ada di lokasi (tidak setiap
lokasi ada) yang berada sedekat mungkin dengan objek penelitian

3.3 Bahan dan Alat

Bahan dalam penelitian ini merupakan bahan habis, yaitu baterai, film
negatif dan kaset perekam. Objek yang digunakan saat penelitian ini adalah
merak hijau dan habitatnya.
Peralatan yang digunakan terdiri dari:
1. Binokuler dan monokuler untuk melihat objek yang lebih jelas
2. Perekam untuk untuk merekam suara objek
3. Chronometer untuk mengukur waktu aktivitas objek
15

4. Kamera dan handycam untuk mengambil gambar objek, jejak objek dan
habitat
5. Kompas untuk menunjukkan arah mata angin
6. Meteran dan pita ukur untuk mengukur diameter pohon dan ukuran panjang
7. Termometer untuk mengukur suhu
8. Buku Panduan Lapang seri Pengenalan Jenis Burung Sumatera, Kalimantan,
Jawa dan Bali (MacKinnon et al. 1998) untuk mengindentifikasi jenis
burung lain selain objek.
9. Peta lokasi penelitian untuk menentukan lokasi pengamatan objek

3.4 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi:


1. Data sekunder yang meliputi bioekologi merak hijau dan keadaan umum
lokasi penelitian.
2. Data primer yang meliputi perilaku berbiak merak hijau meliputi masa pra
perkawinan, percumbuan, pasca perkawinan dan masa pembuatan sarang
serta perilaku harian seperti perilaku makan, minum dan istirahat serta data
mengenai habitatnya.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur. Pengumpulan data


primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada unit contoh yang
berbentuk titik pengamatan. Titik pengamatan di lapangan berupa tempat-tempat
strategis ditemukannya merak hijau sedang melakukan aktivitas (perilaku).
Lokasi yang menjadi titik pengamatan berupa areal terbuka dengan terdapat
pepohonan di sekitarnya. Untuk TNAP berupa padang penggembalaan Sadengan,
hutan tanaman jati dan tumpangsari serta di TNB pada savana Bekol, hutan
semusim dan hutan pantai.
Pengamatan dilakukan secara berulang-ulang pada unit waktu pengukuran
dengan menggunakan continuous recording, yaitu mencatat kenyataan dari
perilaku, dimulai saat merak hijau melakukan aktivitas awalnya pada pukul 05.00
WIB hingga berakhirnya aktivitas pada pukul 18.00 WIB. Pengambilan data
16

perilaku dengan menggunakan metode ad libitum sampling, yaitu pengambilan


contoh perilaku dengan cara mencatat semua perilaku yang terlihat pada saat
pangamatan dan lama perilaku tersebut dilakukan.
Saat di lapangan pengamat tidak langsung melakukan pengambilan data.
Namun, dilakukan studi adaptasi yang berguna untuk pengamatan agar merak
hijau tidak merasa terganggu dengan kehadiran pengamat. Pengambilan data
yang direncanakan akan didapat maksimal. Studi adaptasi ini dilakukan selama
tujuh hari setiap pengamatan awal di TNAP dan TNB.
Posisi pengamat saat melakukan pengamatan berada pada tempat-tempat
yang secara alami telah berada di alam, seperti menara pengamatan, pohon dan
semak belukar. Tujuannya adalah agar keberadaan pengamat tidak diketahui oleh
merak hijau dan merak hijau tidak merasa terganggu oleh kehadiran pengamat,
sehingga dapat memudahkan pengamatan terhadap perilaku merak hijau.
Tempat-tempat tersebut untuk setiap lokasi pengamatan berbeda sesuai dengan
situasi dan kondisi saat pengamatan. Saat pengamatan pun pengamat
menggunakan kostum yang berbaur dengan alam sekitar untuk tujuan
menyamarkan diri agar tidak terlihat oleh merak hijau, yaitu pakaian berwarna
dominan gelap. Dalam setiap pengamatan, pengamat dibantu dengan handycam
agar setiap aktivitas dapat jelas terlihat dan dapat dilihat ulang ketika
menganalisis data.

3.6 Bentuk Perilaku dan Parameternya

3.6.1 Perilaku berbiak

Perilaku berbiak yang diamati adalah semua aktivitas yang berkaitan dengan
berbiak mulai dari pra perkawinan (bercumbu), perkawinan, pasca perkawinan
serta pembuatan sarang hingga pengasuhan anak. Aktivitas pra perkawinan
(percumbuan) meliputi aktivitas merak hijau betina mendekati merak hijau jantan,
aktivitas merak hijau jantan melakukan tarian (display), aktivitas merak hijau
betina mengelilingi merak hijau jantan hingga aktivitas merak hijau betina tertarik
dengan merak hijau jantan. Aktivitas perkawinan meliputi aktivitas merak hijau
betina mendekam, aktivitas merak hijau jantan menaiki punggung merak hijau
betina hingga aktivitas kopulasi dan aktivitas merak hijau jantan menuruni
17

punggung merak hijau betina. Aktivitas pasca perkawinan meliputi aktivitas


merak hijau jantan merontokkan (moulting) bulu hiasnya dan merak hijau betina
mencari sarang untuk meletakkan telur-telurnya.
Pengamatan perilaku berbiak tidak pada tempat-tempat khusus oleh
pengamat karena merak hijau tidak memiliki tempat khusus yang permanen.
Namun tempat berlangsungnya perilaku berbiak adalah berupa areal terbuka atau
areal yang lebih tinggi dari sekitarnya. Parameter yang dicatat berupa pola
perilaku, waktu mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi setiap aktivitas,
jumlah individu yang melakukan aktivitas dan kondisi lokasi yang digunakan
untuk aktivitas berbiak.

3.6.2 Perilaku makan

Perilaku makan merupakan semua aktivitas yang dilakukan merak hijau


yang berkaitan dengan kegiatan mencari, mengambil dan memasukkan bahan
makanan ke dalam perut. Pengamatan ini dilakukan mulai merak hijau turun dari
pohon tidurnya, sehingga pengamat sudah berada di tempat pengamatan aktivitas
makan sekitar pukul 05.00 WIB. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku,
waktu mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi setiap aktivitas, jumlah
individu yang melakukan aktivitas, jenis yang dimakan dan kondisi lokasi yang
digunakan untuk aktivitas makan.

3.6.3 Perilaku minum


Semua aktivitas yang berkaitan dengan mengambil dan menelan air oleh
merak hijau. Aktivitas minum merupakan aktivitas yang dilakukan disela-sela
aktivitas makan, sehingga pengamatan dan pengambilan data ini dapat bersamaan
dengan aktivitas makan. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu
mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi setiap aktivitas, jumlah
individu yang melakukan aktivitas, sumber air untuk minum dan kondisi lokasi
yang digunakan untuk aktivitas minum.

3.6.4 Perilaku istirahat

Perilaku ini terbagi dalam dua aktivitas, yaitu istirahat dan tidur. Perilaku
istirahat merupakan perilaku untuk berlindung di siang hari. Pada saat istirahat
merak hijau terkadang melakukan berbagai aktivitas tanpa melakukan perjalanan.
18

Perilaku tidur yang akan diamati yaitu ketika merak hijau menuju pohon tidur
(pohon bertengger), aktivitas yang dilakukan sebelum tidur dan setelah bangun
tidur selama di pohon tenggeran. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku,
waktu mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi setiap aktivitas, jumlah
individu yang melakukan aktivitas, pohon yang digunakan dan kondisi lokasi
yang digunakan untuk aktivitas istirahat atau tidur. Pencatatan pohon yang
digunakan meliputi nama jenis, jumlah, tinggi dan diameter pohon.

3.7 Analisis Data

Data utama hasil pengamatan yang berupa perilaku dianalisis melalui teknik
penyajian deskriptif, grafik dan persentase. Perhitungan persentase perilaku
ditentukan berdasarkan rumus:

% 100 %

Keterangan:
a = frekuensi kejadian perilaku selama 1 jam
b = frekuensi kejadian seluruh perilaku yang teramati dalam 1 jam

Data durasi perilaku merak hijau yang didapatkan di lapangan dianalisis


untuk mendapatkan rataan durasi, ragam contoh dan kisaran durasi dengan
menggunakan rumus:


∑ ∑
; ; Χ
1 ;

Keterangan:
χ = Rataan durasi (detik) = Ragam contoh ((detik/hari)2)
n = Jumlah ulangan X = Kisaran durasi (detik)
t = nilai tabel uji t

Untuk mengetahui hubungan antara parameter yang diukur dengan habitat


secara kuantitatif dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) sehingga dapat
diketahui dimana suatu hipotesa dapat diterima atau ditolak. Untuk membuat
keputusan tersebut perlu perbandingan antara nilai chi kuadrat (χ2) hitung dengan
chi kuadrat (χ2) tabel dengan derajat kebebasan dan taraf kesalahan tertentu.
Rumus yang digunakan untuk mendapatkan chi kuadrat (χ2) hitung adalah:
19

Keterangan:
Oi = frekuensi hasil pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
Dalam pengujian hubungan antar parameter yang diukur dan diamati,
digunakan hipotesa sebagai berikut:
H0 : tidak ada hubungan antara habitat dengan perilaku merak hijau
H1 : ada hubungan antara habitat dengan perilaku merak hijau
Pengambilan keputusan atas uji hipotesis tersebut dilakukan dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
Jika χ2hit > χ2tab maka terima H1
Jika χ2hit < χ2tab maka terima H0
Pengujian dilakukan pada selang kepercayaan 99%, dengan derajat bebas (df) =
(b-1)x(k-1), dimana b menyatakan baris dan k menyatakan kolom.
Melakukan pengujian perbedaan durasi berperilaku antara merak hijau
jantan dengan merak hijau betina. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-
F pada derajat bebas (v1 = n1 dan v2 = n2) berdasarkan rumus:

Dalam pengujian ragam durasi yang diukur dan diamati, digunakan hipotesa
sebagai berikut:
H0 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina sama dengan kesamaan ragam
H1 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina berbeda
Pengambilan keputusan atas uji hipotesis tersebut dilakukan dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
Terima H0 jika Fhitung < Ftabel
Terima H1 jika Fhitung > Ftabel
20

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Taman Nasional Alas Purwo

4.1.1 Sejarah dan Dasar Hukum

Pada masa Hindia Belanda, keseluruhan areal Semenanjung Blambangan


ditetapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebagai suaka margasatwa,
dengan ketetapan GB. Stbl. No. 456 tanggal 1 September 1939 dengan luas
62.000 ha yang bernama Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan (SMBS).
Kawasan SMBS merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki
satwaliar terbanyak.
Pada tahun 1984, SMBS (sekarang TNAP) berada pada wilayah Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Baluran dan setelah penunjukan kawasan sebagai
kawasan taman nasional pada tahun 1992, TNAP secara administrasi belum
terpisah dengan TNB. Pada tahun 1992, melalui SK Menhut Nomor 283/Kpts-
II/1992 tanggal 26 Februari 1992 menetapkan Alas Purwo menjadi taman nasional
dengan luas 43.420 ha.
Taman Nasional Alas Purwo memiliki administrasi sendiri pada tahun 1997
berdasarkan SK Menhut No. 185/Kpts-II/1997 tentang organisasi dan tata kerja
Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional. Berdasarkan SK tersebut Balai
Taman Nasional Alas Purwo memiliki tiga Seksi Konservasi Wilayah (SKW)
yaitu Rowobendo, Muncar dan Kawah Ijen.

4.1.2 Keadaan Fisik Kawasan

4.1.2.1 Letak dan Luas

Berdasarkan administratif TNAP terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan


Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis terletak di
ujung timur Pulau Jawa wilayah pantai selatan antara 8026’45”-8047’00” Lintang
Selatan dan 114020’16”-114036’00” Bujur Timur. Kawasan ini sebelah barat
berbatasan dengan kawasan hutan produksi Perhutani, sebelah timur dan utara
berbatasan dengan Selat Bali dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia (Gambar 4).
21

Sumber: BTNAP (2007)

Gambar 4. Peta Taman Nasional Alas Purwo

TNAP memiliki luas 43.420 ha. terdiri dari beberapa zonasi, yaitu:
a. Zona Inti (core zone) seluas 17.200 ha.
b. Zona Rimba (wilderness zone) seluas 24.767 ha.
c. Zona Pemanfaatan (intensive use zone) seluas 660 ha.
d. Zona Rehabilitasi (buffer zone) seluas 620 ha.
e. Zona Pemanfaatan Tradisional (traditional zone) seluas 783 ha.

4.1.2.2 Topografi

Secara umum kawasan TNAP mempunyai topografi datar, bergelombang


ringan sampai berat. Kawasan ini memiliki puncak tertinggi Gunung Lingga
Manis dengan ketinggian 322 meter di atas permukaan laut. Daerah pantai
melingkar mulai dari Segara Anak (Grajagan) hingga daerah Muncar dengan garis
pantai sekitar 105 km (BTNAP 2007).

4.1.2.3 Geologi dan Tanah

Formasi geologi terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam yang
berumur meosen atas. Pada batuan berkapur terjadi proses karsifikasi tidak
sempurna, karena faktor iklim yang kurang mendukung, serta batuan kapur yang
22

diperkirakan terintrusi oleh batuan lain. Keadaan tanah hampir keseluruhan


merupakan jenis tanah liat berpasir dan sebagian kecil berupa tanah lempung. Di
kawasan ini terdapat empat kelompok tanah, yaitu tanah komplek mediteran
merah-litosol seluas 2.106 ha, tanah regosol kelabu seluas 6.238 ha, tanah
grumosol seluas 379 ha dan tanah alluvial hidromorf seluas 34.697 ha (BTNAP
2007).

4.1.2.4 Hidrologi

Sungai di kawasan TNAP umumnya dangkal dan pendek. Pola jaringan


sungai radial karena leher semenanjungnya menyempit. Sungai yang mengalir
sepanjang tahun hanya tercatat di bagian barat taman nasional yaitu Sungai
Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Sungai yang ada berupa sungai-sungai kecil.
Mata air banyak terdapat di daerah Gunung Kucur, Gunung Kunci, Goa Basori
dan Sendang Srengenge (BTNAP 2007).

4.1.2.5 Iklim

Rata-rata curah hujan 1000-1500 mm/tahun dengan temperatur 22-310C, dan


kelembaban udara 40-85%. Wilayah TNAP sebelah barat menerima curah hujan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah sebelah timur. Dalam keadaaan
biasa, musim kemarau di TNAP terjadi pada bulan April sampai Oktober dan
musim hujan pada bulan Oktober sampai April (BTNAP 2007).

4.1.3 Potensi Biotik

Secara umum tipe hutan di kawasan TNAP merupakan hutan hujan dataran
rendah yang dipengaruhi oleh angin musim. Hutan bambu seluas ± 40% dari luas
total hutan merupakan formasi yang dominan. Sampai saat ini telah tercatat
sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan
pohon. Berdasarkan tipe ekosistemnya, hutan di TNAP dapat dikelompokkan
menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan
alam dan padang penggembalaan (feeding ground) (BTNAP 2007).
Jenis-jenis dominan yang terdapat di hutan pantai adalah ketapang
(Terminalia catappa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hibiscus sp.),
keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Formasi
mangrove didominasi oleh Rhizopora apiculata, R. mucronata, Bruguiera
23

sexangula, B. gymnorhyza, Avicenia marina, Xylocarpus granatum, Heriteira


littoralis, Sonneratia alba dan S. Caseolaris (BTNAP 2007).
Hutan alam dataran rendah didominasi oleh rau (Dracontomelon
mangiferum), santen/jaran (Lannea gradis), kedongdong alas (Spondias pinnata),
pulai (Alstonia scholaris), legaran (Alstonia villosa), kemiri (Aleurites molucana)
dan asam (Tamarindus inidca). Hutan bambu didominasi oleh bambu ampel
(Bambusa vulgaris), bambu wuluh (Schizostrachyum blummei), bambu apus
(Gigantochloa apus), bambu gesing (Bambusa spinosa), bambu jajang
(Gigantochloa nigrociliata), bambu jalar (Gigantochloa scandens), bambu jawa
(Gigantochloa vertiliata), bambu kuning (Phyllostachys aurea), bambu petung
(Dendrocalamus asper), bambu rampel (Schizostachyum branchyladum), bambu
jabal, bambu wulung dan bambu manggong (Gigantochloa manggong) (BTNAP
2007).
Keanekaragaman jenis fauna di kawasan TNAP secara garis besar dapat
dibedakan menjadi empat kelas yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia
yang tercatat sebanyak 31 jenis, diantaranya Banteng (Bos javanicus), Rusa timor
(Cervus timorensis), Ajag (Cuon alpinus), Babi hutan (Sus scrofa), Kijang
muncak (Muntiacus muntjak), Macan tutul (Panthera pardus), Lutung budeng
(Presbytis auratus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Biawak air
asia (Varanus salvator) (BTNAP 2007).

4.2 Taman Nasional Baluran

4.2.1 Sejarah dan Dasar Hukum

Baluran pada awalnya dikenal sebagai lokasi perburuan. Pada tahun 1928,
Kebun Raya Bogor merintis penunjukan Baluran menjadi suaka margasatwa (SM)
atas usulan Ah Loedeboer yang merupakan penguasa wilayah tersebut pada masa
itu. Tahun 1937 kawasan Baluran ditetapkan sebagai SM dengan SK Pemerintah
Hindia Belanda Nomor 9 tahun 1937 (Lembaran Negara No. 544 tahun 1937).
Tujuan dijadikannya kawasan Baluran sebagai SM pada waktu itu adalah untuk
melindungi berbagai jenis satwa langka dari kepunahan. Pada tahun 1980
bertepatan dengan hari Pengumuman Strategi Pelestarian Dunia, SM Baluran
dideklarasikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai taman nasional.
24

Saat ini, Baluran berstatus balai taman nasional yang merupakan UPT dari
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Hutan dan Pelestarian
Alam Departemen Kehutanan yang ditetapkan berdasarkan SK Menhut No.
279/Kpts-VI/1997 tanggal 25 Mei 1997 dan berdasarkan SK Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 51/Kpts/DJ-VI/1987 tanggal
12 Desember 1997.

4.2.2 Keadaan Fisik Kawasan

4.2.2.1 Letak dan Luas

Secara administratif TNB terletak di Kecamatan Banyuputih, Situbondo,


Jawa Timur. Kawasan ini berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, Selat
Bali di sebelah timur, Sungai Bajulmati di sebelah selatan dan Sungai Klokoran di
sebelah barat. Secara geografis terletak di antara 114°18'-114°27' Bujur Timur
dan 7°45'-7°57' Lintang Selatan dengan luas 25.000 ha wilayah daratan dan 3.750
ha wilayah perairan (Gambar 5).

Sumber: BTNB (2007)

Gambar 5. Peta Taman Nasional Baluran


25

4.2.2.2 Topografi

Kawasan TNB mempunyai topografi yang sangat bervariasi, dari yang


landai di daerah pantai sampai berbukit-bukit di kaki gunung, bahkan berupa
jurang terjal di puncak Gunung Baluran. Gunung Baluran terdapat di bagian
tengah kawasan dalam kondisi sudah tidak aktif lagi. Tinggi dinding kawahnya
bervariasi antara 900-1.247 m dan membatasi kaldera yang cukup luas. Kawasan
TNB mempunyai ketinggian berkisar antara 0-1.274 meter di atas permukaan laut.
Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini.
Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas
kawasan sebelah timur dan utara. Di sebelah selatan dan barat mempunyai bentuk
lapangan relatif bergelombang (BTNB 2007).

4.2.2.3 Geologi dan Tanah

Tanahnya berasal dari batuan vulkanis yang terdiri atas tanah aluvial dengan
kadar tanah liat yang tinggi dan berwarna hitam. Jenis tanah ini bersifat sangat
lengket pada musim hujan dan sangat kering hingga pecah dengan kedalaman +10
cm pada musim kemarau (BTNB 2007).

4.2.2.4 Hidrologi

Kawasan ini tidak dijumpai sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tata
airnya sangat miskin, sehingga hanya berair pada musim penghujan dan menjadi
kering di musim kemarau. Namun, di kawasan tersebut terdapat dua buah sungai
yang sangat besar, yaitu Sungai Bajulmati dan Sungai Klokoran (BTNB 2007).

4.2.2.5 Iklim

Kawasan TNB bertipe monsoon yang dipengaruhi oleh angin timur yang
kering. Curah hujan berkisar antara 900-1600 mm/tahun, dengan bulan kering per
tahun rata-rata 9 bulan. Di antara bulan Agustus sampai dengan Desember bertiup
angin cukup kencang dari arah selatan (BTNB 2007).

4.2.3 Potensi Biotik

Taman Nasional Baluran merupakan satu-satunya kawasan di Pulau Jawa


yang memiliki padang savana alamiah. Luas pada savana + 10.000 ha atau sekitar
26

40% dari luas kawasan. Kawasan Baluran mempunyai ekosistem yang lengkap
yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan payau atau rawa, hutan savana dan
hutan musim (dataran tinggi dan dataran rendah) (BTNB 2007).
Tipe hutan mangrove terdapat di daerah pantai utara dan timur kawasan
taman nasional seperti di Bilik, Lempuyang, Mesigit, Tanjung Sedano dan Kelor.
Pada daerah bakau yang masih baik (Kelor dan Bilik), flora yang umum dijumpai
adalah api-api (Avicenia spp.), bogem (Sonneratia spp.) dan bakau (Rhizophora
spp.). Pada beberapa tempat dijumpai tegakan murni tinggi (Ceriops tagal) dan
bakau (Rhizophora apiculata) (BTNB 2007).
Beberapa daerah lain seperti di utara Pandean, Mesigit, sebelah barat Bilik
terdapat hutan bakau yang telah rusak. Daerah ini menjadi lumpur yang dalam
pada musim hujan, tetapi akan berubah menjadi keras dan kering dengan lapisan
garam di permukaan pada musim kering. Sedikit sekali pohon yang tumbuh di
sini dan tidak dijumpai tumbuhan bawah. Beberapa jenis yang tumbuh antara lain
adalah api-api dan truntun (Lumnitzera racemosa). Menurut hasil inventarisasi
penilaian potensi hutan bakau di TNB tahun 1994/1995 di daerah sekitar Bama
terdapat salah satu pohon bakau yang diduga terbesar di dunia dengan keliling
pohon 450 cm (BTNB 2007).
Hutan Payau di TNB merupakan daerah ekoton yang berbatasan dengan
savana. Penyebaran hutan ini sebagian besar terdapat di Kalikepuh bagian
tenggara dan pada luasan yang lebih kecil terdapat di Popongan, Kelor, bagian
timur Bama serta barat laut Gatel. Jenis-jenis pohon yang selalu hijau sepanjang
tahun pada hutan ini dijumpai jenis-jenis pohon antara lain malengan (Excoecaria
agallocha), manting (Syzigium polyanthumm) dan popohan rengas (Buchacania
arborescens) (BTNB 2007).
Tipe habitat savana merupakan klimaks kebakaran yang sangat dipengaruhi
oleh aktivitas manusia. Tipe habitat ini dapat dibedakan ke dalam dua sub tipe,
yaitu flat savana (padang rumput alami datar) dan Undulting savana (padang
rumput alami bergelombang) (BTNB 2007).
Flat savana tumbuh pada tanah alluvial berbatu-batu. Sub tipe savana ini
terdapat di bagian tenggara kawasan, yaitu daerah sekitar Plalangan dan Bekol
dengan luasan sekitar 1.500 sampai dengan 2.000 ha. Sebagian besar dari
27

populasi banteng, rusa maupun kerbau liar mempergunakan areal ini untuk
merumput. Jenis-jenis rumput yang dominan di daerah ini adalah lamuran putih
(Dichantium caricosum), rumput merakan (Heteropogon concortus) dan padi-
padian (Shorgum nitidus). Beberapa pohon yang menghuni savana antara lain
pilang (Acacia leucophloea) dan kesambi (Schleichera oleosa). Khusus padang
rumput alami di daerah Bekol seluas 420 ha, saat ini telah ditumbuhi tanaman
Acacia nilotica (BTNB 2007).
Undulting savana tumbuh pada tanah hitam berbatu-batu. Sub tipe savana
ini membujur dari sebelah utara hingga timur laut dengan luas lebih kurang 8.000
ha. Daerah ini kurang disukai oleh banteng, rusa maupun kerbau liar. Jenis
rumput yang dominan adalah merakan putih (Dichantium caricosum). Apabila
dibandingkan dengan flat savana, jenis gajah-gajahan (Scherachne punctata) lebih
sedikit dan padi-padian lebih banyak. Pohon kesambi, pilang dan bidara tumbuh
secara terpencar pada savana ini (BTNB 2007).
Hutan monsoon yang terdapat di TNB dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu hutan monsoon dataran rendah dan hutan monsoon dataran tinggi. Daerah
transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian 250-400 meter dari permukaan air
laut. Di kawasan TNB juga terdapat tanaman yang dapat dipakai sebagai bahan
obat tradisional. Pada kekhasan tumbuhan, TNB memiliki pohon widoro bekol
(Zizyphus rotundifolia), tumbuhan lainnya dalam asam (Tamarindus indica),
gadung (Dioscorea hispida), pilang (Acacia leucophloea), kemiri (Sterculia
foetida), gebang (Corypha utan), talok (Grewia sp), walikukun (Schoutenia ovata),
mimbo (Azadirachta indica), kesambi (Schleichera oleosa), lontar (Borassus sp)
dan lain-lain (BTNB 2007).
Selain flora, TNB memiliki fauna yang beraneka ragam dan secara garis
besar terdapat empat kelas yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia
besar yang penting terutama dari golongan hewan berkuku antara lain Banteng
(Bos javanicus), Kerbau liar (Bubalus bubalis), Rusa timor (Cervus timorensis),
Kijang muncak (Muntiacus muntjak), Babi hutan (Sus scrofa dan Sus verrucossus),
Macan tutul (Panthera pardus) dan Ajag (Cuon alpinus). Jenis primata yang
terdapat di TNB yaitu Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung
budeng (Presbytis aurata) (BTNB 2007).
28

Kelas burung yang terdapat di TNB sebanyak 155 jenis, diantaranya terdapat
jenis endemik Jawa yaitu Takur tulungtumpuk (Megalaima javensis), endemik
Jawa dan Bali yaitu Jalak putih (Sturnus melanopterus) serta Cekakak jawa
(Halcyon cyanoventris). Di daerah ini juga terdapat Ayam hutan (Gallus sp.) dan
merak hijau. Dari kelas pisces belum banyak diketahui informasinya, walaupun
demikian terdapat jenis yang memiliki nilai ekonomis yaitu Bandeng (Chanos
chanos). Reptilia besar tidak banyak dijumpai pada daerah ini. Jenis penting
yang terdapat di sekitar pantai adalah Biawak air asia (Varanus salvator) (BTNB
2007).
29

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Perilaku Berbiak

5.1.1 Habitat Berbiak

Sadengan, Rowobendo dan Gunting merupakan lokasi yang teramati


merak hijau TNAP berbiak (Gambar 6a, 6b dan 6c). Ketiga lokasi tersebut
memiliki tipe habitat yang berbeda, Sadengan merupakan tipe habitat padang
rumput dengan tepian hutan, Rowobendo merupakan tipe habitat hutan alam,
sedangkan Gunting merupakan tipe habitat hutan tanaman jati yang terdapat areal
tumpangsari yang berada pada wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan. Akan
tetapi ketiga lokasi tersebut memiliki areal terbuka yang akan didatangi merak
hijau sebagai tempat berlangsungnya aktivitas berbiak. Luas areal terbuka di
ketiga lokasi tersebut beragam ukuran dari mulai 2 ha hingga 20 ha.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 6. Lokasi berbiak merak hijau di TNAP dan TNB; (a) padang rumput
Sadengan, (b) hutan alam Rowobendo, (c) hutan tanaman jati
Gunting dan (d) savana Bekol.

Lokasi lainnya yang dijadikan sebagai tempat penelitian perilaku berbiak


merak hijau berada di TNB. Bekol, Manting dan hutan Evergreen merupakan tiga
30

lokasi di TNB yang digunakan merak hijau sebagai tempat melakukan aktivitas
berbiak. Bekol merupakan tipe habitat savana yang di dalamnya terdapat bak air
minum sebagai sumber air buatan saat musim kemarau datang (Gambar 6d).
Daerah Manting merupakan tipe habitat hutan pantai di resort Bama. Sementara
itu, hutan Evergreen merupakan tipe habitat hutan yang selalu hijau sepanjang
tahunnya. Walaupun ketiga lokasi tersebut berbeda tipe habitat, akan tetapi
ketiganya memiliki areal terbuka tempat berlangsungnya aktivitas berbiak merak
hijau.

5.1.2 Musim Berbiak

Merak hijau berbiak satu kali dalam satu tahun. Merak hijau berbiak pada
musim kemarau, yaitu pada bulan yang bercurah hujan dan jumlah hari hujan
terendah dalam satu tahun. Berdasarkan pengamatan pada tahun 2007 di TNAP
merak hijau berbiak berkisar pada bulan September sampai dengan bulan
November, sedangkan di TNB merak hijau berbiak berkisar pada bulan Oktober
sampai dengan bulan Desember (Gambar 7 dan 8). Hal ini berhubungan dengan
strategi merak hijau dalam menghadapi ketersediaan pakan, yaitu diharapkan
telur-telur merak hijau akan menetas saat sebelum musim penghujan tiba,
sehingga tumbuhan telah kembali hijau dan pakan akan tercukupi untuk anakan
merak hijau yang baru menetas.
Proses berbiak merak hijau terdiri atas tiga tahap, yaitu pra kawin, kawin
dan pasca kawin. Proses pra kawin ditandai dengan merak hijau jantan
melakukan tarian (display) dan suara khas musim berbiak yang dikeluarkannya.
Proses kopulasi ditandai oleh naiknya merak hijau jantan ke atas punggung merak
hijau betina hingga terjadinya kopulasi. Merak hijau jantan akan merontokkan
bulu hiasnya dan merak hijau betina akan mengerami telurnya pada masa pasca
kawin.
31

300

Jumlah Curah Hujan Bulan (mm) 250

200

150

100

50

Musim Berbiak Merak hijau di TNAP


Bulan Pengamatan
Musim Berbiak Merak hijau di TNB TNAP TNB

Gambar 7. Grafik curah hujan tahun 2007 di wilayah Tegaldlimo (TNAP) dan
Bajul Mati (TNB) (Stasiun Meteorologi Banyuwangi, 2007)

16

14

12
Jumlah Hari Hujan

10

Musim Berbiak Merak hijau di TNAP


Musim Berbiak Merak hijau di TNB Bulan Pengamatan TNAP TNB

Gambar 8. Grafik hari hujan tahun 2007 di wilayah Tegaldlimo (TNAP) dan
Bajul Mati (TNB) (Stasiun Meteorologi Banyuwangi, 2007)

Aktivitas berbiak merak hijau berlangsung lebih awal di TNAP


dibandingkan dengan merak hijau di TNB (Gambar 9). Aktivitas berbiak diawali
dengan merak hijau melakukan display. Di TNAP aktivitas display berlangsung
32

sejak awal bulan Juni hingga awal Desember, sementara di TNB berlangsung
pada pertengahan bulan Juni hingga akhir bulan Desember. Aktivitas perkawinan
ditandai dengan suara khas dan kopulasi antara merak hijau jantan dan betina
yang berlangsung pada bulan September hingga Desember di TNAP dan bulan
Oktober hingga Desember di TNB. Aktivitas bersarang atau bertelur berlangsung
tidak jauh dari proses kopulasi, di TNAP dan TNB merak hijau bersarang
berlangsung hingga bulan Januari (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik rentang waktu beberapa perilaku saat musim berbiak merak
hijau di TNAP dan TNB

Perilaku berbiak merak hijau bersifat musiman atau hanya terjadi satu kali
dalam satu tahun, yaitu pada musim kemarau menjelang musim penghujan.
Mackinnon (1990) menyatakan bahwa musim berbiak merak hijau di Jawa Timur
dan Jawa Barat dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober. Dua peneliti
lainnya menyebutkan musim berbiak merak hijau di TNB diawali pada bulan
Oktober dan diakhiri pada bulan Desember (Pattaratuma 1977) dan bulan Januari
(Hernowo 1995). Perilaku berbiak berlangsung menjelang musim penghujan
berkaitan dengan ketersediaan pakan. Karena saat awal musim penghujan
tumbuhan akan menghijau kembali. Perrins dan Birkhead (1983) dalam Dwisatya
(2006) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendorong burung untuk
melakukan perkembangbiakan adalah ketersediaan pakan.
33

Dwisatya (2006) menyebutkan bahwa pemicu musim kawin merak hijau


dicirikan oleh perubahan struktur dan fisiologi gonad. Hal ini mempertegas
pernyataan Immelmann (1983) bahwa musim kawin satwa dipengaruhi oleh siklus
hormonal tubuhnya dan siklus hormonal dipengaruhi lingkungan. Carthy (1979)
dalam Dwisatya (2006) menyatakan bahwa cahaya, suhu dan kelembaban
merupakan faktor eksternal untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk
melangsungkan kawin. Perilaku berbiak merak hijau terjadi pada kisaran bulan
September hingga November di TNAP dan bulan Oktober hingga Desember di
TNB yang merupakan bulan dengan curah dan jumlah hari hujan yang sangat
rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya, sehingga merak hijau membutuhkan
intensitas cahaya yang banyak untuk membantu dalam proses display dan
pengeraman telur-telurnya.
Proses berbiak merak hijau terdiri dalam tiga tahap, yaitu pra kawin, kawin
dan pasca kawin. Dwisatya (2006) membagi perilaku berbiak merak hijau dalam
beberapa tahapan, yaitu tahap pre-display, tahap display, tahap kopulasi (kawin),
tahap post-kopulasi dan pengeraman.

5.1.3 Perilaku Display

Perilaku display merupakan ciri awal akan dimulainya perkawinan.


Perilaku display dilakukan oleh merak hijau jantan saat bulu hiasnya mulai
tumbuh. Perilaku ini bertujuan untuk menarik perhatian merak hijau betina dan
menunjukkan kematangan secara seksual terhadap merak hijau betina maupun
merak hijau jantan lainnya (Gambar 10). Perilaku display dimulai berkisar 1-3
bulan sebelum terjadinya proses perkawinan. Di TNAP awal perkawinan
berlangsung pada bulan September dan di TNB berlangsung sekitar bulan Oktober.
Di TNAP perilaku display dimulai pada bulan Juni, sedangkan di TNB sekitar
bulan Juli.
34

(a) (b)
Gambar 10. Perilaku display merak hijau; (a) merak hijau jantan display di depan
merak hijau betina, (b) merak hijau jantan display di depan merak
hijau jantan lainnya

Proses display diawali dengan tubuh merak hijau jantan membungkuk


ditopang oleh kedua kakinya yang membengkok, diikuti dengan leher yang
dilengkungkan membentuk huruf “S” serta mengembangkan bulu-bulunya.
Kedua sayap dikembangkan dan diturunkan hingga tungkai kaki. Bulu hias
didirikan dengan cara menegakkan bulu ekornya yang berfungsi juga sebagai
penopang beban bulu hias. Bulu hias dimekarkannya dengan cara
menggoyangkan tubuhnya hingga berbentuk kipas raksasa atau setengah lingkaran
sempurna, bulu hias yang mekar ditopang oleh bulu ekor dan kedua sayapnya
(Gambar 11).

(a) (b)
Gambar 11. Perilaku display merak hijau; (a) posisi awal, (b) posisi sempurna.

Saat display untuk menarik perhatian merak hijau betina, merak hijau
jantan juga melakukan putaran patah-patah diiringi dengan hentakan kaki ke
permukaan saat merak hijau betina mendekatinya. Gerakan ini dilakukan ketika
merak hijau betina ingin melihat merak hijau jantan tampak depan. Namun,
merak hijau jantan selalu berputar membelakanginya, sehingga merak hijau betina
35

hanya dapat melihat bagian belakang merak hijau jantan. Akan tetapi merak hijau
jantan akan berputar secara mendadak, sehingga menghasilkan posisi berhadapan
dan akan menggetarkan bulu hiasnya hingga mengeluarkan bunyi gemerisik.
Suara gemerisik tersebut dihasilkan oleh resonansi antara bulu hias satu dengan
bulu hias lainnya yang melengkung-lengkung seperti gelombang akibat digetarkan.
Selain menggetarkannya, merak hijau akan merundukkan bulu hiasnya seakan-
akan menyentuh permukaan yang dipijaknya. Hal tersebut akan dilakukan
berulang hingga merak hijau betina menerima tariannya atau menjauhinya.
Aktivitas merak hijau betina pada saat merak hijau jantan melakukan
display bervariasi. Merak hijau betina yang tertarik pada tarian merak hijau jantan
akan mendekatinya dengan berputar mengelilingi merak hijau jantan yang sedang
display. Adapun merak hijau betina yang tidak tertarik akan melanjutkan
aktivitasnya seperti makan, mandi debu, menelisik dan minum (Gambar 12).

(a) (b)
Gambar 12. Aktivitas merak hijau betina ketika merak hijau jantan display:
(a) makan, (b) berputar mengelilingi merak hijau jantan.

Perilaku display diakhiri dengan cara menurunkan bulu hias langsung ke


belakang ataupun ke sisi kanan atau kiri tubuh dengan bantuan bulu ekor seperti
menutup kipas. Posisi kepala merundukkan dan memanjangkan ke depan seolah-
olah seperti gerakan mematuk makanan di permukaan tanah. Setelah bulu hias
diturunkan, kepala akan ditegakkan dan kedua sayap akan ditarik ke posisi semula.
Aktivitas ini akan diakhiri dengan perilaku menelisik bulu untuk merapikan bulu-
bulunya (Gambar 13).
36

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 13. Proses akhir perilaku display, dilihat searah jarum jam berurutan dari
(a)-(b)-(d)-(c).

Merak hijau jantan melakukan aktivitas display setelah turun dari dan
sebelum naik ke tempat tidurnya. Waktu berlangsungnya aktivitas display terbagi
dalam dua kategori yaitu pagi dan sore hari. Di TNAP, aktivitas display
berlangsung pada pukul 05.00-11.00 WIB dan berkisar antara pukul 14.00-17.30
WIB. Aktivitas display di TNB berkisar antara pukul 04.00-09.00 WIB dan
berlangsung pada pukul 13.00-17.30 WIB. Merak hijau jantan melakukan
aktivitas display paling banyak frekuensinya pada pukul 08.00-09.00 WIB di
TNAP dan pukul 05.00-06.00 WIB di TNB (Gambar 14). Pada pagi hari aktivitas
display di TNAP akan bertambah frekuensinya seiring bertambahnya waktu
hingga pukul 09.00 WIB. Hal ini, berbanding terbalik dengan TNB yang semakin
menurun frekuensi aktivitas display hingga pukul 09.00 WIB. Akan tetapi, waktu
aktivitas display sore hari baik di TNAP maupun di TNB memiliki frekuensi
sejajar, yaitu mengalami peningkatan pada pukul 14.00-15.00 WIB dan menurun
kembali pada pukul 15.00-17.00 WIB. Secara umum, merak hijau jantan di TNB
melakukan display rerata 10 kali per jantan per hari, sedangkan merak hijau jantan
di TNAP hanya rerata 5 kali per hari melakukan display.
37

3.5

3
Rerata frekuensi per hari

2.5

1.5

0.5

Waktu (WIB) TNAP TNB


Gambar 14. Grafik frekuensi perilaku display per hari merak hijau jantan di
TNAP dan TNB

Durasi aktivitas display merak hijau jantan berbeda-beda berdasarkan tipe


habitat di TNAP maupun TNB. Durasi rerata terlama di TNAP terdapat di hutan
tanaman jati Gunting Perhutani Banyuwangi Selatan, diikuti padang rumput
Sadengan dan hutan Rowobendo dengan nilai durasi secara berurutan sebesar
3482 detik/hari, 2851 detik/hari dan 2264 detik/hari. Di TNB, hutan pantai
Manting memiliki durasi aktivitas display terlama, diikuti savana Bekol dan hutan
evergreen dengan nilai durasi secara berurut sebesar 2992 detik/hari, 2785
detik/hari dan 1606 detik/hari (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi durasi perilaku display merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks.
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 2851 6708750 361 5442
Hutan tanaman jati Gunting *) 3482 9313538 430 6533
Hutan Rowobendo 2264 9543948 0 5353
TNB
Savana Bekol 2785 1099293 1737 3834
Hutan pantai Manting 2992 899860 2043 3941
Hutan evergreen 1606 549937 864 2348
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Merak hijau jantan biasa melakukan aktivitas display pada areal yang lebih
terbuka dibandingkan dengan areal sekitarnya. Areal terbuka yang dibutuhkan
38

oleh merak hijau jantan minimal berukuran dua kali panjang bulu hiasnya atau
sekitar 3x3 meter. Areal terbuka tersebut terkadang memiliki penutupan lahan
berupa rerumputan, tumbuhan bawah ataupun tanah. Ketinggian rumput dan
tumbuhan bawah tempat merak hijau jantan melakukan aktivitas display tidak
akan melebihi tinggi kaki merak hijau jantan tersebut.
Frekuensi aktivitas display merak hijau jantan berbeda pada tiap tipe
habitat (Gambar 15). Merak hijau hutan tanaman jati Gunting melakukan
aktivitas display lebih sering dibandingkan dua loksi lainnya di TNAP. Frekuensi
aktivitas display merak hijau di hutan tanaman jati Gunting sebesar 10 kali per
individu per hari, sedangkan di padang rumput Sadengan dan hutan Rowobendo
secara berurut sebanyak delapan dan tujuh kali per individu per hari. Di TNB,
aktivitas display merak hijau di atas enam kali per individu per hari. Frekuensi
terbesar terjadi di hutan pantai Manting, yaitu merak hijau melakukan aktivitas
display sebanyak 16 kali per individu per hari.
18.00

16.00
Rerata frekuensi per hari

14.00

12.00

10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 15. Grafik frekuensi harian perilaku display merak hijau di beberapa tipe
habitat di TNAP dan TNB

Merak hijau melakukan aktivitas display lebih sering terlihat di padang


rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting daripada hutan Rowobendo,
sedangkan di TNB aktivitas display merak hijau paling sedikit ditemukan di hutan
evergreen daripada savana Bekol dan hutan pantai Manting. Namun, hal ini tidak
39

berarti perilaku display dipengaruhi tipe habitat, karena berdasarkan uji chi-square
terhadap frekuensi dan durasi bahwa perilaku display merak hijau tidak
terpengaruh oleh tipe habitat baik di TNAP maupun TNB (χ = 0.000, P = 9.210).
Nilai tersebut menunjukkan bahwa merak hijau memiliki peluang melakukan
aktivitas display yang sama pada setiap tipe habitat baik di TNAP maupun TNB.
Merak hijau jantan melakukan aktivitas display pada termpat terbuka
sebagai bentuk strateginya. Tipe habitat di TNAP dan TNB tidak mempengaruhi
perilaku display, akan tetapi habitat padang rumput di TNAP dan savana di TNB
lebih berpeluang menyediakan tempat terbuka, sehingga merak hijau jantan akan
melakukan aktivitas display di padang rumput maupun savana. Mengingat
terbuka memiliki peluang dikunjungi oleh merak hijau betina.
Perilaku display termasuk dalam perilaku percumbuan (courtship).
Perilaku display merupakan perilaku pra kawin merak hijau yang dilakukan merak
hijau jantan bertujuan untuk menarik perhatian merak hijau betina agar bersedia
melakukan perkawinan. McFarland (1987) dalam Dwisatya (2006) menyatakan
bahwa percumbuan adalah sebagai permulaan untuk menarik pasangan. Merak
hijau melakukan perilaku display merupakan bentuk strategi dalam
keberlangsungan hidupnya untuk dapat bereproduksi dengan memanfaatkan bulu
indah yang dimilikinya. McFarland (1987) dalam Dwisatya (2006) menyatakan
bahwa burung memiliki indera penglihatan dan pendengaran lebih berkembang
daripada indera penciuman, sehingga secara umum burung menarik pasangan
dengan tarian dan kicauan atau panggilan.
Perilaku display dilakukan sebagai strategi seleksi merak hijau guna
mendapatkan pejantan dan betina siap kawin yang berkualitas, sehingga
menghasilkan keturunan yang bermutu dengan tingkat keselamatan yang tinggi
maka akan terjamin keberlangsungan hidup keturunannya. Hal ini didukung oleh
pernyataan Dwisatya (2006) bahwa display sangat penting dalam pengenalan
intraspesies untuk menghindari perkawinan silang dan merupakan cara jantan
dalam menyebabkan kesiapan betina untuk melakukan kopulasi yang bertepatan
dengan terjadinya kopulasi yang memungkinkan berlangsungnya pembuahan.
Selain itu, percumbuan meminimalkan resiko perkawinan silang dan menjamin
40

perkawinan hanya terjadi dengan individu spesies yang sama (McFarland 1987
dalam Dwisatya 2006).
Merak hijau jantan akan melakukan perilaku display saat ada atau tidak
ada merak hijau betina di dekatnya, bahkan sering kali dilakukan di depan merak
hijau jantan lainnya. Pattaratuma (1977) menyebutkan bahwa saat awal musim
percumbuan merak hijau jantan akan berusaha mencari merak hijau betina, lalu
akan display setelah menemukannya. Hal ini dipertegas oleh Hernowo (1995)
bahwa merak hijau jantan berperilaku display ketika melihat merak hijau betina.
Maryanti (2007) berpendapat bahwa aktivitas display dilakukan apabila merak
hijau betina mendekat untuk menarik perhatiannya, namun terkadang juga
dilakukan di depan merak hijau jantan yang lain untuk menunjukkan
kejantanannya pada merak hijau jantan lain.
Saat melakukan display, merak hijau jantan akan mengkombinasikan
beberapa gerakan seperti berbalik, berputar dan menggerisikkan bulu hiasnya.
Hal ini merupakan strategi untuk menambah rangsangan seksual bagi merak hijau
betina yang berada didekatnya. Merak hijau jantan akan membelakangi merak
hijau betina yang diliriknya, kemudian akan membalikkan tubuhnya ketika merak
hijau betina mendekatinya, sehingga memberi kesan keterkejutan dengan
memperlihatkan bulu hias bagian depan yang indah penuh warna. Grzimek’s
(1972) menyatakan bahwa merak jantan tidak pernah merayu merak betina secara
langsung, tetapi segera membalikkan tubuhnya ketika merak betina mendekatinya.
Gerakan lain yang dilakukan merak hijau jantan saat display adalah
berputar dan menggerisikkan bulu hiasnya. Hal ini bertujuan agar bulu hiasnya
mendapatkan pencahayaan dari berbagai sudut, sehingga menambah keindahan
bulunya dari efek pencahayaan dan penggetaran bulu hias menambah indah akibat
ocelus yang terlihat banyak dan berkilauan. Anonim dalam Dwisatya (2006)
menyatakan bahwa struktur dua dimensi berlapis-lapis pada bulu hias merak
memiliki perbedaan luas antara lapisan satu dengan yang lainnya memantulkan
cahaya-cahaya yang berlainan, sehingga warna yang dihasilkan menjadi
bermacam-macam. Karena ini merupakan strategi merak hijau dalam hal
pewarisan kondisi tersebut kepada keturunannya, sehingga keturunannya akan
berhasil dalam bereproduksi.
41

Selama penelitian diketahui merak hijau jantan melakukan display pada


pukul 05.00-11.00 dan 14.00-18.00 WIB di TNAP, sedangkan di TNB
berlangsung pada pukul 04.00-09.00 dan 13.00-18.00 WIB. Hasil penelitan
lainnya menyebutkan bahwa di TNAP merak hijau jantan melakukan aktivitas
display pada pukul 06.00-09.30 dan 14.00-17.30 WIB (Maryanti 2007) serta pada
pukul 06.00-08.00 dan 16.00-17.00 WIB (Sativaningsih 2005). Waktu-waktu
yang digunakan merak hijau untuk melakukan aktivitas display merupakan waktu
di mana intensitas cahaya matahari banyak tetapi tidak panas. Hal ini bertujuan
supaya mendapatkan hasil maksimal dengan memamerkan bulu hiasnya yang
indah akibat terkena cahaya yang maksimal tanpa menghilangkan energi yang
berlebih akibat kepanasan.
Merak hijau lebih sering melakukan aktivitas display pada pagi hari
daripada sore hari. Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan energi yang
digunakan untuk melakukan aktivitas display. Pada waktu pagi, merak hijau
memiliki energi yang lebih besar serta kondisi intensitas cahaya maksimal dengan
angin yang tidak besar. Namun, di sore hari merak hijau jantan akan merasa lelah
setelah melakukan aktivitas di pagi dan siang hari, sehingga energinya berkurang
serta angin besar yang mengganggu kesempurnaan display.
Durasi rerata perilaku display pada beberapa tipe habitat di TNAP dan
TNB beragam. Sama halnya dengan hasil penelitian Maryanti (2007)
menyebutkan bahwa durasi aktivitas display merak hijau di TNAP dan TNB
beragam. Namun, hal ini tidak berarti tipe habitat mempengaruhi perilaku display.
Karena berdasarkan uji chi-square menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tab
baik di TNAP maupun TNB yang berarti tipe habitat tidak mempengaruhi
perilaku display. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi durasi aktivitas display,
seperti kondisi cuaca, keberadaan merak hijau betina dan keberadaan jantan
pesaing. Hernowo (1995) menyatakan bahwa perilaku display tidak hanya
dilakukan untuk menarik perhatian betina tetapi juga merupakan tanda pada jantan
lainnya pada saat sedang menunjukkan tariannya. Aktivitas ini berlangsung
selama 2-5 menit, tetapi aktivitas display yang bertujuan untuk menarik perhatian
betina bisa berlangsung lebih dari 7 menit bahkan sampai 30 menit.
42

Merak hijau jantan biasa melakukan aktivitas display pada areal yang lebih
terbuka dan datar dibandingkan dengan areal sekitarnya terkadang dengan
topografi yang lebih tinggi. Pemilihan tempat tersebut merupakan strategi merak
hijau jantan agar mudah terlihat oleh merak hijau betina dan dapat mengawasi
merak hijau jantan pesaingnya serta tempat terbuka lebih berpeluang untuk
didatangi oleh merak hijau betina. Maryanti (2007) menyebutkan biasanya merak
hijau jantan melakukan display di tempat terbuka dan terkena sinar matahari, hal
ini merupakan strategi merak hijau jantan untuk menghasilkan gradasi warna di
bulu hiasnya karena sinar matahari memiliki spektrum warna yang berbeda dan
bila mengenai suatu benda akan berubah warna. Winarto (1993) menyatakan
bahwa aktivitas tarian hanya dilakukan pada tempat-tempat yang terbuka di antara
waktu makan dan istirahat.
Areal terbuka yang dibutuhkan oleh merak hijau jantan minimal berukuran
dua kali panjang bulu hiasnya atau sekitar 3x3 meter. Areal terbuka tersebut
terkadang memiliki penutupan lahan berupa rerumputan, tumbuhan bawah
ataupun tanah. Ketinggian rumput dan tumbuhan bawah tempat merak hijau
jantan melakukan aktivitas display tidak akan melebihi tinggi kaki merak hijau
jantan tersebut. Sesuai dengan yang diungkapkan Winarto (1993), areal terbuka
tempat display berdiameter tiga meter dengan tidak ditumbuhi vegetasi pada
tingkat pohon, sapihan ataupun semak bahkan sering dilakukan di jalan-jalan
beraspal. Hal ini diikuti oleh Hernowo (1995) yang menyatakan merak memilih
tempat yang datar sebagai tempat menari, biasanya tempat ini pada daerah yang
sedikit berumput, semak dan beberapa pohon. Sativaningsih (2005) menjelaskan
bahwa merak hijau jantan di padang penggembalaan Sadengan memilih tempat
yang terbuka, bersih, tanahnya rata atau datar.

5.1.4 Perilaku Suara

Aktivitas bersuara dilakukan oleh merak hijau jantan dan betina baik
dewasa, remaja maupun anakan. Perilaku bersuara merak hijau merupakan
strategi dalam berkomunikasi, yaitu sebagai tanda keberadaaan dirinya maupun
satwaliar lainnya dan penandaan kematangan siap kawin. Suara sebagai salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perkawinan, karena suara sebagai
salah satu alat pemikat merak hijau jantan terhadap merak hijau betina.
43

Saat musim berbiak datang, merak hijau mengeluarkan suara khas yang
hanya dikeluarkan oleh jantan. Terdapat dua tipe suara yang menjadi ciri khas
musim berbiak, yaitu suara seperti kucing “ngeeyaaoow”; ”mahaaoow” atau
“eewaaoow” serta suara seperti rem kendaraan bermotor “sheeiikks”. Tipe suara
lain yang tercatat selama penelitian di TNAP dan TNB adalah “auwo”, “kokokok”,
“tk…tk…tk…”, “krooow”, “ngook” dan “wii…wii…wii…”. Total tipe suara
merak hijau yang ditemukan sebanyak delapan tipe suara.
Kedelapan tipe suara merak hijau yang tercatat pada saat penelitian
memiliki arti tersendiri untuk setiap tipe suaranya, yaitu:
1) Tipe I : “auwo”
Suara tipe I merupakan tipe suara umum yang dikeluarkan merak hijau, baik
merak hijau jantan maupun betina. Tipe suara ini bervariasi dari satu kali
hingga empat kali bersuara. Pengeluaran suara tipe I merupakan bentuk
ekspresi dari strategi merak hijau dalam memberi tanda akan keberadaannya
dan untuk mencari keberadaan individu lainnya. Seringkali merak hijau
bersuara “auwo” ketika terdengar suara lain yang mengejutkan atau ribut
tetapi tidak membahayakan, seperti suara gemuruh mesin pesawat terbang,
suara mesin dan klakson kendaraan bermotor serta suara satwaliar yang
berkelahi. Merak hijau betina lebih sering mengeluarkan suara variasi dua
kali (“auwo…auwo…”), yaitu terdengar 7.25 kali per individu per hari di
hutan tanaman jati Gunting dan 10.00 kali per individu per hari di savana
Bekol TNB, sedangkan merak hijau jantan lebih sering mengeluarkan suara
variasi tiga kali (“auwo…auwo…auwo…”), seperti yang terdengar di
padang rumput Sadengan TNAP sebesar 3.50 kali per individu per hari dan
sebanyak 3.82 kali per individu per hari di savana Bekol TNB (Tabel 2).
Tabel 2. Frekuensi suara tipe I di TNAP dan TNB per individu per hari
auwo 1x auwo 2x auwo 3x auwo 4x
Lokasi
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Sadengan 1.19 1.38 1.94 4.69 3.50 2.00 0.06 0.06
Gunting*) 0.38 1.56 0.25 7.25 2.94 0.38 0.69 0.00
Rowobendo 0.33 2.00 0.22 5.67 2.33 0.67 0.22 0.00
TNB
Bekol 0.36 0.45 0.36 10.00 3.82 0.09 0.00 0.00
Manting 0.20 0.80 0.00 9.70 0.30 0.10 0.00 0.00
Evergreen 0.00 0.00 0.00 9.80 0.20 0.00 0.00 0.00
Keterangan : ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan
44

2) Tipe II : “kokokok”
Secara umum, suara tipe II dikeluarkan oleh merak hijau saat terbang, baik
itu karena mendapat gangguan atau saat akan turun dari pohon maupun naik
ke pohon. Namun, suara ini dikeluarkan juga ketika pagi hari yaitu saat
bangun dari tidur serta dikeluarkan juga saat lari akibat dikejar individu lain
atau satwa lain dan dikeluarkan akibat merak hijau tersebut melihat individu
lain dalam keadaan bahaya. Suara tipe II ini lebih sering dikeluarkan oleh
merak hijau betina di TNAP, seperti merak hijau betina di padang rumput
Sadengan TNAP yang memiliki frekuensi 0.19 dan 1.50 kali per individu
per hari. Namun, di TNB suara tipe ini berimbang baik merak hijau jantan
maupun betina, seperti di hutan pantai Manting merak hijau jantan
mengeluarkan suara “auwo…kokokok” sebanyak 2.40 kali per individu per
hari, sedangkan merak hijau betina hanya 1.80 kali per individu per hari.
Hal ini berbalik jika dilihat di hutan evergreen, dimana merak hijau jantan
tidak bersuara namun merak hijau betina mengeluarkan suara
“auwo…kokokok” sebanyak 2.60 kali per individu per hari. Suara tipe II
memiliki variasi suara, yaitu gabungan antara suara tipe I dan II yang
berbunyi “auwo…kokokok”. Variasi “auwo…kokokok” ini memiliki
makna yang sama dengan suara “kokokok”, namun terkadang suara ini
digunakan untuk mengetahui individu lainnya. Variasi “auwo…kokokok”
lebih sering terdengar dibandingkan suara “kokokok” (Tabel 3).
Tabel 3. Frekuensi suara tipe II di TNAP dan TNB per individu per hari
kokokok auwo…kokokok
Lokasi
♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Sadengan 0.00 0.19 0.25 1.50
Gunting*) 0.06 0.50 0.63 1.25
Rowobendo 0.11 0.11 1.00 1.44
TNB
Bekol 0.36 0.18 1.64 1.27
Manting 0.00 0.00 2.40 1.80
Evergreen 0.00 1.80 0.00 2.60
Keterangan : ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

3) Tipe III : “tk…tk…tk…”


Suara tipe ini menunjukan bahwa merak hijau sedang mencurigai sesuatu,
tetapi kecurigaannya itu belum sampai pada taraf terganggu atau berbahaya
bagi dirinya. Aktivitas ini sering bersamaan dengan aktivitas makan sambil
45

berjalan. Tipe suara ini memiliki tiga variasi diantaranya “tk…tk…tk…”,


“tk…tk…tk…kokokok” dan “tk…tk…tk… krooow”. Tipe suara ini
dikeluarkan oleh merak hijau betina. Di TNAP, tipe suara III paling sering
terdengar di hutan tanaman jati Gunting, yaitu suara “tk…tk…tk…”, “tk…
tk…tk…kokokok” dan “tk…tk…tk…krooow” secara berurut sebanyak 0.31,
0.06 dan 0.56 kali per individu per hari. Suara tipe III di TNB lebih sering
terdengar di savana Bekol, yaitu sebanyak 0.91 dan 0.09 kali per individu
per hari untuk variasi “tk…tk…tk…” dan “tk…tk…tk… krooow” (Tabel 4).
Tabel 4. Frekuensi suara tipe III di TNAP dan TNB per individu per hari
tk…tk…tk… tk…tk…tk…kokokok tk…tk…tk…krooow
Lokasi
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Sadengan 0.00 0.19 0.00 0.06 0.00 0.44
Gunting*) 0.00 0.31 0.00 0.06 0.00 0.56
Rowobendo 0.00 0.11 0.00 0.00 0.00 0.22
TNB
Bekol 0.00 0.91 0.00 0.00 0.00 0.09
Manting 0.00 0.10 0.00 0.00 0.00 0.00
Evergreen 0.00 0.80 0.00 0.00 0.00 0.00
Keterangan : ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

4) Tipe IV : “krooow”
Suara tipe IV memiliki makna yang hampir sama dengan suara tipe III, yaitu
merupakan sinyal mencurigai sesuatu. Namun, tipe ini mengindikasikan
curiga terhadap suatu yang dapat membahayakannya. Variasi yang sering
terdengar dari tipe ini adalah suara “krooow” dibandingkan suara
“krooow…kokokok”. Hal ini terlihat di TNAP dan TNB, merak hijau
betina di kedua lokasi tersebut mengeluarkan variasi tipe suara tersebut,
yaitu di padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting sebanyak
0.19 kali per individu per hari, hutan Rowobendo sebanyak 0.22 kali per
individu per hari, savana Bekol sebanyak 0.09 kali per individu per hari
serta hutan pantai Manting dan hutan evergreen sebanyak 0.20 kali per
individu per hari (Tabel 5). Merak hijau jantan hanya terdengar di hutan
Rowobendo dan savana Bekol mengeluarkan suara “krooow…kokokok”
sebanyak 0.11 dan 0.18 kali per individu per hari.
46

Tabel 5. Frekuensi suara tipe IV di TNAP dan TNB per individu per hari
krooow krooow…kokokok
Lokasi
♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Sadengan 0.00 0.19 0.00 0.00
Gunting*) 0.00 0.19 0.00 0.06
Rowobendo 0.00 0.22 0.11 0.00
TNB
Bekol 0.00 0.09 0.18 0.18
Manting 0.00 0.20 0.00 0.20
Evergreen 0.00 0.20 0.00 0.00
Keterangan : ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

5) Tipe V : “ngook”
Suara tipe V memiliki makna beragam. Di TNAP, suara ini terdengar di
padang rumput Sadengan yang dikeluarkan oleh merak hijau betina yang
sedang jalan saat tertinggal oleh kelompoknya, yaitu sebayak 0.06 kali per
individu per hari. Untuk suara yang terdengar di hutan tanaman jati Gunting,
merak hijau jantan terlihat bersuara saat akan melakukan display sebanyak
0.19 kali per individu per hari, sedangkan merak hijau betina yang
mengeluarkan suara “ngook” terlihat sedang mengamati merak hijau betina
lainnya kawin sebanyak 0.19 kali per individu per hari. Di TNB, suara ini
dikeluarkan oleh merak hijau jantan saat akan melakukan display, yaitu
sebanyak 0.36 kali per individu per hari di savana Bekol dan di hutan pantai
Manting sebanyak 0.50 kali per individu per hari. Sementara itu, merak
hijau betina bersuara saat akan menuju bak minum di savana Bekol
sebanyak 0.09 kali per individu per hari dan sebanyak 0.10 kali per individu
per hari sedang berteduh di bawah pohon di hutan pantai Manting (Tabel 6).
Tabel 6. Frekuensi suara tipe V di TNAP dan TNB per individu per hari
ngook
Lokasi
♂ ♀
TNAP
Sadengan 0.00 0.06
Gunting*) 0.19 0.19
Rowobendo 0.00 0.00
TNB
Bekol 0.36 0.09
Manting 0.50 0.10
Evergreen 0.00 0.00
Keterangan : ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan
47

6) Tipe VI : “eewaaoow”
Tipe suara ini hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan pada saat musim
berbiak. Di TNAP, suara ini terdengar pada awal bulan September,
sedangkan di TNB terdengar pada bulan Oktober. Suara tipe VI bermakna
bahwa merak hijau jantan tersebut siap untuk kawin. Suara panggilan ini
dilakukan baik sedang display atau disela-sela aktivitas lain. Terdapat tiga
variasi dari tipe suara ini, yaitu “eewaaoow”, “maahaaoow” dan
“ngeeyaaoow”. Tipe suara ini paling sering terdengar di hutan tanaman jati
Gunting TNAP sebanyak 1.56 sampai 5.50 kali per individu per hari,
sedangkan di TNB suara ini lebih sering terdengar di hutan pantai Manting,
yaitu sebanyak 10.30 kali per individu per hari (Tabel 7).
Tabel 7. Frekuensi suara tipe VI di TNAP dan TNB per individu per hari
Lokasi eewaaoow maahaaoow ngeeyaaoow
TNAP
Sadengan 0.56 0.38 2.44
Gunting*) 3.38 1.56 5.50
Rowobendo 2.67 1.22 4.33
TNB
Bekol 6.27 4.64 4.55
Manting 10.30 6.90 6.60
Evergreen 6.40 6.20 6.20
Keterangan : *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

7) Tipe VII : “sheeiikks”


Tipe suara ini merupakan suara khas yang dikeluarkan pada musim berbiak
selain suara tipe VI. Suara tipe ini lebih dapat dijadikan sebagai patokan
kematangan seksual merak hijau jantan, karena selama penelitian suara ini
hanya terdengar dari merak hijau jantan yang kawin. Suara tipe VII
dikeluarkan pada saat merak hijau jantan akan naik ke atas punggung merak
hijau betina dan saat merak hijau melakukan aktivitas display. Di TNAP,
suara “sheeiikks” terdengar di padang rumput Sadengan sebanyak 0.38 kali
per individu per hari dan hutan tanaman jati Gunting sebanyak 0.13 kali per
individu per hari. Di kedua lokasi tersebut hanya terdengar saat kawin,
yaitu saat merak hijau jantan akan naik ke atas ke punggung merak hijau
betina. Namun, suara “sheeiikks” di TNB terdengar saat display dan kawin,
yaitu di savana Bekol sebanyak 0.45 kali per individu per hari dan di hutan
pantai Manting sebanyak 1.70 kali per individu per hari (Tabel 8).
48

Tabel 8. Frekuensi suara tipe VII di TNAP dan TNB per individu per hari
Lokasi sheeiikks
TNAP
Sadengan 0.38
Gunting*) 0.13
Rowobendo 0.00
TNB
Bekol 0.45
Manting 1.70
Evergreen 0.00
Keterangan : *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

8) Tipe VIII : “wi…wi…wi…”


Suara tipe VIII merupakan suara yang dikeluarkan oleh anakan merak hijau.
Suara “wi…wi…wi…” adalah suara pertama yang dikeluarkan oleh merak
hijau saat keluar dari cangkang telurnya. Suara tipe ini hanya terdengar di
TNB, yaitu hasil sitaan petugas dari pencari telur merak hijau.

Secara umum, perilaku suara merak hijau merupakan perilaku pembuka


dan penutup aktivitas hariannya. Merak hijau bersuara di TNAP dimulai pada
pukul 04.00 sampai dengan 18.00 WIB, sedangkan di TNB merak hijau bersuara
dimulai dari pukul 03.00 sampai dengan 18.00 WIB (Gambar 16 dan 17). Di
TNAP, merak hijau lebih sering bersuara pada pagi hari dari pukul 05.00-08.00
WIB dan sore hari pada pukul 14.00-18.00 WIB, sedangkan merak hijau di TNB
bersuara pada pagi hari dari pukul 04.00-07.00 WIB dan sore hari pada pukul
14.00-18.00 WIB.
Suara “auwo” lebih banyak terdengar pada pukul 05.00 WIB dan 17.00
WIB (ke atas) di TNAP dan TNB. Merak hijau jantan di TNAP memiliki
frekuensi seimbang antara suara “auwo” dan “eewaaoow” (Gambar 16b).
Berbeda dengan merak hijau jantan di TNB yang memiliki frekuensi suara
“eewaaoow” lebih banyak dibandingkan suara “auwo”(Gambar 17b). Selain itu,
suara “eewaaoow” di TNAP lebih banyak terdengar pada pukul 07.00 WIB
sedangkan di TNB suara “eewaaoow” lebih banyak terdengar pada pukul 05.00
WIB.
Suara “tk…tk…tk…” merupakan tipe suara yang dikeluarkan oleh merak
hijau betina, karena merak hijau betina hidup berkelompok, sehingga saling
mengingatkan akan bahaya yang datang. Suara ini paling banyak terdengar pada
pukul 06.00 WIB baik di TNAP maupun TNB (Gambar 16a dan 17a). Hal ini
49

berkaitan dengan aktivitas manusia dan satwa lain mulai beraktivitas pada tempat
yang sama.
Tipe suara “kokokok” di TNAP terdengar mulai pukul 04.00-08.00 WIB
pada pagi hari dan 16.00-18.00 WIB pada sore hari untuk merak hijau betina,
sedangkan merak hijau jantan bersuara pada pagi hari pukul 05.00-07.00 WIB dan
sore hari pukul 14.00-18.00 WIB (Gambar 16). Di TNB tipe suara “kokokok”
terdengar pada pagi hari pukul 04.00-08.00 WIB dan pukul 14.00-18.00 WIB
pada sore hari baik merak hijau jantan maupun merak hijau betina (Gambar 17).
Tipe suara “sheeiikkss” terdengar di TNAP dan TNB (Gambar 16b dan
17b). Di TNAP, suara tersebut hanya terdengar di pagi hari berkisar pada pukul
04.00, 05.00 dan 07.00 WIB. Sementara itu, suara “sheeiikks” terdengar pada
pagi dan sore hari di TNB. Pagi hari hari suara tersebut terdengar pada pukul
04.00-06.00 WIB, sedangkan sore hari suara “sheeiikks” terdengar pada pukul
15.00 WIB saja.
Aktivitas suara merak hijau pada pukul 10.00-13.00 WIB baik di TNAP
maupun TNB merupakan frekuensi terendah (Gambar 16 dan 17). Hal ini
berkaitan dengan aktivitas istirahat yang dilakukannya pada selang waktu
tersebut, sehingga merak hijau mengurangi bersuara agar keberadaannya tidak
diketahui oleh predator. Tipe suara yang terdengar pada selang waktu tersebut
antara lain, tipe suara “auwo”, “kokokok” dan “eewaaoow”. Dari ketiga tipe
suara tersebut merak hijau betina yang sering mengeluarkan suara “auwo” pada
selang waktu siang hari dari pukul 10.00-13.00 WIB.
Tipe suara “krooow” hanya dikeluarkan oleh merak hijau betina baik di
TNAP maupun TNB (Gambar 16 dan 17). Suara “krooow” frekuensi tertinggi di
TNAP terjadi hanya pada pagi hari pada pukul 05.00 dan pukul 07.00 WIB. Di
TNB, tipe suara “krooow” terdengar di pagi hari pada pukul 05.00-06.00 WIB dan
sore hari pada pukul 15.00 dan pukul 17.00 WIB.
50

1.8
Rerata frekuensi per hari 1.6

1.4

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

Waktu (WIB)
auwo kokokok tk…tk…tk… krooow ngook
(a)
1.8

1.6
Rerata frekuensi per hari

1.4

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

Waktu (WIB)
auwo kokokok tk…tk…tk… krooow ngook eewaaoow sheeiikks
(b)
Gambar 16. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku suara merak
hijau di TNAP; (a) merak hijau betina, (b) merak hijau jantan
51

2.5

Rerata frekuensi per hari 2

1.5

0.5

Waktu (WIB)
auwo kokokok tk…tk…tk… krooow ngook
(a)
5

4.5

4
Rerata frekuensi per hari

3.5

2.5

1.5

0.5

Waktu (WIB)
auwo kokokok tk…tk…tk… krooow ngook eewaaoow sheeiikks
(b)
Gambar 17. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku suara merak
hijau di TNB; (a) merak hijau betina, (b) merak hijau jantan

Tipe suara yang terdengar memiliki jumlah yang berbeda di tiap habitat.
Tipe suara terlengkap terdengar di savana (Gambar 18). Hutan Rowobendo
merupakan tipe habitat yang memiliki jumlah dan frekuensi tipe suara terendah
per harinya dibandingkan tipe habitat lainnya. Tipe suara “auwo” frekuensi
52

paling banyak terdengar di savana. Frekuensi tipe suara “tk…tk…tk…”


terbanyak di hutan tanaman jati dan savana sebanyak 1.00 kali per hari.
Sementara itu, tipe suara “eewaaoow” dan tipe suara “sheeiikks” frekuensi
terbanyak terdengar di hutan pantai.
25.00
Rerata frekuensi per hari

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
auwo kokokok tk…tk…tk… krooow ngook eewaaoow sheeiikks
Gambar 18. Grafik frekuensi harian perilaku suara merak hijau di beberapa tipe
habitat di TNAP dan TNB

Hasil uji chi-square terhadap tipe suara merak hijau menunjukkan bahwa
di TNAP yang diwakili dengan tipe habitat padang rumput, hutan tanaman jati
dan hutan Rowobendo memiliki nilai ( χ = 3.796, P = 9.210). Hal ini
menunjukkan bahwa frekuensi tipe suara akan sama pada tipe habitat yang
berbeda. Di TNAP, frekuensi tipe suara yang terdengar di padang rumput
Sadengan, areal tumpangsari, dan hutan Ngagelan memiliki peluang yang sama.
Berbeda halnya di TNB yang diwakili dengan tipe habitat savana, hutan pantai
dan evergreen memiliki pengaruh terhadap aktivitas bersuara merak hijau (χ =
73.466, P < 0.01). Frekuensi suara merak hijau akan berlainan pada setiap tipe
habitat yang berbeda di TNB, dalam hal ini pada habitat savana Bekol, hutan
pantai Manting dan hutan evergreen.
Suara merupakan strategi merak hijau untuk saling berkomunikasi antar
individu untuk menandai dan mengetahui keberadaan. Frekuensi suara merak
hijau di TNAP berpeluang sama karena merak hijau di TNAP akan berkumpul di
53

areal terbuka pada habitat padang rumput, hutan tanaman jati dan hutan alam
untuk beraktivitas sepanjang hari selama musim berbiak. Berbeda halnya dengan
merak hijau di TNB yang hidup menyebar luas pada habitat yang relatif terbuka.
Sebanyak 40% kawasan TNB adalah savana (BTNB 2007). Dapat dikatakan
perilaku suara merupakan strategi merak hijau di TNB untuk menemukan individu
lainnya, terutama merak hijau jantan dalam mencari merak hijau betina di saat
musim berbiak.
Suara sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
perkawinan, karena suara sebagai salah satu alat pemikat dan pengenal
karakteristik diri bagi merak hijau jantan terhadap merak hijau betina. Seperti
yang diungkapkan Pough et al. (1979) dalam Dwisatya (2006) bahwa aktivitas
suara berfungsi sebagai alat pemikat merak betina, melalui suara merak jantan
berupaya menunjukkan keberadaannya, selain itu kicauan atau nyanyian dapat
menunjukkan spesies, jenis kelamin dan teritori serta mungkin memberitahu
kecakapannya yang dapat digunakan dalam memperoleh pasangan.
Hernowo (1995) menyebutkan bahwa merak hijau jantan mengeluarkan
suara khas saat musim kawin. Pattaratuma (1977) menyatakan saat musim kawin
merak jantan mengeluarkan suara “kay-yaw, kay-yaw, kay-yaw” serta saat bulan
kawin mengeluarkan suara “kay-yaw, ngaa…aw”. Selama penelitian terdapat dua
tipe suara yang menjadi ciri khas musim berbiak, yaitu suara seperti kucing
“ngeeyaaoow”; ”mahaaoow” atau “eewaaoow” serta suara seperti rem kendaraan
bermotor “sheeiikks”. Immelman (1983) menyatakan bahwa satwa mengeluarkan
suara-suara yang khas atau dikenal dengan auditory atraction.
Tipe suara VI telah banyak diterangkan oleh beberapa penelitian
sebelumnya sebagai penanda musim kawin. Jenis suara khas saat musim kawin
yang dikeluarkan oleh merak hijau adalah “ngeeyaaoow...ngeeyaaoow... atau
eewaaaoow...eewaaaoow...” (Winarto 1993; Hernowo 1995; Maryanti 2007).
Namun, tipe suara VII atau “sheeiikks” belum pernah tercatat sebagai jenis suara
merak hijau. Tipe suara ini sering dianggap sebagai suara yang dikeluarkan akibat
merak hijau jantan menggerisikkan bulu hiasnya, padahal suara ini terdengar saat
merak hijau jantan akan naik ke atas punggung betina (akan terjadi kopulasi). Hal
ini membuat tipe suara tersebut dapat dijadikan sebagai ciri khas merak hijau
54

jantan siap kawin. Karena berdasarkan penelitian Dwisatya (2006) yang


dilakukan di taman burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menyebutkan
merak jantan mengeluarkan vokalisasi “ngiiikk…” sebagai tipe suara kopulasi
saat merak betina berdiri di depanya dan duduk di tanah sebagai tanda bahwa
merak jantan siap untuk kopulasi.
Tercatat delapan tipe suara saat pengamatan di TNAP dan TNB. Suara-
suara yang terdengar tersebut merupakan alat komunikasi antar merak hijau baik
dewasa atau anakan. Perilaku bersuara bisa dilakukan oleh semua individu merak
hijau jantan dan betina (baik dewasa maupun remaja) bahkan anakan (Winarto
1993; Hernowo 1995; Maryanti 2007). Tipe suara I merupakan tipe suara yang
lebih sering terdengar di beberapa tipe habitat baik di TNAP maupun TNB.
Karena tipe suara I merupakan tipe suara umum yang dikeluarkan oleh seluruh
struktur umur merak hijau. Hernowo (1995), Sativaningsih (2005) dan Maryanti
(2007) menyebutkan jenis suara umum merak hijau adalah “auwo”. Tipe suara
“auwo” merupakan suara umum untuk komunikasi antar merak hijau (Hernowo
1995). Secara umum, merak hijau jantan lebih sering mengeluarkan suara
daripada merak hijau betina. Grizemks (1972) bahwa kedua jenis kelamin sama-
sama menghasilkan suara namun merak jantan melakukannya lebih sering
dibandingkan dengan merak betina.
Secara keseluruhan merak hijau mengeluarkan suara sejak bangun dari
tidurnya hingga kembali tidur baik di TNAP maupun TNB. Selama pengamatan
merak hijau di TNAP bersuara dari pukul 04.00 hingga 18.00 WIB, sedangkan di
TNB merak hijau bersuara sejak pukul 03.00 hingga 18.00 WIB. Karena perilaku
bersuara merupakan salah satu perilaku sosial dalam rangka untuk menjalin
komunikasi antar individu dan antar kelompok (Winarto 1993).
Walaupun merak hijau melakukan aktivitas bersuara seharian, baik di
TNAP maupun TNB frekuensi bersuara merak hijau berbeda-beda di setiap
waktunya. Suara merak hijau lebih terdengar saat pagi dan sore hari dibandingkan
siang hari. Waktu bersuara merak hijau di TNAP untuk pagi hari pukul 05.00-
09.00 WIB dan sore hari pukul 15.00-18.00 WIB (Maryanti 2007). Namun di
TNB waktu bersuara merak hijau untuk pagi hari pada pukul 04.50-07.45 WIB
(Winarto 1993), 05.00-08.00 WIB (Hernowo 1995) dan 05.00-09.00 WIB
55

(Maryanti 2007), sedangkan untuk sore hari pada pukul 16.00-18.00 WIB
(Winarto 1993; Hernowo 1995) dan 14.00-18.00 WIB (Maryanti 2007). Pada
siang hari merak hijau lebih banyak berteduh untuk istirahat, sehingga jarang
mengeluarkan suara untuk menghindari predator dan pengganggu lainnya.
Frekuensi perilaku bersuara yang dikeluarkan merak hijau berbeda-beda
pada setiap tipe habitat terutama antara lokasi TNAP dan TNB. Merak hijau TNB
lebih sering terdengar bersuara daripada merak hijau TNAP. Hal ini tidak
terpengaruhi oleh habitat TNB yang memiliki tajuk renggang sedangkan TNAP
bertajuk rapat. Namun, dipengaruhi oleh keberadaan individu merak itu sendiri.
Merak hijau TNAP saat musim kawin terkonsentrasi pada areal terbuka seperti
padang rumput dan areal tumpangsari sebagai tempat konsentrasi makan,
sedangkan merak hijau TNB memiliki pola tersebar dan hanya berkumpul saat
akan minum. Hal tersebut menyebabkan merak hijau TNB lebih sering
mengeluarkan suara sebagai strategi untuk mengetahui keberadaan individu lain
serta memberitahu keberadaannya.
Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan frekuensi suara adalah
keberadaan satwaliar lainnya. Karena beberapa tipe suara dikeluarkan ketika
terjadi gangguan atau kecurigaan terhadap sesuatu. Merak hijau bersuara untuk
berkomunikasi dengan sesama jenisnya baik untuk menandakan keberadaan,
mencurigai sesuatu atau suara yang menandakan keterkejutan (Maryanti 2007).
Frekuensi perilaku bersuara merak hijau di TNAP tidak dipengaruhi oleh tipe
habitat tetapi frekuensi suara di TNB dipengaruhi oleh tipe habitat. Hal ini
dikarenakan habitat di TNB yang menyediakan tempat terbuka yang luas
membuat merak hijau hidup secara menyebar tidak seperti di TNAP yang hidup
secara mengelompok.

5.1.5 Perilaku Kawin

Perilaku kawin merupakan ekspresi dari satu atau dua individu yang saling
tertarik untuk melakukan aktivitas seksual. Perilaku kawin merak hijau terjadi
saat merak hijau betina menerima percumbuan dari merak hijau jantan. Secara
umum, tahapan perilaku kawin diawali dengan tanda kesediaan dan kesiapan dari
merak hijau betina untuk melakukan kopulasi yang diawali dengan posisi
mendekam di depan merak hijau jantan dengan posisi membelakanginya. Setelah
56

merak hijau betina mendekam, merak hijau jantan akan maju mendekat untuk naik
di atas punggung merak hijau betina dengan diawali dengan suara “sheeiikks”.
Saat di atas punggung, merak hijau jantan akan bergerak ke kiri dan ke kanan agar
mendapatkan posisi yang sempurna untuk melakukan kopulasi. Setelah terjadi
kopulasi merak hijau jantan akan turun dari punggung merak hijau betina dengan
cara jalan mundur dan bergerak menjauh dari merak hijau betina.
Merak hijau memiliki beberapa pola dalam berperilaku kawin. Perilaku
kawin merak hijau ada yang didahului dengan aktivitas display maupun tanpa
display. Perilaku kawin tanpa display terjadi setelah merak hijau jantan turun dari
pohon tidurnya, lalu diawali dengan bersahutan suara dengan merak hijau betina
(Gambar 19a). Bersahutan suara hanya berlangsung dalam hitungan menit, lalu
merak hijau betina meluncur turun ke arah tempat merak hijau jantan berada
(Gambar 19b). Merak hijau jantan berlari mendekat ke tempat mendarat merak
hijau betina dengan posisi leher tegak lurus dan kepala digoyangkan ke depan ke
belakang serta sesekali melakukan lompatan rendah hingga merak hijau betina
mendarat di dekat merak hijau jantan (Gambar 19c).
Saat mendarat merak hijau betina akan merundukkan badan sambil
menekuk kaki (posisi mendekam) ketika merak hijau jantan mendekatinya, setelah
itu merak hijau jantan akan naik ke atas punggung merak hijau betina (Gambar
19d dan 19e). Dalam posisi di atas punggung merak hijau betina, merak hijau
jantan akan mendekam dan merapat sambil menghentak-hentakkan kaki dan
merentangkan sayap ke bawah serta bulu hiasnya untuk memantapkan posisi agar
seimbang (Gambar 19f dan 19g). Setelah posisi ideal, merak hijau betina akan
mengangkat bulu ekornya dan merak hijau jantan akan menurunkan bulu ekor dan
bulu hiasnya untuk menempelkan anus ke dubur merak hijau betina (kopulasi)
dengan memiringkan badan ke kiri atau ke kanan (Gambar 19h).
Merak hijau jantan akan kembali pada posisi awal saat pertama naik ke
punggung merak hijau betina setelah kopulasi dan perlahan turun dari punggung
merak hijau betina lalu lari menjauh dari merak hijau betina (Gambar 19i, 19j, 19k
dan 19l). Setelah merak hijau jantan turun dari punggungnya, merak hijau betina
akan melanjutkan aktivitas lain baik menelisik maupun makan. Pada pola
perilaku kawin tersebut terdapat variasi akhir dari merak hijau jantan, yaitu merak
57

hijau jantaan akan meelanjutkan dengan


d aktiivitas displaay untuk m
menarik perh
hatian
merak hijjau betina lainnya atau
a melanjjutkan denngan aktivittas makan atau
menelisik..

(a) (b
b) (c)

(d) (e)) (f)

(g) (h
h) (i)

(j) (k
k) (l)
Gambar 19. Tata uruutan perilakuu kawin meerak hijau jaantan di paddang rumputt
Sadengaan TNAP taanpa perilak ku display: (a)
( bersuaraa, (b) berlarii,
(c) menddekat, (d) naik,
n (e)-(f)--(g) mengatuur posisi, (hh) kopulasi
(i)-(j)-(kk) turun dann (l) mening ggalkan merrak hijau betina.

Pola perilaku kawin lainnnya adalah perilaku kaawin yang ddidahului deengan
aktivitas display
d yanng dilakukaan merak hijau
h jantann untuk meenarik perh
hatian
merak hijaau betina. Pola ini diaawali dengaan aktivitas display meerak hijau jantan
ketika meelihat kelom
mpok meraak hijau betina,
b lalu merak hijjau betina akan
mendekatii merak hijaau jantan teersebut. Meerak hijau jaantan akan m
menari berp
putar-
putar mem
mperlihatkan keelokann tariannya dan merak hijau betinna akan berrputar
mengelilinngi merak hijau
h tersebbut hingga salah satu merak hijaau betina teertarik
58

dan menerima ajakan kawin dari merak hijau jantan, yang ditandai dengan
mendekamnya merak hijau betina dihadapan merak hijau jantan (Gambar 20a, 20b
dan 20c).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k) (l)


Gambar 20. Tata urutan perilaku kawin merak hijau jantan di padang rumput
Sadengan TNAP diawali dengan perilaku display: (a) display,
(b) betina tertarik, (c) betina mendekam, (d) jantan naik, (e)-(f)-(g)
mengatur posisi, (h) kopulasi, (i)-(j) jantan turun, (k)-(l) display
kembali.

Ketika merak hijau betina mendekam, merak hijau jantan melangkah ke


depan naik ke atas punggung merak hijau betina dan menyeimbangkan tubuh pada
posisi ideal dengan bantuan dari bulu hias dan sayap yang diturunkan ke bawah
(Gambar 20d dan 20e). Setelah posisi seimbang dan ideal, merak hijau jantan
akan menurunkan bulu ekor dan bulu hiasnya agar dapat menempelkan anusnya
ke dubur merak hijau betina (kopulasi) dengan cara memiringkan tubuh ke kiri
59

dan ke kanan untuk menyempurnakan kopulasi (Gambar 20f dan 20g). Kopulasi
terjadi dengan ditandai bulu hias direbahkan hingga menyentuh tanah (Gambar
20h).
Proses kopulasi merak hijau sangat cepat, lalu merak hijau jantan akan
menyeimbangkan tubuhnya kembali dan turun dari punggung merak hijau betina
dengan posisi bulu hias tetap terbuka lebar serta merak hijau betina berdiri dan
pergi meninggalkan kerumunan (Gambar 20i, 20j dan 20k). Merak hijau jantan
melakukan display terhadap merak hijau betina lainnya setelah proses kopulasi
terjadi (Gambar 20l). Pola perilaku kawin ini memiliki variasi di akhir aktivitas
seperti pola sebelumnya, yaitu setelah kopulasi merak hijau jantan akan
melakukan display atau melakukan aktivitas lainnya seperti makan maupun
menelisik.
Hanya ditemukan enam merak hijau jantan yang kawin dari populasi rerata
merak hijau di TNAP dan TNB secara berurut adalah sebesar 76.5 dan 61.8
individu (Risnawati 2007). Merak hijau yang melakukan perkawinan ialah tiga
merak hijau jantan di TNAP dan tiga merak hijau jantan lainnya di TNB. Setiap
merak hijau jantan yang kawin memiliki strategi yang berbeda dalam menarik
perhatian merak hijau betina.
Di padang rumput Sadengan terdapat lima individu merak hijau jantan
dewasa (Risnawati 2007). Namun hanya dua individu yang melakukan aktivitas
perkawinan, satu individu melakukan kopulasi sebanyak enam kali dan yang
lainnya satu kali kopulasi selama pengamatan. Merak hijau jantan yang
melakukan enam kali kopulasi merupakan merak hijau jantan dominan yang
menguasai sebagian besar luasan areal padang rumput Sadengan terutama pada
tempat makan dan minum merak hijau betina, sehingga merak hijau jantan
tersebut memiliki peluang lebih besar untuk melakukan kopulasi karena setiap
merak hijau jantan lain datang ke arealnya akan diusir pergi.
Populasi merak hijau jantan dewasa di hutan tanaman jati Gunting
sebanyak tiga individu (Risnawati press.com. 2007). Selama pengamatan hanya
terlihat satu individu yang melakukan perkawinan. Hal ini dikarenakan merak
hijau jantan di hutan tanaman jati Gunting tersebut melakukan pengaturan jarak
(distance mechanisme) antar sesama. Jarak antar merak hijau jantan lebih dari
60

200 m menjadikan peneliti sulit mengamati merak hijau jantan lainnya, dimana
kondisi lokasi berupa tumpangsari dengan tegakan jati dan tumbuhan bawah yang
cukup lebat, sehingga membatasi jarak pandang. Namun terdengar juga suara
“sheeiikks” di lokasi merak hijau jantan lainnya, hal ini diduga bahwa merak hijau
jantan lain pun melakukan perkawinan.
Merak hijau jantan di TNB memiliki strategi yang tidak jauh berbeda
dengan merak hijau jantan di TNAP. Di savana Bekol terdapat dua individu
merak hijau jantan yang melakukan kopulasi. Merak hijau jantan yang satu
menguasai bak minum buatan dan merak hijau jantan lainnya menguasai jalur
perlintasan merak hijau betina menuju bak minum buatan. Sementara itu, merak
hijau jantan di hutan pantai Manting melakukan strategi menjaga jarak (distance
mechanisme) antar sesama.
Dari enam merak hijau jantan yang ditemukan berbiak terlihat bahwa
perkembangbiakan merak hijau yang dimulai dari percumbuan sampai terjadinya
kopulasi dilakukan pada waktu pagi hari berkisar antara pukul 04.00-08.00 WIB.
Di TNAP ditemukan tiga merak hijau jantan berbiak, yaitu dua merak hijau jantan
di padang rumput Sadengan dan satu merak hijau jantan di hutan tanaman jati
Gunting. Kisaran waktu kopulasi di TNAP antara pukul 04.00-08.00 WIB (Tabel
9). Di hutan tanaman jati Gunting waktu terjadinya kopulasi relatif lebih siang di
bandingkan waktu kopulasi di padang rumput Sadengan, yaitu pukul 07.47 dan
07.57 WIB.
Tabel 9. Waktu terjadinya kopulasi merak hijau di TNAP dan TNB
Waktu Kopulasi (WIB)
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
TNAP 05.20 06.01 04.48 05.02 05.16 05.07 05.33 07.47 07.57
TNB 05.34 05.56 04.55 05.09 05.24 05.33 05.54
Keterangan: Pasangan TNAP 1-6 (jantan I) dan pasangan TNAP 7 (jantan II) di padang rumput Sadengan;
Pasangan TNAP 8-9 (jantan III) di hutan tanaman jati Gunting; Pasangan TNB 1-4 (jantan I) di
hutan pantai Manting; Pasangan TNB 5 (jantan II) dan pasangan TNB 6-7 (jantan III) di savana
Bekol

Aktivitas kopulasi di TNB terlihat di hutan pantai Manting dan savana


Bekol. Di TNB merak hijau yang kawin memiliki sebaran waktu kopulasi yang
tidak berbeda jauh di tiap lokasinya, yaitu 04.00-06.00 WIB (Tabel 9).
Ditemukan tiga merak hijau jantan yang kopulasi, yaitu dua merak hijau jantan di
savana Bekol dan satu merak hijau jantan di hutan pantai Manting. Di hutan
61

pantai Manting lebih banyak terlihat merak hijau yang kopulasi dibandingkan di
savana Bekol, yaitu terjadi pada pukul 05.34 WIB, 05.56 WIB, 04.55 WIB dan
05.54 WIB.
Perilaku kawin merak hijau berdurasi sangat singkat. Durasi setiap lokasi
berbeda-beda baik di TNAP maupun TNB (Tabel 10). Di TNAP, merak hijau
memiliki durasi perilaku kawin relatif seragam, yaitu sebesar 13 detik/hari di
padang rumput Sadengan dan 11 detik/hari di hutan tanaman jati Gunting.
Dengan variasi durasi padang rumput Sadengan yang lebih beragam daripada
hutan tanaman jati Gunting.
Hutan pantai Manting memiliki durasi terlama, yaitu sebesar 18 detik/hari,
jika dibandingkan dengan savana Bekol di TNAP yang hanya sebesar 10
detik/hari. Hal ini berbanding lurus dengan ragam waktu perilaku kawin yang
dimiliki kedua lokasi tersebut. Hal ini menandakan bahwa penggunaan waktu
perilaku kawin di hutan pantai Manting lebih beragam atau bervariasi daripada
savana Bekol. Nilai durasi rerata aktivitas kawin yang dimiliki merak hijau di
hutan pantai Manting bernilai dua kali lipat dari durasi rerata merak hijau, hal ini
dikarenakan selama pengamatan merak hijau di hutan pantai Manting melakukan
perkawinan rerata dua kali per hari.
Tabel 10. Rekapitulasi durasi perilaku kawin merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 13 23 8 18
Hutan tanaman jati Gunting *) 11 2 10 12
Hutan Rowobendo 0 0 0 0
TNB
Savana Bekol 10 0 9 10
Hutan pantai Manting 18 2 17 19
Hutan evergreen 0 0 0 0
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Frekuensi aktivitas kawin merak hijau di TNAP tidak terpengaruh dengan


tipe habitat baik padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo ( χ = 0.117, P = 9.210). Begitu pula dengan lamanya merak hijau di
TNAP melakukan aktivitas kawin tidak terpengaruh oleh tipe habitat ( χ = 0.010,
P = 9.210). Akan tetapi selama pengamatan merak hijau lebih sering dijumpai
sedang kawin di padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting.
62

Sedangkan, di hutan Rowobendo tidak dijumpai meskipun lokasinya cukup


memadai. Hal ini disebabkan oleh frekuensi merak hijau pergi ke hutan
Rowobendo cukup sedikit. Merak hijau lebih terfokus di padang rumput dan
hutan tanaman jati yang memiliki tempat terbuka yang lebih berpeluang
dikunjungi oleh merak hijau betina.
Merak hijau melakukan aktivitas kawin di TNB selama pengamatan hanya
dijumpai di savana Bekol dan hutan pantai Manting. Namun frekuensi dan
lamanya aktivitas kawin merak hijau tidak berpengaruh nyata oleh tipe habitat di
TNB ( χ = 0.343, P = 9.210) dan ( χ = 0.034, P = 9.210). Di hutan evergreen
tidak ditemukan merak hijau yang melakukan kawin karena banyaknya aktivitas
manusia yang melewati akses jalan utama yang membelah hutan evergreen baik
petugas, pekerja dan pengunjung, sehingga merak hijau di hutan evergreen sulit
dijumpai akibat peka terhadap aktivitas manusia.
Proses kawin (kopulasi) terjadi ketika merak hijau betina menerima rayuan
dari merak hijau jantan. Grizemks (1972) menyatakan bahwa kopulasi tidak akan
terjadi tanpa ada persetujuan dari merak betina. Tahap awal kopulasi terjadi
ketika merak hijau betina mendekam di depan merak hijau jantan, lalu merak
hijau jantan naik ke atas punggung merak hijau betina. Kemudian merak hijau
jantan akan mematuk kepala merak hijau betina dengan tujuan memberikan
ketenangan serta dengan mengatur posisi anus merak jantan terhadap dubur merak
betina maka terjadilah kopulasi. Hidayat (1996) dalam Ayat (2002) menyatakan
perilaku kawin ditandai dengan terjadinya kopulasi yaitu mulai naiknya jantan ke
atas betina dengan posisi jantan mematuk kepala betina.
Perilaku kawin merak hijau dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul 04.00-
08.00 WIB di TNAP dan pukul 04.00-06.00 WIB di TNB. Hal ini disebabkan
kondisi lingkungan yang mendukung seperti cahaya yang cerah dan hangat, angin
tidak kencang serta kondisi tubuh yang masih bugar setelah istirahat semalaman.
Dwisatya (2006) menyatakan bahwa kopulasi lebih banyak terjadi pada pagi hari
karena pada pukul 13.00-16.00 matahari lebih cepat redup dan tenaga telah
banyak digunakan untuk beraktivitas sepanjang pagi hingga siang.
Tempat terjadinya proses perkawinan merupakan tempat biasa merak hijau
jantan tersebut melakukan aktivitas display dan tempat yang telah dikuasainya
63

sejak awal musim berbiak hingga berakhirnya musim berbiak. Tempatnya berupa
areal terbuka dan bersih dari tumbuhan bawah. Selama pengamatan ditemukan
sebanyak tiga merak hijau jantan di TNAP dan tiga merak hijau jantan di TNB
yang melakukan aktivitas perkawinan. Strategi yang digunakan merak hijau
jantan di kedua lokasi tersebut memiliki kesamaan yaitu menguasai sumberdaya
(pakan atau minum), sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk kawin.
Wilayah yang dikuasainya hanya sesaat atau half-time territory yaitu penguasaan
wilayah teritori hanya pada saat musim berbiak saja. McFarland (1987) dalam
Dwisatya (2006) menyatakan bahwa betina akan memilih jantan yang teritorinya
kaya pakan dan tempat bersarang yang memadai.
Proses kopulasi merak hijau sangat cepat baik di TNAP maupun TNB,
yaitu berdurasi rerata 10-19 detik. McFarland (1993) menyatakan bahwa kopulasi
pada jenis burung berlangsung singkat. Hasil penelitian Dwisatya (2006) di TMII
mendapatkan proses kopulasi secara keseluruhannya berlangsung singkat, hanya
dalam hitungan detik yaitu antara 9-24 detik. Durasi maupun frekuensi aktivitas
kawin sama pada beberapa tipe habitat baik di TNAP maupun TNB. Hal ini
dipertegas dengan hasil uji chi-square yang menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil
dari χ2 tab berarti perilaku kawin tidak dipengaruhi oleh tipe habitat. Faktor yang
mempengaruhi proses perkawinan, diantaranya:
1) Keadaan cuaca,
2) Kecepatan angin,
3) Aktivitas satwa lain,
4) Faktor internal merak hijau (kesiapan kawin),
5) Jumlah merak hijau betina,
6) Jumlah merak hijau jantan pengganggu,
7) Predator,
8) Ketidaksempurnaan fisik, dan
9) Gangguan aktivitas manusia.

5.1.6 Perilaku Pasca Kawin

Merak hijau jantan pada pasca perkawinan akan merontokkan bulu hiasnya
setelah hujan turun (Gambar 21). Perontokan bulu hiasnya tidak serentak
seluruhnya, namun secara bertahap yaitu dari bulu hias yang terpanjang. Waktu
64

yang dibutuhkan untuk merontokkan seluruh bulu hiasnya selama satu bulan.
Perontokkan bulu hias ini merupakan strategi merak hijau jantan untuk
mengurangi beban bawaan akibat bulu yang basah serta akan memudahkan
bergerak apabila ada predator.

Gambar 21. Merak hijau jantan yang merontokkan bulu hiasnya di hutan tanaman
jati Gunting, TNAP

Pasca perkawinan merak hijau betina akan membuat sarang dan bertelur.
Masa bersarang atau bertelur ditandai dengan merak hijau betina yang mulai
memisahkan diri dari kelompoknya setelah dibuahi merak hijau jantan. Saat
penelitian, sarang dan telur merak hijau hanya ditemukan di TNB. Sebanyak tiga
buah sarang yang ditemukan, dua sarang ditemukan di bawah pohon talok
(Grewia elioarpa) HM 45 dan pohon akasia duri (Acacia leucophloea) diantara
lamuran (Polytrias amaura) HM 113 jalan Batangan-Bekol serta satu sarang
ditemukan di areal semak belukar di antara tumbuhan bawah putri malu (Mimosa
pudica) dan tembelekan (Eupatorium odoratum) (Gambar 22).

(a) (b) (c)


Foto by: Widyantoro
Gambar 22. Sarang dan telur merak hijau di TNB, (a) HM 45, (b) HM 113 dan
(c) di antara semak belukar

Sarang merak hijau berupa tanah cekung berbentuk elips dengan ukuran
berkisar antara 23.7-30x17.7-30 cm pada areal terbuka berserasah yang sedikit
ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan serta terkena sedikit sinar
matahari agar selalu hangat. Berdasarkan tiga sarang yang ditemukan, jumlah
65

telur per sarang berkisar antara 3-5 buah. Ukuran rerata telur merak hijau
73.86x54.71 mm (n = 7).
Akhir musim berbiak merak hijau ditandai dengan datangnya musim
penghujan. Merak hijau jantan yang telah melakukan perkawinan akan
merontokkan bulu hiasnya akibat sering menyentuh permukaan tanah yang basah,
sehingga membuat bulu menjadi basah, kusam dan rentan akan kutu dan kuman.
Selain itu, akibat basah berat bulu akan bertambah, sehingga memperlambat
gerakan merak itu sendiri dan banyak menghabiskan energi.
Sementara itu, merak hijau betina pasca kawin memisahkan diri dari
kelompoknya untuk membuat sarang dan bertelur. Sarang merak hijau berupa
tanah cekung berbentuk elips dengan ukuran berkisar antara 23.7-30x7.7-30 cm (n
= 3) pada areal terbuka berserasah yang sedikit ditumbuhi vegetasi pada tinggat
pohon dan sapihan serta terkena sedikit sinar matahari agar selalu hangat.
Winarto (1993) dan Hernowo (1995) menyatakan bahwa sarang merak hijau
berbentuk oval. Serta Hernowo (1995) menambahkan bahwa merak hijau
bersarang diantara semak dan rerumputan di areal terbuka sedikit pohon.
Blake (1993) dalam Dwisatya (2006) menyebutkan bahwa merak hijau
betina normal menghasilkan enam butir telur dan akan dieraminya selama 26
sampai dengan 30 hari, namun biasanya selama 28 hari. Setelah telur menetas,
induk merak hijau betina anak memelihara anakan merak (Gambar 23). Anakan
merak hijau saat berumur satu bulan sudah dapat tidur di atas pohon bersama
induknya (Adjir press.com. 2007).

Gambar 23. Anakan merak hijau berumur empat hari.


66

5.2 Perilaku Harian pada Musim Berbiak

5.2.1 Perilaku Makan

Perilaku makan merak hijau merupakan kegiatan mendapatkan pakan dan


menelannya dalam rangka memenuhi kalori (energi) yang cukup untuk kebutuhan
aktivitasnya seharian. Merak hijau memiliki cara makan beragam untuk
mendapatkan pakan. Secara umum, merak hijau mendapatkan pakannya dengan
cara mematuk dengan paruhnya secara berulang sambil berjalan baik secara
berkelompok maupun soliter (Gambar 24a). Variasi lain cara merak hijau makan
antara lain melompat-lompat, mendekam dan naik ke atas pohon pakannya bahkan
sesekali terlihat mengais-ngais tanah (Gambar 24b, 24c dan 24d).

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 24. Cara makan merak hijau, (a) berjalan, (b) melompat, (c) mendekam
dan (d) naik ke atas pohon.

Variasi cara makan dipengaruhi oleh sumber pakan merak hijau. Sumber
pakan merak hijau berasal dari serangga, rerumputan dan tumbuhan bawah serta
daun maupun buah tumbuhan tingkat tinggi. Di TNAP sumber pakan merak hijau
diantaranya tekirawa (Cyperus rotundus), paitan (Paspalum conjugatum),
kirinyuh (Eupatorium odoratum), cabai rawit (Caspium frutescens), grinting
(Cynodon dactylon) dan lamuran (Polytrias amaura). Sementara itu, sumber
67

pakan merak hijau di TNB diantaranya cemplak (Abutilon crispum), kapasan


(Thespesia sp.), tarum (Indigofera glandulosa), serut (Streblus asper), sokdoy
(Azima sarmentosa) dan jerukan (Glucosmis cochinchinensis) (Tabel 11).
Tabel 11. Sumber pakan merak hijau di TNAP dan TNB
Bagian
Nama yang Tingkat
No Lokasi
dimakan Vegetasi
Jenis Lokal Dn Bb
1 Cyperus rotundus Tekirawa √ - 1,3 Rumput
2 Paspalum conjugatum Paitan √ - 1,2 Rumput
3 Polytrias amaura Lamuran √ - 1,2,4,5,6 Rumput
4 Cynodon dactylon Grinting √ - 1,2,3 Rumput
5 Phyllanthus niruri Meniran √ √ 1,2,3 Rumput
6 Stachytarpeta jamaicensis Jarong √ √ 4,5,6 Herba
7 Sida acuta Sidaguri √ - 1,2,5,6 Herba
8 Eupatorium odoratum Kirinyuh - √ 1,2,3,4,5,6 Semak
9 Ageratum conyzoides Wedusan - √ 2 Herba
10 Clitoria ternatea Rayutan √ - 2 Herba
11 Capsium frutescens Cabai rawit √ √ 2 Herba
12 Mimordica charantia Pare hutan √ √ 2 Herba
13 Abutilon crispum Cemplak √ - 4 Herba
14 Thespesia sp. Kapasan √ - 4,5 Semak
15 Mimosa pudica Putri malu √ - 1,2,4 Herba
16 Indigofera gandulosa Tarum √ √ 4 Herba
17 Cassia mimosoides Aseman √ √ 4,6 Semak
18 Azima sarmentosa Sokdoy √ - 4,5 Semak
19 Tephrosia pumila Kacangan √ √ 4 Herba
20 Glucosmis cochinchinensis Jerukan √ - 4,6 Semak
21 Streblus asper Serut √ - 1,4,6 Pohon
22 Pterospermum javanicum Bayur √ - 1 Pohon
23 Corypha utan Gebang - √ 4,5,6 Perdu
24 Azadirachta indica Mimba - √ 4,5,6 Pohon
25 Zizyphus rotundifolia Widoro bukol √ - 4 Pohon
Keterangan: Dn = Daun; Bb = Biji dan buah; 1 = Padang rumput Sadengan, 2 = Hutan tanaman jati Gunting,
3 = Hutan Rowobendo, 4 = Savana Bekol, 5 = Hutan pantai Manting, 6 = Hutan Evergreen

Perilaku makan merak hijau dimulai pagi hari sejak turun dari pohon
tidurnya hingga petang hari saat kembali naik ke pohon tidurnya. Waktu makan
merak hijau di TNAP berlangsung pada pagi hari antara pukul 04.46-10.36 WIB
dan sore hari antara pukul 13.00-17.42 WIB, sedangkan di TNB merak hijau
melakukan aktivitas makan berlangsung pada pagi hari antara pukul 04.23-09.35
WIB dan sore hari pada pukul 13.55-17.43 WIB. Jadi, merak hijau di TNB
melakukan aktivitas makan pada pagi hari lebih awal dibandingkan merak hijau di
TNAP. Namun untuk penggunaan waktu aktivitas makan pada sore hari, merak
hijau di TNAP lebih dulu melakukan aktivitas makannya daripada merak hijau di
TNB.
68

Secara umum penggunaan waktu aktivitas makan merak hijau dapat dibagi
dalam dua waktu, yaitu pagi dan sore hari. Di TNAP, merak hijau di padang
rumput Sadengan lebih awal dalam penggunaan waktu aktivitas makan
dibandingkan hutan tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo. Waktu aktivitas
makan merak hijau di padang rumput Sadengan berlangsung antara 04.46-10.36
WIB dan 13.45-17.42 WIB, di hutan tanaman jati Gunting berkisar antara pukul
05.12-10.32 WIB dan 13.00-17.37 WIB serta di hutan Rowobendo berlangsung
antara 05.30-10.00 WIB dan 14.00-17.30 WIB. Sementara di TNB, penggunaan
waktu makan merak hijau di savana Bekol lebih awal (04.23-09.35 dan 13.55-
17.43 WIB) dibandingkan penggunaan waktu di hutan pantai Manting (04.42-
09.00 dan 14.00-17.40 WIB) dan hutan evergreen (04.57-08.15 dan 14.06-17.30
WIB).
Merak hijau jantan melakukan perilaku makan selama 11953-19404
detik/hari di TNAP. Durasi rerata yang dibutuhkan merak hijau jantan melakukan
aktivitas makan di hutan Rowobendo sebesar 18082 detik/hari. Waktu tersebut
merupakan waktu terlama jika dibandingkan dua lokasi lainnya di TNAP, yaitu
sebesar 16704 detik/hari di hutan tanaman jati Rowobendo dan di padang rumput
Sadengan sebesar 13769 detik/hari. Hutan Rowobendo pun memiliki durasi
aktivitas makan yang bervariasi dibandingkan dua lokasi lainnya di TNAP (Tabel
12).
Tabel 12. Rekapitulasi durasi perilaku makan merak hijau jantan di TNAP dan
TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 13769 13198507 10137 17401
Hutan tanaman jati Gunting *) 16704 12153430 13218 20190
Hutan Rowobendo 18082 24836897 11098 21065
TNB
Savan Bekol 19227 17428601 15052 23402
Hutan pantai Manting 15973 6585062 13407 18539
Hutan evergreen 15319 5190495 13041 17596
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Di TNB, merak hijau jantan membutuhkan waktu untuk melakukan


aktivitas makan 13282-21744 detik/hari. Durasi rerata aktivitas makan merak
hijau jantan di savana Bekol lebih lama daripada di hutan pantai Manting dan
hutan evergreen yang secara berurutan nilainya adalah 19227 detik/hari, 15973
69

detik/hari dan 15319 detik/hari. Sebaran waktu yang paling bervariasi adalah
savana Bekol yang ditunjukkan dengan nilai ragam yang besar serta selang waktu
yang lebih besar daripada tipe habitat hutan pantai dan evergreen (Tabel 12).
Sementara itu, durasi rerata yang diperlukan oleh merak hijau betina di
TNAP adalah 23165 detik/hari yang lebih lama sedikit bila dibandingkan dengan
hutan tanaman jati Gunting sebesar 22364 detik/hari dan hutan Rowobendo
sebesar 22372 detik/hari. Di TNB, durasi rerata yang dibutuhkan merak hijau
betina untuk makan di savana Bekol lebih lama dari pada merak hijau betina di
hutan pantai Manting (sebesar 19614 detik/hari) dan merak hijau betina di hutan
evergreen (sebesar 17619 detik/hari) (Tabel 13).
Tabel 13. Rekapitulasi durasi perilaku makan merak hijau betina di TNAP dan
TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 23165 12598601 19615 26714
Hutan tanaman jati Gunting *) 22364 10454816 19130 25597
Hutan Rowobendo 22372 15705691 18409 26335
TNB
Savan Bekol 24074 3639801 22166 25981
Hutan pantai Manting 19614 2496308 18034 21194
Hutan evergreen 17619 215977 17155 18084
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Tipe habitat yang terdapat di TNAP berpengaruh sangat nyata terhadap


frekuensi ( χ = 69.953, P < 0.01) dan durasi ( χ = 68.541, P < 0.01) aktivitas
makan merak hijau. Perilaku makan pada padang rumput Sadengan, hutan
tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo akan memiliki peluang yang berbeda
dalam segi frekuensi dan durasi. Merak hijau akan lebih sering mendatangi
habitat yang terdapat tempat terbuka untuk melakukan aktivitas makan daripada
tempat yang bertajuk rapat. Tempat terbuka lebih berpeluang menyediakan pakan
untuk merak hijau.
Frekuensi dan lamanya perilaku makan di TNB tidak dipengaruhi oleh tipe
habitat ( χ = 3.625, P = 9.210 dan χ = 3.659, P = 9.210). Hal ini menyebabkan
perilaku makan di TNB akan memiliki peluang yang sama baik pada habitat
savana Bekol, hutan pantai Manting maupun hutan evergreen. Hal ini berkaitan
dengan kondisi habitat di TNB yang secara keseluruhan relatif terbuka.
70

Keterbukaan habitat tersebut mengakibatkan sebaran pakan merak hijau cukup


merata, yaitu tidak terkonsentrasi pada satu tipe habitat.
Maryanti (2007) menyebutkan bahwa perilaku makan merupakan
rangkaian aktivitas dengan memasukkan makanan ke dalam paruh dan ditelan
yang dilakukan oleh suatu individu dalam rangka mendapatkan energi. Merak
hijau saat musim berbiak hampir sebagian waktunya dihabiskan untuk makan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh dan bulu merak hijau jantan
untuk memikat merak hijau betina dan melakukan aktivitas kawin. Protein
hewani sangat diperlukan untuk kesehatan dan reproduksi, maka merak termasuk
predator obligat (Delacour 1977 dalam Dwisatya 2006).
Merak hijau dalam memperoleh pakan dengan berbagai macam cara
tergantung dari bagian yang akan dimakannya (Sativaningsih 2005). Merak hijau
memperoleh makan dengan bantuan paruh untuk mematuk, sayap untuk melompat
serta kaki untuk mengais. Merak hijau lebih banyak memakan hijauan yang
mengandung sedikit sumber energi, maka untuk mendapatkan sumber energi yang
cukup, merak hijau harus makan sebanyak-banyaknya. Strategi merak hijau untuk
mencukupi sumber energi bagi tubuhnya yang besar dengan cara berjalan sambil
mematuk pakannya. Cara ini memiliki peluang mendapatkan pakan yang banyak
daripada harus berdiam di satu tempat.
Merak hijau melakukan perilaku makan sepanjang hari. Merak hijau
makan sejak pagi hari pukul 04.46 WIB sampai dengan sore hari pada pukul 17.
42 WIB di TNAP dan pada pukul 04.23 WIB hingga pukul 17.43 WIB di TNB.
Sejak pukul 10.36-13.00 WIB di TNAP dan 09.35-13.55 WIB di TNB, aktivitas
makan merak hijau akan berkurang. Pada waktu tersebut merak hijau lebih
banyak berteduh di bawah pohon ataupun masuk ke semak belukar untuk
menghindari terik sinar matahari, predator (seperti elang dan anjing hutan) dan
aktivitas manusia yang menggangu. Hal itupun menjadi penyebab merak hijau
mengawali aktivitasnya pagi sekali. Pattaratuma (1977) menyatakan bahwa
merak hijau akan pergi ke hutan untuk beristirahat pada pukul 06.30-16.00 WIB.
Di TNAP, merak hijau di padang rumput Sadengan lebih awal dalam
penggunaan waktu aktivitas makan dibandingkan hutan tanaman jati Gunting dan
hutan Rowobendo. Faktor penyebabnya adalah sinar matahari lebih cepat
71

menerangi padang rumput Sadengan yang merupakan areal terbuka dengan sedikit
vegetasi daripada hutan tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo yang
memilik tajuk yang rapat. Namun, tajuk rapat atau tidak bukan menjadi patokan
sebagai tempat merak hijau mencari makan tetapi terdapatnya areal terbuka
dengan pakan yang memadai. Hasil uji chi-square yang menunjukkan nilai χ2
hitung lebih besar dari χ2 tab berarti perilaku maka dipengaruhi oleh habitat padang
rumput, hutan tanaman jati ataupun hutan alam. Karena tidak semua habitat dapat
menyediakan pakan merak hijau, hanya habitat yang terdapat areal terbuka.
Penggunaan waktu makan merak hijau di savana Bekol lebih awal
dibandingkan penggunaan waktu di hutan pantai Manting dan hutan Evergreen di
TNB. Perbedaan ini diakibatkan penyinaran matahari yang berbeda akibat
pertajukan yang berbeda pula. Akan tetapi tipe habitat di TNB tidak
mempengaruhi frekuensi dan durasi perilaku makan merak hijau. Hal ini serupa
dengan pendapat Maryanti (2007) bahwa perilaku makan tidak dipengaruhi oleh
tipe habitat dalam hal ini adalah savana, hutan pantai, hutan musim dan evergreen.
Karena pakan merak hijau di TNB relatif menyebar merata, maka merak hijau
akan mencari areal terbuka dengan pakan yang cukup dan tidak terpengaruh
kerapatan tajuk.

5.2.2 Perilaku Minum

Perilaku minum merak hijau dapat diartikan sebagai rangkaian akivitas


mengambil air melalui paruhnya kemudian air ditelan melalui tenggorokannya
yang bertujuan untuk menghilangkan rasa haus karena kekurangan cairan dalam
tubuh akibat suhu yang panas maupun aktivitas harian. Sumber air merak hijau di
TNAP didapatkan dari bak minum buatan, sprinkle (baik genangan dibawahnya
maupun langsung dari kran), parit, cekungan dan sumur buatan pesanggem di
hutan tanaman jati Gunting. Di TNB, merak mendapatkan air berasal dari bak air
buatan, genangan air dan mata air.
72

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 25. Perilaku minum merak hijau di TNAP: (a) cekungan, (b) bak minum
buatan, (c) genangan di bawah sprinkle dan (d) sprinkle

Merak hijau memiliki beberapa pola perilaku minum dalam mengambil air.
Di TNAP, merak hijau minum dengan cara mematuk air yang keluar dari sprinkle
dengan posisi tubuh berdiri dan minum dari cekungan, genangan maupun bak air
minum dengan cara menyelupkan paruhnya ke air baik dalam posisi mendekam
ataupun berdiri (Gambar 25). Sementara di TNB, merak hijau minum dengan
cara mendekam maupun berdiri baik di bak air minum buatan atau genangan air
lalu memasukkan paruhnya ke dalam permukaan air untuk mendapatkan air
(Gambar 26). Secara umum, merak hijau minum dengan cara menurunkan kepala
dengan cara menjulurkan lehernya ke sumber air minum dan memasukkan air
dalam paruhnya. Setelah itu, kepala diangkat dengan menegakkan leher dan
posisi paruh mengarah ke atas, gerakkan ini berlanjut hingga leher membentuk
huruf “S” lalu air ditelan. Gerak tersebut akan berulang terus-menerus hingga
merak hijau merasa tercukupi kebutuhan akan air, namun aktivitas tersebut akan
diselingi dengan aktivitas waspada, yaitu merak hijau diam (tidak mengambil air)
hanya melihat sekeliling keadaan.
73

(a) (b) (c)


Gambar 26. Perilakuu minum meerak hijau dii TNB: (a) di
d bak air m
minum posissi
berdiri, (b) di bak air
a minum posisi
p mendeekam dan (cc) genangann air

Secara umum
m, merak hijau melakuk
kan aktivitaas minum teerbagi dalam
m dua
waktu (Gaambar 27). Merak hijaau melakukaan aktivitas minum anttara pukul 05.00-
0
12.00 WIB
B dan antarra pukul 133.00-18.00 WIB
W di TN
NAP. Lain halnya, di TNB
merak hijau melakukkan aktivitaas minum berlangsung
b g antara puukul 04.00-09.00
WIB dan berlanjut
b paada kisaran waktu antarra pukul 14.00-18.00 W
WIB.
0.25

0.2
Rerata frekuensi per hari

0.15

0.1

0.05

Waktu (WIB) TNAP T


TNB
Gambar 27. Grafik penggunaan
p waktu dan frekuensi harian
h perilaaku minum
merak hijau
h di TNA
AP dan TNBB

Freekuensi akttivitas minuum di TNB


B lebih seriing dibandiingkan frek
kuensi
aktivitas minum
m di TNAP (Gaambar 27). Di TNA
AP merak hhijau melak
kukan
akivitas minum
m denggan frekuennsi berkisar antara 0.011-0.14 kali per individ
du per
hari, sedaangkan di TNB frekuuensi minum
m merak hijau
h menuunjukkan kiisaran
antara 0.003-0.24 kalii per indiviidu per harri. Frekuennsi aktivitaas minum merak
m
74

hijau baik di TNAP maupun di TNB meningkat pada pukul 06.00-08.00 WIB
untuk pagi hari dan sore hari berkisar pada pukul 15.00-17.00 WIB
Di TNAP merak hijau yang melakukan aktivitas minum hanya ditemukan
di dua lokasi, yakni padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting,
sedangkan di TNB aktivitas minum merak hijau hanya terlihat di savana Bekol
(Tabel 14). Merak hijau betina memerlukan 518 detik/hari dan merak hijau jantan
memerlukan 377 detik/hari, untuk melakukan aktivitas minum di padang rumput
Sadengan. Sementara itu, di hutan tanaman jati Gunting hanya ditemukan merak
hijau jantan yang melakukan aktivitas minum dengan durasi 8 detik/hari. Durasi
yang diperlukan oleh merak hijau jantan di savana Bekol TNB adalah 1006
detik/hari dan merak hijau betina selama 1958 detik/hari.
Tabel 14. Rekapitulasi durasi perilaku minum merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Rerata Waktu Min. Maks
Lokasi
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Padang rumput Sadengan 377 518 271526 164999 0 111 898 924
Hutan tanaman jati Gunting *) 8 0 900 0 0 0 38 0
Hutan Rowobendo 0 0 0 0 0 0 0 0
TNB
Savan Bekol 1006 1958 192846 931876 567 993 1446 2924
Hutan pantai Manting 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan evergreen 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Merak hijau betina memulai akivitas minum pukul 05.00 WIB serta
berakhir pukul 09.00 WIB pada pagi hari dan akan dilanjutkan pada sore hari
yaitu berkisar antara pukul 13.00-17.00 WIB. Namun, beberapa kali terlihat
merak hijau betina melakukan aktivitas minum pada pukul 11.00 WIB, yaitu saat
akan beristirahat dari aktivitasnya. Merak hijau jantan melakukan aktivitas
minum berkisar antara pukul 06.00-11.00 WIB dan berlanjut antara pukul 14.00-
18.00 WIB. Frekuensi aktivitas minum merak hijau betina tertinggi terjadi pada
selang waktu antara pukul 06.00-08.00 WIB dengan frekuensi sebesar 0.15 kali
per hari. Frekuensi aktivitas minum merak hijau jantan mengalami fluktuasi pada
setiap jamnya, tercatat pukul 07.00 WIB merupakan waktu dengan frekuensi
tertinggi dengan nilai sebesar 0.13 kali per hari (Gambar 28).
75

0.16

0.14
Rerata frekuensi per hari
0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 28. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku minum
merak hijau jantan dan betina di TNAP

Di TNB baik merak hijau jantan maupun betina memiliki penggunaan


waktu yang sering bersamaan (Gambar 29). Aktivitas minum merak hijau jantan
berlangsung antara pukul 04.00-08.00 WIB tetapi untuk merak hijau betina
berlangsung pada pukul 04.00-09.00 WIB. Pada sore harinya, aktivitas minum
merak hijau di TNB berlangsung antara pukul 14.00-18.00 WIB. Frekuensi
tertinggi aktivitas minum antara merak hijau jantan dan betina di TNB tidak
terlalu berbeda jauh. Namun, penggunaan waktu aktivitas minum oleh merak
hijau dengan frekuensi tertinggi berbeda. Frekuensi tertinggi merak hijau betina
berlangsung pada pukul 05.00 WIB sebanyak 0.27 kali per hari, sedangkan merak
hijau jantan berlangsung pada pukul 16.00 WIB sebanyak 0.24 kali per hari.
Secara umum, merak hijau di TNB melakukan aktivitas minum pada waktu yang
bersamaan antara merak hijau jantan dan merak hijau betina bahkan beberapa
waktu memiliki frekuensi aktivitas yang sama, yaitu saat awal beraktivitas pada
pukul 04.00 WIB dan pukul 18 .00 WIB sebagai penutup aktivitas harian.
76

0.3

Frekuensi per hari 0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 29. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku minum
merak hijau jantan dan betina di TNB

Perilaku minum merak hijau tidak terpengaruhi oleh tipe habitat baik di
TNAP maupun TNB. Tipe habitat di TNAP seperti padang rumput, hutan
Rowobendo maupun di hutan tanaman jati tidak akan berpengaruh bagi frekuensi
( χ = 2.784, P = 9.210) dan durasi ( χ = 2.718, P = 9.210) perilaku minum merak
hijau. Begitu pula dengan tipe habitat savana, hutan pantai dan hutan evergreen di
TNB tidak mempengaruhi frekuensi dan durasi perilaku minum merak hijau ( χ =
0.000, P = 9.210). Karena baik di TNAP maupun TNB saat penelitian merupakan
musim kemarau, sehingga seluruhnya mengalami kekeringan.
Merak hijau melakukan aktivitas minum bertujuan untuk menghilangkan
rasa haus karena kekurangan cairan dalam tubuh akibat suhu yang panas maupun
aktivitas harian. Selama pengamatan di TNAP hanya ditemukan merak hijau
minum di padang rumput Sadengan dan sekali ditemukan merak minum di hutan
tanaman jati Gunting. Sementara itu, merak hijau di TNB hanya ditemukan di
savana Bekol yang beraktivitas minum. Hal ini menandakan bahwa merak hijau
merupakan satwaliar yang adaptif terhadap air, yaitu ketika terdapat sumber air
merak akan minum namun jika tidak terdapat sumber air merak hijau akan
menyiasatinya dengan strategi lokasi aktivitas.
77

Pada lokasi yang tidak ditemukan sumber air, merak hijau akan lebih
beraktivitas di sekitar pohon bertajuk atau tempat yang teduh. Merak hijau di
hutan Rowobendo beraktivitas di sekitar tegakan ketangi, mahoni, jati dan paku-
pakuan. Merak hijau di hutan tanaman jati Gunting beraktivitas di bawah tegakan
jati dan di sela-sela tumbuhan tumpangsari (seperti tembakau, tomat dan cabai).
Merak hijau di hutan pantai Manting beraktivitas di sekitar pohon mimba, akasia,
manting dan semak atau tumbuhan bawah, sedangkan di hutan evergreen merak
hijau beraktivitas di bawah tajuk rapat. Hal ini merupakan bentuk strategi merak
hijau untuk mengurangi kehilangan cairan secara cepat akibat suhu yang panas
dari terkena sinar matahari langsung.
Strategi merak hijau terhadap air menunjukkan bahwa tipe habitat tidak
berpengaruh akan frekuensi perilaku minum. Hal ini dipertegas dengan hasil uji
chi-square yang menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tab. Merak hijau
dapat bertahan hidup tanpa harus minum dari sumber air besar, tetapi minum dari
embun-embun pada pagi hari. Maryanti (2007) menyebutkan bahwa areal
tumpang sari memiliki rumput yang tinggi dan lebat, sehingga dimungkinkan
banyak embun yang masih menempel di rumput dan asupan air didapatkan dari
embun tersebut.
Penggunaan waktu beraktivitas minum merak hijau di TNAP lebih lebar
dibandingkan dengan TNB baik saat pagi hari atau sore hari. Perbedaan ini
disebabkan oleh suhu di TNB lebih cepat meningkat dan lama menurunnya dari
pada suhu di TNAP. Hal ini disiasati dengan durasi dan frekuensi saat melakukan
aktivitas minum. Durasi dan frekuensi aktivitas minum di TNB lebih lama dan
sering dari pada aktivitas minum merak hijau di TNAP.

5.2.3 Perilaku Menelisik

Merak hijau menelisik bertujuan untuk merapihkan bulu-bulu yang tidak


rapih dan membersihkannya dari kotoran maupun kutu yang menempel. Perilaku
menelisik dilakukan merak hijau sangat singkat, sehingga perilaku ini sering
terlihat disela-sela perilaku lainnya (Gambar 30). Hampir semua perilaku harian
merak diselingi oleh aktivitas menelisik, seperti perilaku makan, berjemur, display,
istirahat maupun mandi debu. Bahkan beberapa kali terlihat merak hijau
melakukan aktivitas menelisik sebelum turun dari pohon tidurnya ataupun di atas
78

pohon saat akan tidur. Aktivitas menelisik dapat dikatakan sebagai aktivitas
pembuka dan penutup dari aktivitas harian merak hijau.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 30. Perilaku menelisik merak hijau disela-sela beberapa aktivitas harian;
(a) bangun tidur, (b) berjemur, (c) display dan (d) makan

Merak hijau melakukan aktivitas menelisik dengan menggunakan


paruhnya. Untuk daerah yang jauh dari jangkauan paruhnya, merak hijau terbantu
dengan lehernya yang panjang dan elastis yang dapat berputar ke segala arah dan
menjangkau segala bagian tubuhnya. Cara menelisik merak hijau akan
memekarkan bulu-bulu yang akan ditelisiknya, lalu paruhnya akan merapihkan
atau membersihkan bagian-bagian bulu tersebut secara hati-hati. Posisi merak
hijau saat menelisik biasanya berdiri.
Aktivitas menelisik merak hijau dimulai pada pukul 04.00 WIB diiringi
dengan penurunan frekuensi pada pukul 10.00 WIB berlanjut hingga frekuensinya
naik kembali pada pukul 13.00 WIB dan berakhir di pukul 18.00 WIB (Gambar
31). Di TNAP penggunaan waktu aktivitas menelisik tertinggi terjadi pada pukul
07.00 WIB untuk pagi hari dan 15.00 WIB untuk sore hari, dengan frekuensi
masing-masing secara berurut sebesar 0.69 dan 0.61 kali per individu per hari.
Sementara di TNB merak hijau menggunakan waktu aktivitas menelisik tertinggi
79

pada pukul 05.00 WIB dengan frekuensi 1.72 kali per individu per hari dan pukul
16.00 WIB dengan frekuensi 0.97 kali per individu per hari. Secara keseluruhan,
merak hijau di TNB lebih banyak melakukan aktivitas menelisik dibandingkan
merak hijau di TNAP.
2

1.8

1.6

1.4
Rerata frekuensi per hari

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

Waktu (WIB) TNAP TNB


Gambar 31. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku menelisik
merak hijau di TNAP dan TNB

Frekuensi aktivitas menelisik merak hijau berbeda pada tiap tipe habitat
(Gambar 32). Merak hijau padang rumput Sadengan melakukan aktivitas
menelisik lebih sering dibandingkan dua lokasi lainnya di TNAP. Frekuensi
aktivitas menelisik merak hijau di padang rumput Sadengan sebesar 9.09 kali per
individu per hari, sedangkan di hutan tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo
secara berurutan sebanyak 4.47 dan 3.38 kali per individu per hari. Di TNB,
aktivitas menelisik merak hijau di atas enam kali per individu per hari. Frekuensi
terbesar terjadi di savana Bekol, yaitu merak hijau melakukan aktivitas menelisik
sebanyak 9.05 kali per individu per hari. Pada dua lokasi di TNAP dan TNB
memiliki kesamaan banyaknya jumlah melakukan aktivitas menelisik hariannya.
Padang rumput Sadengan dan savana Bekol memiliki frekuensi menelisik yang
sama, yaitu sebesar sembilan kali per individu per hari.
80

10.00

9.00

8.00
Rerata frekuensi per hari

7.00

6.00

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 32. Grafik frekuensi harian perilaku menelisik merak hijau di beberapa
tipe habitat di TNAP dan TNB
Lamanya durasi melakukan aktivitas menelisik di suatu tempat yang
dilakukan merak hijau jantan tidak akan berbanding lurus dengan lamanya durasi
merak hijau betina (Tabel 15). Di TNAP merak hijau jantan yang melakukan
aktivitas menelisik terlama adalah di padang rumput sadengan sebesar 2977
detik/hari, namun merak hijau betina lebih lama melakukan aktivitas menelisik di
hutan tanaman jati Gunting sebesar 810 detik/hari. Fakta ini berulang di TNB di
mana merak hijau jantan savana Bekol memiliki durasi terlama dibandingkan dua
lokasi lainnya, yaitu sebesar 2584 detik/hari. Sementara durasi terlama merak
hijau betina melakukan aktivitas menelisik terdapat di hutan evergreen sebesar
899 detik/hari.
Tabel 15. Rekapitulasi durasi perilaku menelisik merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Rerata Waktu Min. Maks
Lokasi
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Padang rumput Sadengan 2977 799 771871 415332 2098 154 3855 1443
Hutan tanaman jati Gunting *) 1384 810 1576233 510009 128 95 2639 1524
Hutan Rowobendo 1081 400 86509 52334 493 172 1670 629
TNB
Savan Bekol 2584 536 797633 130791 1691 174 3477 898
Hutan panitia Manting 1881 839 438040 117294 1219 496 2543 1181
Hutan evergreen 2051 899 869870 198305 1119 454 2984 1344
Keterangan: ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan
81

1.2

Rerata frekuensi per hari 1

0.8

0.6

0.4

0.2

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 33. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku menelisik
merak hijau jantan dan betina di TNAP

Merak hijau jantan maupun betina di TNAP melakukan aktivitas menelisik


dimulai pada pukul 04.00 WIB dan diakhiri pada pukul 18.00 WIB (Gambar 33).
Dalam selang waktu tersebut merak hijau jantan maupun betina melakukan
aktivitas menelisik tiap jamnya, namun dengan frekuensi yang berbeda-beda dan
waktu terjadinya aktivitas menelisik lebih sering di pagi dan sore hari. Merak
hijau jantan dan betina di TNAP memiliki frekuensi aktivitas menelisik tertinggi
di waktu yang sama. Pada pagi hari terjadi saat pukul 07.00 WIB dengan
frekuensi sebesar 1.01 kali per individu per hari merak hijau jantan dan 0.37 kali
per individu per hari merak hijau betina, sedangkan sore hari terjadi pada saat
pukul 15.00 WIB dengan frekuensi merak hijau jantan dan betina secara berurut
sebesar 0.91 dan 0.30 kali per individu per hari.
Di TNB pembagian penggunaan waktu aktivitas menelisik merak hijau
terlihat jelas, yaitu merak hijau hanya melakukan aktivitas menelisik di pagi dan
sore hari (Gambar 33). Merak hijau jantan melakukan aktivitas menelisik di pagi
hari pada pukul 04.00-09.00 WIB dengan frekunsi tertinggi terjadi pada pukul
05.00 WIB sebanyak 2.86 kali per individu per hari, sedangkan sore hari terjadi
berkisar antara pukul 13.00-18.00 WIB dengan frekunsi tertinggi terjadi pada
pukul 16.00 WIB sebanyak 1.41 kali per individu per hari. Merak hijau betina
82

melakukan aktivitas menelisik antara pukul 04.00-08.00 WIB dan 14.00-18.00


WIB. Dalam selang waktu tersebut merak hijau betina rerata melakukan aktivitas
menelisik sebanyak + 0.50 kali.
3.5

2.5
Rerata frekuensi per hari

1.5

0.5

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 34. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku menelisik
merak hijau jantan dan betina di TNB

Tipe habitat berpengaruhi sangat nyata terhadap frekuensi aktivitas


menelisik merak hijau di TNAP ( χ = 44.561, P < 0.01), sehingga frekuensi
aktivitas menelisik pada habitat padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati
Gunting dan hutan Rowobendo akan memiliki peluang yang berbeda. Sama
halnya dengan durasi perilaku menelisik merak hijau di TNAP pun dipengaruhi
sangat nyata oleh tipe habitatnya ( χ = 46.738, P < 0.01).
Berdasarkan uji chi-square pada perilaku menelisik pada beberapa tipe
habitat di TNB terhadap frekuensi dan durasi perilaku menelisik merak hijau
menunjukkan hasil yang sama, yaitu tipe habitat berpengaruh sangat nyata
terhadap perilaku menelisik. Frekuensi aktivitas menelisik merak hijau akan
berbeda pada habitat savana Bekol, hutan pantai Manting maupun hutan
evergreen ( χ = 31.142, P < 0.01). Sama halnya dengan frekuensi, durasi
aktivitas menelisik pun terpengaruh sangat nyata, yaitu durasi perilaku menelisik
akan berbeda pada setiap tipe habitat yang berlainan pada habitat di savana, hutan
pantai maupun evergreen ( χ = 31.019, P < 0.01).
83

Bulu merupakan alat penting bagi merak hijau baik untuk aerodinamis saat
terbang dan sebagai alat pemikat bagi pasangannya. Struktur bulu yang halus
membuat mudah berubah bentuk dari mengembang dapat menjadi menempel
rapat dan rentan terhadap kuman atau kutu. Perubahan ini dapat diakibatkan oleh
posisi tidur semalam dan aktivitas harian merak hijau. Karena alasan tersebut
merak hijau melakukan aktivitas menelisik atau merawat bulu. Aktivitas
menelisik bertujuan merapikan bulu dan menghilangkan atau membuang kotoran,
kuman dan kutu yang menempel atau masuk ke bulu (Maryanti 2007).
Merak hijau menelisik sepanjang hari disela-sela aktivitas hariannya,
seperti makan, minum, berjemur, display dan istirahat. Perilaku menelisik bulu
merupakan aktivitas sekunder yang biasanya dilakukan saat sebelum turun dari
tenggeran, makan, berjemur, berteduh, sebelum tidur serta sehabis display
(Maryanti 2007). Aktivitas menelisik lebih sering dilakukan pada saat pagi hari
karena bulu yang lembab terlihat kusam setelah mendekam (tidur) semalaman.
Hasil uji chi-square perilaku menelisik baik di TNAP maupun TNB
menunjukkan adanya pengaruh frekuensi dan durasi perilaku terhadap tipe habitat.
Frekuensi dan durasi aktivitas menelisik merak hijau di padang rumput maupun
savana lebih banyak daripada di hutan bervegetasi seperti hutan tanaman jati dan
hutan alam di TNAP serta hutan pantai dan hutan evergreen di TNB. Hal ini
disebabkan kondisi umum padang rumput maupun savana yang terbuka, sehingga
merak hijau dapat dengan tenang menelisik karena dapat mengawasi secara
menyeluruh dari gangguan baik pesaing atau predator. Berdeda dengan kondisi di
hutan bervegetasi yang memiliki tegakan yang rapat dengan tumbuhan bawah
yang lebat, sehingga mempersulit pengawasan terhadap sekitar saat menelisik.
Strategi merak hijau pada kondisi tersebut adalah melakukan aktivitas menelisik
secara singkat dan jarang. Maryanti (2007) menyatakan perilaku menelisik bulu
lebih sering dijumpai di padang penggembalaan (rumput).

5.2.4 Perilaku Berjemur

Perilaku berjemur merupakan salah satu aktivitas yang rutin setiap hari
dilakukan oleh merak hijau. Perilaku berjemur berfungsi untuk menghangatkan
tubuh serta mematikan kuman dalam tubuh dan bulu di bawah sinar matahari
akibat kondisi lembab saat malam hari. Merak hijau melakukan aktivitas
84

berjemur di
d areal yanng terkena sinar matahaari langsungg pada temppat datar maaupun
yang lebiih tinggi, seperti
s gunndukan tanaah, pagar atau
a pohonn. Merak hijau
berjemur dengan
d caraa mengembbangkan bullu-bulunya, sehingga tterlihat reng
ggang
antar buluunya serta bulu
b sayap yang diturrunkan dan posisi tubuh berdiri tegap
(Gambar 35). Biassanya aktivvitas berjem
mur seringg diiringi ddengan akttivitas
menelisik yang bertuujuan memp
mpercepat sinar matahaari mengenaai tubuhnyaa dan
merapihkaan bulu-buluu yang kunccup akibat tubuh
t dan bulu yang lem
mbab.

(a) (b
b) (c)
Gambar 35. Perilakuu berjemur merak
m hijau; (a) tanah datar,
d (b) paagar dan
(c) gunddukan tanahh
0.5

0.45

0.4
Rerata frekuensi per hari

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

Wakttu (WIB) TNAP TNB


T
Gambar 36. Grafik penggunaan
p waktu dan frekuensi harian
h perilaaku berjemu
ur
merak hijau
h di TNA
AP dan TNBB

Akktivitas berjemur merakk hijau di TN


NAP maupuun TNB biaasanya dilak
kukan
pada pagi hari saat cuuaca cerah (Gambar
( 36
6). Baik di TNAP
T mauppun TNB, merak
m
hijau melakukan akttivitas berjeemur berlan
ngsung padda pukul 055.00-09.00 WIB.
Setelah leewat dari pukul 09.000 WIB, aktivitas
a beerjemur meerak hijau akan
85

berkurang bahkan tidak ada merak hijau yang melakukan aktivitas tersebut. Sama
halnya dengan penggunaan waktu aktivitas berjemur di TNAP dan TNB, merak
hijau sering berjemur pada pukul 06.00 WIB. Pada pukul 06.00 WIB merak hijau
di TNAP memiliki frekuensi sebesar 0.44 kali per individu per hari, sedangkan di
TNB merak hijau memiliki frekuensi sebesar 0.31 kali per individu per hari.
Aktivitas berjemur dapat digolongkan dalam aktivitas pagi hari, namun saat
pengamatan terlihat merak hijau di TNAP melakukan aktivitas berjemur satu kali
saat sore hari pada pukul 16.00 WIB di hutan Rowobendo.
Berdasarkan pembagian tipe habitatnya, merak hijau di TNAP dan TNB
melakukan aktivitas berjemur minimal satu kali setiap harinya (Gambar 37).
Merak hijau di hutan Rowobendo TNAP lebih sering berjemur dibandingkan
padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting. Di hutan Rowobendo
merak hijau melakukan aktivitas berjemur minimal dua kali per individu per hari,
sedangkan merak hijau di padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati
Gunting berjemur hanya satu kali per individu per hari. Di TNB, aktivitas merak
hijau berjemur hanya ditemukan di savana Bekol dan hutan pantai Manting
dengan frekuensi masing-masing sebanyak satu kali per individu per hari.
Sementara di hutan evergreen tidak ditemukan aktivitas berjemur merak hijau.
2.50

2.00
Rerata frekuensi per hari

1.50

1.00

0.50

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 37. Grafik frekuensi harian perilaku berjemur merak hijau pada beberapa
tipe habitat di TNAP dan TNB
86

Durasi rerata merak hijau jantan di hutan Rowobendo lebih besar


dibandingkan dengan padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting,
namun merak hijau jantan di padang rumput Sadengan lebih lama berjemur
dibandingkan hutan tanaman jati Gunting. Nilai durasi rerata dari tempat yang
terlama secara berurut sebesar 1192, 1103 dan 851 detik/hari. Namun merak hijau
betina memiliki urutan berbeda dalam lokasi terlama melakukan aktivitas
berjemur, yaitu hutan Rowobendo sebesar 810 detik/hari, hutan tanaman jati
Gunting sebesar 492 detik/hari dan padang rumput Sadengan sebesar 276
detik/hari. Durasi rerata perilaku berjemur merak hijau jantan di hutan pantai
Manting lebih kecil daripada di savana Bekol, yaitu 365 dan 589 detik/hari.
Sedangkan durasi rerata perilaku berjemur merak hijau betina di hutan pantai
lebih besar daripada di savana Bekol, yaitu sebesar 408 dan 1745 detik/hari (Tabel
16).
Tabel 16. Rekapitulasi durasi perilaku berjemur merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Rerata Waktu Min. Maks
Lokasi
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Padang rumput Sadengan 1103 276 995581 118994 105 0 2100 621
Hutan tanaman jati Gunting* 851 492 1464115 682513 0 0 2061 1318
Hutan Rowobendo 1192 810 2656744 2285885 0 0 2822 2322.25
TNB
Savana Bekol 589 175 400017 116247 0 0 1221 516
Hutan pantai Manting 365 408 196635 355840 0 0 808 1005
Huatan evergreen 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Merak hijau jantan melakukan aktivitas berjemur berkisar antara pukul


05.00-09.00 WIB di TNAP dan TNB, sedangkan merak hijau betina
menggunakan pukul 05.00-08.00 untuk melakukan aktivitas berjemur (Gambar 38
dan 39). Di TNAP dan TNB, frekuensi tertinggi merak hijau jantan dan betina
melakukan aktivitas berjemur saat pukul 06.00 WIB dengan frekuensi masing-
masing secara berurut sebesar 0.53 dan 0.36 kali per individu per hari di TNAP
dan 0.45 dan 0.16 kali per individu per hari. Di TNAP ditemukan merak hijau
melakukan aktivitas berjemur pada sore hari yaitu pada pukul 16.00-17.00 WIB.
Aktivitas ini dilakukan oleh merak hijau betina dengan frekuensi sebesar 0.02 kali
per individu per hari.
87

0.6

Rerata frekuensi per hari 0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 38. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku berjemur
merak hijau jantan dan betina di TNAP
0.5

0.45

0.4
Rerata frekuensi per hari

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

Waktu (WIB) Betina Jantan


Gambar 39. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku berjemur
merak hijau jantan dan betina di TNB

Tipe habitat yang terdapat di TNAP berpengaruh sangat nyata terhadap


frekuensi( χ = 78.993, P < 0.01) dan durasi ( χ = 37.666, P < 0.01) aktivitas
berjemur merak hijau. Perilaku berjemur pada padang rumput Sadengan, hutan
tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo akan memiliki peluang yang berbeda
88

dalam segi frekuensi dan durasi. Merak hijau di hutan Rowobendo akan lebih
sering berjemur karena habitatnya yang lembab. Tempat yang lembab lebih
berpeluang menyebabkan bulu terserang kuman dan akan menyebabkan bulu yang
lepek dan kusam.
Frekuensi aktivitas berjemur merak hijau terpengaruh sangat nyata oleh
tipe habitat di TNB ( χ = 73.638, P < 0.01), sehingga frekuensi aktivitas
menelisik pada habitat savana Bekol, hutan pantai Manting dan hutan evergreen
akan memiliki peluang yang berbeda. Sama halnya dengan durasi perilaku
berjemur merak hijau di TNB pun dipengaruhi sangat nyata oleh tipe habitatnya
( χ = 25.732, P < 0.01).
Perilaku berjemur adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan bawah
pancaran matahari untuk menghangatkan tubuh merak (Maryanti 2007). Selain
untuk menghangatkan tubuh berjemur juga bertujuan untuk mengeringkan bulu-
bulu yang lembab, sehingga lebih terlihat mengkilap. Sinar matahari pun dapat
berfungsi sebagai pembunuh kuman yang menempel dalam bulu dan tubuh merak
hijau.
Selama pengamatan, merak hijau berjemur pada tempat-tempat yang lebih
tinggi yang terkena sinar matahari langsung. Maryanti (2007) menyebutkan
bahwa merak hijau berjemur pada gundukan tanah, tunggak pohon, pagar ataupun
bertengger di pohon yang terkena cahaya matahari langsung. Posisi tersebut
bentuk strategi merak hijau untuk mempermudah dalam mengawasi kondisi
sekitar. Aktivitas berjemur dilakukan pada pagi hari terutama berkisar pada pukul
06.00-07.00 WIB. Hal ini berkaitan dengan sinar matahari yang hangat, serta
kondisi tubuh yang kaku akibat mendekam semalaman, sehingga butuh
kehangatan untuk dapat melakukan aktivitas hariannya. Maryanti (2007)
mencatat aktivitas berjemur merak hijau di TNAP berlangsung pada pukul 05.20-
07.30 WIB dan di TNB pada pukul 06.00-08.30 WIB.
Durasi aktivitas berjemur merak hijau di TNAP dan TNB beragam pada
berbagai tipe habitat. Serta memiliki frekuensi yang tidak berbeda pada beberapa
tipe habitat. Hal ini diperjelas dengan hasil uji chi-square yang menunjukkan nilai
χ2 hitung lebih besar dari χ2 tab yang berarti tipe habitat sangat berpengaruh terhadap
perilaku berjemur. Karena tipe habitat memiliki kerapatan tegakan yang berbeda
89

yang akan memberikan peluang merak hijau mendapatkan sinar matahari yang
berbeda dan kelembaban yang berbeda pula.

5.2.5 Perilaku Mandi Debu

Perilaku mandi debu merak hijau adalah kegiatan menghilangkan kotoran


yang menempel di tubuh dan bulunya dengan bantuan butiran-butiran tanah halus
yang kering. Media tempat mandi debu merak hijau berupa gemburan permukaan
tanah kering yang bebas dari tumbuhan dan hanya terdapat tanah halus, berdebu,
berpasir dan liat. Tempat merak hijau melakukan aktivitas mandi debu akan
permanen sepanjang musim kemarau berlangsung.
Aktivitas mandi bedu diawali merak hijau dengan cara mengais tanah yang
gembur dengan bantuan kaki dan paruhnya. Tempat tersebut biasanya merupakan
bekas individu merak hijau saat itu atau hari sebelumnya melakukan mandi debu.
Setelah kondisi tempat mandi debu merasa cocok, merak hijau akan mendekam.
Dalam posisi mendekam, merak hijau akan memiringkan tubuhnya ke kiri atau ke
kanan dan dengan bantuan kaki terluar akan mengais-ngais tanah seperti sedang
menggali lubang dan kaki satunya sebagai tumpuan untuk keseimbangan tubuh.
Lalu kembali ke posisi semula dan mengibas-ngibaskan kedua sayapnya, sehingga
debu-debu berterbangan dan jatuh di atas tubuhnya yang bulu-bulunya telah
dikembangkan. Kegiatan tersebut akan berulang hingga aktivitas mandi debu
selesai. Sesekali kegiatan tersebut akan diselingi dengan menelisik bulu,
mematuk-matuk tanah di depannya dan berdiri untuk merubah posisi dan tempat
mandi debu. Aktivitas mandi debu dilakukan secara soliter maupun berkelompok
(Gambar 40).

(a) (b)
Gambar 40. Perilaku mandi debu merak hijau jantan di TNAP; (a) berkelompok
dan (b) soliter
90

Penggunaan waktu aktivitas mandi debu merak hijau di TNAP lebih


banyak dibandingkan dengan merak hijau di TNB (Gambar 41). Di TNB merak
hijau melakukan aktivitas mandi debu hanya pada pukul 05.00-08.00 WIB dan
15.00 WIB. Berbeda di TNAP aktivitas mandi debu dimulai pada pukul 05.00
WIB meningkat pada pukul 06.00 WIB dan terus menurun hingga pukul 09.00
WIB, lalu merak hijau mulai lagi pada pukul 13.00-18.00 WIB dengan frekuensi
mengalami fluktuasi setiap jamnya. Aktivitas mandi debu di TNAP frekuensi
terbesar terjadi pada pukul 06.00 WIB, sedangkan di TNB terjadi pada pukul
06.00-07.00 WIB.
0.16

0.14
Rerata frekuensi per hari

0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

Waktu (WIB) TNAP TNB


Gambar 41. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku mandi debu
merak hijau di TNAP dan TNB

Aktivitas merak hijau mandi debu di TNAP hanya ditemukan di padang


rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting, sedangakan di TNB merak
hijau beraktivitas mandi debu hanya di savana Bekol (Gambar 42). Merak hijau
di padang rumput Sadengan memiliki frekuensi terbesar diantara tipe habitat
lainnya. Frekuensi mandi debu di padang rumput Sadengan sebesar 1.69 kali per
individu per hari, hal ini memiliki arti bahwa aktivitas mandi debu merak hijau di
padang rumput Sadengan merupakan aktivitas harian rutin yang dilakukan.
Merak hijau di savana Bekol hanya memiliki frekuensi sebesar 0.73 kali per
individu per hari, yang berarti aktivitas mandi debu bukan merupakan aktivitas
91

harian rutin karena di hari-hari tertentu tidak akan ditemukan merak hijau sedang
melakukan aktivitas mandi debu selama sehari penuh.
1.80

1.60
Rerata frekuensi per hari

1.40

1.20

1.00

0.80

0.60

0.40

0.20

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 42. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku mandi debu
merak hijau pada beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB
Tabel 17. Rekapitulasi durasi perilaku mandi debu merak hijau di TNAP dan
TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Rerata Waktu Min. Maks
Lokasi
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Padang rumput Sadengan 7 1203 676 1219661 0 99 33 2308
Hutan tanaman jati Gunting *) 0 31 0 14945 0 0 0 153
Hutan Rowobendo 0 0 0 0 0 0 0 0
TNB
Savana Bekol 0 626 0 268641 0 108 0 1145
Hutan pantai Manting 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan evergreen 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Secara umum, aktivitas mandi debu dilakukan oleh merak hijau betina
baik di TNAP maupun TNB (Tabel 17). Hanya di padang rumput Sadengan yang
terlihat merak hijau jantan melakukan aktivitas mandi debu dengan durasi rerata 7
detik/hari. Durasi rerata aktivitas mandi debu merak hijau betina di padang
rumput Sadengan lebih lama daripada merak hijau betina di hutan tanaman jati
Gunting, yaitu sebesar 1203 dan 31 detik/hari. Di TNB aktivitas merak hijau
mandi debu hanya ditemukan di savana Bekol. Di lokasi tersebut hanya merak
92

hijau betina yang teramati sedang melakukan aktivitas mandi debu dengan durasi
rerata sebesar 626 detik/hari.
Beberapa tipe habitat yang terdapat di TNAP seperti padang rumput, hutan
Rowobendo dan hutan tanaman jati Gunting tidak mempengaruhi frekuensi dan
durasi perilaku mandi debu merak hijau ( χ = 0.044, P = 9.210). Sama halnya
dengan merak hijau di TNB, frekuensi serta durasi aktivitas mandi debu tidak
terpengaruhi oleh tipe habitat savana, hutan pantai dan hutan evergreen ( χ =
0.000, P = 9.210). Hal ini dikarenakan baik di TNAP maupun di TNB saat
penelitian mengalami musim kemarau, sehingga pada dua lokasi tersebut
memiliki peluang yang sama untuk dijadikan tempat mandi debu bagi merak hijau.
Saat melakukan aktivitas harian tubuh merak hijau rentan terhadap parasit
yang menempel. Untuk menghilangkannya merak hijau melakukan menelisik
serta mandi debu. Perilaku mandi debu merupakan rangkaian aktivitas merapikan
bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada
tubuhnya dalam rangka merawat tubuhnya (Maryanti 2007). Hernowo (1995)
berpendapat bahwa selama melakukan aktivitas mandi debu, merak hijau juga
melakukan aktivitas preening.
Merak hijau selama melakukan mandi debu dengan menggunakan cakar
dan sayapnya. Cakar digunakan untuk mengais lapisan atas permukaan tanah,
sehingga mendapatkan tanah yang bersih dan lembut. Setelah mendapatkan tanah
yang lembut, merak hijau akan mengepakkan sayapnya agar tanah beterbangan ke
udara dan jatuh di atas tubuhnya. Akibatnya kotoran yang menempel akan ikut
jatuh bersama tanah lembut tersebut saat mengibaskan tubuhnya. Maryanti (2007)
menyebutkan bahwa mandi debu dilakukan dengan cakarnya untuk menggaruk-
garuk tanah gembur kering sambil mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke
belakang sambil mengepakkan sayap hingga debu masuk ke dalam bulu.
Sativaningsih (2005) menyebutkan merak hijau di TNAP melakukan
aktivitas mandi debu pada pukul 05.59-07.22 dan 15.37-16.50 WIB. Selama
penelitian merak hijau ditemukan melakukan aktivitas mandi debu pada pukul
05.00-09.00 dan 13.00-18.00 WIB di TNAP. Penggunaan waktu tersebut
bertujuan agar saat mandi debu merak hijau tidak terkena sengat matahari yang
panas. Sementara Maryanti (2007) berpendapat bahwa aktivitas mandi debu
93

merak hijau dilakukan pada pukul 07.30-15.00 WIB. Namun, dijelaskan lebih
lanjut bahwa hasil pengamatannya saat beraktivitas mandi debu siang hari merak
hijau melakukannya di bawah pohon.
Merak hijau di TNB melakukan aktivitas mandi debu pagi hari. Hal ini
sependapat dengan Maryanti (2007) yang menyatakan bahwa merak hijau
melakukan aktivitas mandi debu pada pukul 06.00-08.00 WIB. Sementara
Hernowo (1995) menyebutkan aktivitas mandi debu berlangsung pada pukul
10.00-14.00 WIB. Perbedaan waktu ini diperkirakan pada saat penelitian
Hernowo belum terdapat aktivitas pembinaan vegetasi akasia berupa pembakaran
dan kendaraan ‘gerandong’ yang hilir mudik, sehingga merak hijau masih dapat
leluasa melakukan aktivitas mandi debu di pinggiran jalan Batangan-Bekol dan di
bawah vegetasi akasia duri.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian Maryanti (2007) didapatkan
bahwa merak hijau di TNAP hanya melakukan perilaku mandi debu di padang
rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting dengan durasi dan frekuensi
terbanyak atau terlama di padang rumput. Hal ini belum membuktikan bahwa tipe
habitat mempengaruhi frekuensi dan durasi perilaku. Karena hasil uji chi-square
menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tab, yaitu tipe habitat tidak
mempengaruhi perilaku. Namun lebih pada human error, yaitu jarak pandang
pengamat yang sulit melihat aktivitas mandi debu yang posisinya mendekam yang
terhalang oleh tegakan dan semak belukar. Maryanti (2007) menyatakan padang
rumput Sadengan yang sangat terbuka memungkinkan perilaku mandi debu
termonitor dengan cukup baik.
Merak hijau di TNB melakukan aktivitas mandi debu hanya ditemukan di
savana Bekol. Namun, hasil uji chi-square menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil
dari χ2 tab yang berarti perilaku mandi debu memiliki peluang yang sama pada
habitat savana, hutan pantai dan hutan evergreen. Selama pengamatan tidak
ditemukan yang aktivitas mandi debu bukan pengaruh dari habitat. Maryanti
(2007) menyatakan bahwa hutan pantai dan evergreen memiliki kondisi yang
memenuhi syarat sebagai tempat mandi debu. Selain itu selama pengamatan
ditemukan bekas mandi debu di pinggir jalan yang membelah hutan evergreen
serta beberapa cekungan tempat mandi debu di hutan pantai. Faktor yang teramati
94

penyebab tidak ditemukannya aktivitas mandi debu di dua lokasi tersebut adalah
aktivitas ‘gerandong’ atau angkutan kayu akasia duri yang sering lewat sepanjang
jalur Batangan-Bekol serta aktvitas pencurian daun gebang di sekitar hutan pantai
yang selalu mengganggu merak hijau untuk diambil bulu-bulunya.

5.2.6 Perilaku Berlindung

Perilaku berlindung merupakan tanggapan alami dari merak hijau terhadap


gangguan yang datang. Tanggapan merak hijau terhadap gangguan yang datang
beragam dari mulai menunjukkan sikap curiga dengan mengeluarkan suara
“tk…tk…tk…” ataupun “krooow” sambil berjalan menjauh dari sumber gangguan
hingga terbang menjauh dengan mengeluarkan suara “kokokokok” ataupun tidak.
Sumber gangguan dapat berupa individu merak hijau lainnya, satwa lainnya baik
predator maupun non-predator serta manusia yang beraktivitas di dekat merak
hijau.

(a) (b) (c)


Gambar 43. Perilaku berlindung merak hijau; (a) curiga, (b) terbang menghindar
dan (c) menghindar dari serangan elang-laut perut-putih

Ketika mencurigai sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, merak hijau


akan bersikap terlihat tegang dengan menegakkan lehernya dan posisi berdiri
sempurna serta kepala yang diarahkan ke segala arah mencari tempat
perlindungan (Gambar 43). Aktivitas tersebut diikuti dengan suara curiga yang
dikeluarkannya. Ketika gangguan atau ancaman tersebut dapat menjadi bahaya,
merak hijau akan terbang ke tempat yang membuatnya aman. Tempat yang biasa
digunakan untuk berlindung adalah tajuk pohon dan semak belukar. Selama di
tempat perlindungan merak hijau akan terus bersuara “tk…tk…tk…” atau
“krooow” hingga merak hijau merasa aman.
Sumber gangguan merak hijau di TNAP diantaranya manusia (pengunjung,
petugas, pesanggem, pemburu dan peneliti), elang-laut perut-putih (Haliaeetus
leucogaster), elang-ular bido (Spilornis cheela), elang brontok (Spizaetus
95

cirrhatus), anjing kampung dan merak hijau. Sementara, gangguan merak hijau di
TNB bersumber dari manusia (pengunjung, petugas, gelandong, pencuri dan
peneliti), ajag (Cuon alpinus), elang brontok, elang-ular bido, monyet-ekor
panjang (Macaca fascicularis), lutung budeng (Presbytis aurata), garangan jawa
(Herpestes javanica), kucing hutan (Felix bengalensis), biawak air-asia (Varanus
salvator) dan merak hijau. Berdasarkan sumber gannguannya tingkat ancaman
hingga mengakibatkan kematian di TNAP tidak ditemukan, sedangkan di TNB
ditemukan 3 individu tewas akibat predator.
0.2

0.18

0.16
Rerata frekuensi per hari

0.14

0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

Waktu (WIB) TNAP TNB


Gambar 44. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku berlindung
merak hijau di TNAP dan TNB

Perilaku berlindung merak hijau baik di TNAP maupun di TNB sudah


terjadi saat memulai aktivitas hariannya hingga naik ke pohon tidurnya (Gambar
44). Merak hijau di TNAP mengalami gangguan hingga harus berlindung
berkisar pada pukul 05.00-11.00 WIB dan 14.00-18.00 WIB dengan frekuensi
tertinggi terjadi gangguan pada pukul 07.00-08.00 WIB. Di TNB merak hijau
memiliki selang waktu mengalami gangguan yang lebih sempit, yaitu terjadi pada
waktu antara pukul 05.00-09.00 WIB dan 14.00-18.00 WIB. Frekuensi gangguan
yang dialami merak hijau di TNB lebih sering terjadi pada pukul 07.00 WIB.
Namun secara umum, sebaran penggunaan waktu merak hijau di TNB terganggu
96

sering terjadi di sore hari, yaitu saat pukul 16.00-18.00 WIB, sedangkan di TNAP
pada pagi hari berkisar antara pukul 07.00-09.00 WIB.
Tabel 18. Rekapitulasi durasi perilaku berlindung merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Rerata Waktu Min. Maks
Lokasi
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
TNAP
Padang rumput Sadengan 379 833 1246905 2051940 0 0 1495 2265
Hutan tanaman jati Gunting * 1382 1262 14007694 2527560 0 0 5124 2852
Hutan Rowobendo 1235 1235 2770304 2800004 0 0 2899 2908
TNB
Savana Bekol 273 273 818182 818182 0 0 1177 1177
Hutan pantai Manting 252 492 571040 1076640 0 0 1008 1530
Hutan evergreen 1740 1787 3562200 3615748 0 0 3627 3688
Keterangan: ♂ = jantan; ♀ = betina; *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Perilaku berlindung ditemukan di seluruh lokasi pengamatan di TNAP dan


TNB dengan durasi yang beragam (Tabel 18). Merak hijau jantan di hutan
tanaman jati Gunting melakukan aktivitas berlindung terlama dengan durasi 1382
detik/hari, sedangkan merak hijau betina di padang rumput Sadengan merupakan
merak hijau betina berdurasi tersingkat untuk berlindung dari gangguan dengan
durasi sebesar 833 detik/hari dibandingkan dua lokasi lainnya di TNAP. Merak
hijau jantan dan betina di TNB yang memiliki durasi maksimum terlama adalah
merak hijau di hutan evergreen, dengan nilai masing-masing secara berurut
sebesar 3627 detik/hari dan 3688 detik/hari. Di TNAP, aktivitas berlindung lebih
lama dilakukan oleh merak hijau betina daripada merak hijau jantan (F = 2.80; v1
= 40, v2 = 40), sedangkan merak hijau di TNB memiliki durasi aktivitas
berlindung yang sama antara betina dan jantan karena masih dalam satu kelompok
dengan kesamaan ragam (F = 1.12; v1 = 25, v2 = 25).
Di TNAP merak hijau lebih sering berlindung daripada merak hijau di
TNB, karena frekuensi merak hijau di TNAP mengalami gangguan lebih sering
dibandingkan merak hijau di TNB (Gambar 45). Merak hijau di TNAP dan TNB
minimal melakukan aktivitas berlindung dalam satu hari sebanyak satu kali.
Merak hijau di hutan tanaman jati Gunting lebih sering berlindung dari pada
padang rumput Sadengan dan hutan Rowobendo. Di hutan tanaman jati Gunting
merak hijau berlindung akibat gangguan sebanyak 2-3 kali per individu per hari.
Sementara itu, merak hijau di hutan evergreen lebih sering berlindung daripada
savana Bekol dan hutan pantai Manting.
97

3.00

Rerata frekuensi per hari 2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 45. Grafik frekuensi harian perilaku berlindung merak hijau pada
beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB

Uji chi-square terhadap frekuensi perilaku berlindung menunjukkan bahwa


merak hijau di TNAP memiliki peluang yang berbeda untuk melakukan perilaku
berlindung di padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo ( χ = 55.102, P < 0.01), yang menandakan bahwa tipe habitat
berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi perilaku berlindung merak hijau.
Sama halnya dengan lamanya merak hijau berlindung dari gangguan sangat
terpengaruh nyata oleh tipe habitat ( χ = 41.255, P < 0.01).
Hal yang sama terhadap hasil uji chi-square perilaku berlindung merak
hijau di TNB. Tipe habitat memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap
frekuensi dan durasi berlindung merak hijau. Tipe habitat seperti savana Bekol,
hutan pantai Manting dan hutan evergreen berpengaruh sangat nyata terhadap
frekuensi dan lamanya merak hijau berlindung di TNB ( χ = 9.303, P < 0.01).
Perilaku berlindung adalah perilaku individu ketika merasa terancam dari
gangguan dengan respon yang beragam dapat berupa berjalan menjauh, terbang ke
pohon atau masuk ke dalam semak-semak (Maryanti 2007). Menurut
Sativaningsih (2005), merak hijau merespon adanya gangguan tergantung pada
jarak gangguan dan kondisi merak hijau saat gangguan tersebut muncul. Selama
98

pengamatan merak hijau lebih banyak melakukan berlindung daripada


menghadapi gangguan tersebut.
Saat terganggu dan atau merasa terganggu, merak hijau akan berlindung
disertai suara-suara yang dikeluarkannya. Ketika terbang menghindar gangguan
merak mengeluarkan suara “kokoko…” (Hernowo 1995; Sativaningsih 2005;
Dwisatya 2006 dan Maryanti 2007) sedangkan ketika mencurigai sesuatu, merak
akan mengeluarkan suara “tk…tk…tk…” (Winarto 1993; Hernowo 1995;
Sativaningsih 2005 dan Maryanti 2007). Setelah ancaman atau gangguan sudah
mereda merak hijau akan keluar dari tempat berlindung dan melanjutkan
aktivitasnya semula dengan sikap masih siaga dan waspada.
Gangguan atau ancaman terhadap merak hijau bisa terjadi setiap saat
selama 24 jam (Maryanti 2007). Akan tetapi pada pukul 07.00-08.00 WIB di
TNAP memiliki frekuensi terbanyak merak hijau mengalami gangguan. Terutama
dikarenakan oleh pesanggem di hutan tanaman jati Gunting sebagai tempat
tersering merak hijau mengalami gangguan dari pada di padang rumput Sadengan
dan hutan Rowobendo. Berbeda halnya dengan padang rumput yang selalu dijaga
relawan dan selalu diperiksa keadaanya oleh polhut, sehingga relatif lebih aman
dibandingkan tempat lain.
Di TNB, merak hijau sering terganggu pada pukul 07.00 dan 16.00 WIB.
Maryanti (2007) menyebutkan intensitas terbesar merak hijau mengalami
gangguan antara pukul 06.00-07.00 dan 15.00-16.00 WIB. Hal ini berhubungan
dengan aktivitas manusia yang mulai aktif pada waktu tersebut, terutama angkutan
pembinaan akasia duri.
Merak hijau memiliki peluang yang berbeda mendapat gangguan baik di
padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan alam Rowobendo
berdasarkan hasil uji chi-square di TNAP. Merak hijau di hutan tanaman jati
lebih sering mengalami gangguan dengan durasi berlindungnnya paling lama dari
dua lokasi lainnya. Gangguan ini disebabkan oleh pesanggem yang menjaga
tumbuhan tumpangsarinya, sehingga intensitas mengalami gangguan yang sering.
Dalam mengusir merak sering menggunakan batu yang menyebabkan trauma,
maka saat terjadi pengusiran kembali merak akan berlindung sangat lama hingga
99

situasi aman. Merak hijau pada habitat yang terdapat interaksi manusia akan
berpeluang besar mengalami gangguan.
Merak hijau di TNB memiliki hasil uji chi-square yang sama dengan
TNAP. Akan tetapi durasi dan frekuensi perilaku berlindung tidak berbanding
lurus. Hutan evergreen merupakan tempat terbanyak terjadinya frekuensi
ganguan, namun memiliki durasi berlindung yang lebih kecil dari savana Bekol.
Karena sumber gangguan di hutan evergreen hanya bersifat insidensial yaitu
berupa kendaraan yang lewat. Sementara itu, sumber gangguan pada merak hijau
di savana Bekol banyak berasal dari predatornya seperti anjing liar dan elang
brontok, sehingga merak hijau akan berlindung lebih lama.

5.2.7 Perilaku Bertarung

Perilaku bertarung biasa dilakukan oleh merak hijau jantan (Gambar 46).
Merak hijau akan bertarung ketika individu merak hijau jantan lainnya berada
dalam satu ruang dan waktu yang sama dengan jarak antar individu sangat dekat.
Jarak antar merak hijau jantan yang akan menimbulkan pertarungan bervariasi
berkisar antara 1-100 m. Pertarungan ini berhubungan dengan penguasaan
wilayah agar terlihat sebagai jantan dominan oleh merak hijau betina di saat
musim berbiak.

(a) (b)
Gambar 46. Perilaku bertarung antar merak hijau jantan; (a) di padang rumput
Sadengan dan (b) savana Bekol

Perilaku bertarung terjadi merak hijau jantan dewasa bertemu. Kedua


merak akan memasang posisi berdiri tegak dengan leher dan jambul ditegakkan
dan bulu hias diangkat sejajar tubuh. Merak hijau akan bergantian menggertak,
yaitu bergerak maju dan berputar dengan mengangkat bulu hiasnya melewati atas
kepala merak hijau lawan. Setelah beberapa kali menggertak, salah satu merak
100

hijau akan menyerang menggunakan tajinya dengan cara melompat. Merak hijau
lawan akan melompat pula sebagai gerakan pertahanan dengan posisi kaki
mengarah ke atas (Gambar 46a). Gerakan menyerang akan dilakukan bergantian
hingga salah satu merak hijau pergi atau menyerah. Seringkali perilaku bertarung
diiringi dengan aktivitas kejar-kejaran, baik sambil lari maupun terbang dari satu
tempat ke tempat lainnya. Bahkan terkadang terjadi pertarungan yang tidak sehat
yaitu salah satu merak hijau mendapat bantuan tenaga dalam mengusir merak
hijau lawan.
Perilaku bertarung merak hijau di TNB lebih awal berlangsungnya dari
pada merak hijau di TNAP (Gambar 47). Merak hijau TNB melakukan aktivitas
bertarung pada pukul 04.00-09.00 WIB dan 14.00-17.00 WIB. Sementara merak
hijau TNAP aktivitas bertarung berlangsung pada pukul 05.00-10.00 WIB dan
pada pukul 14.00-18.00 WIB. Sekitar pukul 10.00-14.00 WIB baik di TNAP
maupun TNB tidak ditemukan aktivitas berkelahi. Di TNAP perilaku bertarung
merak hijau sering terjadi pada pukul 07.00 WIB, sedangkan di TNB merak hijau
bertarung lebih sering terjadi pada pukul 05.00 WIB.
0.18

0.16

0.14
Rerata frekuensi per hari

0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

Waktu (WIB) TNAP TNB


Gambar 47. Grafik penggunaan waktu dan frekuensi harian perilaku bertarung
merak hijau di TNAP dan TNB
101

4.00

3.50
Rerata frekuensi per hari
3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
Padang Rumput Hutan Tanaman Hutan Savana Hutan Pantai Hutan Evergreen
Jati Rowobendo

TNAP TNB

Tipe Habitat
Gambar 48. Grafik frekuensi harian perilaku bertarung merak hijau jantan pada
beberapa tipe habitat di TNAP dan TNB

Sama halnya dengan durasi aktivitas bertarung, merak hijau TNAP lebih
sering bertarung di padang rumput Sadengan daripada hutan Rowobendo dan
hutan tanaman jati Gunting (Gambar 48). Di padang rumput Sadengan merak
hijau melakukan aktivitas bertarung minimal dua kali per individu per hari,
sedangkan di hutan Rowobendo merak hijau hanya melakukan pertarungan satu
kali per hari per individu. Sementara hutan tanaman jati Gunting hanya memiliki
frekuensi sebesar 0.31 kali per individu per hari. Di TNB, nilai durasi aktivitas
bertarung berbanding lurus dengan nilai frekuensinya. Merak hijau savana Bekol
lebih sering melakukan aktivitas bertarung daripada merak hijau di hutan pantai
Manting dan hutan Evergreen, yaitu minimal tiga kali per individu per hari.
Aktivitas bertarung merak hijau hanya ditemukan di padang rumput
Sadengan, hutan tanaman jati Gunting, hutan Rowobendo, savana Bekol dan
hutan pantai Manting (Tabel 19). Durasi yang diperlukan oleh merak hijau jantan
bertarung di padang rumput Sadengan lebih lama daripada di hutan tanaman jati
Gunting dan hutan Rowobendo. Merak hijau di padang rumput Sadengan
memiliki durasi rerata sebesar 1009 detik/hari, sedangkan dua lokasi lainnya di
TNAP memiliki durasi masing-masing sebesar 158 detik/hari di Gunting dan 740
detik/hari di Rowobendo. Sementara itu, di TNB hanya ditemukan di savana
102

Bekol dan hutan pantai Manting aktivitas bertarung antar merak hijau jantan.
Savana Bekol memiliki durasi rerata terbesar dibandingkan dengan dua lokasi
lainya di TNB, yaitu sebesar 1533 detik/hari.
Tabel 19. Rekapitulasi durasi perilaku bertarung merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 1009 1843785 0 2367
Hutan tanaman jati Gunting *) 158 396900 0 788
Hutan Rowobendo 740 3166200 0 2519
TNB
Savana Bekol 1533 8039782 0 4368
Hutan pantai Manting 30 9000 0 125
Hutan evergreen 0 0 0 0
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Perilaku bertarung antara merak hijau jantan tidak terpengaruh oleh tipe
habitat di TNAP baik frekuensi maupun durasinya ( χ = 0.000, P = 9.210).
Perilaku bertarung merak hijau di TNAP memiliki frekuensi dan durasi yang sama
antara di padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo. Begitu pula dengan tipe habitat di TNB yang tidak berpengaruh
dengan perilaku bertarung merak hijau ( χ = 0.000, P = 9.210). Berdasarkan nilai
itu pula dapat diketahui bahwa merak hijau jantan di TNB akan memiliki perilaku
bertarung yang sama baik di savana Bekol, hutan pantai Manting dan hutan
evergreen karena tidak ada hubungan antara frekuensi serta lamanya bertarung
dengan tipe habitat yang berbeda.
Bertarung dilakukan merak hijau untuk mempertahankan suatu wilayah
dan memperlihatkan bentuk kejantanannya pada merak hijau betina serta
mengkukuhkannya sebagai merak hijau jantan dominan. McFarland (1987)
dalam Dwisatya (2006) menyatakan bahwa betina akan memilih jantan yang
teritorinya kaya pakan. Apabila dua merak jantan bertemu dalam jarak yang dekat,
hanya ada dua kemungkinan yaitu bertarung (fight) dan pengusiran (Maryanti
2007).
Terjadinya pertarungan antar merak hijau jantan beragam. Di TNAP,
merak hijau jantan akan bertarung walaupun kedua individu merak tersebut
berjarak 50-200 m. Hal terbalik terjadi di TNB, yaitu dua individu merak hijau
jantan dengan jarak 1-2 m tidak terjadi perkelahian. Peristiwa ini menjelaskan
103

bahwa pertarungan terjadi ketika merak hijau jantan dominan merasa terganggu
atau tersaingi dalam mencari perhatian merak hijau betina.
Baik TNAP maupun TNB, merak hijau melakukan aktivitas bertarung
lebih sering pada pagi hari. Karena kondisi tubuh dan energi merak hijau saat
pagi hari masih bugar dan penuh. Dengan kondisi tersebut merak hijau memiliki
peluang menang saat bertarung lebih besar. Hal ini pun bentuk strategi merak
hijau jantan dalam menarik perhatian merak hijau betina.
Merak hijau di padang rumput Sadengan lebih sering melakukan aktivitas
bertarung daripada merak hijau jantan di hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo di TNAP. Adapun ini berkaitan dengan habitat yang lebih terbuka
pada padang rumput dari pada hutan, sehingga merak hijau dapat dengan mudah
melihat pejantan lain. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil uji chi-square
menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tab, yaitu tipe habitat tidak
mempengaruhi perilaku atau tiap tipe habitat memiliki peluang yang sama sebagai
tempat bertarung. Selama pengamatan, jumlah individu jantan dalam satu lokasi
dan jarak antar pejantan tersebut merupakan faktor utama terjadinya perilaku
bertarung. Di hutan tanaman Gunting merak hijau jarang melakukan pertarungan
karena hanya terdapat tiga merak hijau jantan dengan jarak antar pejantan 200-400
m.
Di TNB, hasil uji chi-square menunjukkan hasil yang sama dengan yang
ada di TNAP yaitu perilaku bertarung di habitat savana, hutan pantai dan
evergreen seharusnya sama. Akan tetapi perilaku bertarung lebih sering terjadi di
savana Bekol dibandingkan hutan pantai Manting dan hutan evergreen. Hal ini
bukan semata-mata akibat perbedaan habitat, namun di Bekol terdapat sumber air
minum saat musim kemarau. Maka peluang terjadinya petarungan di Bekol lebih
besar.

5.2.8 Perilaku Istirahat

Perilaku istirahat merupakan perilaku merak hijau menghentikan segala


bentuk aktivitasnya di tempat teduh yang terhindar dari terik matahari di antara
dua periode aktivitas harian pagi hari dan sore hari untuk menghilangkan lelah
akibat aktivitas sebelumnya. Merak hijau melakukan aktivitas istirahat ketika
sinar matahari mulai terasa panas. Di TNAP merak hijau beristirahat berkisar
104

antara pukul 11.00-14.00 WIB. Sementara merak hijau TNB melakukan aktivitas
istirahat pada pukul 09.00-14.00 WIB. Secara umum, merak hijau di TNB
memiliki waktu lebih lama dibandingkan dengan merak hijau TNAP.

(a) (b)
Gambar 49. Berbagai posisi perilaku istirahat merak hijau; (a) berdiri di bawah
pohon widoro bukol dan (b) mendekam di cabang pohon apak

Merak hijau beristirahat dalam posisi mendekam ataupun berdiri (gambar


49). Di TNAP merak hijau beristirahat di atas pohon dan diantara semak-belukar.
Pohon yang sering digunakan sebagai tempat beristirahat antara lain apak (Ficus
invectora), bendo (Articarpus elastic), randu hutan (Bombax valetoni), ketangi
(Lagestromia speciosa), laban (Vitex coffasus), gempol (Nucleae siamea), mahoni
(Swietenia macrophylla), walikukun (Schoutenia ovata) dan jati (Tectona
grandis). Sementara merak hijau di TNB beristirahat di bawah pohon diantara
semak-semak. Pohon yang sering digunakan sebagai tempat beristirahat
diantaranya mimba (Azadicahta indica), pilang (Acacia leucophloea), akasia duri-
duri (Acacia nilotica), widoro bukol (Zizyphus rotundifolia) dan ki serut.
Aktivitas istirahat merak hijau dapat dilakukan secara berkelompok maupun
soliter.
Durasi rerata yang dibutuhkan melakukan aktivitas istirahat oleh merak
hijau jantan di padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan
Rowobendo secara berurut adalah 21310, 17176 dan 18526 detik/hari dan merak
hijau betina adalah sebesar 17008, 16879 dan 17607 detik/hari. Hal ini berarti
merak hijau jantan di padang rumput Sadengan lebih lama beristirahat daripada
dua lokasi lainnya di TNAP, sedangkan merak hijau betina hutan Rowobendo
lebih lama beristirahat dibadingkan dua lokasi lainnya di TNAP. Di TNB, durasi
yang diperlukan merak hijau jantan dan betina untuk beristirahat di hutan
105

evergreen lebih lama daripada di hutan pantai Manting dan savana Bekol yang
secara berurutan nilainya adalah 23412, 23118 dan 18212 detik/hari untuk merak
hijau jantan dan 23952, 22878 dan 18010 detik/hari (Tabel 20 dan 21).
Tabel 20. Rekapitulasi durasi perilaku istirahat merak hijau jantan di TNAP dan
TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 21310 10970928 17997 24622
Hutan tanaman jati Gunting *) 17175 13257888 13533 20816
Hutan Rowobendo 18526 25844047 13442 23610
TNB
Savana Bekol 18212 5362545 15896 20527
Hutan pantai Manting 23118 6229640 20622 25614
Hutan evergreen 23412 844920 22493 24331
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Tabel 21. Rekapitulasi durasi perilaku istirahat merak hijau betina di TNAP dan
TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padan rumput Sadengan 17008 16329937 12967 21049
Hutan tanaman jati Gunting *) 16879 11099912 13548 20211
Hutan Rowobendo 17607 4881700 15397 19816
TNB
Savana Bekol 18010 2548220 16414 19606
Hutan pantai Manting 22878 2456040 21311 24445
Hutan evergreen 23952 2149920 22486 25418
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Frekuensi aktivitas istirahat merak hijau di TNAP terpengaruh sangat


nyata oleh tipe habitat baik padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting
dan hutan Rowobendo ( χ = 60.116, P < 0.01). Begitu pula dengan lamanya
merak hijau melakukan aktivitas istirahat terpengaruh sangat nyata oleh tipe
habitat di TNAP ( χ = 57.917, P < 0.01). Selama pengamatan merak hijau lebih
sering dijumpai sedang beristirahat di padang rumput Sadengan dalam waktu yang
lama. Sedangkan, di hutan Rowobendo dan hutan tanaman jati Gunting merak
hijau dijumpai sedang beristirahat akan tetapi dengan durasi yang singkat. Hal ini
disebabkan kondisi habitat hutan tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo
memiliki tegakan yang lebih rapat dibandingkan Sadengan yang berupa padang
rumput. Habitat tersebut akan memberikan kesejukan dari terik sinar matahari.
106

Hal yang berbeda terhadap hasil uji chi-square perilaku istirahat merak
hijau di TNB. Tipe habitat memberi pengaruh yang berbeda terhadap frekuensi
dan durasi aktivitas istirahat merak hijau. Tipe habitat seperti savana Bekol, hutan
pantai Manting dan hutan evergreen berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi
aktivitas istirahat merak hijau di TNB ( χ = 38.771, P < 0.01). Akan tetapi tipe
habitat di TNB tidak berpengaruh terhadap lamanya merak hijau beristirahat ( χ
= 0.872, P = 9.210). Hal ini berarti merak hijau melakukan aktivitas beristirahat
memiliki durasi yang sama pada habitat savana Bekol, hutan pantai Manting dan
hutan evergreen.
Saat hari menjelang siang, merak hijau akan melakukan aktivitas istirahat
untuk menghindari terik matahari. Aktivitas istirahat (berteduh) biasanya
dilakukan diantara aktivitas makan padi dan siang dalam upaya untuk
menghindari panas matahari (Maryanti 2007). Pattaratuma (1977) menyatakan
bahwa suhu mempengaruhi merak hijau agar berpindah ke hutan untuk melakukan
istirahat.
Merak hijau melakukan aktivitas istirahat di tempat-tempat yang teduh
seperti di bawah pohon dan di sela-sela semak serta terkadang bertengger di tajuk
yang rimbun. Saat beristirahat biasanya merak hijau akan berpindah dari satu
tempat teduh ke tempat teduh lainnya, hal ini dikarenakan saat musim kemarau
suhu sangat panas. Hernowo (1995) menyebutkan bahwa merak hijau di TNB
berteduh dengan cara berdiri dan biasanya akan berpindah tempat dari tempat
teduh satu ke tempat teduh yang lain. Hal yang sama terjadi di hutan tanaman
yang diduga bertujuan untuk mengantisipasi adanya gangguan atau kejaran
predator (Sativaningsih 2005). Menurut Tanudimadja dan Kusumamiharja (1985),
hewan-hewan akan mencari tempat yang aman dan nyaman bagi dirinya.
Aktivitas istirahat berlangsung pada kisaran waktu 11.00-14.00 WIB di
TNAP dan 09.00-14.00 WIB di TNB. Maryanti (2007) mencatat merak hijau di
TNAP beristirahat selama 3-8 jam yaitu antara pukul 07.30-15.00 dan di TNB
berkisar antara pukul 08.00-14.30 WIB atau selama 3-7 jam. Sementara
Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa merak hijau di padang rumput Sadengan
TNAP beristirahat pada pukul 09.00-14.00 WIB. Merak hijau beristirahat pada
waktu tersebut karena aktivitas predator sangat tinggi dan suhu yang panas.
107

Durasi dan frekuensi aktivitas istirahat merak hijau di TNAP dan TNB
beragam pada berbagai tipe habitat. Hal ini diperjelas dengan hasil uji chi-square
yang menunjukkan nilai χ2 hitung lebih besar dari χ2 tab yang berarti terdapat
pengaruh tipe habitat terhadap perilaku istirahat. Pada habitat berhutan di TNAP,
merak hijau lebih cepat durasi istirahatnya. Hal ini disebabkan kondisi tajuk yang
rapat membuat merak hijau teduh tidak kepanasan walaupun sedang melakukan
aktivitas lainnya.
Di TNB, merak hijau memiliki durasi yang relatif sama pada habitat
savana Bekol, hutan pantai Manting dan hutan evergreen. Akan tetapi Di hutan
evergreen TNB merak hijau lebih lambat melakukan aktivitas istirahat di
bandingkan savana dan hutan pantai. Karena kondisi habitat di hutan evergreen
memiliki tajuk yang rapat dengan vegetasi yang hijau sepanjang tahun, sehingga
akan mengurahi terik dari sinar matahari.

5.2.9 Perilaku Tidur

Perilaku tidur merak hijau adalah serangkaian kegiatan merak hijau dari
mulai memilih pohon tempat tenggerannya (tidur) dilanjutkan dengan
memposisikan tubuhnya sedemikian rupa yang diakhiri dengan mengeluarkan
suara-suara terakhir tanda berakhirnya aktivitas harian sampai dengan terdengar
suaranya di pagi hari tanda dimulainya aktivitas. Merak hijau mengeluarkan suara
tipe I saat akan tidur dan setelah bangun. Sebelum bertengger di pohon tidur,
merak hijau naik ke pohon tidur dengan cara terbang bertahap maupun langsung.
Merak hijau tidur di atas pohon bertujuan agar terhindar dari predator.
Pohon yang menjadi pilihan tempat tidur merak hijau biasanya tidak jauh
dari tempat terbuka (tempat makan), memiliki ketinggian relatif lebih tinggi dari
pohon sekitarnya dan memiliki tajuk tidak lebat dengan percabangan yang
mendatar atau relatif tegak lurus dengan batang utama. Di TNAP merak hijau
menggunakan jenis pohon untuk tidur diantaranya apak, gempol, randu hutan,
bendo, mahoni dan jati, sedangkan pilang, mimbo dan gebang (Corypha utan)
menjadi pilah utama merak hijau di TNB sebagai pohon tidurnya (Gambar 50).
Berdasarkan pengamatan pohon tidur yang dipilih merak hijau memiliki areal
terbuka tempat landasan mendarat saat turun dari pohon tidurnya. Merak hijau
108

jantan biaasa tidur senndiri dalam satu pohon


n, sedangkann merak hijjau betina dalam
d
satu pohonn dapat diteemukan lebiih dari satu individu.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 50. Perilakuu tidur merak hijau di attas pohon; (a)
( jati, (b) rrandu hutan
n,
(c) gebaang dan (d) mimba
m

Ujii chi-squaree perilaku tidur


t menun
njukkan baahwa merakk hijau di TNAP
T
memiliki peluang yaang sama unntuk melaku
ukan aktiviitas tidur dii padang ru
umput
Sadengan,, hutan tanaaman jati Gunting
G dan
n hutan Row
wobendo ( = 0.247
7, P =
9.210), yaang menanddakan bahw
wa tipe habiitat tidak mempengaru
m uhi perilaku tidur
merak hijaau. Lain haalnya, perilaaku tidur merak
m hijau di TNB yanng menunju
ukkan
hasil bahw
wa tiap habbitat yaitu savana,
s huttan pantai dan
d evergreeen berpeng
garuh
sangat nyaata terhadapp perilaku tidur
t merak hijau ( = 19.524, P < 0.01). Akan
tetapi duraasi aktivitass tidur meraak hijau tidaak terpengarruhi oleh tippe habitat baaik di
TNAP ( = 0.247, P = 9.210) maupun
m di TNB
T ( = 0.049, P = 9.210).
Secara umum
m merak hijjau di TNA
AP tidur paada pukul 17.30 WIB
B dan
bangun paada pukul 05.00
0 WIB
B, sedangkaan di TNB aktivitas tidur merak hijau
berkisar antara
a pukuul 17.30-044.30 WIB. Merak hijau
h di huutan Rowob
bendo
memiliki durasi
d lebihh lama tidurrnya dibandingkan hutaan tanaman jati Gunting dan
padang ruumput Sadeengan, yaituu dengan durasi
d masiing-msing ssecara beru
urutan
109

41944, 41862 dan 40703 detik/hari. Sementara durasi rerata merak hijau di
savana Bekol melakukan aktivitas tidur lebih cepat dibandingkan dua lokasi
lainnya di TNB, yaitu sebesar 37032 detik/hari (Table 22).
Tabel 22. Rekapitulasi durasi perilaku tidur merak hijau di TNAP dan TNB
Durasi Ragam Durasi Durasi
Lokasi Rerata Waktu Min. Maks
(detik/hari) (detik/hari)2 (detik/hari) (detik/hari)
TNAP
Padang rumput Sadengan 40703 659869 39891 41515
Hutan tanaman jati Gunting *) 41862 774723 40982 42742
Hutan Rowobendo 41944 3166261 40165 43723
TNB
Savana Bekol 37032 939379 36063 38002
Hutan pantai Manting 40170 664468 39354 40985
Hutan evergreen 40239 167419 39830 40649
Keterangan: *) = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan

Aktivitas tidur merupakan aktivitas istirahat total pada hari senja hingga
pagi hari setelah melakukan aktivitas seharian. Perilaku tidur merupakan
serangkaian aktivitas guna mengistirahatkan seluruh bagian tubuhnya agar
kembali bugar untuk melakukan aktivitas harian esok harinya. Hernowo (1995)
menyatakan bahwa merak hijau menuju pohon tidur dengan cara terbang langsung
ke pohon tidur atau melompat terlebih dahulu ke pohon yang lebih rendah
kemudian melompat pada pohon tidurnya. Menurut Supratman (1998), perilaku
tidur di TNAP dilakukan tidak langsung terbang ke pohon tidur, tetapi hinggap
terlebih dahulu ke pohon lain yang lebih rendah, selanjutnya melompat lagi
hingga sampai di pohon tidurnya. Hal ini bertujuan untuk menghemat energi serta
merak hijau memilih tempat tidurnya yang nyaman dan aman.
Secara umum merak hijau di TNAP tidur pada pukul 17.30 WIB dan
bangun pada pukul 05.00 WIB, sedangkan di TNB aktivitas tidur merak hijau
berkisar antara pukul 17.30-04.30 WIB. Maryanti (2007) mencatat aktivitas tidur
merak hijau dimulai pada pukul 17.18-05.14 WIB di TNAP dan 17.30-05.10 WIB
di TNB. Menurut Sativaningsih (2005), merak hijau mulai bertengger di pohon
tidurnya pukul 17.14 WIB namun suara merak hijau masih terdengar hingga pukul
17.59 WIB. Kesamaan waktu tersebut karena aktivitas tidur merupakan aktivitas
alami yang relatif dilakukan oleh setiap individu merak hijau di setiap lokasi.
Hasil uji chi-square di TNAP menunjukkan nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2
tab yang berarti tidak ada pengaruh tipe habitat terhadap frekuensi dan durasi
110

perilaku tidur. Namun, di TNB frekuensi tidur pada suatu tempat sangat
dipengaruhi oleh tipe habitat. Tipe habitat yang ada di TNAP akan memiliki
peluang yang sama sebagai tempat tidur merak hijau. Berbeda dengan tipe habitat
yang terdapat di TNB, habitat savana, hutan pantai dan hutan evergreen akan
mendapatkan peluang yang berbeda sebagai tempat tidur merak hijau. Walaupun
merak hijau lebih memilih pohon tidurnya bukan memilih habitat tidur. Akan
tetapi tidak semua habitat terdapat pohon yang sesuai untuk tempat tidur merak
hijau.
Di TNB merak hijau memilih tempat tidur berupa pohon dengan tinggi
lebih dari 10 m, memiliki tajuk yang tidak rapat, percabangan bersudut tumpul
atau mendekati lurus terhadap batang utama dan merupakan pohon paling tinggi
diantara pohon sekitar serta terdapat areal terbuka di sekitar pohon tidurnya
(Hernowo 1995). Menurut Supratman (1998) dan Wasono (2005), merak hijau di
TNAP memilih pohon tidur dengan tinggi lebih dari 7 m, percabangan relatif
tegak lurus dengan batang utama, memiliki tajuk tidak rapat bahkan tidur pada
pohon sedang meranggas atau mati dan di sekitarnya terdapat areal terbuka serta
merupakan pohon tertinggi dari pohon sekitar.

5.3 Persentase Seluruh Perilaku Harian pada Musim Berbiak

Selama sehari merak hijau menghabiskan waktu untuk melakukan seluruh


aktivitas sebanyak 86400 detik. Merak hijau betina melakukan aktivitas suara,
kawin, makan, minum, menelisik, berjemur, mandi debu, istirahat, berlindung,
naik pohon, tidur dan lain-lain, sedangkan merak hijau jantan ditambah dengan
aktivitas display dan bertarung. Secara umum, aktivitas merak hijau di TNAP dan
TNB memiliki aktivitas yang sama.
Di TNAP merak hijau jantan dan betina menghabiskan sebagian waktunya
untuk tidur, beristirahat dan makan (Gambar 51b dan 52b). Merak hijau jantan
menghabiskan waktu untuk tidur sebanyak 48.13%, beristirahat sebanyak 21.99%
dan makan sebanyak 17.96%, sedangkan merak hijau betina menghabiskan waktu
untuk tidur sebanyak 47.97%, makan sebanyak 26.19% dan beristirahat sebanyak
19.87%. Sementara itu, perilaku harian merak hijau seperti berbiak dan lainnya
111

hanya bernilai dibawah 9% untuk merak hijau jantan dan 6% untuk merak hijau
betina.

(a) (b) (c)


Gambar 51. Grafik persentase perilaku harian merak hijau jantan pada musim
berbiak di TNAP; (a) grafik perilaku berbiak, (b) grafik perilaku
utama (c) grafik perilaku lainnya.

(a) (b) (c)


Gambar 52. Grafik persentase perilaku harian merak hijau betina pada musim
berbiak di TNAP; (a) grafik perilaku berbiak, (b) grafik perilaku
utama (c) grafik perilaku lainnya.

Perilaku berbiak merak hijau terdiri dari perilaku display, kopulasi (kawin)
dan bersuara, sedangkan perilaku berbiak pada merak hijau betina terdiri dari
perilaku bersuara dan kopulasi (Gambar 51a dan 52a). Perilaku berbiak merak
hijau betina hanya meliputi bersuara dan kopulasi karena perilaku menarik
pasangan dengan cara menari (display) hannya dilakukan oleh merak hijau jantan.
112

Perilaku display di perilaku berbiak merak hijau jantan memiliki perentase


terbesar dibandingkan perilaku suara dan kopulasi, yaitu sebesar 98.24%. Hal ini
disebabkan karena waktu pengambilan data merupakan saat musim kawin,
sehingga merak hijau jantan sering melakukan aktivitas display.
Untuk perilaku lainnya hanya berkisar 8.54% pada merak hijau jantan dan
5.89% pada merak hijau betina (Gambar 51c dan 52c). Perilaku lainnya pada
merak hijau jantan terdiri dari perilaku berkelahi, mandi debu, berjemur,
berlindung, minum dan menelisik, dengan peresentasi terbesar dimiliki oleh
perilaku menelisik sebesar 24.18%. Perilaku berlindung pada merak hijau betina
memiliki persentase terbesar diantara perilaku lainnya seperti perilaku mandi debu,
berjemur, berlindung, minum dan menelisik, yaitu sebesar 21.81%. Aktivitas di
atas pohon merupakan perilaku yang tidak teridentifikasi akibat keterbatasan
pandangan peneliti.
Sama hal dengan merak hijau di TNAP, merak hijau di TNB
menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas tidur, beristirahat dan makan
(Gambar 53b dan 54b). Jika diurutkan aktivitas merak hijau jantan dan merak
hijau betina dari proporsi yang paling besar ke paling kecil diawali dari perilaku
tidur, istirahat, makan, lainnya dan berbiak. Merak hijau jantan menghabiskan
waktu untuk tidur sebesar 45.20%, istirahat sebesar 24.98%, makan sebesar
19.49%, berbiak sebesar 2.92% dan perilaku lainnya sebesar 7.42%. Sementara
merak hijau betina menghabiskan waktunya untuk melakukan tiga aktivitas besar
diantaranya tidur sebesar 45.42%, istirahat sebesar 25.02% dan makan sebesar
23.65%, sedangkan perilaku berbiak dan lainnya dibawah angka 6%.
Perilaku display pada perilaku berbiak merak hijau jantan TNB memiliki
persentase terbesar yaitu sebesar 97.56%, sedangkan perilaku berbiak merak hijau
betina hanya terdapat perilaku bersuara dan kopulasi (Gambar 53a dan 54a).
Komposisi tersebut sama dengan merak hijau di TNAP karena merak hijau TNB
pun saat penelitian bertepatan dengan musim berbiak. Sama halnya dengan
perilaku lainnya di TNAP, perilaku menelisik (33.90%) merak hijau jantan TNB
memiliki persentase terbesar dibandingkan perilaku yang lain. Dan merak hijau
betina sering melakukan aktivitas berlindung (16.81%) dibandingkan dengan
aktivitas mandi debu, minum, menelisik dan berjemur (Gambar 53c dan 54c).
113

(a) (b) (c)


Gambar 53. Grafik persentase perilaku harian merak hijau jantan pada musim
berbiak di TNB; (a) grafik perilaku berbiak, (b) grafik perilaku
utama (c) grafik perilaku lainnya.

(a) (b) (c)


Gambar 54. Grafik persentase perilaku harian merak hijau betina pada musim
berbiak di TNAP; (a) grafik perilaku berbiak, (b) grafik perilaku
utama (c) grafik perilaku lainnya.

Secara garis besar dalam sehari selama musim berbiak, merak hijau di
TNAP dan TNB melakukan aktivitas suara, kawin, makan, minum, menelisik,
berjemur, mandi debu, istirahat, berlindung, naik pohon, tidur dan lain-lain, serta
ditambah dengan aktivitas display dan bertarung bagi merak hijau jantan.
Sementara Maryanti (2007) menjabarkan aktivitas harian merak hijau berupa
aktivitas bersuara, makan, minum, menelisik bulu, mandi debu, display, berjemur,
berteduh, berlindung dan tidur. Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa aktivitas
114

harian merak hijau dimulai pada saat bergerak dari posisi tidur di pohon
tenggerannya sampai dengan kembali ke pohon tenggerannya untuk tidur kembali.
Perilaku tidur merupakan perilaku dominan yang dilakukan merak hijau
betina maupun jantan pada malam hari, yaitu berkisar antara pukul 18.00-05.00
WIB baik di TNAP maupun TNB. Pada siang hari merak hijau memiliki
persentase perilaku yang beragam. Namun, merak hijau jantan maupun betina
TNAP dan TNB memiliki dua perilaku dengan persentase terbesar, yaitu istirahat
(berteduh) dan makan. Kedua perilaku tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku
utama merak hijau pada siang hari. Maryanti (2007) menyatakan bahwa merak
hijau menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berteduh 41.77 % di TNAP
dan 41.14 % di TNB serta makan 22.80 % di TNAP dan 22.22 % di TNB. Sama
halnya dengan Sativaningsih (2005) menyebutkan bahwa merak hijau di TNAP
menggunakan waktunya untuk istirahat sebesar 48.6 % dan makan 40.1 %.
Besarnya persentase aktivitas istirahat dalam aktivitas harian merak
berkaitan dengan terik sinar matahari yang sangat panas dan lama saat musim
kemarau, sehingga merak hijau akan menghentikan aktivitasnya ketika sinar
matahari mulai panas dan akan kembali beraktivitas saat tidak terlalu panas.
Perilaku utama lainnya adalah aktivitas makan. Aktivitas ini dilakukan dari mulai
turun dari pohon tidur hingga naik kembali ke pohon tidurnya. Hal ini berkaitan
dengan strategi merak hijau dalam mencukupi energi yang dibutuhkan untuk
aktivitas hariannya dengan postur tubuh yang cukup besar dibandingkan dengan
suku Phasianidae lainnya.

5.4 Implementasi terhadap Pengelolaan

Perkembangbiakan bagi Merak hijau merupakan hal yang paling penting


dalam keberlanjutan hidup di habitatnya. Maka dari itu dengan mengupayakan
kegiatan konservasi pada masa berkembangbiak dapat menjaga kelestariannya di
alam. Upaya-upaya yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Perlindungan terhadap tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat
bersarang (peletakan telur) dan jalur-jalur atau tempat kawin.
Berdasarkan penelitian 15 tahun terakhir, merak hijau cenderung memiliki
sarang dan tempat display ataupun kawin yang relatif sama. Berdasarkan hal
115

tersebut pengelola dapat mengantisipasi gangguan terhadap proses berbiak.


Karena proses berbiak yang berbeda dengan ayam hutan yang mengejar
betina yang diinginkannya dan mengawininya dengan sedikit paksaan,
sementara merak hijau harus melakukan display dan pemilihan yang selektif
dalam memilih pasangannya dengan waktu yang cukup lama. Apabila terjadi
gangguan dalam proses tersebut memungkinkan merak hijau tidak akan
melakukan perkawinan yang akan berakibat fatal pada keberadaan jenis
tersebut di habitatnya (kepunahan). Merak hijau melakukan aktivitas display
dan kawin pada areal terbuka, sehingga dengan menjaga ketinggian tumbuhan
bawah dan rerumputan akan menjadikan areal tersebut tetap terbuka dan
nyaman digunakan merak hijau untuk display dan kawin. Areal terbuka
digunakan merak hijau untuk display di antara bulan Juni hingga Desembar di
TNAP dan Juli hingga Januari di TNB.
2. Larangan atau pembatasan jumlah pengunjung ketika musim berbiak pada
jalur-jalur berbiak.
Merak hijau di TNAP dan TNB sering menggunakan tempat-tempat rawan
gangguan sebagai tempat menarik pasangannya untuk kawin, yaitu jalan
utama kawasan. Pengelola dapat melakukan pengurangan maupun
pembatasan jumlah pengunjung yang datang bahkan dapat melakukan
pembagian waktu penggunaan kendaraan yang akan memasuki kawasan.
Pembagian waktu tersebut berdasarkan waktu aktif merak hijau berakivitas di
jalanan, yaitu kendaraan dilarang masuk pada diantara pukul 06.00-08.00 dan
16.00-17.30 WIB. Untuk jumlah pengunjung yang ideal saat musim berbiak
dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini pengelola melakukan
kerjasama dengan perguruan tinggi.
3. Pengambilan telur merak hijau untuk ditetaskan dan dikembalikan ke alam
setelah cukup dewasa.
Saat pengamatan di TNB ditemukan aktivitas pencurian telur merak hijau
yang tertangkap tangan oleh petugas (Gambar 55). Berdasarkan kejadian
tersebut pengelola dapat mengambil tindakan penyelamatan telur untuk
ditetaskan dan dikembalikan ke alam ketika sudah cukup umur. Akan tetapi
kegiatan tersebut hanya dapat dilakukan pada kondisi telur sitaan dan lokasi
116

yang rawan pencurian telur, sedangkan pada lokasi yang cukup aman
pengelola hanya perlu melakukan penjagaan sarang dan telur merak hijau
dengan cara patrol rutin yang lebih intensif pada musim berbiak merak hijau
yaitu pada bulan September hingga Desember baik di TNAP maupun TNB.
Karena penjagaan sarang dan telur di habitat alaminya lebih efektif dan tidak
beresiko terhadap perilaku merak hijau dalam jangka panjang. Berbeda
halnya dengan penetasan telur secara buatan akan membutuhkan biaya yang
besar yang resiko terhadap perilaku dan daya adaptasi merak hijau terhadap
habitatnya.

Foto by: Dokumentasi TNB Foto by: Dokumentasi TNB


Gambar 55. Telur sitaan petugas TNB

4. Membuat lokasi pengkonsentrasian merak hijau.


Merak hijau saat musim berbiak menyukai tempat terbuka dengan terdapat
pepohonan (tegakan) di tepiannya sebagai tempat berkumpul (beraktivitas).
Akan tetapi pembuatan tempat terbuka (pengkonsentrasian) untuk merak
hijau tidak boleh sembarangan karena pengelolaan tersebut butuh penelitian
lebih lanjut mengenai luasan optimal dan jumlah shelter serta cover untuk
keberlangsungan hidup merak hijau. Untuk itu pengelola harus melakukan
kerjasama aktif dengan pihak perguruan tinggi yang terutama bergerak dalam
bidang konservasi.
117

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:


1. Musim berbiak merak hijau di TNAP berkisar pada bulan September sampai
dengan bulan November, sedangkan di TNB merak hijau berbiak berkisar
pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember.
2. Ekologi perilaku berkaitan dengan perkembangabiakan merak hijau yang
teramati adalah perilaku display, suara, kawin (kopulasi), bersarang dan
bertelur sementara perilaku harian saat musim kawin teramati diantaranya
perilaku makan, minum, menelisik, berjemur, mandi debu, berlindung,
bertarung, istirahat dan tidur.
3. Merak hijau melakukan seluruh aktivitasnya di semua lokasi bertegakan
yang terdapat area terbuka. Secara khusus merak hijau jantan saat musim
kawin memiliki strategi penguasaan wilayah dengan waktu terbatas (half-
time territory) dalam mendapatkan merak hijau betina. Biasanya merak
hijau jantan menguasai tempat makan dan sumber air minum.
4. Tipe habitat di TNAP berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi dan
durasi perilaku menelisik, makan, berjemur, berlindung dan istirahat.
Sementara Tipe habitat di TNB berpengaruh sangat nyata terhadap frekuensi
(perilaku suara, menelisik, berjemur, berlindung, istirahat dan tidur) dan
durasi (perilaku menelisik, berjemur dan berlindung).

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:


1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan penetasan
telur dan anakan menjadi dewasa agar upaya konservasi terhadap merak
hijau dapat lebih baik dan menyeluruh.
2. Melakukan perhitungan populasi merak hijau secara berkala sehingga
pengelolaan populasi dan habitat dapat terlaksana dengan baik.
3. Pengelola melakukan patroli rutin untuk menjaga proses berbiak merak
hijau dari gangguan yang dapat menghambat proses tersebut dan melakukan
118

pengelolaan habitat merak hijau dengan intensif sehingga ketersediaan


pakan dan sumber air minum dapat terjaga sepanjang tahun
119

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1983. Ekologi banteng (Bos javanicus d’Alton) di Taman Nasional
Ujung Kulon [disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

-------. 2002. Pengelolaan Satwaliar: Jilid I. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas


Kehutanan IPB.

Allaby M. 1994. The Concise Oxford Dictionary of Ecology. New York: Oxford
University Press.

Ardastrazoo. 2007. Pheasant. http://www.ardastra.com/ [6 Mei 2007].

Ayat A. 2002. Perilaku Berbiak Burung Bluwok (Mycteria cinerea Raffles) di


Suaka Margasatwa Pulau Rambut [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

van Balen S. 1999. Bird on Fragmented Islands: persistence in forests of Java


and Bali. Netherland: Wagernigen University and Research Center.

BirdLife International. 2001. Threatened birds of Asia: the BirdLife


International Red Data Book. Cambridge, UK: BirdLife International.
http://www.birdlife.net/ [18 April 2007].

-------. 2004. Pavo muticus. In: IUCN 2006. 2006 IUCN Red List of Threatened
Species. http://www.iucnredlist.org/ [25 April 2007].

-------. 2007. Species factsheet: Pavo muticus. http://www.birdlife.org/ [29 Mei


2007].

[BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2007. Taman Nasional Alas Purwo.
http://www.alaspurwo.com/ [29 Mei 2007].

[BTNB] Balai Taman Nasional Baluran. 2007. Taman Nasional Baluran.


http://www.dephut.go.id. [29 Mei 2007].

Dwisatya AP. 2006. Studi Perilaku Seksual Merak Hijau Jawa (Pavo muicus
muticus Linnaeus 1758) di Kubah Barat Taman Burung Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) [skripsi]. Jakarta: Program Studi Biologi Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Jakarta.

Grizemks. 1972. Animal Encyclopedia Vol. 8: Bird II. New York: Van
Nostrand, Reinhold Co.
120

Hernowo JB. 1995. Ecology and bahaviour of the green peafowl (Pavo muticus
Linnaeus 1766) in Baluran National Park, East Java [thesis]. Göttingen:
Faculty of Forestry Science, Georg August University.

Hoogerwerf A. 1949. Een Bijdrage tot de Oölogie van het Eiland Java.
Buitenzorg: De Kon. Plantentuin van Indonesië.

Krebs JR. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and


Abundance (3th ed.). New York: Harper Collins Publishers Inc.

Indrawan M. 1995. Behaviour and abundance of Green Peafowl in Baluran


National Park, East Jawa [thesis]. United Kingdom: Zoology Department,
University of Aberdeen.

Immelmann K. 1980. Introduction of Ethology. New York: A Divission of


Plemun Publishing Corporation.

Irwanto. 2006. Perencanaan Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca


Bencana Alam Gunung Meletus. http://www.irwantoshut.com/ [29 Mei
2007].

Krebs JR & Davies NB. 1993. An Introduction to Behavioural Ecology. Oxford:


Blackwell Science Publication.

King B, Woodcock M & Dickinson EC. 1989. A Field Guide to the Bird of
South-East Asia. London: Collins St. James’s Place.

Lehner PN. 1998. Handbook of Ethology Method (2nd ed.). Inggris: Cambridge
University Press.

MacKinnon J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan


Bali. Lusli S. dan Mulyani YA, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: A Field Guide to the Bird of Java and
Bali.

MacKinnon J, Phillipps K, & van Balen B. 1998. Seri Panduan Lapangan:


Burung-Burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.

McFarland D. 1993. Animal Behaviour 2nd Edition. Singapore: Longman


Singapore Publisher.

Maryanti. 2007. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di
Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur
[skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mulyana. 1988. Studi habitat merak hijau (Pavo muticus Linnaeus) di Resort
Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Jurusan
121

Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian


Bogor.

Noerdjito M & Maryanto I. 2007. Jenis-Jenis Hayati yang Dilindungi


Perundang-Undangan Indonesia. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.

Odum EP. 1959. Fundamental of Ecology (2nded.). Philadelphia: Wb. Saunders


Co.

-------. 1971. Fundamental of Ecology (3nded.). Philadelphia: Wb. Saunders CO.

Pattaratuma A. 1977. An Ecology Study on the Green Peafowl, “Burung


Merak”(Pavo muticus Linn) in the Game Reserve Baluran Banyuwangi,
East Java, Indonesia. Bangkok: Department of Forest Biology Faculty of
Forestry, Kasetsart University.

Risnawati R. 2008. Analisis Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus
Linnaeus , 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran Jawa Timur
[skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sativaningsih D. 2005. Ekologi perilaku merak hijau (Pavo muticus Linnaeus


1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur [skripsi]. Bogor:
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Setiawati T. 1986. Studi perilaku banteng (Bos javanicus d’Alton) di Cagar


Alam Leuweung Sancang–Garut Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.

Soehartono T & Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES (Convention


International on Trade of Endangered Spesies of Flora and Fauna) di
Indonesia. Jakarta: JICA.
Supratman A. 1998. Kajian pola penyebaran dan karakteristik habitat merak
hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) pada musim tidak berbiak di Resort
Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur [skripsi]. Bogor:
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.

Tanudimadja K. 1981. Buku Penuntun Kulian Ethologi. Bogor: School of


Enviromental Conservation Management (ATA-190).

Tanudimadja K & Kusumadihardja S. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Bogor:


Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Teage RD. 1971. A Manual of Wildlife Conservation. USA: The Wildlife


Society. Washington DC.
122

Wasono WT. 2005. Populasi dan habitat merak hijau (Pavo muticus Linnaeus,
1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur [skripsi]. Bogor:
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.

Winarto R. 1993. Beberapa aspek ekologi merak hijau (Pavo muticus Linnaeus,
1766) pada musim berbiak di resort bekol Taman Nasional Baluran Jawa
Timur. [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Yuniar A. 2007. Studi populasi dan habitat merak hijau (Pavo muticus Linnaeus,
1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa
Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
123

LAMPIRAN
124

Lampiran 1. Frekuensi perilaku merak hijau di TNAP


Hutan
Jenis Padang Rumput Hutan Alam
Perilaku Tanaman Jati TOTAL
Kelamin Sadengan Rowobendo
Gunting
Jantan 760.383 339.533 930.833 2030.750
Display Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 760.383 339.533 930.833 2030.750
Jantan 163.000 109.000 235.000 507.000
Suara Betina 182.000 94.000 202.000 478.000
TOTAL 345.000 203.000 437.000 985.000
Jantan 6.000 0.000 2.000 8.000
Kawin Betina 4.000 0.000 2.000 6.000
TOTAL 10.000 0.000 4.000 14.000
Jantan 3673.783 2413.700 4455.633 10543.117
Makan Betina 6177.250 3355.867 5944.617 15477.733
TOTAL 9851.033 5769.567 10400.250 26020.850
Jantan 97.983 0.000 2.000 99.983
Minum Betina 138.017 0.000 0.000 138.017
TOTAL 236.000 0.000 2.000 238.000
Jantan 799.267 162.883 370.533 1332.683
Menelisik Betina 219.350 60.883 216.850 497.083
TOTAL 1018.617 223.767 587.383 1829.767
Jantan 294.000 178.833 226.983 699.817
Berjemur Betina 64.700 175.550 131.150 371.400
TOTAL 358.700 354.383 358.133 1071.217
Jantan 1.733 0.000 0.000 1.733
Mandi
Betina 318.717 0.000 8.150 326.867
Debu
TOTAL 320.450 0.000 8.150 328.600
Jantan 101.000 185.233 368.450 654.683
Berlindung Betina 222.000 131.233 336.583 689.817
TOTAL 323.000 316.467 705.033 1344.500
Jantan 269.000 111.000 42.000 422.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 269.000 111.000 42.000 422.000
Jantan 5682.533 2778.900 4579.900 13041.333
Istirahat Betina 4535.350 2674.000 4501.150 11710.500
TOTAL 10217.883 5452.900 9081.050 24751.833
Jantan 10846.617 6327.433 11169.650 28343.700
Tidur Betina 10861.700 6267.150 11156.850 28285.700
TOTAL 21708.317 12594.583 22326.500 56629.400
125

Lampiran 2. Nilai χ2 hitung frekuensi perilaku di TNB (db = 2, 99%)


Hutan
Padang Hutan
Jenis Tanaman
Perilaku Rumput Alam Kesimpulan
Kelamin Jati
Sadengan Rowobendo
Gunting
Jantan 0.000 0.000 0.000
Display Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 1.197 0.195 0.451
Suara Betina 1.269 0.207 0.478 Tidak Nyata
TOTAL 2.466 0.401 0.928 3.796
Jantan 0.014 0.000 0.036
Kawin Betina 0.019 0.000 0.048 Tidak Nyata
TOTAL 0.033 0.000 0.083 0.117
Jantan 25.280 2.470 13.859
Makan Betina 17.220 1.683 9.441 Sangat Nyata
TOTAL 42.500 4.153 23.300 69.953
Jantan 0.014 0.000 1.601
Minum Betina 0.010 0.000 1.160 Tidak Nyata
TOTAL 0.023 0.000 2.761 2.784
Jantan 4.437 0.000 7.669
Menelisik Betina 11.895 0.000 20.560 Sangat Nyata
TOTAL 16.332 0.000 28.229 44.561
Jantan 15.191 11.988 0.208
Berjemur Betina 28.624 22.589 0.393 Sangat Nyata
TOTAL 43.815 34.577 0.601 78.993
Jantan 0.001 0.000 0.043
Mandi
Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
Debu
TOTAL 0.001 0.000 0.043 0.044
Jantan 20.139 6.291 1.842
Berlindung Betina 19.113 5.970 1.748 Sangat Nyata
TOTAL 39.252 12.261 3.590 55.102
Jantan 0.000 0.000 0.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 16.595 3.085 8.762
Istirahat Betina 18.481 3.435 9.758 Sangat Nyata
TOTAL 35.076 6.520 18.521 60.116
Jantan 0.032 0.089 0.002
Tidur Betina 0.032 0.089 0.002 Tidak Nyata
TOTAL 0.064 0.178 0.005 0.247
126

Lampiran 3. Frekuensi perilaku merak hijau di TNB


Jenis Savana Hutan Pantai Hutan
Perilaku TOTAL
Kelamin Bekol Manting Evergreen
Jantan 510.633 498.683 133.833 1143.150
Display Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 510.633 498.683 133.833 1143.150
Jantan 811.917 258.000 106.000 1175.917
Suara Betina 151.000 130.000 63.000 344.000
TOTAL 962.917 388.000 169.000 1519.917
Jantan 3.000 4.000 0.000 7.000
Kawin Betina 3.000 2.000 0.000 5.000
TOTAL 6.000 6.000 0.000 12.000
Jantan 3526.383 2662.200 1276.617 7465.200
Makan Betina 4413.483 3269.067 1468.283 9150.833
TOTAL 7939.867 5931.267 2744.900 16616.033
Jantan 159.500 0.000 0.000 159.500
Minum Betina 359.000 0.000 0.000 359.000
TOTAL 518.500 0.000 0.000 518.500
Jantan 474.433 313.500 170.950 958.883
Menelisik Betina 98.317 139.800 74.917 313.033
TOTAL 572.750 453.300 245.867 1271.917
Jantan 107.967 60.783 0.000 168.750
Berjemur Betina 626.833 68.000 0.000 694.833
TOTAL 734.800 128.783 0.000 863.583
Jantan 0.000 0.000 0.000 0.000
Mandi
Betina 114.817 0.000 0.000 114.817
Debu
TOTAL 114.817 0.000 0.000 114.817
Jantan 50.000 42.000 145.000 237.000
Berlindung Betina 50.000 82.000 148.883 280.883
TOTAL 100.000 124.000 293.883 517.883
Jantan 281.000 5.000 0.000 286.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 281.000 5.000 0.000 286.000
Jantan 3338.817 3853.000 1951.000 9142.817
Istirahat Betina 2747.650 3813.000 1996.000 8556.650
TOTAL 6086.467 7666.000 3947.000 17699.467
Jantan 6150.017 6683.250 3347.667 16180.933
Tidur Betina 6817.583 6706.583 3358.900 16883.067
TOTAL 12967.600 13389.833 6706.567 33064.000
127

Lampiran 4. Nilai χ2 hitung frekuensi perilaku di TNB (db = 2, 99%)


Hutan
Jenis Savana Hutan
Perilaku Pantai Kesimpulan
Kelamin Bekol Evergreen
Manting
Jantan 0.000 0.000 0.000
Display Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 6.014 5.928 4.685
Suara Betina 20.558 20.265 16.016 Sangat Nyata
TOTAL 26.572 26.193 20.701 73.466
Jantan 0.071 0.071 0.000
Kawin Betina 0.100 0.100 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.171 0.171 0.000 0.343
Jantan 0.467 0.003 1.527
Makan Betina 0.381 0.002 1.246 Tidak Nyata
TOTAL 0.848 0.005 2.773 3.625
Jantan 0.000 0.000 0.000
Minum Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 4.212 2.333 1.120
Menelisik Betina 12.901 7.147 3.430 Sangat Nyata
TOTAL 17.112 9.481 4.549 31.142
Jantan 8.836 50.413 0.000
Berjemur Betina 2.146 12.244 0.000 Sangat Nyata
TOTAL 10.981 62.657 0.000 73.638
Jantan 0.000 0.000 0.000
Mandi
Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
Debu
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 0.392 3.832 0.821
Berlindung Betina 0.331 3.233 0.693 Sangat Nyata
TOTAL 0.723 7.065 1.514 9.303
Jantan 0.000 0.000 0.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 12.069 2.888 3.786
Istirahat Betina 12.896 3.086 4.045 Sangat Nyata
TOTAL 24.966 5.974 7.831 38.771
Jantan 6.059 2.599 1.311
Tidur Betina 5.807 2.491 1.256 Sangat Nyata
TOTAL 11.867 5.090 2.567 19.524
128

Lampiran 5. Durasi perilaku merak hijau di TNAP (dalam satuan menit)


Hutan
Jenis Padang Rumput Hutan Alam
Perilaku Tanaman Jati TOTAL
Kelamin Sadengan Rowobendo
Gunting
Jantan 760.383 339.533 928.417 2028.333
Display Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 760.383 339.533 928.417 2028.333
Jantan 0.867 0.000 0.367 1.233
Kawin Betina 0.650 0.000 0.367 1.017
TOTAL 1.517 0.000 0.733 2.250
Jantan 3671.817 2412.250 4454.333 10538.400
Makan Betina 6177.250 3355.867 5963.667 15496.783
TOTAL 9849.067 5768.117 10418.000 26035.183
Jantan 100.417 0.000 2.000 102.417
Minum Betina 138.017 0.000 0.000 138.017
TOTAL 238.433 0.000 2.000 240.433
Jantan 793.750 162.217 368.983 1324.950
Menelisik Betina 212.967 60.050 216.017 489.033
TOTAL 1006.717 222.267 585.000 1813.983
Jantan 294.000 178.833 226.983 699.817
Berjemur Betina 73.700 121.550 131.150 326.400
TOTAL 367.700 300.383 358.133 1026.217
Jantan 1.733 0.000 0.000 1.733
Mandi
Betina 320.850 0.000 8.150 329.000
Debu
TOTAL 322.583 0.000 8.150 330.733
Jantan 101.000 185.233 368.450 654.683
Berlindung Betina 222.000 185.233 336.583 743.817
TOTAL 323.000 370.467 705.033 1398.500
Jantan 269.000 111.000 42.000 422.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 269.000 111.000 42.000 422.000
Jantan 5682.533 2778.900 4579.900 13041.333
Istirahat Betina 4535.350 2641.000 4501.150 11677.500
TOTAL 10217.883 5419.900 9081.050 24718.833
Jantan 10846.617 6327.433 11169.650 28343.700
Tidur Betina 10861.700 6267.150 11156.850 28285.700
TOTAL 21708.317 12594.583 22326.500 56629.400
129

Lampiran 6. Nilai χ2 hitung durasi perilaku di TNB (db = 2, 99%)


Hutan
Padang Hutan
Jenis Tanaman
Perilaku Rumput Alam Kesimpulan
Kelamin Jati
Sadengan Rowobendo
Gunting
Jantan 0.000 0.000 0.000
Display Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 0.001 0.000 0.003
Kawin Betina 0.002 0.000 0.004 Tidak Nyata
TOTAL 0.003 0.000 0.007 0.010
Jantan 24.864 2.570 13.363
Makan Betina 16.909 1.748 9.087 Sangat Nyata
TOTAL 41.773 4.317 22.450 68.541
Jantan 0.013 0.000 1.547
Minum Betina 0.010 0.000 1.148 Tidak Nyata
TOTAL 0.023 0.000 2.695 2.718
Jantan 4.644 0.000 7.956
Menelisik Betina 12.582 0.000 21.556 Sangat Nyata
TOTAL 17.225 0.000 29.512 46.738
Jantan 7.460 3.303 1.217
Berjemur Betina 15.995 7.081 2.610 Sangat Nyata
TOTAL 23.456 10.383 1.217 35.056
Jantan 0.001 0.000 0.043
Mandi
Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
Debu
TOTAL 0.001 0.000 0.043 0.044
Jantan 16.671 0.804 4.468
Berlindung Betina 14.673 0.707 3.933 Sangat Nyata
TOTAL 31.344 1.511 8.400 41.255
Jantan 0.000 0.000 0.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 15.785 2.270 9.305
Istirahat Betina 17.629 2.535 10.392 Sangat Nyata
TOTAL 33.414 4.805 19.697 57.917
Jantan 0.032 0.089 0.002
Tidur Betina 0.032 0.089 0.002 Tidak Nyata
TOTAL 0.064 0.178 0.005 0.247
130

Lampiran 7. Durasi perilaku merak hijau di TNB (dalam satuan menit)


Jenis Savana Hutan Pantai Hutan
Perilaku TOTAL
Kelamin Bekol Manting Evergreen
Jantan 510.633 498.683 133.833 1143.150
Display Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 510.633 498.683 133.833 1143.150
Jantan 0.483 0.600 0.000 1.083
Kawin Betina 0.483 0.350 0.000 0.833
TOTAL 0.967 0.950 0.000 1.917
Jantan 3524.950 2662.200 1276.617 7463.767
Makan Betina 4413.483 3269.067 1468.283 9150.833
TOTAL 7938.433 5931.267 2744.900 16614.600
Jantan 11070.000 0.000 0.000 11070.000
Minum Betina 21540.000 0.000 0.000 21540.000
TOTAL 32610.000 0.000 0.000 32610.000
Jantan 473.767 313.500 170.950 958.217
Menelisik Betina 98.317 139.800 74.917 313.033
TOTAL 572.083 453.300 245.867 1271.250
Jantan 107.967 60.783 0.000 168.750
Berjemur Betina 32.000 68.000 0.000 100.000
TOTAL 139.967 128.783 0.000 268.750
Jantan 0.000 0.000 0.000 0.000
Mandi
Betina 114.817 0.000 0.000 114.817
Debu
TOTAL 114.817 0.000 0.000 114.817
Jantan 50.000 42.000 145.000 237.000
Berlindung Betina 50.000 82.000 148.883 280.883
TOTAL 100.000 124.000 293.883 517.883
Jantan 281.000 5.000 0.000 286.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 0.000
TOTAL 281.000 5.000 0.000 286.000
Jantan 3338.817 3853.000 1951.000 9142.817
Istirahat Betina 3301.833 3813.000 1996.000 9110.833
TOTAL 6640.650 7666.000 3947.000 18253.650
Jantan 6760.950 6683.250 3347.667 16791.867
Tidur Betina 6817.583 6706.583 3358.900 16883.067
TOTAL 13578.533 13389.833 6706.567 33674.933
131

Lampiran 8. Nilai χ2 hitung durasi perilaku di TNB (db = 2, 99%)


Hutan
Jenis Savana Hutan
Perilaku Pantai Kesimpulan
Kelamin Bekol Evergreen
Manting
Jantan 0.000 0.000 0.000
Display Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 0.007 0.007 0.000
Kawin Betina 0.009 0.010 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.017 0.017 0.000 0.034
Jantan 0.477 0.002 1.536
Makan Betina 0.389 0.002 1.253 Tidak Nyata
TOTAL 0.865 0.004 1.536 2.405
Jantan 0.000 0.000 0.000
Minum Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 4.199 2.324 1.115
Menelisik Betina 12.854 7.114 3.413 Sangat Nyata
TOTAL 17.054 9.438 4.528 31.019
Jantan 4.588 4.987 0.000
Berjemur Betina 7.742 8.415 0.000 Sangat Nyata
TOTAL 12.331 13.401 0.000 25.732
Jantan 0.000 0.000 0.000
Mandi
Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
Debu
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 0.392 3.832 0.821
Berlindung Betina 0.331 3.233 0.693 Sangat Nyata
TOTAL 0.723 7.065 1.514 9.303
Jantan 0.000 0.000 0.000
Bertarung Betina 0.000 0.000 0.000 Tidak Nyata
TOTAL 0.000 0.000 0.000 0.000
Jantan 0.048 0.046 0.341
Istirahat Betina 0.048 0.046 0.342 Tidak Nyata
TOTAL 0.097 0.092 0.683 0.872
Jantan 0.015 0.006 0.004
Tidur Betina 0.014 0.006 0.004 Tidak Nyata
TOTAL 0.029 0.012 0.007 0.049
132
132

Lampiran 9. Test-F pada durasi perilaku merak hijau di TNAP (Ftabel = 1.88)
Jenis ∑ ∑
Perilaku n Fhit Kesimpulan
Kelamin

Jantan 41 15422.05 9751423132.10 10404211948.00 16319720.40 4039.77


Makan Terima H0
Betina 41 22678.22 21086367249.98 21564024185.00 11941423.38 3455.64 1.37
Jantan 41 149.88 921000.61 6356079.00 135876.96 368.61
Minum Terima H0
Betina 41 201.98 1672560.02 6760925.00 127209.12 356.66 1.07
Jantan 41 1938.95 154140805.10 224368161.00 1755683.90 1325.02
Menelisik Terima H1
Betina 41 715.66 20998852.78 36445232.00 386159.48 621.42 4.55
Jantan 41 1024.12 43001856.61 101982359.00 1474512.56 1214.30
Berjemur Terima H0
Betina 41 477.66 9354464.78 41311646.00 798929.53 893.83 1.85
Jantan 41 2.54 263.80 10816.00 263.80 16.24
Mandi Debu Terima H1
Betina 41 481.46 9504087.80 41696594.00 804812.65 897.11 3050.79
Jantan 41 958.07 37634072.22 297546155.00 6497802.07 2549.08
Berlindung Terima H1
Betina 41 1088.51 48579210.76 141395859.00 2320416.21 1523.29 2.80
Jantan 41 19084.88 14933535375.61 15644099240.00 17764096.61 4214.75
Istirahat Terima H0
Betina 41 17089.02 11973424939.02 12427147706.00 11343069.17 3367.95 1.57

H0 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina sama dengan kesamaan ragam
H1 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina berbeda
Terima H0 jika Fhitung > Ftabel
Terima H1 jika Fhitung < Ftabel
133
133

Lampiran 10. Test-F pada durasi perilaku merak hijau di TNB (Ftabel = 2.27)
Jenis ∑ ∑
Perilaku n Fhit Kesimpulan
Kelamin

Jantan 26 17224.08 7713389472.15 8045617634.00 13289126.47 3645.43


Makan Terima H0
Betina 26 21117.31 11594457788.46 11834083348.00 9585022.38 3095.97 1.39
Jantan 26 425.77 4713265.38 13068900.00 334225.38 578.12
Minum Terima H0
Betina 26 828.46 17845061.54 51498000.00 1346117.54 1160.22 4.03
Jantan 26 2211.27 127132501.88 145278933.00 725857.24 851.97
Menelisik Terima H1
Betina 26 722.38 13567827.85 17397114.00 153171.45 391.37 4.74
Jantan 26 389.42 3942908.65 10914903.00 278879.77 528.09
Berjemur Terima H0
Betina 26 230.77 1384615.38 6364800.00 199207.38 446.33 1.40
Jantan 26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Mandi Debu Terima H0
Betina 26 264.96 1825320.04 7000801.00 207019.24 454.99 0.00
Jantan 26 546.92 7777246.15 44161200.00 1455358.15 1206.38
Berlindung Terima H0
Betina 26 648.19 10923984.96 51533089.00 1624364.16 1274.51 1.12
Jantan 26 21098.81 11574151836.96 11846436961.00 10891404.96 3300.21
Istirahat Terima H0
Betina 26 21025.00 11493316250.00 11726667700.00 9334058.00 3055.17 1.17

H0 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina sama dengan kesamaan ragam
H1 : Durasi perilaku merak hijau jantan dan betina berbeda
Terima H0 jika Fhitung < Ftabel
Terima H1 jika Fhitung > Ftabel

You might also like