Professional Documents
Culture Documents
c
Thu, 01/04/2010 - 23:19 | legalitas
Oleh:
RONNY JUNAIDY KASALANG, SH
[Penulis adalah Dosen Univesitas Pembangunan Indonesia Manado Saat ini Sedang
Melanjutkan Studi di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto]
A. PENDAHULUAN
Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau tidak dapat dilepaskan
dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat. Untuk itu kita sudah
mengetahui bahwa seluruh dunia hanya ada dua sistem hukum yang besar di samping sistim
hukum yang lain akan tetapi yang lebih menonjol yaitu Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa
Kontinental) dan Sistem Hukum Kebiasaan (common law system).
Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perkembangan ilmu-
ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan sendirinya hukum kesehatan
berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka hukum kesehatan (public health
law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum
kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter,
rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien. Batasan ruang
lingkup rumusan pengertian hukum kesehatan ini perlu ditetapkan oleh sekelompok orang
yang mempunyai keahlian dalam bidangnya itu karena akan berkaitan dengan sistem
kesehatan suatu masyarakat dalam negara.
Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut sistem
hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien. Hukum yang
melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya dalam sistem hukum
kesehatan internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang bertumpu pada asas yang
berbunyi:
´the enjoyment of the highest annainable standard of health is amount of the fundamented
rights of every human being (dasar kehidupan yang sangat besar dapat dicapai adalah
kesehatan dan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang)´.
Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan bidang hukum ini di tiap negara tidak
sama, bergantung dari titik berat orientasinya yang berkembang sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi hukum dalam artinya baik sebagai
sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-aturan maupun sebagai hak suatu
perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan dengan hak-hak dasar yang melekat pada
diri manusia sejak lahirnya. Hukum Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang
sifatnya asasi, yang merupakan hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right
to health care), yang ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self
determination), dan hak atas informasi (the right to information) yang merupakan hak dasar
individual. Hak dasar manusia inilah yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia bertolak
dari idea yang berfokus pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan pokok dari
hidup manusia.
Hukum kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu
diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran (medical
law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan kesehatan
masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk hukum
kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan pada individual atau
seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan kesehatan. Hal ini telah
dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat maka
adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi menjamin hak dari setiap orang
yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak asasi yang dipegang oleh manusia.
Pergesaran dimensi bekerjanya hak asas manusia tersebut dalam masyarakat banyak ataupun
sedikit memberi warna terhadap perkembangan hukum kedokteran yang semula bertumpu
pada hak asasi individual, ini memacu pada perkembangan kearah titik berat pada kewajiban
asasinya yang merupakan perwujudan dari dimensi sosialnya. Dalam kaitannya dengan
hukum kedokteran. Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial dasar
dapat ditemukan dalam article 25 United Nations Universal Declaration of Human Rights
1948, lebih khusus pada ayat 1 yang berbunyi: ´Every has the right to a standard of living
adequate for the health and well being of himself and of his family, including food, clothing,
housing, medical care and necessary social services and the right to security in the event of
unemployment. Sickness, disability widowhood, old age or other lack of livelihood in
circumstances beyond his control´.
Hak atas perawatan dan atau pelayanan kesehatan (right to health care) yang merupakan
hak setiap orang itu dalam kaitannya dengan hukum kedokteran merupakan hak pasien. Hak
pasien atas perawatan pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan asasi antara dokter dan
pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama dirisaukan. Kerisauan ini pula yang
telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan dikembangkannya cabang Ilmu Hukum
Baru yaitu hukum kesehatan. Dengan lahirnya ilmu hukum kesehatan ini maka dengan
demikian bangsa Indonesia mau tidak mau harus membuat suatu aturan tentang hukum
tersebut diantaranya disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Hukum
Kesehatan. Perkembangan Hukum kesehatan ini membawa dampak baru pada perkembangan
hukum di Indonesia. Hukum kesehatan di indonesia akan lebih lentur (fleksibel) dan dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran melalui
konsensus para ahli yang mengikatnyan sebagai Norma Etika Profesi dan merupakan
kebiasaan sebagai sumber hukum. Belum lagi kebebasan hakim untuk menafsirkan
berdasarkan ketentuan pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, membuka dimensi baru bagi perkembangannya.
Penafsiran futurologis yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan hukum melalui
doktrin sebagai salah satu sumber hukum. Oleh karena itu tidak hanya dokter yang wajib
mengembangkan ilmunya, tetapi juga para ahli hukum wajib mengembangkan ilmunya jika
tidak mau dikatakan hukum ketinggalan jauh. Melalui pengkajian dan pendekatan hukum
kedokteran, kesenjangan yang selama ini terjadi di 2 (dua) bidang ilmu yang tertua itu dapat
diatasi.
Dalam kaitannya dengan hubungan pelayanan kesehatan dalam masyarakat modern,
dikatakan pada dasarnya hubungan itu bertumpu pada 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat
individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk menentukan
nasib sendiri (the rigth of self determonation). Kalau dulu obyek keputusan dokter adalah
manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis), dengan adanya perkembangan dibidang sosial
dan budaya yang menyertai perkembangan masyarakat telah membawa perubahan terhadap
status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran menjadi subyek yang berkedudukan sederajat,
inilah yang Hipocrates tuangkan dalam suatu hubungan yang disebutnya sebagai ³transaksi
teraupetik´ merupakan hasil dari perkembangan falsafah ilmu sejak August Comte sampai
Van Peunen yang juga membawa pengaruh terhadap posisi dokter dalam masyarakat.
Hukum kesehatan ini berkembang dan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan
baru terlebih dalam bidang ilmu hukum sebagaimana telah diketahui dari uraian diatas hingga
kini Indonesia menganut sistem hukum kodifikasi tampak dari dasar hukum yang dapat kita
temukan dalam aturan peralihan UU 1945 Pasal II, yang menyatakan bahwa segala badan
negara dan peraturan pemerintah maupun dalam undang-undang dan hal ini juga sama persis
yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 99a/Menkes/SK/III/1982 tentang
berlakunya Sistem Kesehatan Nasional sebagai suatu tatanan yang mencerminkan upaya
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal
sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem yang dinamis dan selalu mengalami
perubahan terhadap kesehatan masyarakat dan berdasarkan pada landasan Idiil Pancasila serta
landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar yang asasi tersebut itulah
Hukum Kesehatan Indonesia, oleh sebab itu kita tidak perlu bimbang dan ragu terhadap
pengaruh perkembangan hukum kesehatan di luar negeri. Oleh karena itu hukum kedokteran
saat ini yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien, sangat erat hubungannya
dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan antara dokter dan
pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh dokter, yang berakibat hukum
entah itu hukum perdata maupun pidana sangat erat kaitannya, dan akhir-akhir ini tampak
adanya usaha-usaha untuk menetapkan/menegaskan kembali fungsi hukum, namun situasi
kemasyarakatan secara menyeluruh perlu perhatian di dalam menilai efektifitas usaha-usaha
untuk memulihkan fungsi hukum kesehatan. Permasalahan yang kita hadapi berikutnya ialah,
di dalam peraturan (tertulis) mana kita dapat mengkaji dan mengidentifikasi hubungan
hukum yang mengatur hubungan dokter dan pasien dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan. Jelasnya hukum perdata yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan
hukum pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap
berlaku. Tinggal tugas kita mengidentifikasi dan menginventarisasi peraturan-peraturan
hukum yang tertulis apa saja yang selama ini sudah diterbitkan di luar BW dan KUHP. Ini
pula alasan yang mendasari argumentasi tentang hukum positif.
Sejak awal tahun 460 SM oleh Hippocrates sudah berusaha untuk merasionalkan
kegiatan ilmu kedokteran dengan menekankan arti pentingnya ³pengobatan dan
kemanusiaan´ sebagaimana terdapat dalam kandungan dalil-dalil kedokteran dan sumpah
dokter, sekalipun usaha tersebut tersendat-sendat selama ratusan tahun dan sisa-sisanya masih
ada sampai sekarang. Perkembangan ilmu pengobatan mengalami perubahan dari sifatnya
yang mistis ke arah moralitas dan paternalistis di sekitar abad ke 15. Selanjutnya pada abad
ke 18-19 tumbuh perubahan kegiatan ilmu kedokteran yang mendapat pengaruh pertumbuhan
ilmu ekonomi dari faktor permintaan-penawaran dengan pola hidup kosumerisme dan
sekaligus menumbuhkan pola hidup komersialisme membawa dampak pada sistem pelayanan
kesehatan di masyarakat.
Pada abad ke 20 perluasan ilmu kedokteran menjadi kesehatan sehingga hukum
kedokteran menjadi hukum kesehatan yang di tandai dengan perubahan sosial tentang hak
asasi manusia, dan sejak itu tumbuh hubungan kontraktual. Pelayanan kesehatan kepada
masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu
kehati-hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga kesehatan, untuk menunjang
program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat 2010 maka sangat diperlukan tenaga
kesehatan yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam bidang pelayanan kesehatan.
B. PERMASALAHAN
Dengan merujuk pernyataan diatas maka penulis mencoba mengkaji permasalahan ³Hukum
Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan Masyarakat Modern´ sebagai sebuah
pemikiran bagaimana pelayanan kesehatan yang sesungguhnya dalam penerapan di
masyarakat dengan adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
C. HUKUM KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN SERTA
PERKEMBANGANNYASejarah dan Perkembangan Hukum Kesehatan
1. Mengamati posisi dan fungsi hukum dalam masyarakat itu suatu pekerjaan yang
mengandung arti rumit karena pada satu sisi tampak terang dan mudah pengamatannya, akan
tetapi pada sisi yang lain tampak banyak kesulitan bahkan terasa terdapat lingkaran
permasalahan yang simpang siur pengamatannya.
Sejarah hukum sendiri oleh banyak para ahli mengasumsikan bahwa hukum sebagai satu
kesatuan dengan masyarakat sehingga ada beberapa pakar hukum mengatakan hukum itu
identik dengan kehidupan sosial masyarakat, Bertolak dari penjelasan tersebut maka Parsons
dalam teorinya tentang sistem sosial bahwa sistem interaksi manusia itu sebetulnya
³menyimpan potensi yang mengarah ke timbulnya konflik dan keberantakan sosial sehingga
menimbulkan sengketa atau tuntutan satu sama lain sebagaiman didalilkan oleh Thomas
Hobbes´. Sedangkan Hans Kelsen dalam ³pure theory of law´ mengatakan bahwa hukum itu
harus dipisahkan dari segala macam bentuk ide-ide lain yang dapat menganggu eksistensi
perkembangan hukum itu sendiri, sehingga ilmu hukum merupakan ilmu yang lebih murni
dan bekerja pada bidangnya sendiri. Dengan demikian hukum yang telah berkolaborasi
dengan ilmu-ilmu lain melahirkan suatu studi ilmu yang baru dan tidak lepas dari kebebasan
ilmu hukum dan ilmu-ilmu lain yang nantinya merupakan bagian gabungan dari ilmu hukum
dan ilmu kedokteran. Melihat hal tersebut maka hukum kesehatan dalam perkembangannya
tidak lepas dari perkembangan hukum dibidang kedokteran, kedudukan pengembangan
ilmunya dan proyeksinya. Seringkali terdapat keraguan pemakaian istilah mana yang dapat
dipakai untuk memilih istilah hukum kedokteran ataukah hukum kesehatan ataukah hukum
kedokteran kesehatan.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan
hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat
dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit
dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh
dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma
ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma hidup sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma hidup sehat maka segala kegiatan
apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus
menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan
kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang
kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang
memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian
hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan,
apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan
bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik
secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu
dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai
dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.
Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan
pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya
keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan
bidang kesehatan.
Bagi ilmu hukum pidana sudah dikenal dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu
kedokteran forensik yaitu ilmu yang menghasilkan bahan penyelidikan melalui pengetahuan
kedokteran untuk membantu penyelesaian dan pembuktian perkara pidana yang menyangkut
korban manusia. Oleh karena itu dalam hal memahami peraturan-peraturan hukum tentang
kegiatan pelayanan kesehatan menurut ilmu kedokteran, akan dirasakan lebih serasi dengan
menyebut istilah hukum kesehatan. Penggunaan istilah kesehatan ini menyangkut dengan
masyarakat pada umumnya dimana dalam melaksanakan suatu tugas kedokteran maka lebih
menekankan pada konsep kesehetannya sehingga orang awam lebih mengenal kesehatan pada
umumnya dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan. Penggunaan kata kesehatan sendiri
muncul dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1960, karena selama ini telah
dikembangkan pemikiran baru di bidang kesehatan mengenai keluarga/sosial dalam
kaitannya dengan kependudukan yang ruang lingkup tatanan peraturan hukumnya.
Kedudukan hukum kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu hukum dan sebagai
cabang dari hukum yang dikemudian hari diharapkan dapat berkembang lebih jauh secara
tersendiri dalam hukum kesehatan yang di dalamnya termasuk perkembangan dalam ilmu
teknologi kedokteran. Kemajuan dibidang hukum kesehatan yang demikian ini dapat lebih
mengikuti perkembangan masyarakat yang lebih modern untuk menunjang kemajuan
teknologi di era globalisasi.
D. PEMBAHASAN