You are on page 1of 14

1.a).

Latar Belakang Masalah

Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktiann


yang logis, matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang di
definisikan secara jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat,
lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika
adalah ilmu pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori dibuat
secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak dapat didefinisikan,
aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang
keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya
terdapat pada keterutan dan keharmonisannya.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang di belajarkan di Sekolah


Dasar ( SD ). Adapun pembelajaran matematika Sekolah Dasar berfungsi untuk
1) melatih cara berfikir dan bernalar melalui menarik kesimpulan, 2)
mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba, 3) mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah, dan 4) mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta atau diagram.

Berdasarkan fungsi matematika di Sekolah Dasar, yaitu salah satunya


adalah mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Maka tugas guru
adalah membimbing siswa dalam pembelajaran matematika agar dapat
menyelesaikan dan memecahkan masalah yang berkenaan dengan kehidupan
sehari-hari siswa. Dalam memecahkan masalah, materi prasyarat yang harus
dikuasai oleh siswa adalah siswa harus menguasai algoritma dan mampu
melakukan operasi hitung, yaitu operasi hitung penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian serta siswa harus memiliki kemampuan dalam
memahami masalah dan memiliki prosedur yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut.
Materi prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika tersebut sesuai dengan tujuan khusus pengajaran
Matematika, yaitu agar siswa mampu :

Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,


pembagian, beserta operasi campurannya, termasuk melibatkan
pecahan.

Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar, dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.

Menentukan sifat simetri, kesebangunan, sistem koordinat.

Menggunakan pengukuran : satuan, kesetaraan antar satuan dan penaksiran


pengukuran.

Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti ukuran tertinggi.

Memecahkan masalah, melakukan penalaran dan mengkomunikasikan


gagasan secara matematika.

Berdasarkan hal yang disampaikan di atas, ternyata kenyataan di lapangan


siswa Sekolah Dasar kurang menguasai algoritma yang menjadi prasyarat dalam
pembelajaran matematika termasuk dalam pemecahan masalah matematika.
Algoritma yang kurang dikuasai oleh siswa tersebut adalah operasi perkalian dan
operasi pembagian. Oleh sebab itu, pembelajaran pemecahan masalah matematika
pun belum optimal, karena materi prasyaratnya yaitu operasi hitung perkalian dan
pembagian belum benar-benar dikuasai oleh siswa.

Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, yaitu siswa


kurang mampu dalam memahami permasalahan yang disajikan. Hal ini
disebabkan karena soal-soal yang menggunakan kalimat sangat menyulitkan bagi
siswa terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan pemahaman yang rendah.
Sehingga guru hendaknya membimbing dan melatih siswa dalam membentuk
keterampilan berfikir mulai dari mengamati, mengklasifikasikan, menafsirkan,
menganalisis, mengkritisi, meramalkan, membuat kesimpulan, sampai kepada
mendeskripsikan dan melaporkan hasil perolehannya.

Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam penanaman konsep mengenai
operasi hitung perkalian adalah dengan menanamkan konsep mengenai operasi
hitung penjumlaham terlebih dahulu, karena operasi perkalian adalah penjumlahan
yang berulang. Seperti telah diketahui bahwa hakikat matematika adalah bahwa
matematika merupakan pola dan hubungan, dan hal ini berlaku pada operasi
hitung yaitu operasi hitung penjumlahan, pengurangan yang merupakan invers
dari penjumlahan, perkalian yaitu penjumlahan yang berulang dan pembagian
yaitu invers atau lawan dari perkalian. Sehingga, untuk menanamkan konsep
perkalian kepada siswa Sekolah Dasar yaitu dengan memperkuat struktur kognitif
tentang materi sebelumnya yaitu operasi penjumlahan, karena dengan memahami
dan menguasai penjumlahan, maka selanjutnya siswa akan sedikit demi sedikit
mulai memahami dan menguasai perkalian yaitu penjumlahan yang berulang.

Sedangkan langkah yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran


pemecahan masalah matematika adalah guru dapat membimbing siswa dalam
memecahkan masalah yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari sesuai
dengan yang disampaikan oleh Panen (2001), dimana pemecahan masalah
matematika dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Mengidentifikasi masalah

Mengumpulkan data

Menganalisis data

Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya

Memilih cara untuk memecahkan masalah

Merencanakan penerapan pemecahan masalah

Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan


Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Sedangkan Polya menyatakan empat langkah dalam melaksanakan


pemecahan masalah matematika, yaitu :

Memahami masalah

Merencanakan pemecahan masalah

Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah

Merevisi (memeriksa kembali) hasil

Pendekatan yang yang sesuai dengan teori tersebut dalam pembelajaran


pemecahan masalah matematika adalah pendekatan Problem Based Learning
(PBL). Dalam PBL, pembelajarannya dimulai dengan adanya masalah yang harus
dipecahkan oleh siswa dan dicari pemecahannya. Siswa belajar memecahkan
secara sistematis dan terencana. Masalah yang dipecahkan adalah bisa berasal dari
masalah siswa sendiri, bisa juga dari guru. Salah satu contoh masalah yang
diberikan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah masalah matematika
yang berbentuk soal cerita.

Dalam memecahkan masalah matematika yang berbentuk soal cerita,


siswa dituntut untuk memahami terlebih soal cerita tersebut, kemudian
selanjutnya merubahnya ke dalam kalimat matematika. Langkah selanjutnya
adalah merencanakan penyelesaian, melaksanakan perencanaan dan terakhir
melihat atau memeriksa kembali dengan teliti.

Mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika,


hal ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan
pembelajaran matematika itu sendiri merupakan usaha membantu siswa
mengkontruksi pengetahuan melalui proses. Sebab mengetahui adalah suatu
proses bukan suatu produk ( Brunner : 1997). Proses tersebut dimulai dari
pengalaman, sehingga siswa dapat mengkontruksi pengetahuan yang harus
dimiliki.

Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian


siswa apabila dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode dan
media pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Hal ini
sejalan dengan teori Brunner yang mengemukakan tiga tahap dalam proses
pembelajaran, yaitu:

Tahap enaktif, yaitu anak secara aktif dalam pembelajaran memanipulasi


benda konkrit atau alat peraga dalam rangka memahami lingkungan ;

Tahap ikonik, yaitu tahap dimana anak membuat gambar dan visualisasi
verbal yang merupakan gambaran dari objek pada tahap sebelumnya ;

Tahap symbolic, yaitu tahap dimana anak melakukan penyimbulan


matematika dari objek yang sedang dipelajari.

Berkenaan dengan pembelajaran, guru juga dituntut untuk memahami


perkembangan siswa usia Sekolah Dasar. Menurut Piaget, seseorang mengalami
empat tahap dalam perkembangannya berdasarkan tingkat kematangan, yaitu
tahap sensori motori (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-6 tahun), operasional
konkrit (6-12 tahun) dan tahap operasional formal (12 tahun ke atas). Berdasarkan
Piaget, siswa Sekolah Dasar masuk ke dalam kategori tahap operasional konkrit,
dimana siswa sudah mulai mengembangkan sistem berfikir logis, namun belum
mampu berfikir deduktif formal, sehingga siswa dapat belajar dengan
menggunakan alat peraga. Siswa dapat berfikir secara logis dengan menggunakan
alat peraga.

Seiring dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis


mencoba mengangkat materi mengenai pemecahan masalah matematika dengan
tidak meninggalkan materi prasyaratnya yaitu kemampuan dalam memahami
masalah dan operasi hitung. Penelitian yang dilakukan yaitu pembelajaran keliling
serta luas persegi dan persegi panjang yang berkaitan dengan masalah sehari-hari
dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning untuk siswa kelas III
Sekolah Dasar.

b). Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, bahwa


salah satu masalah kekurang mampuan siswa dalam pemecahan masalah
matematika karena kekurang pahamannya terhadap materi prasyarat yaitu operasi
hitung perkalian. Penulis mencoba memecahkan masalah tersebut dengan
menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL).

Adapun permasalahan yang dihadapi adalah :

Bagaimana cara merencanakan pembelajaran soal cerita keliling dan luas


persegi dan persegi panjang agar dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa?

Bagaimana hasil pembelajaran soal cerita keliling dan luas persegi dan persegi
panjang dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning
terhadap daya nalar siswa?

Bagaimana partisipasi siswa dalam pembelajaran soal cerita keliling dan luas
persegi dan persegi panjang dengan menggunakan pendekatan Problem
Based Learning di kelas III Sekolah Dasar ?

d). Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk :

Meningkatkan keterampialan pemecahan masalah matematika siswa dalam


pembelajaran soal cerita keliling dan luas persegi dan persegi panjang
dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning.
Menganalisis daya nalar siswa dalam pembelajaran soal cerita keliling dan
luas persegi dan persegi panjang dengan menggunakan pendekatan
Problem Based Learning.

Mengetahui sejauh mana partisipasi siswa dalam pembelajaran soal cerita


keliling dan luas peprsegi dan persegi panjang dengan menggunakan
pendekatan Problem Based Learning.

Mm

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah :

Bagi siswa, dapat termotivasi untuk belajar dengan lebih baik, dapat
memecahkan masalah matematika dan memiliki hasil belajar yang baik
serta dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Bagi guru dan calon guru, untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem
Based Learning.

Bagi sekolah, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika


khususnya dalam pemecahan masalah matematika.

d). Definisi Operasional

Berikut akan diuraikan mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian,


dengan harapan agar tidak terjadi kesalah pahaman, yaitu :

Pendekatan Problem Based Learning atau Belajar Berdasarkan Masalah


adalah suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang
ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Problem Based Learning
(PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah
untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka
diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara
nyata maupun telaah kasus.
Pemecahan masalah matematika adalah upaya individu/ kelompok untuk
menemukan jawaban soal matematika berdasarkan pemahaman yang telah
diketahui sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tidak
lumrah.

2.a). Konsep materi pelajaran

Persegi dan peesegi panjang adalah termasuk dalam poligon segiempat


khusus. Persegi panjang adalah jajaran genjang yang memiliki sudut siku-siku.
Unsur-unsur yang dimiliki oleh persegi panjang adalah:

Sepasang sisi yang berhadapan sama panjang

Memiliki dua buah diagonal yang saling memotong tegak lurus dan
sama panjang

Memiliki empat titik sudut

Memiliki empat buah sudut yang sama besar yaitu sudut siku-siku 900.

Sedangkan persegi atau bujur sangkar adalah persegi panjang yang


mempunyai dua sisi yang berdekatan kongruen. Unsur-unsur yang dimiliki oleh
persegi adalah :

Dua sisi yang berdekatan kongruen

Memiliki empat sisi yang sama panjang


Memiliki dua buah diagonal yang berpotongan tegak lurus dan sama
panjang

Memiliki empat buah titik sudut

Memiliki empat sudut yang sama besar yaitu sudut siku-siku 900.

Keliling adalah jumlah semua sisi bangun datar, misalnya keliling persegi
adalah sama dengan jumlah keempat sisi persegi tersebut, begitu pupa keliling
persegi panjang merupakan jumlah semua keempat sisi persegi panjang tersebut.

Keliling persegi = sisi + sisi + sisi + sisi


= 4 sisi
=4s
Keliling persegi panjang = panjang + lebar + panjang + lebar
= 2 panjang + 2 lebar
= 2 (p + l)

Luas persegi adalah besarnya atau luasnya daerah persegi, yaitu sisi dikali
sisi, sedangkan luas persegi panjang adalah besarnya daerah persegi panjang itu
sendiri.

Luas persegi = sisi x sisi

= sisi2

= s2

Luas persegi panjang = sisi x sisi

= panjang x lebar

=pxl
Soal cerita keliling, luas persegi dan persegi panjang adalah masalah
matematika yang berbentuk kalimat verbal dan berkenaan dengan kehidupan
sehari-hari. Misalnya adalah mengenai lapangan sepak bola yang berbentuk
persegi panjang, dan sebagainya.

b). Teori belajar matematika yang relevan

Teori yang mendukung terhadap pemecahan masalah matematika adalah


teori Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan
bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik
dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan
struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar
bermakma terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan
konsep yang telah ada sebelumnya. Bila konsep yang cocok dengan fenomena
baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara
menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi
baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa
yang ia ketahui sebelumnya.

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi.


Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu
disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi
kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
kognitif yang telah ada.

Teori lain yang mendukung terhadap pemecahan masalah adalah teori Jean
Piaget. Windayana (1995:16) mengatakan bahwa :

Piaget memandang bahwa belajar adalah proses adaptasi terhadap


lingkungan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Melalui interaksi dengan
lingkungan siswa melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap stimulus
ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses bergabungnya stimulus
ke dalam struktur kognitif, sedangkan akomodasi adalah berubahnya
pemahaman sebagai hasil dari stimulus respon tersebut. Apabial stimulus
masuk ke dalam struktur kognitif, akan terjadi ketidakseimbangan
(disekuilibrium), namun apabila stimulus baru tersebut diasimilasi dan
diikuti akomodasi sehingga terjadi proses adaptasi maka terjadi
keseimbangan (ekuilibrium).
Oleh sebab itu, dalam struktur kognitif setiap individu harus ada
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, sehingga tidak terjadi
disekuilibrium dan pada akhirnya siswa dapat belajar dengan baik melalui
kingkungannya.

Teori yang mendukung terhadap materi soal cerita keliling, luas persegi
dan persegi panjang adalah teori Van Hiele. Van Hiele mengemukakan lima
tingkat teori dalam belajar geometri yaitu pertama tahap pengenalan ( visualisasi )
yaitu siswa mampu memahami bangun geometri secara keseluruhan. Tahap kedua
adalah tahap analisis yaitu siswa mampu melihat sifat-sifat yang dimiliki sebuah
bangunan. Ketiga tahap pengurutan, yaitu siswa mampu mengurutkan berdasrkan
sifat yang dimiliki. Tahap yang keempat adalah tahap deduksi, yaitu siswa mulai
mampu menarik kesimpulan dan tahap tarakhir akurasi, yaitu siswa menyadari
pentingnya akurasi atau ketepatan dari prinsip dasar yang melandasi suatu
pembuktian.

c). Pendekatan yang digunakan

Problem Based Learning (PBL) adalah metode belajar yang


menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004). H.S. Barrows (1982),
sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat
digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu
(knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana
agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. PBL
adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah
dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk
mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini
akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan
kelompok kecil merupakan poin utama.

Problem Based Learning merupakan satu proses pembelajaran di mana


masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Boud dan
Tamblyn (1980) mendefinisikan PBL sebagai ...the learning which result from the
process of working towards the understanding of, or resolution of, a problem.
Menurut Duch (1995), PBL adalah metode pendidikan yang medorong siswa
untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari
penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata.

Dalam pendekatan Problem Based Learning ada beberapa hal yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan pembelajarannya, yaitu :

Mempersiapkan siswa untuk dapat berperan sebagai self-directed problem


solver yng dapat berkolarasi drngan pihak lain.

Mengahadapkan suatu situasi pada siswa yang dapat mendorong siswa

Meneliti hakekat permasalahan yang dihadapi sambil mengajukan dugaan


dengan pembentukan pertanyaan, rencana, tindakan / strategi, dll.

Mengeksploraasi berbagai cara menjelaskan kejadian serta implikasinya


Mengumpulkan serta membagi informasi

Menyajikan temuan-temuan

Menguji kelemahan dan keunggulan solusi yang dihasilkan dalam


penyelesaian masalah

Melakukan refleksi

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditari kesimpulan bahwa pendekatan


Problem Based Learning ini salah satu cirinya adalah student centered, sehingga
siswa berperan sebagai stakeholder dalam menemukan masalah, merumuskan
masalah, mengumpulkan fakta-fakta ( apa yang diketahui, apa yang ingin
diketahui, apa yang akan dilakukan ), membuat pertanyaan sebagai allternatif
dalam solusi menyelesaikan langkah-langkah penyelesaian.

d). Penggunaan pendekatan Problem Based Learning dalam pembelajaran soal


cerita keliling, luas persegi dan persegi panjang

e). Hipotesis kegiatan

salah satu hal yang dapat mendukung terhadap pembelajaran adalah peran guru
dan siswa itu sendiri dalam memahami soal cerita. Hal yang harus dikuasai
sebelum melaksanakan pemecahan masalah matematika adalah algoritma atau
operasi hitung. Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka hipotesis tindakan
penelitian adalah sebagai berikut : “ Jika pembelajaran matematika soal cerita
keliling, luas persegi dan persegi panjang di kelas III Sekolah Dasar
menggunakan pendekatan Problem Based Learning, maka akan meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah matematika, daya nalar meningkat dan siswa
dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran”.

You might also like