Professional Documents
Culture Documents
KELAS F
STIE PERBANAS SURABAYA
JL. NGINDEN SEMOLO NO. 34-36
TELP. 031-5947151-52
TAHUN PELAJARAN 2007-2008
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga tugas makalah Perekonomian Indonesia tentang “Distribusi
Pendapatan dan Kemiskinan” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini
kami susun berdasarkan sumber-sumber laporan berupa literatur. Kami menyusun makalah
ini sangat sederhana agar mudah dimengerti oleh mahasiswa lainnya.
Kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam memberikan petunjuk-petunjuk untuk menyusun makalah ini,
dan kepada seluruh tim kelompok kami yang telah banyak membantu memberikan ide dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menggali informasi dan membantu tugas-tugas
dalam rangka penilaian.
Akhirnya kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih sangat
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami. Mohon maaf apabila ada kesalahan
baik dalam penulisan maupun penggunaan bahasa yang kurang tepat dalam makalah ini.
TIM PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul..............................................................................................1
Kata Pengantar..............................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................3
Pendahuluan..................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................4
Permasalahan.................................................................................................................7
Pembahasan........................................................................................................... 8
1. Konsep-konsep Distribusi Pendapatan.............................................8
2. Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan.........................................9
2.1 Ketidakmerataan Pendapatan Nasional..................................10
2.2 Ketidakmerataan Pendapatan Spasial.....................................10
2.3 Ketidakmerataan Pendapatan Regional..................................11
3. Ketimpangan Pembangunan...........................................................12
4. Kesenjangan Sosial...........................................................................13
5. Tingkat Kemiskinan.........................................................................14
6. Mengapa Timpang?..........................................................................15
Kesimpulan........................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................17
3
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Prestasi pembangunan dapat dinilai dengan berbagai macam cara dan tolak
ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan non-ekonomi.
Penilaian dengan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek
pendapatan maupun aspek non-pendapatan. Perekonomian Indonesia dapat ditinjau
berdasarkan aspek pendapatan, dengan tolak ukur pendapatan per kapita.
Pertumbuhan ekonomi secara mengejutkan berhasil pulih dengan cepat dari
kekacauan yang terjadi pada paruh pertama dekade 1960-an, yaitu mencapai pertumbuhan
dua digit untuk pertama kalinya pada tahun 1968. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi yang
cepat, paling sedikit 5% per tahun, tetap dipertahankan hingga tahun 1982, yaitu ketika
melemahnya pasar minyak bumi dunia menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun
drastis. Pertumbuhan yang lambat ini terus berlangsung hingga tahun 1986 (kecuali pada
tahun 1984, sejalan dengan berdatangannya investasi minyak bumi dan gas dalam jumlah
besar, menggenjot pertumbuhan industri hingga 10%), ketika perubahan kebijakan yang
diterapkan pada pertengahan dekade 1980an mulai terlihat hasilnya. Diakhir dekade
tersebut,pertumbuhan Indonesia telah pulih kembali dan tingkat pertumbuhan sebesar 6% -
7% kembali berhasil dicapai, tidak terlalu jauh bedanya dibanding pertumbuhan yang
tinggi pada periode kejayaan minyak bumi.
Fenomena yang berlawanan terjadi sepanjang dekade 1980an, dengan
dilakukannya devaluasi besar sebanyak dua kali, yang mengakibatkan terjadinya depresiasi
riil yang tajam selama dekade tersebut, dan pada gilirannya menyebabkan penurunan
dalam deret data pendapatan perkapitajika diukur dalam dolar AS deret data ini
memberikan penjelasan tentang apa sebab, misalnya, pada tahun 1980 Indonesia mendapat
berbagai pujian resmi dan dinaikkan peringkatnya ke bagian bawah dari kelompok “negara
berpenghasilan menengah” versi Bank Dunia. Walaupun demikian, akibat terjadinya
devaluasi sepanjang dekade 1980an, pada tahun 1987 Indonesia kembali menduduki posisi
teratas kelompok negara-negara berpenghasilan rendah.
4
Berbagai agregat sektoral yang luas ini, mencerminkan trend dari Neraca
Pendapatan Nasional (nilainya dalam rupiah), dengan beberapa pengecualian.
Pertumbuhan sektor industri adalah yang paling tidak merata dibanding semua sektor
lainnya, dengan pertumbuhan yang spektakuler pada beberapa waktu sebelum tahun 1980.
Semua kasus (kecuali satu) pertumbuhan super (dua digit) terjadi pada tahun 1968 hingga
1977. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu peningkatan yang dramatis dalam
kapasitas industri pengolahan akibat berhasil di atasinya kekurangan permintaan
konsumen, eksploitasi sumber daya mineral yang lebih efektif, dan sebagai akibat pesatnya
kenaikan kegiatan konstruksi. Sebaliknya, industri lambat pertumbuhannya pada tahun-
tahun tertentu, khususnya sepanjang akhir dekade 1970an dan awal dekade 1980an, yaitu
ketika Indonesia mematuhi kuota produksi OPEC. Pertumbuhan industri manufaktur juga
sangat lambat pada tahun 1982 dan 1983. Dengan demikian, industri tidak bisa disebut
sebagai “sektor utama” sepanjang periode ini. Indusrti merupakan sektor yang paling cepat
pertumbuhannya sepanjang periode kejayaan minyakbumi dan industri manufaktur
nonmigas terkena dampak pemulihan ekonomi yang terjadi pada akhir dekade 1980an.
Tetapi hingga masa pertumbuhan industri berbasis luas dan berorientasi ekspor yang
terjadi akhir-akhir ini, sektor industri cenderung mengalami pertumbuhan yang naik turun.
Tidak mengejutkan jika pertumbuhan sektor pertanian bersifat lebih lambat
dan lebih stabil. Pertumbuhannya hanya beberapa kali melebihi 5%, yaitu tingkat tertinggi
yang pernah dicapai sepanjang waktu. Angka ini terjadi pada tahun-tahun pemulihan sudah
terjadi keterpurukan, misalnya pada tahun 1968, 1973 dan 1992. Tetapi periode yang
paling penting sepanjang sejarah pertanian Orde Baru adalah tahun 1978 hingga 1981,
ketika pertumbuha yang tinggi berhasil meletakkan dasar bagi keberhasilan mencapai
swasembada beras pada tahun 1985. Prestasi ini sangat berlawanan dengan kinerja yang
lambat sepanjang dekade 1960an hingga 1970an, ketika kebijakan yang tidak tepat,
ditambah dengan buruknya musim dan serangan hama, menyebabkan krisis beras yang
berulang-ulang. Krisis ini secara khusus sangat serius ketika dibarengi dengan panen yang
buruk di negara-negara penghasil beras utama lainnya.
Dari ketiga sektor utama, sektor jasa adalah yang paling dekat berhubungan
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Setelah dengan cepat pulih dari stagnasi pada
dekade 1960an, sektor jasa tumbuh paling sedikit 8% dalam hampir semua tahun antara
1968 dan 1981. Tingkat pertumbuhannya kemudian melambat, mengikuti melambatnya
tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebelum akhirnya kembali normal pada akhir
dekade 1980an. Sesuai dengan teori pembangunan ekonomi, output sektor jasa tumbuh
5
lebih cepat dari GDP, dan sektor tersebut pada saat ini hampir tidak bisa dibandingkan
dengan situasinya pada dekade 1960an. Tetapi orang juga enggan menyebutnya sebagai
lokomotif pertumbuhan ekonomi, karena sepanjang masa kejayaan minyak bumi,
pertumbuhan sektor ini sangat terkait dengan belanja pemerintah. Meskipun begitu, akhir-
akhir ini pertumbuhan sektor jasa yang cepat, diperoleh terlepas dari belanja pemerintah,
khususnya dengan berkembangnya turisme dan semakin luasnya jenis usaha di sektor jasa.
Pembangunan ekonomi sejak Pelita I hingga krisis tahun 1997 memang
telah memberi hasil positif bagi perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari sisi
kinerja ekonomi makro. Tingkat PN riil rata-rata perkapita mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dari hanya sekitar US$ 50 pertengahan 1960-an menjadi lebih dari US$
1000 pertengahan 1990-an, dan bahkan Indonesia sempat disebut sebagai calon negara
industri baru di Asia Tenggara, satu tingkat di bawah NICs. Namun, dilihat dari sisi
kualitasnya, ternyata proses pembangunan ekonomi selama Orde Baru telah menciptakan
suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk ketimpangan dalam distribusi
pendapatan antarkelompok maupun kesenjangan ekonomi/pendapatan
antardaerah/provinsi. Pembangunan ekonomi yang tidak merata antarprovinsi membuat
sebagian masyarakat di banyak daerah di luar pulau Jawa seperti Aceh, Irian Jaya(Papua),
dan Riau ingin melepaskan diri dari Indonesia. Bahkan dapat dikatakan bahwa menangnya
kelompok prokemerdekaan di Timor Timur tidak lepas dari kekecewaan dari sebagian
besar masyarakat melihat kenyataan bahwa bergabungnya mereka dengan Indonesia
selama Orde Baru tidak menghasilkan pembangunan ekonomi yang berarti di wilayah
mereka.
6
PERMASALAHAN
7
PEMBAHASAN
8
2. KETIDAKMERATAAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
9
2.1 KETIDAKMERATAAN PENDAPATAN NASIONAL
10
2.3 KETIDAKMERATAAN PENDAPATAN REGIONAL
11
3. KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
12
4. KESENJANGAN SOSIAL
13
5. TINGKAT KEMISKINAN
14
6. MENGAPA TIMPANG ?
15
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan
Indonesia. Erlangga : Jakarta.
Tumbunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia : Jakarta.
17