Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
dan sebagai pengikat cross section. Poligon dibedakan menjadi dua bentuk
Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya
U
B C
A – B S2 d S3
d d
S
A 1 d S4 D
d
S6 d S5
F E
Gambar 2.1
Poligon tertutup
Keterangan gambar:
5
f(x) = d sin ………………………………………………….(3)
f(y) = d cos …….…………………………………………...(4)
Keterangan :
titik akhir tidak berimpit atau tidak pada titik yang sama. Poligon terbuka
terdiri dari:
αBM1 – BM2 S3 U
S1 S5
B
BM1 d BM2 D
d d
d d αBM1 – BM2
d
S2 S4 S6
BM3 d BM4
A C
Gambar 2.2
Poligon Terbuka Terikat sempurna
6
Keterangan gambar :
A, B, C, D : Titik poligon
sempurna adalah:
1. Koreksi sudut
f s
f s i ……………………………………………………...(8)
n
2. Koreksi absis
di
f x i f x ……………………………………………….(9)
Σd
3. Koreksi ordinat
di
f y i f y ………………………………………..……..
Σd
(10)
(11)
7
5. y B y A d AB . Cos α AB f(y) B ………………………………….
(12)
6. Kesalahan jarak
f x f y …………………………………………...(13)
2 2
cd
7, Ketelitian linier
cd
KL ………………………………………………………..(14)
Σd
Keterangan rumus:
KL = ketelitian linier
Sipat datar adalah suatu cara pengukuran beda tinggi antara dua titik diatas
permukaan tanah, dimana penentuan selisih tinggi antara titik yang berdekatan
dilakukan dengan tiga macam cara penempatan alat penyipat datar yang dipakai
yakni :
1. Pada posisi tepat diatas salah satu titik yang akan ditentukan selisih
tingginya.
8
2. Pada posisi ditengah-tengah antar 2 (dua) titik dengan atau tanpa
3. Pada posisi selain dari kedua metoda sebelumnya, dalam hal ini alat
didirikan disebelah kiri atau kanan dari salah satu titik yang akan
Metode sipat datar yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara lain:
beda tinggi atau menentukan ketinggian titik – titik utama yang telah
diorientasikan dengan cara membagi jarak antara titik polygon secara berantai
atau menjadi slag – slag kecil secara memanjang yang ditempuh dalam satu
m1 b4 m4
b2
b3 m3
b1 m1
D 5
2 B 3 C 4
1 A Gambar 2.3
Prinsip kerja sipat datar Memanjang
Hendarsin, 2000) :
HB = HA + hAB ……………………………………….(16)
9
HA = Elevasi titik A.
HB = Elevasi titik B..
Btb = Total Bacaan benang tengah rambu belakang.
Btm = Total Bacaan benang tengah rambu muka.
atau irisan tegak pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.
A 1 2 3 B
P2
P1
Gambar 2.4
Sipat datar profil memanjang
Keterangan gambar:
dari profil melintang adalah untuk menentukan elevasi titik – titik dengan
pertolongan tinggi garis bidik yang diketahui dari keadaan beda tinggi tanah
yang harus tegak lurus disuatu titik tertentu terhadap garis rencana tersebut.
g P1 1 2 3
a b e f
10
c d Gambar 2.5
Sipat datar profil melintang
Keterangan gambar
P1 : tempat berdiri alat
a, b, c, … : tempat berdiri rambu sebelah kiri alat ukur
1, 2, 3, … : tempat berdiri rambu sebelah kanan alat ukur
Alinemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan pada
bidang horisontal. Alinemen horisontal terdiri dari dua jenis bagian jalan , yaitu:
bagian lurus, dan bagian lengkung yang disebut tikungan. Perencanaan geometrik
diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan V R.Ada tiga jenis tikungan
FC ( Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari suatu
bagian lingkarang saja. Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang
mempunyai jari – jari (R) besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R
11
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
PI
∆
Tc Ec
TC Lc CT
∆
Rc
½∆ ½∆
O
Gambar 2.6
Komponen Full Circle (FC)
Dimana :
∆ = sudut tikungan
Rumus yang digunakan untuk menentukan harga Tc, Ec, dan Lc ( Shirley L.
Tc = Rc tan ½ ∆ ……………………………………………….(17)
Δ2πRc
Lc …………………………………………………(19)
360 0
12
Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagian lurus ke bagian
3
VR V .e
Ls 0,022 2,727 R ……………………………….
R c. C C
(20)
VR = kecepatan rencana
e = superelevasi
PI
∆
Ts
Ys Es
Xs
SC CS
TS s ST
p s s
∆
Gambar 2.7
Komponen lengkung peralihan
Keterangan :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung
peralihan)
13
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC
panda lengkung
Rc = jari-jari lingkaran.
Ls
2
X s Ls 1
2 ……………………………………………………
40 R c
(21)
2
L
Ys s ……………………………………………………………….(22)
6Rc
90 Ls
θs ……………………………………………………………..(23)
π Rc
2
Ls
p R c 1 cos θ s ………………………………………………..
6Rc
(24)
2
Ls
k Ls 2
R c sin θs ………………………………………………
40 R c
(25)
14
Ts R c p tan 1 2 Δ k ………………………………………………..
(26)
E s R c p sec 1 2 Δ R c ………………………………………………
(27)
Lc
Δ 2 θs π R
c ………………………………………………….
180
(28)
L tot L c 2 L s ………………………………………………………….(29)
tetapi digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung yang terdiri dari dua buah
lengkung peralihan.
Tabel 2.2: Panjang lengkung peralihan (Ls) dan panjang pencapaian superelvasi (Le)
untuk jalan 1jalur-2lajur-2arah.
VR Superelevasi, e(%)
(Km/Jam) 2 4 6 8 10
Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
20
30
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
15
90 30 60 40 70 50 80 70 100 10 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 0 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 11 -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 0 -
Adapun rumus – rumusnya semua sama seperti rumus untuk tikungan S-C-S,
∆ = 2 s dan Lc = 0 ………………………………………………(30)
Ltot = 2 Ls ……………………………………………………….(31)
2πRc
Ls 2θs
360 0
θs R c
…………………………………………………….(32)
28,648
PI
∆
Ts
Es
k SC =CS
TS ST
R R
O
Gambar 2.8
Komponen S-S
16
2.3.4. Superelevasi
10%.
bagian spiral.
Bagian Bagian
Lengkung Bagian lengkung penuh Lengkung
Bagian lurus peralihan Bagian lurus
peralihan
Ls Lc Ls
TS SC Sisi luar tikungan CS ST
e max
e=0%
Potongan melintang
Pada bagian lurus Sisi dalam tikungan
(normal)
Potongan melintang
Pada bagian lengkung
peralihan
Potongan melintang
Pada bagian lengkung
penuh
17
Gambar 2.9
Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS
1/3 Ls 1/3 Ls
Sisi luar tikungan
2/3 Ls
e max 2/3 Ls
TC e=0% CT
Gambar 2.10
Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC
TS.
kendaraan tetap pada lintasanya sebagaimana pada bagian lurus. Hal ini
18
untuk keluar lajur akibat posisi roda depan dan roda belakang yang tidak
tikungan.
R2
R1 R1 > R2
Gambar 2.11
Tikungan gabungan searah, R1 > R2
20 R2
R1 m
R1 > R2
Gambar 2.12
Tikungan gabungan searah dengan sisipan garis lurus
19
Spiral Spiral
1 2
R= R2
R1
R1 > R2
Gambar 2.13
Tikungan gabungan searah dengan sisipan spiral
gabungan dari dua busur lingkaran (FC), disarankan seperti pada gambar
di bawah ini:
R1
R1
R1 > R2 R2
R2
Gambar 2.14
Tikungan gabungan berbalik, R1 R2
R1
R1
20 m
Gambar 2.15
Tikungan gabungan berbalik dsngan sisipan garis lurus
20
R1 R=
Spiral 2
R1
R2
R2
Spiral 1
R1 > R2 R=
Gambar 2.16
Tikungan gabungan berbalik dengan sisipan spiral
Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik
pembangunan, biaya penggunaan kendaraan serta jumlah lalu lintas. Kalau pada
alinemen horisontal yang merupakan bagian kritis adalah bagian tikungan, maka
pada alinemen vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang
lurus.
21
lengkung cekung dan lengkung cembung.,selain kedua lengkung tersebut ditemui
truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang
dari satu menit. Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis
dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.
22
2.4.3. Lengkung Vertikal
perubahan dari dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap
cukup, untuk keamanan dan kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua
jenis yaitu:
1. Lengkung Cembung
2. Lengkung Cekung
sederhana.
l PVI
Ev
x
y
P Q
g1 L g2
Gambar 2.17
Tipikal lengkung vertikal bentuk parabola
2000):
L g1 L g1
x …………………………………………………….…
g1 g 2 A
(33)
23
2 2
L g1 L g1
y …………………………………………………...
2 g1 g 2 2A
(34)
AL
Ev ………………………………………………………………..
800
(35)
y = perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau pada Sta
diberi tanda (-). Ketentuan naik atau menurun ditinjau dari kiri.
cembung adalah
h1(m) h2 (m)
Untuk jarak pandang
tinggi mata tinggi obyek
Henti (Jh) 1.05 0.15
Mendahului (Jd) 1.05 1.05
24
2
A.Jh
Jh < L, maka L ......................................................(36)
399
399
Jh > L, maka L 2 J h ................................................(37)
A
2
A .Jd
Jd < L, maka L .......................................................(38)
840
840
Jd > L, maka L 2 J d ................................................(39)
A
PVI
g2
g1 Ev
h2
h1
Jh1 Jh2
Jh
L
Gambar 2.18
Untuk Jh < L
PVI
g2
a b c d
h2
h1 g1 ½L
L
Jh
Gambar 2.19
Untuk Jh > L
Panjang lengkung vertikal cembung (L), yang diperoleh dari
25
tidak dapat mendahului kendaraan di depannya, untuk keamana dipasang
b. Kenyamanan pengemudi
c. Ketentuan drainase
Jh
60 m 10
L
Gambar 2.20a
Jarak sinar lampu besar dari kendaraan untuk Jh < L
Jh
60 m 10
L
Gambar 2.20b
Jarak sinar lampu besar dari kendaraan untuk Jh > L
2
A .Jh
Jh < L, maka L .......................................(40)
120 3,5 J h
120 3,5 J h
Jh > L, maka L 2 J h ...........................(41)
A
26
2.5. Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
ketentuan Jh.
permukaan jalan. Jarak pandang henti (Jh) terdiri dari dua elemen jarak yaitu:
Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang di tentukan oleh kendaraan sejak
27
Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
Jarak pandang henti (Jh) dalam satuan meter dapat dihitung dengan rumus
Jh = Jht + Jhr.........................................................................................(42)
2
VR
VR 3,6
Jh T
3 .6 2 g f p………………………………………………….(43)
jika kecepatan (VR) semakin tinggi dan sebaliknya (menurut Bina Marga,
fp = 0,35 – 0,55).
2
VR
J h 0,278 VR T ......................................................(44)
254 f p
2
VR
J h 0,278 VR T
254 f p L
............................................(45)
28
2.5.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd)
2000):
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
a . T1
d1 0,278 T1 VR m
2
d2 = 0,278 VR T2
d3 = antara 30 – 100 m
d4 23 d2
29