You are on page 1of 6

ANALISIS SWOT KALBE 

FARMA

January 22, 2009

 
 
Most Popular Content 
 POTENSI SENYAWA ALAMI DALAM TEMPE SEBAGAI AGEN
ANTIKANKER
 PARAMEX, SEBUAH BRAND AWARENESS OBAT SAKIT KEPALA
 CATAFLAM : NSAID (Tinjauan Produk)

9 Votes

Oleh: Ratna Budi Phebriana, Aditya Fitriasari, Sarmoko


Latar Belakang
PT. Kalbe didirikan pada pertengahan tahun 1960 oleh Dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D dan
Franciscus Bing Aryanto yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesadaran kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat. Kemudian mereka memutuskan untuk mendirikan Kalbe yang
berfokus pada bisnis farmasi.
Dr. Boen adalah seorang dokter dan ahli farmakologi yang sangat paham tentang dunia
farmasi, sedangkan Bing yang merupakan saudara Dr. Boen sangat jeli dalam melihat
kesempatan mengembangkan bisnis Kalbe. Bing juga memiliki jaringan bisnis dan relasi
yang luas.
Kalbe berawal dari garasi kecil di Tanjung Priok di Jakarta utara. Sekarang ini, Kalbe dikenal
sebagai salah satu perusahaan farmasi terbesar, yang menduduki peringkat ketiga dari 20
perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara.
Profil Perusahaan
PT. Kalbe Farma Tbk. adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang sudah
berdiri sejak tahun 1966. Visi Kalbe adalah menjadi dominan dalam bisnis kesehatan di
Indonesia dan menjadi pemain dalam pasar global dengan brand yang kuat, peningkatan
melalui manajemen yang bagus dan teknologi canggih. Misi Kalbe adalah meningkatkan
kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Nilai utama dari Kalbe adalah integritas,
kerjasama yang kuat, inovasi, agility dan memberikan yang terbaik untuk konsumen.
Ada banyak faktor yang mendukung, menstimulasi dan mempercepat kemajuan Kalbe. Pada
dasarnya ada 4 kunci sukses yang membuat Kalbe mampu berprestasi, yaitu (1) produk
inovator yang bervariasi, (2) strategi marketing yang solid, (3) komitmen yang tinggi pada
Research and Development dan (4) sumber daya manusia yang reliabel.
Contoh produk – produk Kalbe Farma antara lain:

ANALISIS SWOT KALBE FARMA


Strength/ Kekuatan

Kalbe merupakan market leader untuk produk kesehatan masyarakat dan market leader untuk
produk ethical. Produk-produknya merupakan leading brand dengan berbagai segmentasi
pasar yang spesifik. Selain itu produknya merupakan inovator, dengan mengembangkan obat-
obatan serta rumusan kimia baru baik dengan kemampuan sendiri ataupun melalui aliansi
strategis dengan mitra internasional. Serta banyak menghasilkan produk-produk baru yang
berbasis teknologi tinggi.

Pada tanggal 16 Desember 2005, Manajemen Kalbe telah berhasil melakukan penggabungan
usaha dengan Dankos dan PT Enseval (”Enseval”) menjadi satu perusahaan dalam rangka
menciptakan satu perusahaan farmasi tercatat dan terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Penggabungan usaha ini akan memberikan peluang bagi masa depan Kalbe dalam
meningkatkan efisiensi serta efektivitas. Merger yang melibatkan PT Enseval sebagai
superholding dan tiga anak perusahaan yang terdaftar di BEJ tersebut — Kalbe Farma,
Dankos Laboratories (DNKS), Enseval Putera Megatrading (EPMS) — sekaligus membentuk
perusahaan yang betul-betul terintegrasi. Secara horisontal, Kalbe “baru” menawarkan
rentang produk yang jauh lebih luas, mulai dari berbagai bentuk obat dan makanan kesehatan
sampai suplemen dan minuman berenergi. Secara vertikal, mereka melakukan kegiatan dari
pengadaan bahan baku, manufakturing produk jadi, pemasaran, sampai penjualan dan
distribusi.
Kalbe memiliki pengalaman yang cukup panjang dan dari segi finansial, pendapatan kalbe
meningkat sekitar 18% per tahun.

Manajemen Kalbe memiliki personel yang berpengalaman, termasuk di dalamnya mantan


dirjen BPOM dalam mengembangkan, memproduksi, pemasaran dan menjual produk-produk
kesehataan dan farmasi. Dilengkapi dengan tim yang solid dan kerja sama yang baik
antardepartemen internal dan hubungan yang erat dengan mitra , PT. Kalbe Farma Tbk.
semakin mengukuhkan diri dalam jajaran perusahaan besar di Indonesia.
Pada bagian produksi, Kalbe memiliki 7 GMP (Good Manufacturing Practice) yang telah
berstandar international dengan 2 GMP tambahan yang masih dibangun. Komitmen Kalbe
dalam hal ini telah diakui melalui serangkaian hasil pengujian badan sertifikasi. Semua
fasilitas produksi milik Kalbe dan Anak perusahaan telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001,
sementara Kalbe, PT Dankos Laboratories Tbk. (”Dankos”) dan PT Bintang Toedjoe juga
telah meraih sertifikasi ISO14001 serta OHSAS 18001/SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja). Kalbe dan Dankos secara konsisten berhasil mempertahankan
pencapaian yang amat memuaskan dalam penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan
yang Baik, yaitu nomor lima dan nomor dua diantara semua perusahaan yang telah tercatat di
Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005.
Pada bagian distribusi, Kalbe memiliki tenaga pemasaran sebanyak 6000 personil dengan 1
juta outlet di seluruh Indonesia. Ditopang struktur bisnis yang cukup lengkap, yakni memiliki
perusahaan distribusi dan jaringan rumah sakit yang mengusung merek Mitra Keluarga dan
Mitra International, termasuk sekolah perawat.
Weakness/ Kelemahan
Ekspansinya ke noncore-business, seperti ke bisnis property (PT Kalbe Land) dan pendidikan
(STIE Kalbe). Ekspansi ini dapat mengakibatkan kurang fokusnya perusahaan dalam
pengembangan bisnis farmasi.
Penjualan ekspor sampai dengan September 2005 bertumbuh sebesar 127,7 persen
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan penjualan lokal bertumbuh
dengan 28,6 persen. Meskipun ekspor tumbuh sangat besar, namun melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS tidak dapat membawa keuntungan yang besar juga. Pasalnya,
sekitar 90 persen bahan baku masih impor sehingga harganya juga melonjak. Akibatnya,
persentase laba kotor (gross margin) hanya mencapai 54,3 persen. Hal ini disebabkan karena
Komponen impor dari obat masih sangat tinggi, yaitu sebesar 90% dari bahan baku yang
digunakan (bahan aktif dan bahan pembantu) serta sekitar 50% dari bahan pengemas yang
digunakan.
Bahan aktif yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri jumlahnya tidak berarti dan belum
bisa diperoleh dengan harga yang bersaing dibandingkan dengan sumber dari luar negeri.
Upaya-upaya untuk meningkatkan self sufficiency di bidang pengadaan bahan baku sering
terbentur pada permasalahan :
Ø Banyaknya jenis bahan baku yang digunakan oleh industri farmasi (hingga 6.000 items)
sehingga banyak pemakaian per item yang tidak memenuhi skala produksi ekonomis.
Ø Masalah utama adalah pengadaan bahan baku untuk bahan dasar produksi lokal bahan
baku yang terkait dengan :
i. Kurang berkembangnya industri kimia hulu yang bisa menopang pengadaan intermediates
untuk bahan dasar pembuatan obat. Ketergantungan pada intermediates dari luar negeri
hingga tingkat tertentu bisa mengurangi manfaat yang diperoleh dari sintesis lokal.
ii. Kurang adanya koordinasi antara industri terkait misalnya industri petrokimia dan industri
farmasi. Sering terjadi industri farmasi mengalami kesulitan karena intermediate-nya tidak
bisa dibuat lokal.
Kelemahan pada dasarnya industri farmasi memang merupakan industri yang knowledge
intensive dan highly regulated tetapi aspek regulasi industri farmasi di Indonesia dirasa cukup
berat yang bersumber dari :
Ø Policy yang ada dibuat dengan semangat pengawasan dan bukan pengembangan;
Ø Pelaksanaan yang terasa lamban karena ketidak seimbangan antra jumlah pengawas dari
pemerintah dengan pihak swasta yang harus dilayani.
Mata rantai lain yang merupakan bagian dari aspek pemasaran dan distribusi hasil produksi
industri farmasi masih belum seimbang baik secara kualitatif dan kuantitatif:
Ø Misalnya ratio dokter perpopulasi di Indonesia sekitar 140 dokter untuk 1 juta penduduk.
Ø Jumlah apotik (drug store) saat ini berjumlah sekitar 6.000 buah yang terkonstrasi di kota-
kota untuk melayani rakyat Indonesia yang lebih dari 200 juta penduduk. Program
pharmaceutical care juga belum berjalan dengan baik sehingga mengurangan pemanfaatan
obat secara optimal di masyarakat.
Ø Distributor yang jumlahnya cukup banyak tetapi tidak mempunyai jangkauan yang luas
dan network yang efisien sehingga biaya distribusi relatif mahal.
Opportunity/ Peluang

1. Besarnya penduduk Indonesia dan masih rendahnya konsumsi obat perkapita


menyebabkan pasar potensial yang bisa dikembangkan. Peluang untuk masuk ke 6 pasar
utama di Asia Tenggara dengan populasi mencapai 500 juta atau kira-kira 8% dari populasi
dunia. Total pasar ini lebih dari $890 milyar pada GDP dan kemungkinan akan tumbuh 5%
per tahun selama 5 tahun ke depan. Konsumsi produk farmasi termasuk resep dan OTC
diperkirakan 7 milyar dan berkembang menjadi 13% dari 2005 sampai 2010. Serta
terbukanya peluang ekspor sebagai akibat dari penurunan nilai rupiah dan pelaksanaan Good
Manufacturing Practice yang baik di Indonesia.
Tahun 2000, Kalbe mulai memberi perhatian lebih besar pada pasar internasional. Awalnya,
perusahaan melempar produk ke pasar ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura. Kemudian,
sayap bisnis ekspornya pun melebar ke Afrika Selatan. Hal ini dibuktikan Kalbe dengan
menerapkan strategi-strategi. Strategi pertama, trading based, yakni pihak Kalbe menunjuk
distributor lokal di negara-negara tujuan ekspor. Kerja sama ini sangat simpel karena sebatas
aktivitas jual-beli saja. Namun, lewat jaringan para trader ini produk-produk Kalbe ada di
banyak negara, seperti Pakistan dan Iran, padahal Kalbe belum memiliki mitra distribusi di
negara-negara tersebut. Strategi kedua, marketing based. Kalbe membangun kantor
perwakilan di setiap negara tujuan yang dari hasil survei internal berpotensi bagi
pengembangan produk ekspornya. Saat ini ada 8 kantor perwakilan Kalbe di beberapa negara,
seperti Malaysia (untuk pasar Singapura dan Malaysia), Myanmar, Kamboja, Vietnam,
Filipina, Sri Lanka dan Thailand. Mereka bertugas melakukan aktivitas pemasaran,
memonitor pasar dan melakukan survei. PT Kalbe Farma berencana membangun pabrik
Orange Kalbe Limited di Nigeria. Pembangunan pabrik ini untuk memperkuat pangsa pasar
di Afrika Barat. “Nigeria akan dijadikan sebagai basis dari pemasaran produk-produk Kalbe
Farma,” kata Dirut PT Kalbe Farma Johannes Setijono. Rencananya pabrik itu akan
digunakan untuk memproduksi obat-obat OTC (obat tanpa resep) dan minuman energi.
2. Kecenderungan berkembangnya Sistem Penanganan Kesehatan yang wajar yang dapat
menyalurkan tenaga dokter termasuk dokter spesialis yang dibutuhkan.
Threat/ Ancaman
1. Adanya kompetisi internal yang cukup keras. Sesuatu yang diistilahkannya “perang
saudara” terutama terjadi di jalur pemasaran. Lebih spesifik lagi, di produk-produk farmasi
yang berada di kategori yang sama. Di obat flu, misalnya, Kalbe memiliki Procold sementara
Dankos Laboratories punya andalan yang cukup ampuh, Mixagrip. Lantaran Kalbe dan
Dankos bisa saling melihat data masing-masing, mereka bisa saling menjatuhkan.
2. Adanya krisis ekonomi telah membuat daya beli obat rakyat Indonesia menurun sehingga
mengancam kelangsungan hidup industri farmasi nasional terutama untuk pasar okal.
3· Diberlakukannya Undang-Undang Paten 1997 dan direvisi tahun 2001, industri farmasi
Kalbe Farma, yang terbiasa mengandalkan pengembangan produk-produknya pada strategi
copy cat produk-produk baru yang masih dilindungi paten, menjadi sulit untuk
mengembangkan produk-produknya.
4· Legal sistem belum dapat menanggulangi obat palsu secara efektif sehingga harga obat
menjadi lebih sulit dikontrol.
5· Semakin luasnya pasar yang ingin dicapai, yaitu menembus pasar internasional akan
semakin meningkat pula pesaing-pesaing bisnis farmasi. Kalbe mengakui jika produknya
masih belum mampu bersaing dengan produk dari Amerika Serikat.

You might also like