You are on page 1of 31

A.

Judul Penelitian

“Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Layanan Penguasaan Konten

Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati Tahun Ajaran

2009/2010”

B. Latar Belakang

Sering muncul anggapan bahwa anak prasekolah tidak boleh

diajarkan membaca, hal itu benar. Namun, membaca yang dimaksud dalam

pernyataan tersebut adalah membaca dalam arti mengeja kata. Sedangkan

untuk membantu anak agar dapat lancar dan tidak mengalami kesulitan

dalam belajar membaca pada kelas I maka anak perlu diperkenalkan

membaca melalui peningkatan kemampuan membacanya. Mengapa

demikian? Hal itu karena masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat

menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini anak

mudah sekali mengingat apa yang didengar dan dilihatnya. Masa ini juga

disebut sebagai golden age yang mengandung arti masa keemasan. Pada usia

0-5 tahun inilah anak mampu menyerap informasi, sekaligus

mengembangkan intelegensi permanen dirinya. Semakin muda umur anak,

makin besar daya serapnya terhadap informasi baru.

Banyak hal yang membuktikan bahwa kemampuan otak anak sangat

luar biasa. Misalnya, anak dengan mudah menghafal dan mengikuti lagu

yang sering didengar dan dilihatnya di TV. Anak bisa mengingat dengan

baik dan menyerap sejumlah besar informasi yang ada di sekitarnya.


Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh guru. Untuk itulah

membaca perlu diperkenalkan kepada anak usia prasekolah/RA/TK.

Guru dapat memperkenalkan membaca pada anak melalui layanan

penguasaan konten. Di dalam layanan penguasaan konten, guru

merencanakan suatu program atau materi sesuai dengan kemampuan dan

kebutuhan anak. Dikarenakan pada prasekolah belum ada guru pembimbing

layanan, penguasaan konten dapat diberikan oleh guru kelas.

Alasan guru memberikan layanan ini adalah agar anak dapat

mempersiapkan diri menuju jenjang membaca pada kelas I dengan lebih

baik. Anak yang telah mengikuti layanan penguasaan konten ini akan

mengalami peningkatan dalam fase membaca dengan lebih baik

dibandingkan anak yang lain.

Layanan ini dapat dirancang dengan metode kartu kata. Bukan

menyuruh anak membaca kata dalam kartu tersebut, melainkan membacakan

kartu kata itu sambil memperlihatkannya kepada anak, melalui tahapan

tertentu. Dengan dilaluinya tahapan demi tahapan secara otomatis anak akan

mampu mengingat apa yang disampaikan oleh guru secara terus menerus

sehingga anak mampu menginngat kata-kata itu melalui pembiasaan tanpa

harus membaca. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

membaca anak.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, layanan penguasaan konten

memiliki peluang untuk dapat meningkatkan kemampuan membaca anak .

oleh karenanya, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian dengan judul “


Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Layanan Penguasaan Konten Di

Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati Tahun Ajaran

2009/2010”

C. Rumusan Masalah

Dari paparan tersebut di atas, permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah peningkatan kemampuan membaca melalui layanan

penguasaan konten Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong

Pati Tahun Ajaran 2009/2010?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca melalui layanan

penguasaan konten Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong

Pati Tahun Ajaran 2009/2010

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap teori layanan penguasaan konten dalam

meningkatkan kemampuan membaca anak, selain itu juga untuk

memperkaya ilmu pengetahuan di bidang bimbingan dan konseling.

2. Manfaat praktis
a. Sebagai pertimbangan dalam pemberian layanan

konseling di prasekolah.

b. Menambah wawasan guru pembimbing dalam

pemberian layanan konseling, khususnya dalam peningkatan

kemampuan membaca.

c. Membantu anak untuk dapat meningkatkan

kemampuannya dalam membaca.

F. Lokasi Penelitian

Raudlotul Athfal Tarbiyatul Banin merupakan bagian dari Yayasan

Tarbiyatul Banin yang terletak di Desa Pekalongan kecamatan Winong

Kabupaten Pati, tepatnya di Jalan Masjid Jami’ Darussalam. Jumlah tenaga

pendidik ada tujuh orang. Untuk jumlah anak didik sebanyak seratus enam

anak yang dibagi ke dalam dua kelas, yaitu A dan B.

Penelitian ini dilaksanakan di Raudlotul Athfal Tarbiyatul Banin

dengan alasan peneliti mengajar di tempat tersebut, dan di sana peneliti

menemukan adanya anak yang mengalami kesulitan dalam kemampuan

membaca.

G. Definisi Operasional

Sesuai dengan judul penelitian “Peningkatan Kemampuan Membaca

Melalui Layanan Penguasaan Konten Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin

Pekalongan Winong Pati Tahun ajaran 2009/2010” maka definisi

operasionalnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Peningkatan Kemampuan Membaca


Menurut Sudarsono (1993:4) membaca adalah aktifitas yang

kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah

meliputi orang harus menggunakan pengertian, khayalan, mengamati dan

mengingat-ingat. Sedangkan membaca merupakan jenjang (tingkat)

sebelum membaca.

Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan

kemampuan membaca yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

peningkatan kemampuan anak yang meliputi aktifitas mengamati,

mengingat-ingat simbol/tulisan kepada siswa kelas A RA Tarbiyatul

Banin Pekalongan Winong Pati Tahun ajaran 2009/2010

2. Layanan penguasaan konten

Layanan penguasaan konten merupakan layanan bantuan kepada

individu (sendiri-sendiri maupun dalam kelompok) untuk mengusai

kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. (Prayitno,

2004:2)

3. Anak kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati

Anak RA dapat disebut pula sebagai anak usia dini yang memiliki

batasan usia 0 – 8 tahun . dapat pula diartikan sebagai sekelompok

manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

Sedangkan batasan usia anak kelas A biasanya berada pada usia 4 tahun.

Jadi, istilah anak kelas RA Tarbiyatul Banin adalah anak usia

dini pada usia 4 tahun yang mengalami pertumbuhan, perkembangan dan


aktif menuntut ilmu serta mengikuti pembelajaran di kelas A RA

Tarbiyatul Banin, pada tahun ajaran 2009/2010.

Berdasarkan uraian di atas, maka juduk skripsi “Peningkatan

Kemampuan Membaca Dengan Layanan Penguasaan Konten Di Kelas A RA

Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati Tahun ajaran 2009/2010” adalah

suatu upaya dilakukan peneliti dalam meningkatkan kemampuan membaca

melalui layanan penguasaan konten di kelas A RA Tarbiyatul Banin

Pekalongan Winong Pati Tahun ajaran 2009/2010.

H. Kajian Pustaka

1. Membaca

a. Pengetian Membaca

Membaca (KBBI, 1990: 62) adalah melihat serta

memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya

dengan hati), dapat juga diartikan mengeja atau melafalkan apa

yang ditulis.

Membaca menurut Donald D. Hammill dan Nettie R.

Bartel (1978:23) adalah “reading is responding orally to printed

symbols” yang artinya membaca adalah reaksi secara lisan terhadap

simbol-simbol tertulis.

Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam

hidup karena semua proses belajar didasarkan pada kemampuan

membaca. Menurut Paul C. Burns, Betty D. Roe, Elinor P. Ross

dalam teacing reading in today’s elementary schools mengatakan


bahwa membaca merupakan sebuah proses yang kompleks, tidak

hanya proses membaca itu yang kompleks, tetapi setiap aspek yang

ada selama proses membaca juga bekerja dengan sangat kompleks.

Tampubolon (1993) menjelaskan pada hakekatnya

membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan

makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses

pengenalan huruf-huruf. Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-

bagian tubuh khususnya mata, yang melakukannya. Dikatakan

kegiatan mental karena bagian-bagian pikiran khususnya persepsi

dan ingatan, terlibat didalamnya. Dari definisi ini, kiranya dapat

dilihat bahwa menemukan makna dari bacaan (tulisan) adalah

tujuan utama membaca, dan bukan mengenali huruf-huruf.

Diperjelas oleh pendapat Smith (Ginting, 2005) bahwa membaca

merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang

tertulis. (www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pdf).

Proses membaca menurut Burn, Roe dan Ross (1984)

merupakan proses penerimaan simbol oleh sensori, kemudian

mengintererpretasikan simbol, atau kata yang dilihat atau

mempersepsikan, mengikuti logika dan pola tatabahasa dari kata-

kata yang ditulis penulis, mengenali hubungan antara simbol dan

suara antara kata-kata dan apa yang ingin ditampilkan,

menghubungkan kata-kata kembali kepada pengalaman langsung

untuk memberikan kata-kata yang bermakna dan mengingat apa


yang merela pelajari dimasa lalu dan menggabungkan ide baru dan

fakta serta menyetujui minat individu dan sikap yang merasakan

tugas membaca.

Dijabarkan juga oleh Tarigan (1985) bahwa membaca

adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan, suatu metode yang

dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-

kadang orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang

terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Finochiaro

dan Bonomo (Tarigan, 1985) mendefinisikan secara singkat,

membaca adalah memetik serta memahamai arti makna yang

terkandung di dalam bahan tertulis.

Sedangkan Juel (Sandjaja, 2005) mengartikan bahwa

membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti

kata dalam kalimat dan struktur bacaan, sehingga hasil akhir dari

proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari

bacaan. (www.unika.ac.id.02/05/05)

Spache & Spache (Petty & Jensen, 1980)

mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks

yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap

dimana individu melakukan pembedaan terhadap apa yang

dilihatnya, selanjutnya individu berusaha untuk mengingat kembali,

menganalisa, memutuskan, dan mengevaluasi hal yang dibacanya.


Sebagai suatu proses yang kompleks, membaca memiliki nilai yang

tinggi dalam perkembangan diri seseorang. Secara umum orang

menilai bahwa membaca itu identik dengan belajar, dalam arti

memperoleh informasi.

Membaca adalah proses berpikir, hal tersebut

dikemukakan oleh Burn, Roe dan Ross (1984), maksudnya adalah

ketika seseorang sedang membaca, maka seseorang tersebut akan

mengenali kata yang memerlukan interpresi dari simbol-simbal

grafis. Untuk memahami sebuah bacaan sepenuhnya, seseorang

harus dapat menggunakan informasi untuk membuat kesimpulan

dan membaca dengan kritis dan kreatif agar dapat mengerti bahasa

kiasan, tujuan yang ditetapkan penulis, mengevaluasi ide-ide yang

dituliskan oleh penulis dan menggunakan ide-ide tersebut pada

situasi yang tepat. Keseluruhan proses ini merupakan proses

berpikir.

Chambers dan Lowry (Burn, Roe dan Ross, 1984)

menggaris bawahi juga menegasakan hal yang sama bahwa

membaca lebih dari sekedar mengenali kata-kata tetapi juga

membawa ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan

beberapa keinginan, mengidentifikasi sebuah solusi untuk

memunuhi keinginan, memilih cara alternatif, percobaan dengan

memilih, menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih, dan
memikirkan beberapa cara dari hasil yang evaluasi. hal tersebut

secara keseluruhan termasuk respon dari berpikir.

Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa

membaca, merupakan transmisi pikiran dalam kaitannya untuk

menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu, membaca dapat

digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan

perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses

pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu

mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan

konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

Ginting (2005) menyebutkan bahwa membaca

merupakan proses ganda meliputi proses penglihatan dan proses

tanggapan. Proses penglihatan dijabarkan oleh Wassman & Rinsky

(Ginting, 2005), sebagai proses penglihatan, membaca bergantung

pada kemampuan melihat simbol-simbol, oleh karena itu, mata

memainkan peranan penting. Dan sebagai proses tanggapan

dijabarkan Ahuja (Ginting, 2005), membaca menunjukkan

interpretasi segala sesuatu yang kita persepsi. Proses membaca juga

meliputi identifikasi simbol-simbol bunyi dan mengumpulkan

makna melalui simbol-simbol tersebut. Broughton (Gunting, 2005)

mengemukakan membaca merupakan keterampilan yang bersifat

pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada


pada urutan yang lebih tinggi (higher order).

(www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pdf).

Lebih jauh lagi, Bowman and Bowman (Sugiarto, 2001)

mengemukakan bahwa membaca merupakan sarana yang tepat

untuk mempromosikan suatu pembelajaran sepanjang hayat (life-

long learning). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Allen

dan Valette (Sugiarto, 2001) mengatakan bahwa membaca adalah

sebuah proses yang berkembang (a developmental process). Davies

(Sugiarto, 2001) memberikan pengertian membaca sebagai suatu

proses mental atau proses kognitif yang di dalamnya seorang

pembaca diharapkan bisa mengikuti dan merespon terhadap pesan

si penulis. Dari sini dapat dilihat bahwa kegiatan membaca

merupakan sebuah kegiatan yang bersifat aktif dan interaktif.

(www,depdiknas.go.id/jurnal/37/perbedaan_hasil_belajar_membac

a.htm).

Ditegaskan oleh Cole (1963) bahwa membaca

mempunyai nilai besar untuk orang dewasa karena berkontribusi

pada perkembangan, seperti dapat membebaskan dari tekanan,

bekerja dengan penuh inisiatif, mendapatkan informasi untuk

memecahkan konflik dan mengenali karakter dengan mudah. Lebih

jauh lagi Cole (1963) menjelaskan bahwa membaca dapat juga

menimbulkan rasa aman dan merealisasikan diri dalam kehidupan

pribadi seperti hubungan yang lebih baik dengan keluarga dan


kelompok, perubahan sikap, ide-ide baru serta semakin menghargai

bebagai aktivitas dalam kehidupan.

Berbagai definisi membaca telah dipaparkan diatas, dan

dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kegiatan fisik dan

mental, yang menuntut seseorang untuk menginterpretasikan

simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai pola

komunikasi dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan

makna tulisan dan memperoleh informasi sebagai proses transmisi

pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan pembelajaran

sepenjang hayat (life-long learning).

b. Tahapan membaca

Tahapan membaca menurut Sudaryono (www.Google.

com@copyright..........) dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Tahap pramembaca, dilakukan dengan cara mengenalkan

kata-kata sederhana sebagai dasar dalam pengenalan membaca

2) Tahap membaca, dilakukan dengan memberikan bacaan

untuk dibaca oleh anak untuk mengetahui sampai dimana

kemampuan dasar anak

3) Tahap pascamembaca, dilakukan dengan memberikan

tugas pada anak berupa bacaan agar anak dapat memahami isi

dari bacaan.
Dalam kajian membaca Al-Qur’an, Abdul Rofe Taufik

Umar berpendapat bahwa membaca diberikan dalam empat tahap,

yaitu :

1) Tahap mengenal huruf, yaitu tahap mengenalkan huruf

hijaiyyah

2) Tahap membaca, yaitu tahap mampu membaca walaupun

kalimat sederhana

3) Tahap lancar membaca, yaitu tahap dapat membaca Al-

Qur’an berdasarkan tajwid

4) Tahap membaca secara fasih, yaitu tahap mambaca

dengan fasih Al-Qur’an dengan ayat-ayat sulitnya

c.Metode Membaca

Depdiknas (2000:4) menawarkan berbagai metode

pengajaran membaca, anatara lain:

1) Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari

mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam

metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai

diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran

metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai

dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem.

2) Metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata,

yaitu cara memulai mengajarkan membaca dan menulis

permulaan dengan menampilkan kata-kata.


3) Metode global, adapun pendekatan yang dipakai dalam

metode global ini adalah pendekatan kalimat. Menurut

Purwanto (1997:32), “Metode global adalah metode yang

melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu metode ini

ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia

yang bernama Decroly.” Kemudian Depdiknas (2000:6)

mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar

membaca kalimat secara utuh.

4) Metode SAS didasarkan atas pendekatan cerita.

Dari berbagai metode yang ditawarkan, yang paling sesuai

digunakan untuk anak kelas B yang berada pada usia 5 tahun

adalah metode kata lembaga atau disebut juga dengan kartu

kata.

Menurut Tarmizi Ramadhan (2008), guru sebaiknya

mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran yang akan

digunakan sebagai berikut:

1) Dapat menyenangkan siswa


2) Tidak menyulitkan siswa untuk menyerapnya
3) Bila dilaksanakan, lebih efektif dan efisien
4) Tidak memerlukan fasilitas dan sarana yang lebih rumit

2. Layanan Penguasaan Konten

a. Pengertian layanan penguasaan konten

Layanan penguasaan konten yaitu layanan bantuan kepada

individu (sendiri-sendiri ataupun dalam kelompok) untuk


menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan

belajar (Prayitno, 2004:2). Kompetensi sendiri adalah kualitas

seseorang atau kecocokan seseorang yang bisa ditampilkan untuk

keperluan tertentu. Layanan ini merupakan istilah baru dari

layanan pembelajaran yang telah diartikan seperti pengajaran

yang dilakukan oleh guru.

Heru Nugiarso (2004:61) menyatakan bahwa layanan

penguasaan konten merupakan layanan bantuan untuk

memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan sikap dan

kebiasaan belajar yang baik, ketrampilan dan materi belajar yang

cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta tuntutan

kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan

dirinya.

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa layanan

penguasaan konten merupakan layanan bantuan yang diberikan

(baik kelompok maupun individu) untuk mengatasi berbagai

kesulitan yang dihadapi individu dalam masalah belajar, yang di

dalamnya mencakup kesulitan dari luar atau dari dalam diri

individu itu.

b. Tujuan layanan penguasaan konten


Layanan penguasaan konten mempunyai beberapa tujuan,

yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

1) Tujuan umum

Tujuan umum layanan penguasaan konten ialah dikuasainya

suatu konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi

individu atau klien untuk menambah wawasan dan

pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai

cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi

kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya. Dengan

penguasaan konten yang dimaksud itu individu yang

bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupannya secara

efektif (effective daily living).

2) Tujuan khusus

Tujuan khusus layanan penguasaan konten dapat dilihat

pertama dari kepentingan individu atau klien mempelajarinya,

dan kedua isi konten sendiri. Prayetno (2004:3-4) menyatakan

bahwa tujuan khusus layanan penguasaan konten terkait

dengan fungsi-fungsi konseling, yaitu :

a) Fungsi pemahaman, menyangkut konten-konten


yang isinya merupakan berbagai hal yang perlu dipahami.
Dalam hal ini seluruh aspek konten (yaitu fakta, data,
konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, dan bahkan
aspek yang menyangkut persepsi, afeksi, sikap dan
tindakan) memerlukan pemahaman yang memadai.
Konselor dan klien perllu menekankan aspek-aspek
pemahaman dari konten yang menjadi fokus layanan
penguasaan konten.
b) Fungsi pencegahan dapat menjadi muatan layanan
penguasaan konten apabila kontennya memang terarah
kepada terhindarkannya individu atau klien dari
mengalami masalah tertentu.
c) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan
apabila arah penguasaan konten memang akan mengatasi
masalah yang sedang dialami klien.
d) Penguasaan konten dapat secara langsung maupun
tidak langsung mengembangkan di satu sisi, dan di sisi
lain memelihara potensi individu atau klien. Pengajaran
dan pelatihan dalam layanan penguasaan konten dapat
mengemban fungsi pengembangan dan pemeliharaan.
e) Penguasaan konten yang tepat dan terarah
memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap
ancaman ataupun pelanggaran atas hak-haknya. Dengan
demikian layanan penguasaan konten dapat mendukung
fungsi advokasi.

c. Komponen layanan penguasaan konten

Prayitno (2004:4) menjelaskan bahwa komponen layanan

penguasaan konten adalah konselor, individu atau klien, dan

konten yang menjadi isi layanan.

1) Konselor
Konselor adalah tenaga ahli pelayanan konseling,
penyelenggara layanan penguasaan konten dengan
menggunakan berbagai modus dan media layanannya.
Konselor menguasai konten yang menjadi isi layanan
penguasaan konten yang diselenggarakannya.
2) Individu
Konselor menyelenggarakan layanan penguasaan konten
terhadap seorang atau sejumlah individu yang memerlukan
penguasaan atas konten yang menjadi isi layanan. Individu
adalah subjek yang menerima layanan, sedangkan konselor
adalah pelaksana layanan. Individu penerima layanan
penguasaan konten dapat merupakan peserta didik (siswa di
sekolah), klien yang secara khusus memerlukan bantuan
konselor, atau siapapun yang memerlukan penguasaan konten
tertentu demi pemenuhan tuntutan perkembangan dan
kehidupannya.
3) Konten
Konten merupakan isi layanan penguasaan konten, yaitu satu
unit materi latihan yang dikembangkan oleh konselor dan
diikuti atau dijalani oleh individu peserta layanan. Konten
layanan penguasaan konten dapat diangkat dari bidang-bidang
layanan konseling, yaitu bidang-bidang :
)a Pengembangan kehidupan pribadi
)b Pengembangan kemampuan
hubungan sosial
)c Pengembangan kegiatan belajar
)d Pengembangan dan perencanaan
karier
)e Pengembangan kehidupan
berkeluarga
)f Pengembangan kehidupan beragama
(Prayitno, 2004:5)

Berkenaan dengan semua bidang pelayanan yang dimaksudkan

itu dapat diambil dan dikembangkan berbagai hal yang kemudian

dikemas menjadi topik atau pokok bahasan, bahan latihan, dan isi

kegiatan yang diikuti oleh peserta layanan penguasaan konten.

Konten dalam layanan penguasaan konten sangat bervariasi, baik

dalam bentuk, materi, maupun acuannya. Acuan yang dimaksud

dapat terkait dengan :

)1 Tugas-tugas perkembangan peserta didik


)2 Kegiatan dan hasil belajar
siswa, nilai, moral dan tata krama pergaulan
)3 Peraturan dan disiplin sekolah
)4 Bakat, minat dan arah karir
)5 Ibadah dan keagamaan
)6 Kehidupan dalam keluarga dan
berkeluarga
)7 Permasalahan individu atau
klien (Prayitno, 2004:6)

d. Asas layanan penguasaan konten

Layanan penguasaan konten pada umumnya bersifat terbuka.

Asas yang paling diutamakan adalah asas kegiatan, dalam arti

peserta layanan diharapkan benar-benar aktif mengikuti dan


menjalani semua kegiatan yang ada di dalam proses layanan.

Asas kegiatan ini dilandasi oleh asas kesukarelaan dan

keterbukaan dari peserta layanan. Dengan ketiga asas tersebut

proses layanan akan berjalan lancar dengan keterlibatan penuh

peserta layanan. (Prayitno, 2004:7)

Secara khusus, layanan penguasaan konten dapat diselenggarakan

terhadap klien tertentu. Layanan khusus ini dapat disertai asas

kerahasiaan, apabila klien dan kontennya menghendaki. Dalam

hal ini konselor harus memenuhi dan menepati asas tersebut.

e. Pendekatan dan teknik layanan penguasaan konten

1) Pendekatan

Layanan penguasaan konten biasanya dilaksanakan secara

langsung (bersifat direktif) dan tatap muka, dengan format

klasikal, kelompok, atau individual. Penyelenggara layanan

(konselor) secara aktif menyajikan bahan, memberikan

contoh, merangsang, mendorong dan menggerakkan para

peserta untuk berpartisipasi aktif mengikuti dan menjalani

materi dan kegiatan layanan. Dalam hal ini konselor

menegakkan dua nilai proses pembelajaran, yaitu:

a) High-touch, yaitu sentuhan-sentuhan tingkat tinggi yang


mengenai aspek-aspek kepribadian dan kemanusiaan
pesrta layanan (terutama aspek-aspek afeksi, semangat,
sikap, nilai dan moral), melalui emplementasi oleh
konselor:
(1) Kewibawaan
(2) Kasih sayang dan kelembutan
(3) Keteladanan
(4) Pemberian penguatan
(5) Tindakan keras yang mendidik
b) High-tech, yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin
kualitas penguasaan konten, melalui implementasi oleh
konselor:
(1) Materi pembelajaran
(2) Metode pembelajaran
(3) Alat bantu pembelajaran
(4) Lingkungan pembelajaran
(5) Penilaian hasil
pembelajaran (Prayitno, 2004:8)

2) Metode dan teknik

a) Metode layanan penguasaan konten

Pertama-tama konselor menguasai konten dengan

berbagai aspeknya yang akan menjadi isi layanan. Makin

kuat penguasaan konten ini akan semakin meningkatkan

kewibawaan konselor di mata peserta layanan. Untuk

memperkuat penguasaan konten, pemanfaatan berbagai

sumber oleh konselor sangat diharapkan. Suatu konten

tidak hanya dapat dibangun berdasarkan sumber-sumber

yang canggih, materi konten dapat dibangun dengan

memanfaatkan kondisi dan berbagai hal yang ada di

lingkungan sekitar. Dalam hal ini, yang paling penting

adalah daya improvisasi konselor dalam membangun

konten yang dinamis dan kaya.

b) Teknik
Setelah konten dikuasai, konselor membawa konten

tersebut ke dalam kegiatan layanan penguasaan konten.

Berbagai teknik yang dapat digunakan, yaitu:

(1) Penyajian, konselor menyajikan materi pokok konten,


setelah para peserta disiapkan sebagaimana mestinya.
(2) Tanya jawab dan diskusi, konselor mendorong
partisipasi aktif dan langsung para peserta, untuk
memantapkan wawasan dan pemahaman peserta, serta
berbagai kaitan dalam segenap aspek-aspek konten.
(3) Kegiatan lanjutan, sesuai dengan penekanan aspek
tertentu dari konten dilakukan berbagi kegiatan
lanjutan. Kegiatan ini dapat berupa:
(a) Diskusi kelompok
(b) Penugasan dan latihan terbatas
(c) Survei lapangan, studi kepustakaan
(d) Percobaan (termasuk kegiatan laboratorium,
benkel, studio)\
(e) Latihan tindakan (dalam rangka pengubahan
tingkah laku) (Prayitno, 2004:10).

3) Media pembelajaran

Untuk memperkuat proses pembelajaran dalam rangka

penguasaan konten, konselor dapat menggunakan berbagai

perangkat keras dan perangkat lunak media pembelajaran,

meliputi alat peraga (alat peraga langsung, contoh, replika,

dan miniatur), media tulis dan grafis, peralatan dan program

elektronik (radio dan rekaman, OHP, komputer, LCD dan

lain-lain). Penggunaan media ini akan meningkatkan aplikasi

high-tech dalam layanan penguasaan konten.

4) Waktu dan tempat

Layanan penguasaan konten dapat dilaksanakan kapan saja

dan dimana saja, sesuai dengan kesepakatan konselor dan


para pesertanya, serta aspek-aspek konten yang dipelajari.

Makin besar paket konten, makin banyak waktu yang

diperlukan. Konselor merencanakan dan mengatur penggunaa

waktu dengan memperhatikan aspek-aspek yang dipelajari

dan kondisi peserta.

Tempat penyelenggaraan layanan penguasaan konten

disesuaikan pula dengan aspek-aspek konten serta kondisi

peserta. Penyelenggaraan layanan dengan format klasikal

dapat diselenggarakan di dalam ruangan kelas di sekolah,

sedangkan format kelompok di dalam ruang kelas atau di luar

kelas. Format layanan individual sepenuhnya tergantung pada

pertimbangan konselor dan persetujuan klien. Layanan

penguasaan konten dengan konten khusus dapat

diselenggarakan di dalam dan terintregasikan dalam layanan

bimbingan kelompok, konseling kelompok, atau konseling

perorangan.

5) Penilaian

Secara umum penilaian terhadap hasil layanan penguasaan

konten diorientasikan kepada diperolehnya UCA

(understanding : pemahaman baru, comfort : perasaan lega,

action : rencana kegiatan pascalayanan). Secara khusus,

penilaian hasil layanan penguasaan konten ditekankan kepada


penguasaan peserta atau klien atas aspek-aspek konten yang

dipelajari.

Penilaian hasil layanan diselenggarakan dalam tiga tahap:

a) Penilaian segera (laiseg), penilain yang diadakan segera


menjelang diakhirinya setiap kegiatan layanan.
b) Penilaian jangka pendek (laijapen), penilaian yang
diadakan beberapa waktu (satu minggu sampai satu bulan)
setelah kegiatan layanan.
c) Penilaian jangka panjang (laijapang), penilaian yang
diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan.
(Prayitno, 2004:12)
6) Keterkaitan

Di antara berbagai layanan konseling, layanan penguasaan

konten dapat berdiri sendiri. Di samping itu layanan

penguasaan konten dapat juga menjadi isi layanan-layanan

konseling lainnya. Dalam hal ini ditekankan perlunya klien

menguasai suatu konten tertentu terkait dengan permasalahan

klien. Dengan demikian, upaya penguasaan konten tertentu

dapat diintegrasikan ke dalam layanan orientasi, informasi,

penempatan dan penyaluran, konseling perorangan,

bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan

mediasi.

Bentuk keterkaitan yang dimaksud itu dapat berupa integrasi,

dan tindak lanjut. Dalam menangani seseorang atau sejumlah

klien, konselor perlu mencermati kebutuhan klien dalam

penanganan masalahnya, sehingga keterkaitan berbagai

layanan itu menjadi jelas dan bermanfaat secara optimal.


f. Kegiatan pendukung yang digunakan ketika pelaksaaan layanan

penguasaan konten

1) Aplikasi instrumentasi

Hasil aplikasi instrumentasi dapat dijadikan konten dalam

layanan penguasaan konten. Skor tes, sosiogram, hasil AUM

Umum dan PTSDL, hasil ulangan dan ujian, isian angket dan

lain-lain, merupakan konten yang aktual dan dinamis,

khususnya bagi responden. Dalam hal ini asas kerahasiaan

perlu mendapat perhatian sepenuhnya apabila aspek konten

yang dibicarakan menyangkut pribadi-pribadi tertentu.

Penyebutan nama secara langsung harus dihindari.

Dari sisi lain, hasil aplikasi instrumentasi juga dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempatkan seseorang atau lebih

sebagai peserta layanan penguasaan konten dengan konten

tertentu. Hal ini sangat relevan bagi konselor yang memiliki

hak panggil atas individu yang dapat dijadikan klien.

2) Himpunan data

Sama dengan hasil aplikasi instrumentasi, data yang

tercantum di dalam himpunan data dapat dijadikan konten

yang dibawa ke dalam layanan penguasaan konten. Demikian

juga, data dalam himpunan data dapat menggerakkan

konselor untuk menetapkan seseorang untuk


mengikuti/menjalani layanan penguasaan konten tertentu.

Dalam hal ini asas kerahasiaan sangat ditekankan.

3) Konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan

kasus. Ketiga kegiatan pendukung tersebut di atas, pada

umumnya ditempuh apabila peserta layanan penguasaan

konten memerlukan tindak lanjut tertentu. Dari hasil penilaian

(laiseg atau laijapen) dapat diidentifikasi peserta mana yang

memerlukan tindak lanjut tertentu, konferensi kasus,

kunjungan rumah, atau alih tangan kasus yang mengarah

kepada pendalaman penguasaan konten dengan permasalahan

yang dialami oleh peserta yan bersangkutan.

g. Operasionalisasi layanan penguasaan konten

Layanan penguasaan konten terfokus kepada dikuasainya konten

oleh para peserta yang memperoleh layanan. Untuk itu layanan

ini perlu direncanakan, dilaksanakan serta dievaluasi secara tertib

dan akurat.

1) Perencanaan

a) Menetapkan subjek atau peserta layanan

b) Menetapkan dan menyiapkan konten yang akan dipelajari

secara rinci dan kaya

c) Menetapkan proses dan langkah-langkah layanan

d) Menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan, termasuk

media dengan perangkat keras dan lemahnya


e) Menyiapkan kelengkapan administrasi

2) Pelaksanaan

a) Melaksanakan kegiatan layanan melalui pengorganisasian

proses pembelajaran penguasaan konten. (jika diperlukan

dapat didahului oleh diagnosis kesulitan belajar subjek

peserta layanan)

b) Mengimplementasikan high-touch dan high-tech dalam

proses pembelajaran

3) Evaluasi

a) Menetapkan materi evaluasi

b) Menetapkan prosedur evaluasi

c) Menyusun instrumen evaluasi

d) Mengaplikasikan instrumen evaluasi

e) Mengolah hasil aplikasi instrumen

4) Analisis hasil evaluasi

a) Menetapkan norma/standar evaluasi

b) Melakukan analisis

c) Menafsirkan hasil evaluasi

5) Tindak lanjut

a) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut

b) Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada peserta

layanan dan pihak-pihak terkait

c) Melaksanakan rencana tindak lanjut


6) Laporan

a) Menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan

konten

b) Menyampaikan laporan kepada pihak terkait

c) Mendokumentasikan laporan layanan

3. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar dan mungkin juga

salah ( Sutrisno Hadi, 2004:69). Sebagaimana dijelaskan oleh

Munandir (2005:59) “Hipotesis adalah rumusan pernyataan tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian, dengan diuji secara

statistik untuk mengetahui apakah hubungan yang diprediksi ada dan

apakah hubungan itu berarti.”

Berangkat dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas,

maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Layanan

Penguasaan Konten mampu meningkatkan kemampuan membaca anak

kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Tahun Ajaran 2009/2010.”

I. Metodologi Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang penulis laksanakan mengungkap tentang

Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Layanan Penguasaan Konten

Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Tahun Ajaran 2009/2010.

Penelitian ini dilaksanakan dengn menggunakan metode angket dan


dokumentasi. Oleh karenanya, pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Untuk mempermudah proses penelitian, maka disusun rancangan

penelitian sebagai berikut :

a. Menentukan objek penelitian. Objek yang akan diteliti pada penelitian

ini adalah Peningkatan Kemampuan Membaca Melalui Layanan

Penguasaan Konten Di Kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan

Tahun Ajaran 2009/2010.

b. Meminta ijin kepada kepala sekolah yang bersangkutan untuk

melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

c. Menyusun instrumen penelitian yaitu berupa angket untuk mengetahui

data tentang variabel-variabel yang akan diteliti.

d. Mengadakan uji coba instrumen penelitian.

e. Mengadakan pengumpulan data awal dengan menggunakan angket

sebelum dilaksanakan perlakuan (layanan penguasaan konten).

f. Memberikan perlakuan dengan cara melaksanakan layanan penguasaan

konten terhadap anak kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong

Pati Tahun Ajaran 2009/2010.

g. Mengadakan pengumpulan data akhir setelah anak diberi perlakuan

(layanan penguasaan konten).

h. Mengadakan analisis data sebelum dan sesudah perlakuan (layanan

penguasaan konten) dengan menggunakan uji T (T-test).

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi

Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk


diteliti, dan yang nantinya akan dikenai generalisasi (Tulus Winarsunu,
2007: 11). Generalisasi yang dimaksud berupa suatu cara pengambilan
kesimpulan terhadap kelompok individu yang lebih luas jumlahnya
berdasarkan data yang diperoleh dari individu yang sedikit jumlahnya.
Sutrisno Hadi (2004: 77) menyatakan bahwa populasi adalah semua
individu yang hendak diteliti.
Populasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

sebagian anak kelas A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati

yang berjumlah 13 anak dengan rincian 5 putra dan 8 putri.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian kecil individu yang dijadikan wakil

dalam penelitian (Tulus Winarsunu, 2007: 11). Sedangkan Sutrisno

Hadi mengatakan bahwa sampel merupakan sebagian individu yang

diselidiki (2004: 77).

Dalam menentukan jumlah sampel ada beberapa tehnik yang

dapat digunakan. Untuk menentukan sampel penelitian yang

mengambil sebagian dari jumlah populasi yang ada dapat digunakan

tehnik sampling purposive. Tehnik sampling purposive adalah tehnik

penentuan sampel dengan purposive (pertimbangan) tertentu (Sugiyono,

1997).

Penentuan sampel dalam penelitian ini mengunakan tehnik

sampling purposive dengan pertimbangan bahwa anggota populasi

jumlahnya 60 anak, sedangkan yang diberikan layanan penguasaan

konten adalah 13 anak yang orang tuanya memberikan wewenang

kepada peneliti. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 13 anak kelas
A RA Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Pati dengan rincian 5 putra

dan 8 putri.

3. Perlakuan Penelitian

Dalam penelitian ini perlakuan yang akan diberikan kepada anak

adalah memberikan layanan penguasaan konten.

Adapun pelaksanaan layanan penguasaan konten tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Observasi yang telah dilaksanakan pada saat pembelajaran di kelas.

b. Keseluruhan sampel penelitian yang berjumlah 13 anak kelas A RA

Tarbiyatul Banin dibagi dalam 3 kelompok sesuai dengan tingkat

kemampuan membacanya yang masing-masing anggota kelompok

berjumlah 4, 4, dan 5 anak.

c. Setiap kelompok diberikan layanan penguasaan konten 45 menit sehari

4x dalam seminggu selama 3 bulan.

d. Pelaksaan layanan penguasaan konten tersebut dijadwalkan sebagai

berikut:

No Waktu Pelaksanaan Kelompok Materi


1. Senin-kamis, Mampu Kartu kata

Pukul 09.30-10.15 WIB


2. Senin-kamis, Sedang Kartu kata

Pukul 10.30-11.15 WIB


3. Senin-kamis, Kurang mampu Kartu kata

Pukul 15.30-14.15 WIB

Dilaksanakan dari tanggal 7 Desember 2009 - 25 Februari 2010.


e. Setelah pemberian layanan penguasaan konten selesai dilaksanakan

selama 3 bulan, selanjutnya dilaksanakan observasi saat anak mengikuti

pembelajaran di kelas.

f. Setelah diperoleh hasil observasi selanjutnya dibandingkan dan

dianalisis dengan hasil observasi sebelum perlakuan diberikan dengan

menggunakan uji T.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan

5. Uji Validitas dan Reliabilitas

You might also like