You are on page 1of 23

1.

1 Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia, menjadikan modernisasi sebagai
mesin utama dalam pembangunan di sebuah Negara, termasuk Indonesia. Pembangunan
adalah sebuah proses dari pertumbuhan ekonomi yang di hitung berdasarkan GNP(Gross
National Product) di Setiap Negara, berdasarkan hasil GNP ini World Bank membagi
Negara-negara di dunia kedalam tiga kategori yakni Negara berpenghasilan tinggi (high
income), Negara berpenghasilan sedang (medium income) dan Negara berpenghasilan rendah
(Low income),Indonesia sendiri termasuk kedalam kategori Negara berpenghasilan
Rendah(Low Income).1
Dampak Pertumbuhan ekonomi dalam konteks modernisasi dalam pembangunan tidak sama
pada semua lapisan masyarakat. Modernisasi dalam pembangunan di sebuah Negara, secara
umum dapat dilihat dari kondisi ibu kota Negara. Bagi Negara yang memiliki wilayah yang
cukup luas seperti Indonesia, pembangunan terkonsentrasi di ibu kota Negara. Jakarta sebagai
ibu kota Negara menerminkan sebuah kota yang modern dimana, gedung-gedung dengan
bangunan tinggi dan metropolis menghiasi wajah kota ini. Sebut saja kawasan Segitiga Emas
Jakarta, yakni wilayah Kuningan,Sudirman Dan Thamrin atau Kawasan Hunian Elite Pondok
Indah dan restaurant-restaurant di wilayah Kemang merupakan beberapa lokasi yang
mencerminkan modernitas pada kota ini. Pembangunan gedung-gedung di kawasan tersebut
difungsikan sebagai tempat hiburan,perkantoran,hunian, hotel, apartement dan mall-mall
berskala internasional.
Lanskap kota-kota di Asia Tenggara pada umumnya mencerminkan kesan kuat globalisasi
dalam bentuk gedung-gedung tinggi apartemen dan kantor,hotel dan pusat perbelanjaan yang
dilengkapi dengan gerai-gerai(outlet) restoran cepat saji kelas dunia, dengan gaya arsitektur
post-modern.2 Jauh sebelum globalisasi dan modernisasi melanda kawasan asia tenggara
khususnya Indonesia, kota di wilayah ini dihuni oleh beberpa etnis yang tinggal secara
bersama dengan kebudayaan mereka masing-masing dan mereka sebagai penduduk kota
hanya berinteraksi di pasar.3 Seiring dengan berjalannya waktu kota-kota tersebut mengalami
sebuah perubahan atau dinamika tersendiri. Dinamika kota sebenarnya sudah lama menjadi
pembahasan dalam studi sosiologi, salah satu konsep tentang pertumbuhan kota yang terkenal
adalah konsep ekologi sosial dari mahzab Chicago yang menjadikan kota Chicago sebagi unit
analisis dalam kajiannya.

Konsep ekologi sosial oleh burgess ini membagi kota kedalam empat zona dimana CBD yang
menjadi pusat bisnis dalam sebuah kota Burgess mengatakan bahwa pertumbuhan kota
diawali dari ekspansi wilayah CBD ke zona-zona selanjutnya,dalam menggambarkan
pertumbuhan kota tersebut burgess menggunakan lingkaran konsentrik sebagai
penggambaran pertumbuhan kota. CBD selajutnya akan mempengaruhi zona-zona di
sekitarnya seperti lingkaran konsentrik yakni,(a) a zone of deteriorientation,(b)a zone of
workingmen’s homes,(c)a residential area,(d)a commuter zone 4. Dalam konsep tersebut

1
Katie Wilis,2005,Theories And Practices Of Development,New York:Routledge,Hal:3-4
2
Hans Dieter Evers Dan Rudiger Korf,2002,Urbanisme Di Asia Tenggara,Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia, Hal:3
3
Ibid, hal :6
4
E.W. Burgess,1925 ,The Trend Of Population,Publications of the American Sociological
Society, vol XVIII (pp 85–97) Copywrite by : Springer 2008,hal : 71
burgess menganalisis bahwa hunian real estate atau residential area berada jauh dari pusat
bisnis atau CBD, dan dalam pembagian zona konsentris yang ia lihat dari kota chicago,
terdapat batasan yang jelas antara satu zona dengan zona lainnya yang memiliki fungsi
berbeda dan dihuni oleh individu-individu dari latar belakang sosial yang berbeda pula.

Di Jakarta zona-zona yang dibagi oleh burgess tersebut sepertinya terkonsentrasi secara
bersama-sama dalam satu wilayah. Contohnya wilayah segitiga emas misalnya yang
berfungsi sebagai tempat bisnis perkantoran, tetapi di wilayah tersebut masih terdapat daerah
perumahan atau residential area di wilayah tersebut, dan kawasan itu tidak hanya dihuni oleh
mereka yang berasal dari golongan menengah atas saja, tetapi juga mereka dari kalangan
menengah bawah. Bagian dari wilayah segitiga emas, Sudirman memiliki sebuah tempat
yang bernama Bendungan Hilir (Benhill), dimana di kawasan tersebut terdapat perumahan
dan juga dijadikan oleh warga setempat maupun warga pendatang sebagai tempat usaha
berjualan baik berjualan barang maupun jasa, kemudian di wilayah segitiga emas yang
lainnya yakni kuningan terdapat Jalan Cassablanca yang juga difungsikan oleh warga asli
atau warga pendatang sebagai tempat usaha pribadi mereka.
Gambar 1.1
Lokasi Segitiga Emas ( Golden Triangle) Jakarta

Sumber : http://mapsjakarta.com/images/maps/central.gif
Fenomena yang ada di Jakarta dengan melihat wilayah segitiga emas jakarta secara umum,
dapat dilihat bahwa kawasan yang sudah dipetakan dalam mahzab Chicago di jakarta terlihat
bias, karena Jakarta dalam konteks wilayah segitiga emas adalah gabungan dari pusat bisnis
dan pemukiman. Benhill dan Casablanca adalah bagian dari wilayah segitiga emas Jakarta
(Sudirman,Kuningan,Thamrin) yang merepresentasikan wilayah bisnis dengan individu-
individu yang dinamis dan memiliki kelas sosial atas dan menempati wilayah lapisan
menengah atas kota pada kenyataannya dilokasi ini juga dihuni oleh mereka yang bukan
berasal dari kelas menengah atas kota,bukan berasal dari kelas sosial atas, tidak terlibat dalam
kegiatan bisnis yang ada di kantor-kantor di wilayah segitiga emas, tetapi keberadaan mereka
di wilayah itu dapat menjadikan mereka sebagai orang yang berdaya, dimana mereka
mendapatkan penghasilan dari keberadaan mereka di wilayah itu. Penghasilan yang mereka
dapatkan bukan datang begitu saja tetapi ada kegiatan ekonomi yang mereka lakukan di
wilayah tersebut sehingga mereka dapat menghasilkan uang. Mereka ini lah yang
dikategorikan dalam individu-individu yang bergelut dalam ekonomi informal.
Istilah ekonomi informal sendiri muncul pertama kali dari study yang dilakukan oleh Keith
Hart, dalam mengkaji perekonomian yang ada di wilayah Nima, Ghana, Afrika pada tahun
1970-an. “I went to Ghana to study the political associations of migrants as citizens; but, in the face of
political apathy, I soon turned to the economic vitality of the streets. That is, I followed the people of Nima
who, knowing that they were excluded from (and victimised by) the state’s monopolies, were busy making lives
for themselves in the cracks between. This early moment of what later became a general dialectic gave me
insight into what people do when the state’s ‘macro-economics’ fail. In this sense, Ghana’s ‘informal economy’
was leading the world”.5

Berangkat dari deskripsi ekonomi informal secara umum yang tercermin pada di wilayah
segitiga emas Jakarta maka penelitian ini akan menspesifikasikan pada ekonomi informal
yang mengambil sebuah studi kasus yang ada di wilayah Jakarta Selatan yakni wilayah Jalan
Ampera Raya. Selanjutnya ekonomi informal yang ada di Jalan Ampera Raya ini akan
peneliti fokuskan pada sektor informal yang ada di Kawasan Ampera yakni, Calo Tilang,
Pedagang Buah, Penjaga Parkir, Dan keluarga Bapak Udin. Yang semuanya termuat pada
bab selanjutnya yakni, Ampera dalam diskursus sektor informal. Apabila pada penjelasan
sebelumnya dijelaskan bahwa ekonomi informal daerah Benhill dan Cassablanca menjadi
ramai karena berada pada wilayah segitiga emas jakarta. Maka wilayah Ampera dapat
berkembang karena pengaruh wilayah yang ada di dekat wilayah tersebut yakni wilayah
kemang. Kedekatan kedua wilayah ini dapat dilihat pada peta lokasi berikut :
Gambar 1.2
Lokasi Jalan Kemang dengan Ampera Raya

Sumber : http://www.jakarta-cityhotels.com/pictures/jakartamap/province.html
Dalam konteks modernitas kota wilayah kemang merupakan wilayah yang sangat kental
pengaruh globalisasi nya,karena di wilayah ini dihuni oleh para ekspatriat dan pembangunan
di wilayah ini banyak dipengaruhi oleh keberadaan ekspatriat yang ada, misalnya restaurant-

5
Sumber : http://thememorybank.co.uk/papers/african-enterprise-and-the-informal-economy/ by
Keith Hart,1994, African Enterprise and the Informal Economy:An Auto biographical Note, Paris
:Karthala,hal : 115-124
restaurant yang menyediakan menu dari berbagai macam Negara dapat ditemukan di wilayah
ini. Perkembangan wilayah keduanya akan dibahas scara lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Dari keberadaan dua fenomena ekonomi informal yang ada di jakarta, posisi mereka berada
dekat dengan kegiatan ekonomi kelas menengah atas,kegiatan ekonomi yang besar dimana
Negara ikut terlibat didalamnya, dalam hal ini kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut
memberikan sumbangan kepada Negara berupa pembayaran pajak dan biaya lain-lain dan
pertumbuhan ekonominya pun tercata pada PDB tahunan kegiatan ekonomi ini termasuk
kedalam ekonomi formal. Walaupun ekonomi informal tidak tercatat di dalam PDB Negara,
namun banyak yang mempercayai bahwa sektor ini menyumbang cukup besar bagi nilai PDB
sebuah Negara berkembang dan dikategorikan sebagai sebuah “Katup Penyelamat” bagi
ekonomi nasionalnya. Misalnya saja 70 persen dari pekerjaan yang ada pada kota-kota di
Afrika Barat adalah pekerjaan sektor informal.6
Tidak hanya Negara-negara di Afrika saja yang memiliki gejala ekonomi informal, seperti
yang pertama kali di temukan oleh Hart dalam studinya di Ghana, gejala ekonomi informal
ini pun telah melanda Negara-negara di kawasan Asia Pasifik, berikut data jumlah presentase
pekerja sektor informal yang ada di Kawasan Asia Pasifik :
Table 1.1
Employment In The Informal Sector In Asia And The Pacific As A Share (%) Of Non-
Agricultural Employment 7

% % % of
Country
of total of men women
Georgia 6.9 10.0 3.8
Turkey 9.9 10.6 6.2
Russian Fed. 12.6 12.9 12.3
Kyrgyzstan 24.9 28.5 20.8
India 55.7 55.4 57.0
Indonesia 62.7 59.3 68.2
Pakistan 66.5 66.5 65.8
Thailand 71.0 71.0 71.1
Nepal 73.3 67.4 86.5

6
DITJEN Penata Ruang,2008,Metropolitan Di Indonesia Kenyataan Dan Tantangan Dalam
Penataan Ruang,Jakarta : DITJEN Penatan Ruang,Hal : 8
7
Statistics on the ‘Informal’ Economy,Presentation by: Margarita F Guerrero,Inter-regional
Workshop on the Production of Gender Statistics,6 -10 August 2007,New Delhi, India.
Sumber: http://unstats.un.org/unsd/demographic/meetings/wshops/India
%20Aug07/DOC21_Session8.PPT
Dari data pekerja sektor informal diatas Indonesia bersama dengan Thailand menempati
posisi terbanyak di Negara-negara Asia Tenggara yang menyerap pekerja pada sektor
informal. Jenis pekerjaan sektor informal diatas dibedakan berdasarkan non-agriculture
sektor, dalam pengertian sektor informal diluar sektor pertanian yakni sektor informal di
daerah perkotaan. Gejala mengenai keberadaan sektor informal memang mengambil lokasi di
daerah perkotaan. Sektor informal yang ada di perkotaan timbul bersamaan dengan
keberadaan ekonomi formal itu sendiri, para penduduk kota yang tidak mendapat bagian
dalam ekonomi formal kemudian memanfaatkan sektor ini untuk dapat bertahan hidup di
kota. Seperti yang akan menjadi dalam penelitian ini yakni diskursus Ampera dalam sektor
informal, keberadaan mereka karena memnafaatkan kemajuan dari ekonomi formal yang ada
di sekitar mereka. Para pelaku sektor informal ini adalah mereka yang tidak memiliki
kemampuan untuk terlibat dalam sektor formal dan tidak dapat bersaing dan terlibat dalam
ekonomi formal. International Labour Organization (ILO) mengkategorikan pelaku sektor
informal ke dalam delapan karakteristik yakni :

 Sektor informal memepekerjakan kurang dari sepuluh orang pekerja dan biasanya
mereka adalah anggota keluarga
 Sektor informal bersifat heterogeneous: aktivitas utama adalah perdagangan
retail,transportasi,repair and maintanance,konstruksi, jasa pelayanan pribadi dan
domestic,manufacturing
 Keluar masuk dalam sektor informal dilakukan dengan mudah
 Penanaman modal tidak begitu membutuhkan dana yang terlalu banyak
 Skill yang dimiliki rendah dan bersifat labour insentive
 Hubungan antara pekerja dan majikan tidak tertulis atau tidak ada kontrak yang pasti
dan tidak ada apresiasi dari hubungan industry dan hak-hak pekerja
 Pekerja pada sektor informal terhubung dengan ekonomi formal.
Para pelaku Sektor informal yang ada di pekotaan,umumnya berasal dari daerah diluar kota
tersebut. Arus urbanisasi dari kota ke desa merupakan faktor utama pembentukan sektor
informal yang ada di perkotaan, daya tarik kota menjadikan para penduduk desa untuk hijrah
dan mencari nafkah di kota.
Pesatnya pertumbuhan Jakarta umumnya disebabkan oleh migrasi dan hal itu melahirkan
suatu masyarakat kota yang sangat kompleks menurut ukuran kesukuan, pekerjaan serta
kelompok-kelompok sosial. 8Arus urbaniasasi yang melanda kota oleh penduduk desa tidak
diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja yang ada di kota, sehingga untuk dapat bertahan
hidup di kota mereka harus dapat menemukan cara yang sesuai dengan kemapuan mereka.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka, Evers mengatakan bahwa rumah
tangga kaum migrant kota yang bersumber hanya pada satu pendapatan anggota keluarga
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di kota, karena itu tidak heran apabila
mereka harus bergantung pada pinjaman atau pada kasus para pendatang mendapatkan
kiriman dari desa-desa asal mereka, jika ada. Tidak tercukupinya pendapatan yang mereka
8
Hans Dieter Evers,1980,Produksi Subsisten Dan “Massa Apung Jakarta”,Jakarta : Prisma No.6,Juni
1980,Hal :35-43
terima ketika bekerja di kota, membuat mereka untuk dapat mencari sumber dana yang
lainnya,salah satu sumber dana ini adalah dengan produksi subsisten kota atau produksi
barang dan jasa yang digunakan dan dikonsumsi oleh mereka sendiri. 9
Keberadaan para pelaku sektor informal yang ada di Jakarta terkadang memiliki polemic
tersendiri, kehadiraan mereka di kota besar dianggap mengurangi keindahan kota. Salah satu
sektor informal dalam kajian penelitian ini yakni pedangan buah di ampera, terkadang harus
menutup lapak semipermanennya apabila akan ada pemeriksaan oleh petugas dinas kota.
Pelaku sektor informal yang akan menjadi studi kasus dalam penelitian ini, beberapa dari
mereka adalah para penduduk lokal dan juga ada juga yang merupakan penduduk migrant
kota. Dari table dibawah ini dapat diliha secara signifikan kenaikan pekerja dalam bidang
ekonomi informal khususnya sektor informal mengalami kenaikan setiap tahunnya, dari
tahun 1998 sampai dengan tahun 2006, hal ini mengindikasikan bahwa ekonomi informal
hadir karena mereka tidak dapat ditampung dalam ekonomi formal.
Tabel 1.2
Informal Employees in Indonesia, 1998-200610
Year Number of informal Total productive Percent of
employees work force productive work
(millions) (millions) force
(%)

1998 57.3 87.7 65.4

2002 63.8 91.6 69.6

2004 59.2 93.7 63.2

2006 60.7 95.1 63.8

Sumber : http://mpra.ub.uni-muenchen.de/12541/1/vulnerability_alo_mpra.pdf

Kehidupan Penduduk lokal yang berada di wilayah ampera ini pada mulanya tidak begitu
berdaya sepeti saat ini, kebanyakan dari mereka tidak memiliki pekerjaan, kemudian seiring
dengan perkembangan wilayah yang dekat dengan wilayah ampera, yakni wilayah kemang,
daerah ini pun mulai ramai oleh bangunan-bangunan komersil dan seiring kemajuan kota dan
perubahan struktur politik dan sosial di Indonesia, sebuah Pengadilan Negri yang ada di
wilayah ini turut menunjukan eksistensi keberadaannya

Dari proses ini lah para pelaku sektor informal yang merupakan penduduk lokal tersebut
memanfaatkan keadaan itu untuk memberdayakan dirinya, diantaranya mereka menjual jasa
sebagai Calo Tilang yakni jasa yang diperuntukan bagi para pengendara bermotor yang
terkena sanksi lalu lintas di wilayah jakarta selatan untuk dapat mnyelesaikan permasalahan
mereka.Timer Parkir, adalah seorang tukang parkir yang memanfaatkan lahan yang ia jaga
untuk lokasi parkir para pengunjung tempat-tempat pada sektor formal(restaurant,beauty
center,apartement,dll).Pedagang Buah, Mpok Mimin seorang pedagang buah yang

9
Ibid, hal 37
10
Aloysius Gunadi Brata, November 18-19th , 2008, Vulnerability Of Urban Informal Sector:
Street Vendors In Yogyakarta, Indonesia, The International Conference On Social, Development And
Environmental Studies: Global Change And Transforming Spaces.
merupakan warga lokal ampera, membuka usahanya di pinggir jalan ampera semenjak jalan
tersebut ramai dilalui lalu lintas kendaraan bermotor dan banyaknya pengunjung pada sektor
formal yang ada di ampera.Keluarga Bapak Udin, adalah sebuah keluarga di belakang
Gg.Pengadilan yang kondisi perekonomian rumah tangga mereka sangat terbatu akibat dari
kondisi ampera dalam dinamika ekonomi kota, bapak udin sendiri bekerja sebagai pegawai
honorer di pengadilan negri awalnya hanya ia saja yang bekerja untuk memenuhi ekonomi
rumah tangga, tetapi kemudian sang istri turut berjualan gado-gado, dan kedua anaknya
beserta keluarga yang lain bekerja disebuah beauty center (pusat kecantikan) di ampera raya.
Kegiatan yang dilakukan oleh keluarga bapak udin, mpok mimin,calo tilang, dan timer parkir
yang ada di Ampera akan dibahas secara mendalam dengan menggunakan konsep dinamika
ekonomi kota dan diskursus ampera dalam sektor informal.

Table 1.3
Contribution Of Informal Sector To GDP (Unofficial) 11

Sumber : http://unstats.un.org/unsd/demographic/meetings/wshops/India
%20Aug07/DOC21_Session8.PPT
Keberadaan para pelaku sektor informal dalam kacamata masyarakat umum memang tidak
berarti apa-apa bahkan mungkin mereka cendrung dipandang rendah, ternyata merupakan
sebuah kekuatan ekonomi yang menyumbang cukup besar bagi tingkat GDP Indonesia,
seperti pada table diatas pada Tahun 1998 secara tidak resmi sektor informal menyumbang 31
persen pada non-agriculuture GDP. Hal ini menandakan kekuatan sebuah ekonomi informal
pada Negara-negara berkembang seperti di Indonesia dan dari studi kasus yang ada pada
penelitian ini pun, kondisi ekonomi rumah tangga para penduduk lokal dan warga
Gg.Pengadilan pada umumnya sangat terbantu ketika mereka terlibat dalam kegiatan
informal yang ada di Ampera.

Perkembangan mengenai ekonomi informal sendiri bukan hanya terjadi di Negara dunia
ketiga, sebuah study yang dilakukan di kota New York, Amerika Serikat mengatakan bahwa
perkembangan sektor informal ini telah ada semenjak berkahirnya perang dunia ke dua hal itu
diidentifikasikan karena adanya perubahan komposisi dari ekonomi kota dan dalam tatanann
organisasi ketenagakerjaan yang terbagi kedalam dua aliran besar yakni (a) ekspansi dari
buruh berpenghasilan rendah dan pekerjaan dengan gaji yang tinggi. (b) proliferation dari
unit kecil produksi.12 Kekuatan dari ekonomi informal ini tidak bisa dianggap sebelah mata
11
: Margarita F Guerrero, Op.cit 2007
Sassen Saskia,1988,New York Citys Informal Economy,UCLA:Institute For Social Science
12

Research,Retrived From : http://escholarship.org/uc/item/8927m6mp


saja, karena dari kegiatan-kegiatan ini banyak para rumah tangga perkotaan yang dapat
bertahan hidup di kota, Karena itu menarik untuk dikaji tentang fenomena ekonomi informal
kota memberikan sebuah penghidupan bagi mereka yang memiliki kemampuan terbatas, bagi
mereka kaum migrant yang ingin merasakan gemerlap kota, bagi mereka yang tetap ingin
bertahan di kota. Keberadaan ekonomi informal ini bagi mereka adalah sebuah usaha agar
tetap bertahan hidup di kota dan mempertahankan “asap yang mengepul di dapur”untuk
perut keluarga.
Dalam kacamata seorang peneliti atau ilmuan sosial, kajian mengenai ekonomi informal ini
merupakan sebuah fenomena yang banyak dikaji di Negara-negara berkembang atau Negara
dunia ketiga. Pencetus konsep mengenai ekonomi informal ini pun Keith Hart tengah
melakukan study di Nima,Ghana, ketika membuat istilah mengenai ekonomi informal, Selain
itu ada pula konsep ekonomi informal di Negara-negara Amerika Latin Oleh Alejandro
Portes kemudian khusus di kawasan Asia Tenggara yakni di Indonesia, kajian mengenai
sektor informal dilakukan oleh Hans Dieter Evers yang mengkaji tentang ekonomi informal
perkotaan.
Konsep-konsep mengenai ekonomi informal ataupun sektor informal dari mereka lah yang
akan digunakan peneliti dalam mengkaji mengenai diskurus Ampera dalam sektor informal,
dan sebagai penguat mengenai penelitian mengenai dinamika sosial dan ekonomi kota di
Indonesia, maka konsep peneliti akan mengacu pada Clifford Gertz yang mengkaji tentang
dinamika ekonomi dan sosial dua kota di Indonesia yakni modjokuto dan Tabana dalam
Peddlers And Princes : Social Change And Economic Modernization In Two Indonesia Towns
fungsi dari study gertz ini adalah sebagai konsep mengenai ekonomi tradisional yang ada di
Indonesia dan bentuk perubahannya, kemudian dapat ditarik benang merah dengan dinamika
sosial dan ekonomi kota di Jalan Ampera Raya dengan Keberadaan Para pelaku sektor
informal yang ada di wilayah ini.
1.2 Permasalahan Penelitian
Setiap kota dibentuk untuk memenuhi fungsi-funjgsi tertentu yang tidak dapat dijalankan
dalam tipe-tipe permukiman lainnya. Dari awal sejarah kota-kota telah menjalankan dua
fungsi utama atau dasar. Pertama adalah fungsi administrative dan kedua adalah fungsi
komersil. Keduanya berhubungan dengan konsentrasi kegiatan-kegiatan tertentu dipelbagai
simpul atau tempat-tempat sentral.13 Kegiatan-kegiatan yang ada di kota tidak dapat terlepas
dari kegiatan ekonomi yang ada di kota. Dalam penelitian ini kemudian kegiatan ekonomi
yang ada di kota di bagi kedalam kegiatan ekonomi formal dan kegiatan ekonomi informal.
Kedua kegiatan ekonomi di kota ini saling berkaitan .Beberapa ahli berpendapat bahwa
sektor formal pun membutuhkan keberadaan sektor informal, tetap sekali bila dikatakan
bahwa sektor formal dan informal dianggap saling berkaitan satu sama lain 14. Keberadaan dua
jenis ekonomi kota yang berbeda ini menarik untuk dikaji, perbedaan keduanya yang begitu
mencolok di kota dapat berjalan saling menguntungkan ( simbiosis mutualisme). Sektor
informal sendiri ada di kota dengan begitu saja, ada beberapa faktor yang mengakibatkan
munculnya sektor informal yang ada di kota ini yakni urbaniasasi warga desa ke kota yang
mengakibatkan adanya kaum migrant di perkotaan. Selain itu jumlah angkatan kerja yang ada
di Indonesia tidak semuanya dapat terserap kedalam sektor formal, dan karenanya sektor
informal menjadi pilihan mereka untuk bertahan hidup.

Norton Ginsburg,1986,Kota dan Modernisasi,Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press, hal : 72


13

Rusli Ramli, 1992, Sektor Informal Perkotaan Pedagang Kakilima di Indonesia, Jakarta : Ind-Hill-
14

Co, hal : 20.


Dari asumsi diatas menarik untuk dikaji tentang sektor informal yang ada di perkotaan, dalam
penelitian ini sektor informal yang akan dikaji adalah di wilayah ampera, dengan fokus
penelitian :
1. Bagaimana sektor informal dapat muncul dan berkembang di wilayah Ampera?
2. Bagaimana warga di wilayah ampera menghadapi dinamika ekonomi dan sosial di
wilayah ampera?

Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti mengambil empat informan kunci
sebagai pelaku sektor informal di ampera yakni, Calo Tilang,Timer Parkir,Pedagang Buah,
Dan Keluarga Bapak Udin.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pertumbuhan sosial dan ekonomi
wilayah Ampera akibat dari dinamika perekonomian yang terjadi di wilayah tetangga yakni
wilayah kemang kepada warga di wilayah Ampera dengan menggunakan studi kasus pada
tiga pelaku sektor informal yang ada di Ampera. Pada penelitian ini pertumbuhan sosial dan
ekonomi wilayah Ampera akan diartikan secara umum sebagai faktor utama dalam
keberadaan pelaku sektor informal Ampera.
Dengan dicantumkannya tujuan penelitian ini akan membantu peneliti agar tetap fokus pada
tujuan awal dalam mencari informasi dan data yang ada di lapangan, sehingga menjadikan
laporan penelitian tetap terstruktur dan sebagai batasan peneliti dalam mencari data-data yang
ada di lapangan.
1.4 Signifikasi Penelitian
Penelitian ini menjadi menarik karena di tengah wacana pembangunan di wilayah perkotaan
yang hanya diperuntukan bagi kalangan menengah atas, ternyata dapat menimbulkan
pergerakan warga kelas bawah dalam pemanfaatan pembangunan tersbut bagi kehidupan
mereka, pergerakan warga kelas bawah ini terealisasikan dalam bentuk sektor informal
wilayah perkotaan. Melihat asumsi ini pembangunan yang ada di kota besar seperti Jakarta
memberikan keuntungan bagi warga yang dapat menangkap peluang dari kondisi tersebut,
yang mana pembangunan dapat sejalan dengan pemberdayaan warga kelas bawah.
Manfaat Praktis dari laporan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang terbentuknya
sektor informal di wilayah kota yang diakibatkan dari proses pertubuhan ekonomi sosial kota
itu sendiri. Dan manfaat teoritis dari penelitian ini menjelaskan bahwa sektor informal yang
ada di wilayah perkotaan bukan hanya semata-mata hadir begitu saja di wilayah kota, bahkan
banyak yang beranggapan bahwa sektor informal yang hadir di wilayah kota hanya akan
merusak makna dari kota itu sendiri yang identik dengan bangunan-bangunan formal.
Kemudian dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian mengenai sektor
informal di wilayah perkotaan yang timbul sebagai bagian dari gerakan kelas bawah atas
dinamika ekonomi dan sosial wilayah perkotaan.
1.5 Studi Terdahulu
Untuk memberikan referensi dan masukan mengenai penelitian yang sejenis seperti penelitian
yang akan dilakukan peneliti saat ini, maka telaah studi terdahulu dapat memberikan
masukan tentang penelitian sejenis. Peneliti mengambil beberapa telaah mengenai penelitian
yang sejenis, diantaranya adalah Pertama skripsi oleh Meytia yang mengkaji sektor informal
perkotaan dalam bidang kontrakan, skripsi Meytia ini mengkaji tentang Multiplier Effect dari
keberadaan kontrakan terhadap warga di lokasi kontrakan itu berdiri dan juga kebertahanan
kontrakan sebagai sektor informal selama 25 tahun terakhir.15 Penelitian ini mengenai
penyedia ruang usaha informal bagi masyarakat urban. Kontrakan yang berperan sebagai
usaha sektor informal penduduk lokal jakarta, kemudian disewakan kepada para warga
pendatang, dan dari penyewa ini lah munculnya Multiplier Effect bagi kehidupan sosial
masyarakat di RT 04&010/ RW 01 Kelurahan Cipinang Melayu dimanfaatkan oleh para
pendatang16,kehidupan sosial masyarakat sekitar akan semakin beragam. Keanekaragaman itu
sendirilah yang menjadi yang menjadi salah satu ciri utama urbanisme.

Telaah pustaka yang Kedua, adalah dari Yudha Pratama, dalam studinya Yudha mengambil
study kasus tentang keberadaan kantin taman korea di FISIP UI(Universitas Indonesia).
Dalam studi kasusnya Yudha memfokuskan kepada kegiatan sektor informal (pedagang)
dalam melakukan aktivitas ekonomi rumah tangganya di kota dengan melakukan remitensi
dimana keuntungan yang didapat dikota melalui sektor informal itu dipindahkan dan dibawa
kedesa sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kondisi perekonomian di desa dan
dikota.17Keberadaan sektor informal dalam Penelitian yang dilakukan oleh Yudha di kantin
taman korea FISIP UI tersebut memiliki dua fungsi dalam kehidupan ekonomi perkotaan
yakni, disatu sisi kehadiran mereka menjawab kebutuhan akan makanan yang terjangkau bagi
mahasiswa dan dosen serta karyawan kampus dan disisi lain para pedagang tersebut juga
dapat memberikan bantuan ekonomi bagi kehidupan ekonomi desa dan kota tempat ia bekerja
dan tinggal sementara waktu.

Karya tulis ilmiah yang Ketiga yang menjadi referensi peneliti dalam melakukan penelitian
adalah skripsi yang ditulis oleh faldy, dalam penelitiannya ia mengangkat hubungan kerja
yang terjadi di dalam sektor informal. Permasalahan yang ia angkat dalam penelitian ini
adalah sejauh mana hubungan pertukaran terimplikasi dalam pola hubungan kerja antara
pengusaha dan tenaga kerjanya pada usaha dagang sayur kaki lima. 18 Pada penelitian ini fadly
menyimpulkan bahwa pola hubungan kerja yang terjadi antara pengusaha (tukang sayur)
dengan tenaga kerjanya didasarkan atas nilai-nilai partikularistik, hal ini terlihat dari cara
pengusaha tersebut dalam merekrtut tenaga kerjanya.“Umumnya pengusaha dagang sayur
kaki lima masih kuat menganut nilai-nilai partikularistik dalam mengelola usahaya,ini
tercermin pada pihak pengusaha yang cendrung memperkerjakan tenaga kera yang berasal
dari lingkungan keluarha oleh karena itu hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan
pertukaran yang bersifat partikularistik”

Referensi ilmiah Keempat yang digunakan peneliti dalam bentuk skripsi adalah, sebuah
penelitian dari dewi Magdalena, dalam study nya ia meneliti tentang ekonomi subsisten kota
di daerah tomang terhadap empat informan. Dalam penelitiannya Magdalena, berasumsi
bahwa ekonomi subsisten yang terjadi di Tomang adalah akobat dari kemajuan daerah tomag
itu sendiri, sebelum daerah tersebut ramai dilalui oleh arus lalu lintas, para warganya tidak
ada yang melakukan ekonomi subsisten, kemudian seiring ramainya perkembangan lalu lintas

15
Meytia,2009,Dinamika Sektor Informal Perkotaan(Study Kasus : Bisnis Kontrakan Di RW
01,Cipinang Melayu, Jakarta Timur,Jakarta :FIS-Sosiologi-UNJ
16
Ibid
17
Yudha Pratama,2007,Ekonomi Rumah Tangga Sektor Informal Di Perkotaan(Studi : Pedagang
Makanan Kantin Taman Korea FISIP UI),Depok:Sosiologi-FISIP-UI
18
Faldy Dwi Pratomo,2002,Hubungan Kerja Dalam Kegiatan Ekonomi Sektor Informa(Studi Kasus:
Pola Hubungan Kerja Pada Tiga Lapak Sayur Kaki Lima Di “Pasar Kaget”Gardu Kelurahan
Lubang Buaya Jakarta Timur,Depok : Sosiologi-FISIP-UI
di wilayh itu berkembanglah ekonomi subsisten sebagai mata pencaharian tambahan para
informan di wilayah Tomang.19

Dari studi-studi terdahulu yang telah ada mengenai sektor informal dapat menjadi referensi
bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan laporan akhir penelitian dalam
bentuk skripsi. Dari keempat skripsi yang ada di atas dapat menambah wawasan peneliti
tentang ekonomi informal di perkotaan. Study Meytia, berasumsi bahwa keberadaan sektor
informal, dalam hal ini adalah kontrakan dapat memberikan Multiplier Effect bagi lingkungan
usaha informal itu berdiri, kemudian Study Oleh Yudha yang menghasilkan bahwa
kebeadaan sektor informal di perkotaan bisa berfungsi ganda, terhadap pola hubungan desa-
kota, kemudian Study Oleh Faldy yang mengatakan hubungan kerja yang tercipta di dalam
ekonomi informal bersifat patrialistik dan yang terakhir adalah Study Oleh Magdalena,
bahwa sektor informal berasal dari ekonomi subsisten masyarakat kota, karena adanya
perkembangan wilayah kota. Keempat karya ilmiah yang menjadi referensi dalam melakukan
penelitian memiliki kelemahan, yakni tidak mengkaji secara lebih dalam mengenai
perkembangan kota itu sendiri, hal ini terlihat dari study yang dilakukan oleh Yudha Dan
Faldy.

Dari keempat study tersebut penelitian yang akan dilakukan peneliti ini muncul dengan kajian
yang lebih dalam mengenai keberadaan sektor informal kota dengan fokus pada
perkembangan atau dinamika kota itu sendiri, dalam mengkaji tentang dinamika ekonomi
kota, penelitian ini mengambil study kasus yang ada di jakarta Khusunya di wilayah ampera.
Kelebihan dari penelitian ini adalah menjabarkan tentang salah satu wilayah yang prestigious
di selatan Jakarta yakni wilayah kemang, dan juga menjabarkan tentang dinamika wilayah
tersebut yang kemudian memberikan dampak kepada wilayah di dekatnya yakni wilayah
Ampera, yang pada akhirnya menjelaskan mengenai keberadaan sektor informal dalam
diskursus sektor informal di Ampera. Kelebihan tambahan lainnya yang ada di penelitian ini
adalah, dapat memberikan sebuah informasi kepada pembaca mengenai konteks historis
wilayah kemang yang saat ini sangat terkenal sebagi daerah atau kawasan para ekspatriat dan
sebagai pusat hiburan mini di jakarta, informasi tersebut peneliti gali langsung dari keluarga
ekspatriat di wilayah kemang dan juga berdasarkan pengalaman pribadi peneliti yang tinggal
di wilayah itu dari tahun 1990-an.

1.6 Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep


1.6.1 Dinamika Sosial Dan Ekonomi Kota
Kota sebagai sebuah wilayah, pasti mengalami perubahan dan dinamika sosial dan
ekonominya dari waktu ke waktu, perubahan sosial dan ekonomi kota di Indonesia
pernah ditulis oleh Clifford Gertz yang mengkaji tentang perubahan sosial dan
ekonomi pada dua kota di Indonesia, yakni Kota Modjokuto Di Pulau Jawa Dan Kota
Tabanan Di Pulau Bali. Dalam membahas dinamika sosial dan ekonomi kedua kota di
Indonesia itu tidak terlepas “East” dan “West”,”Tradisonal” dan “Modern”, “Lokal”
dan “National” yang membuktikan dengan jelas bahwa ada perubahan sosial, politik
dan ekonomi secara fundamental pada sebuah kota.20

19
Dewi Magdalena,2005,Pola Kewirausahaan Subsisten(Studi Kasus :4 Informan Di Komunitas RW
03 Tomang Jakarta,Jakarta : Sosiologi-FIS-UNJ.
20
Clifford Gertz,1963,Peddlers And Princes : Social Change And Economic Modernization In Two
Indonesia Towns,USA: The University of Chicago Press, hal : 7
Dalam studinya yang mengambil studi kasus dua kota di Indonesia, Gertz mengkaji
tentang dinamika sosial dan ekonomi di kedua kota tersebut dengan menganalisis
kondisi perekonomian di wilayah itu dengan menganalisis pasar tradisional yang ia
sebut sebagai tipe ekonomi bazaar. yang dengan seiring berjalannya waktu muncul
tipe ekonomi firma yang ia sebut sebagai toko dan perusahaan.
Pembangunan ekonomi di modjokuto ia lihat dengan mengamati kegiatan yang terjadi
di pasar tradisional. The Pasar (probably from the Persian “bazaar” by the way of
arabic) or tradisional market,is at once an economic institution and a way of life, a
general mode of commercial activity reaching into all aspects of modjokuto society,
and a sociocultural world nearly complete in itself. 21 Dalam studinya Pasar bukan
hanya sekedar tempat pertukaran barang, tetapi ia mengamati hubungan yang terjadi
antara penjual dan pembeli yang ada di pasar tersebut.
Pasar di Modjokuto Hubungan antara penjual dan pembeli dipengaruhi oleh
pertemanan, persaudaraan adalah satu hal, sedangkan perdagangan adalah hal yang
lain. Keuntungan yang ada pada penjual di pasar sangat terikat dengan ikatan sosial
secara umum. Ketika innovasi melanda modjokuto maka kondisi kelas entrepreneurial
mengalami dua tekanan, yakni karakter umum dari pasar sebagai institusi ekonomi
dan perubahan dari post-revolusi masyarakat kota. Dari kondisi perdagangan yang
individualistic,spekulativ,dan rumit berubah kearah “bisnis”yang sistematis,
teroganisir, dan ekonomi jangka panjang. Mereka pun berubah dari masyarakat
tradisional yang menempati tempat yang semi permanen ke tempat yang permanen
sebagai penjaga toko dan pegawai pabrik, dan berada dalam struktur kelas.22
Dalam study Gertz, sebenarnya sudah mengidentifikasi gejala mengenai sektor
informal yang ada di wilayah modjokuto dan tabanan dengan mengakaji tentang
pasar. Yang ia sebut dengan Innovative Economic Leadership (Entrepreneurship), the
Javanese(and indonesian) word for craftsman is tukang,this term can be applied to
almost anyone who has particular occupational skill of any short.besi is iron, a
tukang besi. Djahit is to sed, tukang djahit is a tailor, potong is cut a tukang potong is
either a barber, a butcher, or a circumciser; sometimes all three. 23Secara lebih lanjut
kemudian Gertz mengkaji tentang innovative economic leadership tersebut sebagai
sesuatu yang bertahan lama dan secara sosial berada pada grup yang homogenous.
Dinamika perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi pada tipe ekonomi bazaar
dengan pasar tradisional dan berubah menjadi Tipe ekonomi firma dengan toko dan
perusahaan, merupakan sebuha contoh dinamika perekonomian yang terjadi di kota.
Beberapa analisis menenkankan dinamika ekonomi yang dapat meningkatkan
produksi perkapita, harus menyertakan konteks sosial dan kebudayaan yang
konservativ yang mana mengandung nilai essensial dari tradisional dan struktur
sosial yang terintegrasi dengan ekonomi yang lebih effisien.24
Dalam sudut pandang ekonomi melihat pembangunan secara umum dimana pun
selalu sama, yakni ditekankan pada tingkat kemajuan rational karyawan pada sesuatu
yang berharga dan spesifik yang pada akhirnya menciptakan keadaan material yang
nyata. Berbeda dengan sudut pandang sosiologi yang melihat pembangunan tidak

21
Ibid, hal :30
22
Ibid, hal : 48
23
Ibid hal : 59
24
Ibid, hal :144
hanya pada kondisi nyata yang telah ada, tetapi lebih dari itu melihat sebuah
perubahan pada sistem struktur kelas, perubahan pada pandangan mengenai agama,
struktur keluarga, dari suatu pembangunan masyarakat.25
Melihat pembahasan mengenai dinamika ekonomi dan sosial yang diuraikan oleh
gertz dalam studinya di modjokuto, maka konsep tentang pembangunan sebuah kota
yang mana dinamika ekonomi dan sosial masyarakat kota dalam sudut pandang
sosiologis bukan dilihat dari kondisi materil pembangunan itu sendiri, tetapi dilihat
dari perubahan masyarakat pada struktur sosial dan sistem nilai yang ada. Hal inilah
yang akan menjadi konsep dalam menjelaskan dinamika ekonomi sosial yang terjadi
di Wilayah Kemang Dan Ampera. Bukan pembangunan yang secara materi yang
dilihat, tetapi lebih dari itu yakni kondisi atau keadaan masyarakat pada konteks
historis sebuah wilayah.
1.6.2 Konsumsi Kolektif Dan Ekonomi Subsisten Kota
Istilah mengenai ekonomi kolektif perkotaan peneliti simpulkan dari pemikiran Hans
Dieter Evers yang mengemukakan tentang ekologi politik kota yang membahas
tentang urbanisasi yang ada di perkotaan, studi dinamika urbanisasi biasanya
diterangkan dengan migrasi yang ditentukan oleh faktor-faktor dorong dan tarik (push
and pull factors). Jika faktor-faktor dorong umumnya dihubungkan dengan
perubahan-perubahan ekonomi pedesaan, maka faktor-faktor tarik dihubungkan
dengan aspek-aspek sosio-psikologis pendatang pada umumnya dilukiskan sebagai
keinginan keras untuk mengikuti kehidupan kota. Kecuali itu secara implicit
diterangkan bahwa para imigran datang untuk mencari pekerjaan serat mencari
kemungkinan kenaikan status-status sosial.26
Urbanisasi yang melanda di kota menyebabkan kota sebagai sebuah pemusatan
penduduk di wilayah yang sempit.27 Padatnya penduduk kota menyebabkan
pemenuhan kebutuhan penduduk tidak lagi dapat dikonsumsi secara pribadi, karena
itulah muncul istilah konsumsi kolektif dalam kota. Konsumsi kolektif ini disebabkan
karena kota menjadi pusat produksi barang atau jasa, yang tidak dikonsumsi secara
individual, melainkan secara kolektif . untuk sebagian, hal ini dapat diterangkan
melalui kemampuan belanja Negara; untuk sesuatu sebagian lain, melalui barang dan
jasa yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan dan dikonsumsi secara kolektif.
Jalan-jalan umum, penerangan jalan dan peraturan lalu lintas lembaga-lembaga
pendidikan dan kesehatan merupakan sebuah contoh yang diperuntukan bagi
konsumsi kolektif wilayah perkotaan.28
Atas dasar asumsi diatas menerangkan bahwa apabila para migran yang datang ke
kota tidak mendapatkan pekerjaan, maka ia masih dapat menikmati atau mengambil
bagian dalam konsumsi kolektif kota, dengan demikian merupakan motor penggerak
yang nyata bagi perpindahan dari desa ke kota dan urbanisasi. Dari hal ini dapat
dijelaskan urbanisasi yang terjadi ke kota secara berlebih bukan sekedar hanya untuk

25
Ibid, hal :145
26
Hans-Dieter Evers,1986,Sosiologi Perkotaan :Urbanisasi Dan Sengketa Tanah Di Indonesia Dan
Malaysia, Jakarta : LP3ES, hal : 9
27
Ibid, hal : 10
28
Ibid, hal :11
mencari pekerjaan yang menjadi ukuran urbanisasi, melainkan pengikut sertaan dalam
konsumsi kolektif lah yang menentukan proses urbanisasi.29
Konsumsi kolektif yang ada di wilayah perkotaan menjelaskan mengenai daerah-
daerah kumuh atau slum area yang ada di sekitar daerah elit. Peninjauan kota dari
sudut pandang konsumsi kolektif, maka akan tersusun suatu tipologi konflik-konflik
perkotaan, sebagai perjuangan untuk ikut serta didalam konsumsi kolektif dan daya
upaya untuk memperolehnya secara pribadi. Akibat adanya barang dan jasa yang
dipakai atau dikonsumsi secara berasama-sama dalam konsumsi kolektif perkotaan,
maka timbul pula konsumsi kolektif lapisan kelas bawah dalam sektor non-formal,
diamana dipergunakan bahan-bahan bekas untuk perumahan; juga dibuat dan
dipasarkan bahan-bahan makanan dan barang-barang lain untuk dikonsumsi langsung.
Tipe inilah yang dikenal dengan “penjaja” atau penjual keliling yang membuat dan
menjual produk mereka untuk konsumsi kolektif di jalan, trotoar, taman-taman.30
Konsumsi kolektif diatas merupakan penjelasana mengenai urbanisasi yang ada di
kota, bahwa para migrant tersebut bukan hanya sekedar ingin mencari pekerjaan di
kota, tetapi mereka ingin juga turut berpartisipasi dalam menikmati barang dan jasa
yang diproduksi di kota dan dikonsumsi secara kolektif. Dalam pola konsumsi
kolektif diatas merupakan pola konsumsi kolektif yang diberikan Negara atau kaum
pemiliki modal kepada para penduduk kota atau para konsumen kolekti, dari hal
tersebut menimbulkan gerakan dari lapisan kelas menengah bawah yang tidak
memiliki modal banyak dan hanya memiliki kemampuan seadanya .
Proses reproduksi bagi para konsumen kolektif yang bermodal kecil menyebabkan
ekonomi subsisten, ekonomi subsisten ini adalah ekonomi untuk mencukupi
kebutuhan sendiri. Produksi untuk mencukupi kebutuhan sendiri sudah sejak lama
dikenal di sektor agraris dan isinya ialah bahwa para produsen agraris memproduksi
sendiri barang-barang konsumsi yang mutlak mereka butuhkan untuk kelansungan
hidupnya. 31
Hubungan antara konsumsi kolektif dan ekonomi subsisten ini menjelaskan mengenai
pergerakan warga lapisan kelas bawah kota yang bekerja dalam sektor informal
seperti pembantu rumah tangga, tukang parkir dan lain-lain. Dalam penelitian ini
konsumsi kolektif dan ekonomi subsiten akan peneliti jadikan sebagai ekonomi
kolektif perkotaan yang menjelaskan gejala timbulnya sektor informal di wilayah
perkotaan. Bagian ekonomi kolektif kota ini akan mempertajam analisis yang akan di
lanjutkan pada konsep sektor informal, dapat dikatakan bahwa konsumsi kolektif dan
ekonomi subsisten ini menjadi konsep awal mengenai tumbuhnya pelaku sektor
informal di wilayah ampera.
1.6.3 Sektor Informal
Dari konsep mengenai konsumsi kolektif dan ekonomi subsisten oleh evers diatas
yang ada di kota, maka akan menjadi pijakan tentang munculnya sektor informal yang
ada di perkotaan, hal ini diperkuat oleh portes yang mengatakan bahwa antara
ekonomi formal dan informal tidak dapat dipisahkan, ekonomi formal adalah ekonomi
yang mana ada regulasi, pajak dan campur tangan pemerintah didalamnya. Dimana
ekonomi formal turut menyumbang dalam PDB Negara.
29
Ibid
30
Ibid, hal : 13
31
Ibid, hal : 14
Istilah mengenai ekonomi informal tidak dapat, begitu saja dipisahkan dengan
ekonomi formal. Karena pada faktanya ekonomi informal ini tumbuh akibat dari
ekonomi formal. Dalam ekonomi pasar (market economy) , dimana tidak ada regulasi,
perbedaan antara formal dan informal agak sedikit tidak jelas, semenjak semua
aktivitas ditampilkan dalam pola apa yang kita sebut informal.32
Evers sendiri menyebut sektor informal sebagai sebuah ekonomi bayangan, yang
mana seluruh kegiatan ekonomi yang tidak terliput oleh statistic resmi pemerintah,
dan karenanya tidak terjangkau oleh aturan dan pajak Negara, kemudian sektor
informal merupakan kegiatan dari ekonomi bayangan yang beroperasi pada unit-unit
kecil dengan orientasi pada pasar dan jasa sehingga menawarkan efisiensi
pelayanan.33
Fenomena kegiatan ekonomi informal di Indonesia, akan lebih terlihat dibeberapa
kota besar di pulau jawa, terutama di Jakarta. Dimana penduduknya semakin
bertambah, dihadapkan dengan minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan dalam
menampung keberadaan mereka. Kaum migrant kota yang pada konsep sebelumnya
di jelaskan datang ke kota karena adanya konsumsi kolektif kota, yang menyebabkan
mereka ingin ikut didalamnya, kemudian pada saat sampai di kota mereka menjadi
bagian dari kaum lapis bawah, yang tidak memiliki skill dan modal yang cukup untuk
berusaha, sehingga menimbulkan ekonomi subsisten. Dari sisnilah terbentuknya
ekonomi informal perkotaan dalam bentuk sektor informal.
Portes menambahkan bahwa, Ekonomi informal tidak timbul akibat dari kondisi
individual seseorang tetapi proses dari karakteristik pendapatan secara umum ‘’it is
unregulated by the institution of society, in a legal and social environment in which
similar activites are regulated ‘’34
1.6.4 Skema Konsep Dalam Penelitian
Konsep-konsep yang ada di atas akan menjadikan landasan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian, Dibawah ini merupakan bagan yang menjelaskan tentang
Konsep dalam penelitian ini.Sektor informal yang ada di wilayah perkotaan
khususnya di wilayah ampera tidak terjadi begitu saja. Kehadiran sektor informal
dalam konsep penulis, karena adanya dinamika ekonomi dan sosial yang terjadi di
kota. Dinamika dan ekonomi sosial dalam study sosiologi tidak di fokuskan pada
seberapa besar pertumbuhan ekonomi dalam angka yang terjadi di kota, tetapi dari
perubahan struktur ekonomi dan sosial masyarakat kota.
Yang menarik dalam study peneliti ini adalah bahwa jauh sebelum ekonomi informal
ada di dunia, Indonesia melalui study yang dilakukan oleh Gertz telah membahas hal
yang serupa dalam Tipe Pasar vs Firma yang di dalamnya terdapat innovative
economic leadership yang dijalankan oleh masyarakat modjokuto dan tabanan. Hal ini
menjadikan pijakan bahwa sebenarnya sesuatu yang serupa dengan ekonomi informal
di Indonesia telah ada sejak lama.
Bagan 1.1
32
Alejandro Portes (Ed),1989,The Informal Economy: Studies In Advance And Less Developed
Countries, Baltimore, Md : John Hopkins University Press, Hal : 13
33
Hans-Dieter Evers,Ekonomi Bayangan,Produksi Subsisten Dan Sektor Diluar Aktivitas Pasar
Umum Dan Yang Terlepas Dari Negara,Prisma No. 5,1991.
34
Portes ,Op.Cit, hal:12
Bagan Kerangka Konsep Dalam Penelitian

Dinamika sosial dan Konsumsi Kolektif Dan


ekonomi kota dalam Ekonomi Subsisten : Keberadaan Sektor
Ampera Informal
Bentuk konsumsi dan
:Perkembangan ekonomi kaum bawah
ekonomi dan kota, Realisasi
pembangunan kota masyarakat terhadap Ekonomi Informal :
yang mengakibatkan pembangunan kota yang
perubahan ekonomi dan dapat mereka Tumbuh akibat dari
sosial di masyarakat . manfaatkan ekonomi formal , dan berada
di luar regulasi Negara dan
keberadaannya saat ini
dianggap sebagai aktivitas
yang wajar dari sebuah kota.

Tidak semua warga kota dapat menikmati fungsi riil dari sebuah pembangunan di
perkotaan. Pembangunan yang ada di kota sesungguhnya ditunjukan kepada mereka
yang mempunyai kemampuan untuk dapat menikmatinya, dalam hal ini adalah
masyarakat yang berada pada lapis kelas menengah atas kota. Padahal kota tidak
ahanya dihuni oleh mereka yang berada pada lapisan kelas menengah atas.
Pembangunan dalam konsep ekonomi formal dalam hal ini adalah pusat perbelanjaan,
pusat hiburan, yang kesemuanya didirikan berdasarkan izin dari Negara dan turut
menyumbang dalam pendapatan pemerintahan yang dapat dinikmati oleh sebagian
warga kota.
Penduduk kota lainnya yang berada pada lapisan kelas bawah, untuk dapat bertahan
hidup di kota maka mereka harus menemukan sebuah cara, Evers mengatakan bahwa
para imigran kota yang tidak mempunyai skill atau modal yang cukup berurbanisasi
ke kota karena adanya keinginan untuk dapat menikmati konsumsi kolektif kota
selanjutnya cara mereka bertahan hidup di kota dengan cara ekonomi subsisten,
ekonomi ini adalah sebuah sistem produksi, dimana mereka memproduksi barang dan
jasa untuk dapat mereka konsumsi sendiri.
Dari ekonomi subsisten inilah muncul pelaku sektor informal yang ada di
ampera,yakni pedagang buah, calo tilang, tukang parkir dan pegawai honorer.
Kemudian keberadaan sektor informal perkotaan ini keberadaannya diperkuat dengan
konsep dari portes yang mengatakan, bahwa ekonomi informal, tidak dapat
dipisahkan dengan ekonomi formal. Yang mana sektor informal tidak terjadi begitu
saja, tetapi ada proses dari individu yang terpengaruh oleh ekonomi formal yang
diregulasi oleh pemerintah.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif, paradigma dalam pendekatan
penelitian kualitatif berasal dari kebudayaan Anthropology dan Sosiologi di Amerika. Fokus
pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah untuk memahami situasi
sosial tertentu, baik dalam konteks tempat, aturan, grup, atau interaksi sosial dalam
masyarakat . Secara lebih spsesifik penelitian dengan menggunakan pendekatan ini mencoba
untuk mengkaji dan memahami fenomena sosial yang ada di masyarakat dengan cara,
membedakan, membandingkan, mengkaji ulang, dan mengkalsifikasikan object dari
penelitian yang akan dikaji. Pada Pendekatan kualitatif ini peneliti disarankan untuk dapat
masuk ke dalam kehidupan sehari-hari dari lokasi yang telah dipilih untuk dijadikan tempat
penelitian, mendalami dunia informan dan mencoba berinteraksi di dalamnya, mengkaji
perspektif dan pemikiran informan tersebut.35
Karena itu dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan mengkaji tentang kehidupan tiga
warga lokal di Jalan Ampera yang peneliti jadikan informan kunci dalam memahami
fenomena wilayah Ampera dalam diskursus sektor informal perkotaan. Asumsi pada
Penelitian kualitatif, lebih mengedepankan Meaning, yakni bagaimana orang-orang
menjalani kehidupan mereka, pengalaman yang mereka punya, dan posisi mereka dalam
konteks struktur sosial yang ada di masyarakat 36. Jadi pada pendekatan penelitian kualitatif
hasil akhirnya berupa kajian mendalam tentang object yang diteliti dalam hal ini adalah
informan-informan kunci yang dijadikan objek dalam penelitian juga lokasi tempat
penelitian, yang mana mencoba untuk memahami kehidupan sehari-hari mereka dalam
laporan akhir dari penelitian ini.
1.7.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini mengambil tempat di wilayah Jakarta Selatan tepatnya di
Wilayah Kemang, Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang dan juga Wilayah
Ampera, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu yang difokuskan pada warga
GG.Pengadilan RT 005/010. Wilayah kemang dan wilayah ampera merupakan sebuah
kawasan yang berbatasan langsung satu dengan lainnya. Lokasi di kedua wilayah ini
sangat dekat yang membatasi kedua wilayah ini hanyalah sebuah lampu merah dan
terdapat beberapa jalan yang cukup besar yang menghubungkan kedua wilayah ini.
Dekatnya lokasi keduanya menjadikan lokasi ini menarik utuk diteliti karena,
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang ada di wilayah Kemang saat ini
mempengaruhi keberadaan wilayah Ampera yang jaraknya berbatasan langsung
dengan kemang, karena itu Kedua wilayah ini dijadikan sebagai lokasi penelitian
karena kondisi di kedua wilayah tersebut menyebabkan Multiplier Effect bagi
keberadaan sektor informal yang ada di wilayah Ampera.
Keberadaan sektor informal yang ada di wilayah Ampera menjadi menarik karena,
sektor informal di wilayah ini tumbuh dan berkembang akibat dari dinamika
pertumbuhan ekonomi kota di wilayah Kemang yang ada di dekat wilayah ampera.
Dari kedekatan lokasi ini, dapat dilihat bagaimana sebuah wilayah memberikan
dampak atau pengaruh terhadap wilayah lainnya dalam pertumbuhan ekonomi di
wilayah perkotaan. Hal ini lah yang peneliti katakan sebagai sebuah multiplier effect
dari perumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan yang menyebabkan munculnya sektor
informal sebagai akibat dari pemanfaatan kondisi wilayah yang ramai oleh warga
Gg.Pengadilan. Kemunculan sektor informal yang ada di wilayah Ampera merupakan
sebuah gerakan dari masyarakat lokal yang pada awalnya tidak memiliki pekerjaan
dan penghasilan, tetapi akibat dari pembangunan dan dinamika pertumbuhan ekonomi
kota, mereka hadir dalam konteks ekonomi alternative perkotaan dengan tujuan agar
mereka dapat menjadikan diri mereka sebagai seorang yang berdaya dengan memiliki
pekerjaan dan penghasilan dari pemanfaatan perkembangan di wilayah mereka
sendiri.

35
John W. Creswell,1994, Research Design Qualitative and Quantitative Approaches, USA: Sage
Publications Inc, hal : 161
36
Ibid, hal :145
1.7.2 Informan Penelitian
Dalam penelitian yang akan di lakukan peneliti membagi informan kedalam dua
kategori yakni Informan Kota dan Informan Kampung. Informan Kota adalah mereka
yang berperan sebagai object dalam pertumbuhan kota, sedangkan informan kampung
adalah mereka yang terkena dampak dari pertumbuhan kota. Informan kota dalam hal
ini adalah sebuah keluarga ekspatriat dan seorang pemilik dan pendiri usaha beauty
center di ampera. Sedangkan informan kampung dalam hal ini adalah para pelaku
sektor informal di wilayah ampera.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berada pada dua wilayah yang berbeda,
maka peneliti juga membagi informan kedalam dua bagian yakni informan di Wilayah
Kemang dan Informan di Wilayah Ampera. Untuk informan di wilayah Kemang
peneliti, hanya akan mengkaji tentang dinamika perkembangan ekonomi di wilayah
tersebut yang peneliti lihat melalui konteks hostroris wilayah kemang karena itu satu
informan kunci sudah cukup untuk mendapatkan data-data yang peneliti butuhkan.
Dan untuk kajian mengenai wilayah ampera, peneliti menggunakan lebih banyak
informan, karena fokus penelitian ini lebih banyak mengkaji tentang Wilayah
Ampera. Berikut informan yang akan peneliti wawancara guna mendapatkan data
yang peneliti butuhkan :
1. Profil Keluarga Ibu Titin Kartini
Ibu Titin Kartini merupakan seorang Warga Negara Indonesia yang menikah dengan
pria Berkebangsaan Jerman. Ia dan keluarganya hampir 20 tahun bermukim di
Wilayah Kemang. Wilayah kemang yang dikenal sebagai kawasan para ekspatriat,
karena itu peneliti menggunakan informan kunci yakni sebuah keluarga eksptriat
untuk dapat memperoleh informasi alasan mereka bermukim di wilayah kemang. Dan
juga memberikan informasi perkembangan wilayah ini yang saat ini menjelma
sebagai sebuah pusat hiburan kalangan menegah atas. Pemilihan keluarga ekspatriat
peneliti pilih karena asumsi peneliti bahwa, kehadiran para ekspatriat merupakan
faktor utama pertumbuhan ekonomi dan transformasi wilayah kemang sampai pada
keadaan seperti sekarang. Dari data-data yang diperoleh berupa hasil wawancara
dengan keluarga ekspatriat tersebutlah maka akan di peroleh konteks historis
mengenai wilayah kemang.
2. Profil Salma Dian Priharjati
Salma dian priharjati merupakan pemilik sekaligus pendiri dari Dian Kenanga, yakni
sebuah beauty center yang ada di wilayah ampera. Peneliti memilih ibu salam sebagai
salah satu informan kunci karena, beauty center milik beliau adalah bangunan yang
diperuntukan bagi kelas menengah atas pertama yang berdiri di wilayah ampera. Dan
juga para pegawai yang bekerja di beauty center miliknya merupakan warga
Gg.Pengadilan. Alasan pemilihan lokasi bagi usaha milik ibu dian dapat dijadikan
statement tentang pertumbuhan di wilayah ampera.
3. Profil Bapak Loren
Bapak loren adalah seorang warga pendatang yang ada di wilayah ampera. Ia
merupakan warga pendatang pertama yang ada di wilayah ampera. Pada saat datang
ke wilayah ini ia bertugas sebagai seorang penjaga lahan yang ada di wilayah ampera,
kemudian lahan yang pada awalnya hanya sebagai sebuah tanah kosong, berubah
menjadi lahan parkir. Karenanya ia dikenal sebagai Timer Parkir di wilayah ini.
Alasan peneliti memilih bapak loren sebagai informan kunci adalah perubahan fungsi
lahan yang dijaganya menjadi sebuah tempat usaha baru, dan beliau jadikan sebagai
usaha baru untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain dijadikan
sebagai sebuah lahan parkir apabila tidak ada tempat parkir lagi di kawasan tersebut,
tempat Bapak Loren ini dijadikan lahan tersendiri bagi para Calo Tilang, mereka
biasa mangkal di lahan ini untuk mencari langganan mereka yang akan menebus surat
tilang di Pengadilan Negri Jakarta Selatan.
4. Profil Ibu Mimin
Ibu Mimin merupakan puteri dari bapak haji hamim, ia pada awalnya berdagang di
daerah sunter pada tahun 80-an kemudian, ia memutuskan untuk pindah ke wilayah
ampera atas saran dari ayah beliau. Dan ibu mimin pun kemudian memutuskan untuk
membuka kios semi permanen atau lapak buah-buahan di sisi jalan ampera raya. Kios
semi permanen yang didirikan mpok mimin merupakan sebuah kios milik warga lokal
pertama yang berdiri di pinggir jalan ampera. Pada saat pendirian pertama kios ini
merupakan kios yang menjual buah-buahan pertama yang ada di sepanjang jalan ini,
tetapi dalam perkembangannya didirikan sebuah swalayan yang khusus untuk menjual
buah-buahan. Karena itu kebertahanan mpok mimin dalam menjalankan sektor
informal sebagai lahan usahanya merupakan salah satu dinamika sektor informal yang
ada di ampera.
5. Profil Keluarga Bang Udin
Keluarga bang udin adalah keluarga yang telah lama mendiami wilayah ampera,
mereka telah bermukim dikawasana ini dari awal tahun 80-an. bang udin sendiri
adalah seornag pegawai honorer di pengadilan negri Jakarta selatan. Alasan peneliti
menjadikan keluarga bang udin sebagai infoman kunci adalah dinamika kehidupan
yang dialamai oleh keluarga bang udin berubah seiring dengan dinamika ekonomi
yang ada di wilayah ampera. Pada awalnya tumpuan keluarga ini hanyalah bang udin
seorang yang mencati nafkah, tetapi kemudian sang istri yakni mba annah membuka
usaha warung kaki lima makanan khas betawi, yakni gado-gado yang cukup ramai
dan anak-anak bang udin pun bekerja di restaurant dan beauty center yang berlokasi
di Ampera.

Selain kelima informan kunci yang peneliti sajikan diatas, peneliti juga akan menemui
beberapa informan tambahan yang dianggap perlu dalam mendapatkan tambahan
informasi, seperti Bapak Haji Razak yang merupakan tuan tanah di wilayah Ampera
dan juga keluarga besarnya yang merupakan tuan tanah di wilayah Kemang. Beserta
dengan Ketua RT 005/010 yang pertama yakni bapak haji hamim di Gg.Pengadilan,
wilayah ampera sebagai penguat data bagi konteks perkembangan wilayah ampera.
Dan juga informan-informan pendukung lainnya yang peneliti temui di lapangan,
yang fungsinya terntu saja sebagai data-data tambahan yang diperlukan peneliti dalam
melakukan penelitian.

1.7.3 Peran Peneliti

Pada penelitian secara kualitatif, peran dari seorang peneliti adalah untuk
mengumpulkan data-data yang telah ada di dalam instrument untuk dapat
mengidentifikasi nilai-nilai personal dan asumsi-asumsi yang ditemui dilapangan dan
akan mempengaruhi hasil akhir dari penelitian. 37 Penelitian secara kualitatif juga
dikatakan sebagai penelitian secara interpretative. Pengaruh Nilai, pandangan, dan
pendapat peneliti akan menjadi pernyataan yang secara eksplisit tertuang dalam
laporan akhir penelitian.38 Dalam sebuah penelitian kualitatif, seorang peneliti
memiliki dua peran yang utama dalam penelitian yakni seorang peneliti memasuki
37
Ibid, hal :147
38
Ibid, hal:163
lokasi penelitian dan juga tentang tema yang akan ia ambil dalam penelitian tersebut.
Secara lebih spesifik peran seorang peneliti adalah :
 Menuangkan statement tentang pengalaman masa lalu dari peneliti yang dapat
mempengaruhi pengetahuan tentang topic,setting lokasi, atau informan.
 Mendiskusikan langkah yang akan diambil untuk dapat masuk kedalam setting
lokasi dan untuk mendapatkan izin dan perlindungan dalam melakukan
pendekatan atau mempelajari informan maupun situasi kondisi informan tersebut.
 Mengidentifikasi bagaian dalam mendapatkan izin dari institusi terkait agar hak
asasi dari subject penelitian dapat terlindugi.
 Memberikan komentar tentang isu yang sensitive seperti mempertahankan data
yang telah didapat, kegiatan dari informan yang diteliti dan menggunakan
penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya39

Bagi seorang peneliti untuk dapat melakukan penelitian yang baik maka ia pun harus
membatasi diri pada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan dalam
penelitian yakni, alasan dalam pemilihan lokasi, apa yang akan dilakukan di lokasi
penelitian selama proses penelitian berlangsung,apakah penelitian yang akan
dilakukan dapat menyebabkan masalah, dan bagimana hasil penelitian
dipublikasikan.40

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Sebelum memutuskan untuk melakukan penelitian, seorang peneliti harus mengetahui


tekhnik pengumpulan data yang bagaimana yang akan ia gunakan dalam
mengumpulkan data-data yang ada di lapangan. Tahap-tahap dalam Proses
pengumpulan data mencakup pemilihan batasan lokasi penelitian, mengumpulkan
informan melalui proses observasi, interview dan juga menyiapkan panduan dalam
menghimpun data yang ada di lapangan.

Ide dasar dari sebuah pendekatan kualitatif adalah mengumpulkan dan menyeleksi
berbagai macam informan, baik narasumber ataupun dokumen yang akan menjadi
panduan terbaik dalam menjawab pertanyaan penelitian. Dalam Miles and Huberman
(1984) seorang peneliti setidaknya harus memperhatikan empat hal yang harus
diperhatikan dalam prosedur pengumpulan data yakni, Setting ( tempat atau lokasi
penelitian) Actor ( informan yang akan di observasi atau diteliti) Events ( kegiatan
yang actor lakukan sebagai bahan interview atau observasi) dan Process ( penyebab
secara alami dari events yang dilakukan actor dalam setting)41
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah
dengan cara wawancara, observasi dan studi pustaka. Berikut adalah teknik
pengumpulan data berdasarkan pendekatan kualitatif yang di bedakan atas tekhnik
pengumpulan data, cara kerja, keuntungan dan kelemahan bagi peneliti apabila
menggunakan tekhnik tersebut.
Table 1.1
Klasifikasi Tekhnik Pengumpulan Data Berdasarkan Tipe, Cara Kerja, Keuntungan Dan
Kelemahan 42
Tekhnik Cara Kerja Keuntungan Kelemahan
39
Ibid, hal : 147-148
40
Ibid, hal : 148
41
Ibid, hal :148-149
42
Ibid ,hal :151
Pengumpulan
Data
 Berhadapan secara  Menolong informan  Narasumber dapat
langsung dengan nara yang tidak bisa di menyaring
sumber atau informan, observasi secara informasi yang
bertatap muka secara langsung diberikan dalam
langsung.  Informan dapat proses
memberikan wawancara.
“historical  Informasi dapat
Information” di susun terlebih
 Peneliti dapat dahulu,tidak pada
wawancara mengkontrol kondisi yang
informan apabila sebenarnya
telah keluar jalur  Tidak semua
dari hal yang orang dapat
ditanyakan. dipahami tata
cara bicara nya
dan perspective
yang digunakan
setiap orang
berbeda-beda.
 Peneliti terlibat  Peneliti  Peneliti akan
langsung dalam mendapatkan terlihat kaku
kegiatan sehari-hari pengalaman pertama  Informasi pribadi
informan, dan dengan informan dapat diobservasi
berpartisipasi dalam  Peneliti dapat tetapi tidak dapat
kegiatan yang informan merekam informasi dilaporkan
lakukan. sesuai dengan  Beberapa
kebutuhan informan
 Aspek-aspek yang (ex;anak-anak)
Observasi menarik dan tidak akan
biasa dapat dilihat mengahdirkan
selama massa kesulitan
observasi tersendiri dalam
 Memudahkan hal plaporan hasil
mengeksplorasi topic observasi
yang tidak nyaman
untuk dibicarakan
atau didiskusikan
secara langsung
Studi Pustaka  Mengumpulkan  Memudahkan  Dokumen dapat
dokumen-dokumen peneliti dalam jadi tidak akurat
publik seperti memahami kata-kata atau kurang
jurnal, berita di dari informan otentik
Koran, surat  Dapat diakses oleh  Tidak ada private
ataupun buku peneliti secara akses
harian. berkala dan  sulit untuk
berkelanjutan menemukan
 Menghadirkan data tempat yang
berupa pemikiran menyediakan
informan tentang hal informasi yang
yang menarik sesuai.
perhatiannya.  Bahan-bahan bisa
 Menghemat waktu jadi tidak
penelitian, karena lengkap.
studi pustaka
merupakan sumber
yang terpercaya.

Berdasarkan table diatas maka peneliti dapat menggunakan tekhnik pengumpulan data
yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Table diatas menyajikan cara kerja,
keuntungan dan kelemahan tiap tekhnik karena itu peneliti harus pintar dalam
menggunakan tekhnik pengumpulan data agar kelemahan yang ada pada tiap tekhnik
dapat ditutupi dengan keuntungan yang lain sehingga proses dalam pengumpulan data
dapat berjalan dengan baik dan yang terpenting adalah hubungan peneliti dengan
informan berjalan sesuai dengan kebutuhan peneliti, sehingga data yang didapatkan
sesuai dengan kebutuhan dan dalam pendekatan penelitian secara kualitatif, informan
adalah kunci utama dalam hasil akhir laporan yang di sajikan karena itu hubungan
dengan informan harus dapat terjaga dengan baik.

1.8 Sistematika Penulisan


Laporan penelitian ini dibagi kedalam lima bab besar, Bab I pada Laporan penelitian ini
menjelaskan pendahuluan yang didalamnya terdapat latar belakang yang menjadi dasar dalam
penelitian yang akan dilakukan, didalam latar belakang di jelaskan mengenai fenomena sosial
yang terjadi pada lokasi penelitian sekaligus sebagai object yang akan diteliti. Fenomena
sosial yang ada pada lokasi penelitian ini nantinya akan dikaji dengan menggunakan
kerangka konsep yang juga terdapat pada Bab I. Hubungan antara latar belakang dengan
kerangka konsep membantu peneliti dalam memberikan penjelasan tentang fenomena sosial
yang menjadi objek peneliti. Penjabaran tentang fenomena sosial yang dikaji dengan
kerangka konsep yang peneliti gunakan dalam laporan penelitian maka akhirnya akan
memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang peneliti rumuskan dari latar
belakang yang ada. Penggunaan kerangka konsep sangat penting karena bagian itulah yang
menjadikan laporan akhir penelitan ini sebagai sebuah laporan ilmiah, khususnya dalam
kajian studi Sosiologi.
Pada Bab II akan dijelaskan mengenai lokasi penelitian yang berada pada dua wilayah di
Jakarta Selatan yakni wilayah Kemang dan Ampera Raya, penjabaran kedua wilayah itu
termasuk ke dalam penelusuran pertumbuhan kota yang mana akan dijelaskan terlebih
dahulu konteks Historis Wilayah Kemang dan akan diikuti dengan penjelasan mengenai
perkembangan wilayah Ampera. Penjelasan wilayah kemang hanya dibatasi pada konteks
Historisnya saja, sementara penjelasan pada wilayah Ampera dikaji lebih mendalam karena
lokasi penelitian yang memiliki porsi paling besar adalah di wilayah ini. Penjelasan mengenai
wilayah Ampera tidak hanya terbatas pada konteks historisnya saja, tetapi juga pada Konteks
sosial budaya warga di wilayah ampera yang difokuskan pada warga Gg.Pengadilan
RT005/010 kelurahan ragunan kecamatan pasar minggu Jakarta selatan.
Bab III pada laopran penelitian ini akan dijelaskan mengenai dinamika sosial ekonomi
ampera dengan fokus penelitian pada perubahan kondisi ekonomi jalan ampera raya, dalam
Bab ini secara terperinci akan dijelaskan mengenai paradox ekonomi kolektif perkotaan yang
digambarkan dari dinamika sosial ekonomi yang dialami warga Gg.Pengadilan. ekonomi
kolektif yang dialami warga Gg.Pengadilan menjadi paradox karena mereka tidak menyadari
bahwa perubahan kondisi sosial ekonomi yang mereka alami karean partisipasi mereka dalam
konsumsi kolektif akan barang dan jasa yang ada di wilayah perkotaan.
Bagian ini menjadi penentu dalam sebuah laporan penelitian untuk menjadi laporan ilmiah,
pada bagian ini yakni Bab IV akan membahas tentang fenomena sosial yang ada dan
dikuatkan oleh sebuah konsep ilmiah. Dalam laporan penelitian ini, konsep yang akan
digunakan adalah mengenai sektor informal yang ada di perkotaan yang tumbuh akibat dari
pertumbuhan dinamika kota. Konteks tentang pertumbuhan kota dalam penelitian ini
menggunakan konsep perkotaan oleh Hans-Dieter Evers yang tertuang dalam bukunya yakni
Sosiologi Perkotaan, dan Clifford Gertz yang menganalisis perubahan sosial dan modernisasi
ekonomi pada dua kota di Indonesia. dari kedua konsep mengenai kota di Indonesia tersebut,
maka akan memberikan penjelasan mengenai Sektor Informal yang ada di perkotaan
Sebagai bagian akhir dari susunan laporan penelitian ini akan berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan dan saran yang ada pada Bab V merupakan rangkuman dari bab-bab yang
sebelumnya sudah ditulis terlebih dahulu, agar pembaca mudah memahami intisari dari
laporan penelitian ini.

You might also like