You are on page 1of 21

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD; Premature Rupture of the membrane = PROM;


Amniorrhexis) ialah robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan
mulai atau sebelum inpartu1.
Penggunaan istilah Premature Rupture of Membranes (PROM) bisa sedikit
membingungkan, jadi memahami perbedaan-perbedaan kecil yang ada menjadi
penting. PROM merupakan pecahnya ketuban sebelum awal dari persalinan. Istilah
PROM cukup tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37
minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-
tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM)
adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu2.
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membranes (PROM)
merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran
berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu
dan bayi. Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; ± 10% persalinan didahului
oleh ketuban pecah dini. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu
maupun bayi, terutama infeksi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi
oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah,
khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain3,4.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan
menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks),
atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm.
Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban
pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi
lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM4.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan
25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm
diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dimana menurut Naeye 1982
memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat
terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar
antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas
dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari
7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis
0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25%
pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban
pecah dini lebih daripada 24 jam4,5.
Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan.
Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Cox dkk.

2
mendapatkan 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34
minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal5.
Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini
adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari
328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur
lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke
atas4.
2.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara
lain adalah1,3,5:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang
mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban
itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi
gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen
dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput
ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

3
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum
uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan
risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan
letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti
hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas
4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.
2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban3.

4
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis

5
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi
sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin
oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm
karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa
jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin
yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.
Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C,

6
peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan
cairan vaginal berbau2.
Gejala Frekuensi (%)
Temperatur >37,8 °C 100
Denyut jantung ibu 100 / menit 20 – 80
Denyut jantung janin 169 / menit 40 – 70
Leukosit / ml > 15000 70 – 90
> 20000 3 – 10
Cairan vagina berbau 5 – 22
Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi
produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban

7
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban3.

Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan


sebagai penyebab ketuban pecah dini3

2.5 Gejala Klinis


Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan
dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan
‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau perineum.
Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung
keluarnya cairan amnion dari lubang vagina.

8
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain1,7,8:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka
dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada
tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan7,9
2.6 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan
melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,
merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.
Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan
keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan
amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis).
Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes
nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah
berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif
palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan
menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit
rumit dan tidak dilakukan secara luas.

9
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan
vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap,
cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna
dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan
berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa
adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun
volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-
fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan
dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan prosedur tetap RSUP
Sanglah adalah9:
• Penanganan dirawat di RS.
• Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari.
• Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang
dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im).
• Observasi di kamar bersalin:
1. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
2. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam dan bila ada kecenderungan
meningkat atau sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera
• Di ruang obstetri:
1. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
2. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan LED setiap 3 hari.
• Tata cara perawatan konservatif:
1. Dilakukan sampai janin viable.
2. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam.
3. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaaan USG
untuk menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan
diteruskan. Bila kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan.

10
• Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran tidak
boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke RS
bila ada keluar air lagi.
• Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis/peningkatan LED, lakukan
terminasi.
2.8 Komplikasi
Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan
usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang
mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung
jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa komplikasi yang
berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain6:
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amniotic Band Syndrome

BAB 2
LAPORAN KASUS

11
2.1 IDENTITAS
Nama : GJA
Umur : 20 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : tamat SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Songlandak, Bangli
MRS : 6 Februari 2007

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam.
Perjalanan Penyakit
Pasien datang dari poli dengan diagnosa G1P0000, uk 33-34 minggu dengan KPD.
Pasien mengeluh keluar air pervaginam sejak pukul 07.00 WITA (6 Februari 2007)
atau 5 jam sebelum MRS. Cairan berwarna jernih, tidak disertai lendir bercampur
darah. Juga tidak ada riwayat sakit perut hilang timbul dan demam. Gerak janin
dirasakan baik.
Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 17 Juni 2006
Taksiran partus : 24 Maret 2007
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya haid : 3-4 hari
ANC : Bidan (teratur).
USG (+) :1x (Poliklinik)
Riwayat Kehamilan/Persalinan
1. Ini
Riwayat Kontrasepsi
Sejak menikah pasien tidak memakai alat kontrasepsi.

Riwayat Pernikahan
1 kali selama 9 bulan
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, dan asma disangkal.

12
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 80x / menit
Napas 20x / menit
Suhu 36,7oC
Berat badan : 68,5 kg
Tinggi badan : 158 cm
Status General
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )
Jantung : SIS2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikular, rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : Perut membesar sesuai dengan usia kehamilan
Bising usus (+) N, distensi (-)
Ekstremitas : Odem (-)
Status Obstetrikus
Abdomen : FUT 4 jr bpx (28 cm), letak kepala, punggung kiri, kepala
penurunan 5/5. Kontraksi (-), DJJ (+) 12.12.12
Vagina :
Inspekulo : Flx(-), fl (-), cairan jernih keluar dari Ostium uteri.
VT (12.00 WITA) : PØ 1 cm eff 25 % sedang posterior Ketuban (-) jernih.
Kepala denominator belum jelas ↓ H1
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG
Janin T/H, BPD/FL 36W1D, Plas gr I, AK (+) sedikit

2.5 DIAGNOSIS

13
G1P0000, 33-34 mg T/H + KPD.
PBB: 2635 gr

2.6. PERENCANAAN
Rencana diagnostik
- DL
Rencana Terapi
- MRS
- Observasi CHPB
- Konservatif
- Amoxicillin 4x500 mg
- Dexametason 5 mg IM @ 6 jam
Rencana monitoring
- Kelola ~ KPD preterm
- Observasi temperatur rektal setiap 3 jam selama 24 jam di VK, dan setiap 6
jam di ruangan.
Rencana edukasi
KIE keluarga tentang rencana perawatan

2.7. RESUME
Pasien 20 tahun, G1P0000, hamil 33-34 minggu, datang dengan keluhan keluar air
pervaginam sejak 5 jam SMRS. Air keluar tampak berwarna jernih. Pasien tidak
merasakan sakit perut hilang timbul. Gerakan janin dirasakan baik. Riwayat demam
disangkal. Riwayat penyakit sistemik dan operasi tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, 20x/menit,
temperatur axila 36,7 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan
obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, his (-), djj 12-12-12. Cairan positif
keluar dari vagina dan ostium uteri internum pada pemeriksaan inspeksi dan
inspekulo. Dari VT didapatkan pembukaan serviks 1 cm, eff 25%, ketuban (-) jernih,
kepala denominator belum jelas, penurunan H I, tidak teraba bagian kecil janin atau
tali pusat. Hasil USG didapatkan janin T/H, BPD/FL 36W1D, Plas gr I, AK (+)
sedikit.

2.8. FOLLOW UP PASIEN

14
6 Februari 2007
Pk. 18.00 Os mengeluh sakit perut hilang timbul
Evaluasi
His (+) 2x/10 mnt selama 30 detik
djj (+)12.12.11
VT PØ 4 cm, ket (-)
trb kepala, denom belum jelas ↓ H II
ttb. bag. kecil/ tl. pusat
Ass: G1P0000, 33-34 mg T/H + PK I (fase aktif)/partus prematurus + KPD
7 Februari 2007
Pk 01.00 Os ingin mengedan
Evaluasi
His 4x/10 mnt selama 40-45 detik
djj (+) 11.12.12
VT: PØ lengkap, ket (-) jernih
trb kepala, uuk depan ↓ H III+
ttb bag. kecil/ tl. pusat
Ass: G1P0000, 33-34 mg T/H + PK II (partus prematurus) + KPD Pimpin
Persalinan
Pk 01.20 Lahir bayi lk, 2500 gr, langsung menangis, AS 7-8
Observasi 2 jam PP
WAKTU TENSI NADI KONTRAKSI PERDARAH
(mmHg) (kali/mnt) UTERUS AN
Pk. 01.25 110/60 84 (+) baik (-)
Pk. 01.40 110/60 84 (+) baik (-)
Pk. 01.55 110/70 84 (+) baik (-)
Pk. 02.10 120/70 84 (+) baik (-)
Pk. 02.25 120/70 80 (+) baik (-)
Pk. 02.55 120/80 80 (+) baik (-)
Pk. 03.25 120/80 80 (+) baik (-)

2.9. FOLLOW UP RUANGAN


7 / 2 / 2007
S : keluhan (-), ASI (+)
O : St Present T 110/60 mmHg, N 80x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-

15
Thorax cor/po dbN
Abdomen fut 3 jr bpst
Kontraksi (+)
Vagina lochia (+)
Ass : P0101 PP hari I
Tx : Ampicillin 4x 500mg
As mefenamat 3x500 mg
Methyl Ergometrin 3x1
ROB 2x1
Mobilisasi
KIE

8 / 2 /2007
S : keluhan (-)
O : St Present T 120/80 mmHg, N 80x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen fut 3 jr bpst
Kontraksi (+)
Vagina lochia (+)
Ass : P0101 PP hari II
Tx : obat lanjut
BPL
Kontrol Poli
KIE mobilisasi, KB, ASI
BAB 3
PEMBAHASAN

Pada pasien didapatkan:


- Pasien GJA, umur 20, G1 P0000, 33-34 minggu, datang ke Poliklinik kebidanan
RSUD Bangli dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 5 jam sebelum masuk
rumah sakit (SMRS). Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.

16
- Diagnosis KPD Preterm ditegakkan berdasarkan Anamnese, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Pada Anamnesa didapatkan : Keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau sejak
5 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 33-34 minggu dari HPHT. Keluhan nyeri
perut, bloody show disangkal.
B. Pada inspeksi didapatkan keluar cairan pervaginam.
C. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri internum (OUI).
D. Pada pemeriksaan dalam:
- ada cairan dalam vagina
- selaput ketuban sudah pecah
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode eksklusi
dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (20 tahun) dengan
kehamilan yang pertama. Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status
sosio ekonomi rendah, hormonal, stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai
faktor resiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.

3.4. Penatalaksanaan
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 5 jam SMRS dengan umur
kehamilan 33-34 minggu.
Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan
gawat janin sehingga dikelola dengan perawatan konservatif sesuai protap untuk KPD
dengan kehamilan preterm, dan dengan pemberian Ampicillin 4x500 mg serta
pemberian deksametason 5 mg tiap 6 jam (im) untuk merangsang maturasi paru.
Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya dalam pemberian antibiotika
profilaksis. Di RS Sanglah Denpasar antibiotika profilaksis diberikan pada semua
kasus KPD, sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi
ACOG (American College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American
Academy of Pediatrics) antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan
dengan faktor risiko infeksi seperti kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati
18 jam, febris, adanya koloni kuman Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang
37 minggu. Pembatasan penggunaan antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk

17
mengurangi efek samping antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi
biaya. 1
Setelah di monitoring selama 6 jam (pk 18.00) didapatkan pasien berada pada
fase aktif persalinan dengan pembukaan portio 4 cm, dengan his 2x/10 mnt selama 30
detik Penatalaksanaan dilanjutkan dengan manajemen expektatif pervaginam, karena
penurunan kepala sudah mencapai H II dan dari perkiraan berat badan janin
didapatkan berat janin >2500 yaitu 2650 gr. Selain itu, didapatkan pula umur
kehamilan dari pemeriksaan USG sudah mendekati umur kehamilan aterm yaitu 36
minggu dengan air ketuban yang sedikit (oligohidramnion).

Postnatal
Dengan mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah
dini, perlu diwaspadai risiko terjadinya sepsis postpartum, perdarahan postpartum
dan trombosis vena yang memerlukan penanganan yang efektif. Promosi aktif ikatan
ibu-anak dengan rawat gabung perlu mendapat pertimbangan khusus pada kasus
ketuban pecah dini. Semua bayi yang lahir dengan riwayat ketuban pecah dini harus
melalui skrining untuk sepsis, efek dari antibiotika yang digunakan sebelum dan
selama persalinan ibu. Skrining biasanya meliputi kultur darah janin, kultur aspirasi
endotrakeal, tes aglutinasi lateks urine, dan pemeriksaan darah lengkap. Lumbal
pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan pada neonatus dengan klinis
sepsis dan hasil pemeriksaan positif pada kultur darah. Pemberian antibiotika awal
dengan kombinasi penicillin dan gentamicin dapat dilakukan sambil menunggu hasil
skrining.
Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi. Hal ini dinilai dari
kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh hasil
laboratorium yang masih dalam batas normal. Namun dari pemeriksaan USG
didapatkan oligohidramnion, dan Apgar skor bayi yang dilahirkan menunjukkan hasil
asfiksia ringan 7-8.
Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik
setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina
berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke poli secepatnya.

18
BAB 4
SIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
Pada wanita umur 20 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Prinsip utama penatalaksanaan
dengan menunggu sampai janin viable yaitu sampai diperkirakan janin dapat hidup di
luar kandungan sambil mencegah komplikasi yang dapat timbul pada ibu dan bayi

19
terutama adanya infeksi. Dengan adanya tanda-tanda inpartu, PBB janin >2500 gr,
oligohidramnion, dan umur kehamilan menurut USG 36 minggu, maka
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan dengan manajemen expektatif
pervaginam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
2. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.

20
3. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
4. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner
CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
5. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000.
Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
6. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 5 Juli
2006.
7. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture
of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org.
Akses 5 Juli 2006.
8. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of
Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).
Revised: October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses
5 Juli 2006.
9. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003.
10. The Royal Women’s Hospital. Rupture of the Membrans: Preterm Prematur
(PPROM). Last Updated 06 June 2005. Authorised by: Jeremy Oats.
http://www.rwh.org.au/rwhcpg/maternity.cfm. Akses 5 Juli 2006.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Prematur rupture
of membrans. Washington (DC): American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG); 1998 Jun. 10 p. (ACOG practice bulletin; no. 1).
http://www.guideline.gov. Akses 5 Juli 2006.

21

You might also like