You are on page 1of 15

SUTRA EMPAT PULUH DUA BAGIAN

[Sumber: Dharma Pitaka, Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia]

Ketika Tathagatha telah mencapai Penerangan Sempurna, Beliau


sejenak berpikir demikian: “Meninggalkan nafsu-nafsu dan berada
dalam ketenangan adalah kemenangan yang terbesar. Duduk,
bermeditasi dan menaklukan Mara si penggoda.”

Di Taman Rusa Beliau memutar Roda Dharma dan menerangkan


Empat Kesunyataan Mulia, mentahbiskan Kaundinya dan keempat
pertapa lainnya, sehingga mereka berhasil mencapai tingkat kesucian.

Masih terdapat banyak bhikshu yang karena keragu-raguannya


terhadap ajaran Hyang Buddha, memohon kepada Hyang Buddha agar
Beliau memberi petunjuk. Setelah Hyang Buddha memberikan
Khotbah-khotbah dan petunjuk-petunjuk maka mereka satu persatu
memperoleh Kesadaran, akhirnya mereka memberi hormat dengan
merangkapkan kedua tangan dan bersedia mengikuti ajaran Hyang
Buddha.

BAGIAN I

Hyang Buddha bersabda: “Bagi mereka yang telah meninggalkan


keluarga dan menjalankan kebhishuan, dapat mengendalikan
pikirannya dan mengenal hakekat pikirannya, memahami Asamskerta
Dharma disebut Sramana. Dengan melaksanakan 250 Pratimoksa dan
sungguh-sungguh melaksanakan Sila dan Samadhi, melatih diri
dengan Catvari Arya Satyani, tercapailah tingkat Arhat yang dapat
terbang di angkasa dan mengubah bentuk dirinya, berusia tak terbatas
panjangnya dan dihormati oleh para dewa. Sebelumnya adalah tingkat
Anagamin setelah meninggal sukmanya akan mencapai di atas alam
Sorga ke 19, kemudian mencapai tingkat Arhat.

Sebelumnya lagi adalah tingkat Sakrdagamin yang melalui satu kali


kelahiran akan mencapai tingkat Arhat.

Yang pertama adalah tingkat Srotapana yang setelah lahir kembali


tujuh kali akan mencapai tingkat Arhat. Seseorang yang telah
memutuskan nafsu-nafsu keinginannya, bagaikan seorang yang telah
memutuskan kaki dan tangannya, sehingga tidak dapat dimanfaatkan
lagi.”
BAGIAN II

Hyang Buddha bersabda: “Seorang Sramana yang telah meninggalkan


rumahnya, yang telah memutuskan nafsu-nafsu dan membuang
keinginannya, mengerti hakekat pikirannya sendiri serta mengerti
Dharma yang tinggi, menembus dan menyadari Asamskrta-dharma,
tidak memperoleh sesuatu dari dalam dan juga tidak mengharapkan
sesuatu dari luar. Pikirannya tidak terikat dan juga tidak melakukan
karma-karma buruk; tidak ada keinginan-keinginan dan tidak
melakukan sesuatu sehingga bukan berlatih bukan pula ingin
mencapai suatu tingkat kesucian, dengan demikian walau tanpa
melalui berbagai tingkatan akan mencapai tingkat kesucian yang
teragung. Itulah yang disebut jalan.”

BAGIAN III

Hyang Buddha bersabda: “Dia yang mencukur rambut, kumis dan


jenggotnya dan menjadi Sramana serta melaksanakan Dharma;
menjauhkan segala macam harta kekayaan, meminta makan dan
menerima apa yang diberikan, makan sehari sekali sebelum lewat
tengah hari, tidur di bawah pohon, hendaknya tidak ada lagi keinginan-
keinginan lain. Sesungguhnya yang membuat manusia menjadi bodoh
adalah keinginan yang kuat dan hawa nafsu.”

BAGIAN IV

Hyang Buddha bersabda: “Manusia dapat melakukan 10 macam


perbuatan yang disebut kebaikan dan juga dapat melakukan 10
macam perbuatan yang disebut kejahatan. Apakah kesepuluh macam
perbuatan jahat itu? Adalah: tiga macam yang dilakukan oleh badan
jasmani, empat macam yang dilakukan oleh mulut dan tiga macam
yang dilakukan oleh pikiran. Tiga macam yang dilakukan badan
jasmani ialah: membunuh, mencuri, dan berzinah. Empat macam yang
dilakukan oleh mulut ialah: mengadu-domba, mencacik-maki,
berbohong, dan berbicara sesuatu yang tidak bermanfaat. Tiga macam
yang dilakukan oleh pikiran ialah: iri hati, marah, dan kebodohan.
Kesepuluh perbuatan itu bertentangan dengan Jalan Mulia. Maka
disebut Sepuluh Macam Perbuatan Jahat. Bila dapat menghentikan
sepuluh macam kejahatan tersebut, maka disebut Sepuluh Macam
Perbuatan Baik.”

BAGIAN V
Hyang Buddha bersabda: “Bila seseorang melakukan banyak
kesalahan dan tidak merasa menyesal dan segera menghentikan
pikiran jahatnya, maka akibat-akibat buruk akan berkumpul pada
dirinya, bagaikan air yang mengalir ke laut, semakin hari semakin luas
dan dalam. Bila seseorang telah berbuat kesalahan dan mengetahui
kesalahannya lalu memperbaikinya dan akibat-akibat buruknya akan
lenyap bagaikan orang sakit setelah mengeluarkan keringat,
penyakitnya akan berangsur-angsur sembuh.”

BAGIAN VI

Hyang Buddha bersabda: “Seseorang yang jahat bila mendengar hal-


hal kebaikan ia akan datang mengganggu, kalian harus tenang, jangan
terpancing oleh emosi dan menegurnya. Orang yang berbuat keonaran
dan kejahatan akan menerima akibatnya sendiri.”

BAGIAN VII

Hyang Buddha bersabda: “Ada seseorang ketika mendengar bahwa


Aku melaksanakan Jalan Kebenaran dan melakukan kebajikan serta
kebaikan dengan penuh welas asih, lalu ia datang mencaci-maki Aku.
Tetapi Aku tidak memberikan reaksi lalu si pelaku pun berdiam diri.”

Seorang Sramana bertanya: “Jika Anda dengan sopan memberi hormat


kepada seseorang, sedangkan orang itu tidak menerimanya. Apakah
kesopanan yang anda tunjukkan itu akan kembali kepada anda?”

Jawab Hyang Buddha: “Ya,” kemudian Beliau melanjutkan lagi:


“Sekarang bila anda mencaci-maki Hyang Tathagata dan Beliau tidak
menghiraukannya. Pada akhirnya akibat dari perbuatan anda tersebut
akan menimpa diri anda sendiri, bagaikan suara terpantul kembali,
bagaikan pula bayang-bayang yang mengikuti badan, yang tak pernah
lepas. Oleh karena itu berhati-hatilah, jangan berbuat kejahatan.”

BAGIAN VIII

Hyang Buddha bersabda: “Seorang jahat yang ingin mecelakakan


seorang bijaksana, bagaikan seseorang yang menengadah ke udara
dan meludah, ludahnya tidak akan mencapai langit, malah jatuh
kembali pada dirinya. Bagaikan menaburkan debu melawan arah
angin, debu itu tidak akan mengenai siapa-siapa, malah berbalik
menimpa diri orang yang menaburnya. Orang bijaksana janganlah
dicelakakan karena malapetaka akan menimpa si pelaku.”

BAGIAN IX

Hyang Buddha bersabda: “Banyak mendengarkan dan suka pada Jalan


Kebenaran. Jalan Kebenaran malah sukar dijumpai. Dengan tekad yang
bulat melaksanakan Jalan Kebenaran, maka hasilnya akan besar
sekali.”

BAGIAN X

Hyang Buddha bersabda: “Melihat orang lain memberi dana, lalu


memberi dorongan agar ia merasa gembira, akan memperoleh
keberkahan yang maha besar.”

Seorang Sramana bertanya: “Apakah jasa-jasa kebajikan tersebut akan


habis?”

Hyang buddha menjawab: “Bagaikan api dari sebuah obor, walau


datang ratusan sampai ribuan orang mengambil api dari obor tersebut
memasak dan penerangan; obor itu tetap menyala seperti semula,
demikian pula jasa kebaikan dari perbuatan tersebut.”

BAGIAN XI

Hyang Buddha bersabda: “Daripada memberi dana makan kepada


seratus orang jahat, lebih baik memberi makan kepada seorang yang
saleh. Daripada memberi makan kepada seribu orang yang saleh, lebih
baik memberi makan kepada seorang yang melaksanakan Pancasila.
Daripada memberi makan kepada sepuluh ribu pelaksana Pancasila,
lebih baik memberi makan kepada seorang Srotapana. Daripada
memberi makan kepada sejuta Srotapana, lebih baik memberi makan
kepada seorang Sakrdagamin. Daripada memberi makan kepada
sepuluh juta Sakrdagamin, lebih baik memberi makan kepada seorang
Anagamin. Daripada memberi makan kepada seratus juta Anagamin,
lebih baik memberi makan kepada seorang Arhat. Daripada memberi
makan kepada satu milyar Arhat, lebih baik memberi makan kepada
seorang Pratyeka Buddha. Daripada memberi makan kepada sepuluh
milyar Pratyeka Buddha, lebih baik memberi makan kepada seorang
Bodhisatva yang telah mencapai tingkat Buddha. Daripada memberi
makan kepada sepuluh milyar Bodhisatva yang telah mencapai tingkat
Buddha, lebih baik memberi makan kepada seorang yang tidak ada
keinginan lagi, tidak ada kemelekatan lagi, tidak ada yang perlu dilatih
lagi, dan tidak ada yang perlu dicapai lagi.”

BAGIAN XII

Hyang Buddha bersabda: “Mnusia mempunyai dua puluh macam


kesukaran, yaitu:

1. Sukar berdana bagi orang yang tidak mampu.

2. Sukar mempelajari Dharma bagi seseorang yang berkedudukan


tinggi atau kaya.

3. Sukar untuk mengorbankan jiwa bila perlu.

4. Sukar memperoleh kesempatan untuk mempelajari sutra-sutra.

5. Sukar untuk lahir dalam lingkungan Buddhis, seperti ketika Hyang


Sakyamuni Buddha masih berada dalam dunia ini.

6. Sukar untuk menahan nafsu dan keinginan.

7. Sukar untuk melihat sesuatu yang menarik tanpa mengingininya.

8. Sukar untuk tidak marah bila dihina.

9. Sukar untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan.

10. Sukar untuk tidak terpengaruh oleh pikiran bila menghadapi


sesuatu masalah.

11. Sukar untuk mempelajari dan menyelidiki suatu ilmu


pengetahuan secara mendalam.

12. Sukar untuk melenyapkan kesombongan dan keangkuhan.

13. Sukar untuk tidak memandang rendah kepada orang yang belum
terlatih.

14. Sukar untuk menganggap semua manusia sama rata.


15. Sukar untuk tidak mencela kepada sesuatu masalah.

16. Sukar untuk bertemu dengan orang yang arif bijaksana.

17. Sukar untuk mengenal diri sendiri dan mempelajari Dharma.

18. Sukar untuk menyadarkan orang lain menurut keadaan.

19. Sukar untuk tidak dipengaruhi oleh obyek dan keadaan.

20. Sukar untuk menggunakan cara yang mudah dan bijaksana untuk
menerangkan Dharma.

BAGIAN XIII

Seorang Sraman bertanya kepada Hyang Buddha: “Dengan sebab


musabab apa orang dapat mengetahui masa kehidupannya yang lalu
serta menemukan jalan kesadaran?”

Hyang Buddha berkata: “Dengan mensucikan pikiran serta bertekad


untuk maju, seseorang dapat menemukan jalan kesadaran. Bagaikan
membersihkan sebuah cermin, setelah debunya bersih maka jernihlah
cerminnya, dengan melenyapkan nafsu dan tiada yang diingini lagi,
dapat mengetahui masa kehidupannya yang lalu.

BAGIAN XIV

Seorang Sramana bertanya kepada Hyang Buddha: “Apakah yang


dinamakan kebaikan dan apakah yang dinamakan kebesaran?”

Hyang Buddha menjawab: “Dengan mengikuti Jalan Kebenaran dan


berpegang teguh pada hal-hal yang benar itulah kebaikan. Bila cita-
cita sesuai dengan jalan Dharma itulah kebesaran.”

BAGIAN XV

Seorang Sramana bertanya kepada Hyang Buddha: “Apakah yang


dinamakan kekuatan paling besar dan apakah yang dinamakan paling
terang?”
Hyang Buddha menjawab: “Dapat menahan hinaan itulah yang disebut
kekuatan besar. Dia yang tidak memiliki rasa dendam, lagipula tetap
tenang serta sabar dan dapat menahan hinaan akan dihormati orang.
Bila kekotoran batin telah lenyap seluruhnya dan batinnya telah suci
tiada lagi bernoda, itulah yang disebut paling terang. Dari sebelum
bumi ini ada sampai hari ini, segala sesuatu yang berada di sepuluh
penjuru, tidak ada yang tidak dilihatnya, tidak ada yang tidak
diketahuinya, tidak ada yang tidak didengar olehnya, sehingga dia
mengetahui segala-galanya, dapat disebut terang.”

BAGIAN XVI

Hyang Buddha bersabda: “Orang yang dibelenggu oleh nafsu


keinginan rendah adalah orang yang tidak dapat melihat Jalan
Kebenaran. Bagaikan kolam air jernih yang diaduk dengan tangan dan
banyak orang yang berada di sana tapi tak seorang pun yang dapat
melihat bayangan wajahnya dengan jelas. Oleh karena itu orang yang
dipengaruhi oleh nafsu keinginan rendah, pikirannya menjadi keruh,
maka tidak akan dapat menemukan Jalan Kebenaran. Wahai para
Sramana! Hendaknya jauhkanlah diri kalian dari nafsu keinginan yang
rendah! Bila kekotoran nafsu keinginan rendah telah dapat
dibersihkan, dapatlah kalian menemukan Jalan Kebenaran.”

BAGIAN XVII

Hyang Buddha bersabda: “Bagi mereka yang menemukan Jalan


Kebenaran, bagaikan seorang yang memegang obor yang memasuki
ruangan yang gelap, maka kegelapan akan lenyap, yang ada hanya
cahaya terang. Siswa yang telah dapat melihat Jalan Kebenaran, maka
Avidya segera lenyap, Vidya senantiasa berada.”

BAGIAN XVIII

Hyang Buddha bersabda: “Dharma yang Ku-ajarkan ialah


merenungkan yang bukan hanya perenungan saja. Melakukan
perbuatan yang bukan hanya perbuatan saja. Melaksanakan latihan
yang bukan latihan saja. Orang yang mengerti sudah dekatlah dia,
sedangkan orang yang belum mengerti masih jauhlah dia. Jalan
Kebenaran bukan hanya diungkapkan dengan kata-kata saja dan tidak
dapat pula dipandang sebagai benda. Maka dari itu selisih sedikit saja
akan bisa berjarak jauh.”

BAGIAN XIX

Hyang Buddha bersabda: “Melihat langit dan bumi lalu merenungkan


ketidak-kekalan. Melihat kesadaran sebagai Bodhi. Pengetahuan
tersebut akan membuat seseorang dengan cepat memperoleh
kesadaran.”

BAGIAN XX

Hyang Buddha bersabda: “Dengan menyadari bahwa keempat unsur


pada badan jasmani (yaitu: padat, cair, panas, dan gerak) masing-
masing mempunyai nama, namun tidak memiliki inti ke-aku-an.
Sesungguhnya Atman tidak ada, yang ada hanyalah ilusi belaka.”

BAGIAN XXI

Hyang Buddha bersabda: “Orang yang suka menuruti nafsu


keinginannya untuk mencari nama, namun setelah namanya terkenal,
akhirnya meninggal. Orang yang rakus akan nama tetapi tidak
mempelajari Jalan yang menuju kesadaran, hanya menyia-nyiakan
tenaga dan menyibukkan dirinya dengan percuma. Bagaikan dupa
yang dibakar, kendatipun wangi namun akhirnya habis juga terbakar
menjadi debu. Demikianlah api yang dapat membakar dirinya, akan
berakibat demikian di kemudian hari.”

BAGIAN XXII

Hyang Buddha bersabda: “Kekayaan dan nafsu birahi bagi manusia


sukar untuk dilepaskan. Bagaikan madu yang berada di mata pisau
yang tajam, tetapi tidak cukup nikmat untuk mengenyangkan perut,
andaikata terjilat oleh anak kecil akan melukai lidahnya.”

BAGIAN XXIII
Hyang Buddha bersabda: “Orang yang terikat oleh istri, anak, serta
rumah melebihi penderitaan orang yang dipenjara. Orang yang
dipenjara pada suatu hari akan dibebaskan, namun orang tidak akan
memiliki keinginan untuk berpisah jauh-jauh dengan anak-istrinya.
Oleh karena itu bila sudah tergiur dan terikat oleh nafsu birahi, maka
orang tidak lagi takut akan susah payah kendatipun berhadapan
dengan maut, ia pun tak akan gentar walau terjerumus dalam lumpur
namun tetap dilakukannya. Oleh sebab itu disebut kaum awam. Bila
telah dapat menembusi dan mengatasi hal-hal demikian, dia disebut
seorang Arhat (yang telah bebas dari segala kekotoran batin).”

BAGIAN XXIV

Hyang Buddha bersabda: “Dari semua hawa nafsu, tidak ada yang
lebih hebat daripada nafsu birahi. Nafsu birahi adalah nafsu terbesar
dan sukar dikendalikan. Untung saja hanya ada satu nafsu besar,
seandainya ada dua macam nafsu yang sama besarnya, maka akan
sukarlah bagi orang-orang untuk mengenal Jalan Kebenaran.”

BAGIAN XXV

Hyang Buddha bersabda: “Dia yang terbelenggu oleh nafsu keinginan,


bagaikan orang yang membawa obor dan berjalan melawan arah
angin, pada akhirnya akan membakar tangannya sendiri.”

BAGAIAN XXVI

Hyang Buddha bersabda: “Dewa Mara memberikan seorang gadis


cantik kepada-Ku untuk menggoda-Ku. Dan Aku berkata: “Oh! Kantung
kulit yang penuh berisi kotoran, buat apa anda datang kemari,
pergilah! Aku tidak membutuhkan kamu!” Para Dewa semakin hormat
kepada-Ku dan bertanyalah tentang Dharma. Aku menerangkan
kepada mereka dan akhirnya mereka mencapai tingkat Srotapana.

BAGIAN XXVII

Hyang Buddha bersabda: “Dia yang mengikuti Jalan Kebenaran


bagaikan sebatang kayu yang terapung di atas air, maju terus
mengikuti arus air serta tidak menyentuh kedua tepi sungai, juga tidak
diambil orang, tidak pula dihalangi oleh para dewa serta tidak
diganggu oleh makhluk halus lain; tidak tersangkut oleh alakan air,
pun tidak lapuk. Aku jamin akhinrya kayu tersebut pasti dapat menuju
ke laut. Orang yang belajar Dharma bila tidak terganggu oleh
keinginan-keinginan yang rendah, pun juga tidak tergoda oleh segala
macam kesesatan, maju terus dengan ketekunan, Aku jamin pada
akhirnya pasti orang tersebut dapat mencapai Kesadaran (Jalan
Kebenaran).”

BAGIAN XXVIII

Hyang Buddha bersabda: “Waspada dan berhati-hatilah! Jangan turuti


kehendak anda, kehendak anda tidak boleh anda turuti! Berhati-hatilah
dan waspada terhadap nafsu birahi! Karena nafsu birahi akan dapat
mendatangkan mara bahaya. Hanya saja bila telah mencapai tingkat
Arhat, anda baru dapat menuruti dan mempercayai kehendak hati
anda.”

BAGIAN XXIX

Hyang Buddha bersabda: “Hati-hatilah, hindarkan diri dari meilhat


wanita, juga jangan bercakap-cakap (ngobrol) dengan mereka, bila
hendak bicara dengan mereka, hendaknya dengan pikiran dan
pengertian yang benar! Kita kaum Sramana berada di dunia yang
penuh kekotoran ini seharusnya bagaikan sekuntum bunga teratai di
kolam yang tidak ternoda oleh lumpur! Anggaplah yang berusia lanjut
sebagai ibu sendiri, yang lebih tua dari engkau sebagai kakak sendiri,
yang lebih muda dari engkau sebagai adik sendiri dan yang kecil
sebagai anak sendiri. Selamanya berusaha untuk menyelamatkan dan
membantu mereka, dengan demikian pikiran-pikiran jahat akan
lenyap.”

BAGIAN XXX

Hyang Buddha bersabda: “Bagi mereka yang mengikuti Jalan


Kebenaran, bagaikan seseorang yang mengenakan pakaian yang
terbuat dari rumput kering, selamanya harus menghindari api. Maka
seorang siswa harus selalu menjauhkan diri dari nafsu dan keinginan-
keinginan rendah.”
BAGIAN XXXI

Hyang Buddha bersabda: “Ada seseorang yang selalu tidak dapat


menahan nafsu birahinya dan ia ingin memotong alat kelaminnya.
Daripada memotong alat kelamin, lebih baik anda memotong pikiran
anda! Pikiran laksana pemimpin (komandan), bila ia berhenti, dengan
sendirinya tidak ada lagi pengiringnya, bila pikiran sesat itu tidak
dihentikan, apa gunanya memotong alat kelamin?”

Untuk itu Hyang Buddha mengucapkan sebuah gatha :

“Kehendak berasal dari keinginan,

Keinginan berasal dari pikiran,

Bila keinginan dan pikiran telah dikuasai,

Tidak ada lagi nafsu dan perbuatan”

Hyang Buddha berkata :”Gatha ini pernah diucapkan oleh Kasyapa


Buddha.”

BAGIAN XXXII

Hyang Buddha bersabda: “Oleh karena kemelekatan dan keinginan


maka timbul kegelisahan. Dari kegelisahan timbul rasa takut. Bila
dapat meningglkan kemelekatan dan keinginan, apa lagi yang
digelisahkan? Apa lagi yang ditakuti?”

BAGIAN XXXIII

Hyang Buddha bersabda: “Orang yang melaksanakan Dharma,


bagaikan seseorang yang berperang melawan orang banyak di medan
perang. Ia mengenakan pakaian perang; tetapi ada yang merasa takut
sebelum berperang, ada yang kembali di tengah jalan, ada yang gugur
dalam medan pertempuran atau ada yang kembali dengan
kemenangan. Begitu pula kaum Sramana yang belajar Dharma harus
menguatkan imannya; maju terus pantang mundur, tidak takut pada
keadaan (kejadian) di hari-hari yang akan datang dan mengalahkan
mara si penggoda dan akhirnya memperoleh hasil.

BAGIAN XXXIV

Seorang Sramana di malam hari mengulangi sebuah Sutra yang


ditinggalkan oleh Kasyapa Buddha, hatinya sedih dan gelisah, lalu ia
ingin menghentikan pembacaan Sutra tersebut.

Hyang Buddha bertanya: “Sebelum anda menjadi Sramana, apakah


pekerjaan anda?”

Jawab: “Saya senang bermain kecapi.”

Hyang Buddha berkata: “Bila tali senar dikendurkan, bagaimana?”

Jawab :”Tidak bersuara.”

“Bila tali senar dikencangkan erat-erat, bagaimana?”

Jawab: “Suaranya akan hilang juga.”

Bila tali senarnya tidak kencang dan tidak kendur, bagaimana?”

Jawab: “Suaranya akan serasi dan beriraman!”

Hyang Buddha bersabda: “Seorang Sramana yang belajar Dharma juga


harus demikian, bila hatinya tenang, Dharma pun dapat dipelajari, bila
tergesa-gesa mempelajari Dharma, akan menyebabkan badan menjadi
letih, pikiran akan jadi gelisah; keinginan untuk belajar akan
mengendur, bila sudah mengendur, kesalahan akan bertambah
banyak. Hanya dengan hati yang suci, tenang dan bahagia, Jalan
Kebenaran tidak akan hilang.”

BAGIAN XXXV

Hyang Buddha bersabda: “Bagaikan seorang tukang besi yang


menempa besi, membuang ampas dan tahi besi, akhirnya jadilah
sebuah alat. Begitu pula seorang siswa yang belajar Dharma,
membuang kekotoran-kekotoran pikiran dan akhirnya perbuatannya
akan suci bersih.”
BAGIAN XXXVI

Hyang Buddha bersabda: “Seseorang yang tidak terlahir di alam


penderitaan dan terlahir sebagai manusia sungguh sukar. Setelah
terlahir sebagai manusia, tidak ingin terlahir sebagai wanita tetapi
ingin menjadi laki-laki, juga sukar. Setelah dilahirkan sebagai laki-laki,
sukar untuk dilahirkan dengan enam indera yang lengkap. Bila
memiliki enam indera yang lengkap, sukar pula dilahirkan di
Madyadesa (Negeri yang makmur). Setelah dilahirkan di Madyadesa,
sukar untuk dilahirkan pada zaman Hyang Buddha. Bila dilahirkan pada
zaman Buddha, sukar untuk mendengarkan Dharma. Setelah
mendengarkan Dharma, sukar untuk membangkitkan Bodhicitta.
Setelah membangkitkan Bodhicitta, sukar untuk mencapai seperti
bulan melatih diri dan bukan mencapai.”

BAGIAN XXXVII

Hyang Buddha bersabda: “Siswa-Ku kendatipun jauh dari diri-Ku,


namun bila selalu ingat kepada Sila, akhirnya akan memperoleh hasil.
Mereka yang selalu di samping-Ku, walaupun selalu melihat Aku,
namun tidak melaksanakan Sila dengan baik, akan selamanya sukar
mencapai hasil.”

BAGIAN XXXVIII

Hyang Buddha bertanya kepada seorang Sramana: Berapa lamakah


usia manusia?”

Jawab: “Hanya beberapa hari.”

Hyang Buddha menjawab: “Anda belum mengetahuinya!”

Hyang Buddha bertanya lagi pada seorang Sramana lainnya: “Berapa


lamakah usia manusia?”

Jawab: “Hanya selama seperti kita makan nasi.”

Hyang Buddha menjawab: “Anda juga belum mengetahuinya!”

Akhirnya Hyang Buddha bertanya lagi kepada seorang Sramana


lainnya: “Berapa lama usia manusia?”
Jawab: “Hanya memakan waktu seperti kita bernafas.

Hyang Buddha menjawab: “Baik dan benar! Sesungguhnya anda telah


mengetahuinya.”

BAGIAN XXXIX

Hyang Buddha bersabda: “Orang yang mempelajari Buddha Dharma,


harus meyakini semua yang dikatakan Hyang Buddha dan
melaksanakannya. Bagaikan madu baik di bagian pinggir maupun di
bagian tengahnya manis seluruhya, ajaran Buddha pun demikian.”

BAGIAN XL

Hyang Buddha bersabda: “Seorang Sramana yang melaksanakan


Dharma hendaknya jangan seperti seekor lembu yang berjalan
memutar penggiling terigu. Hanya wujudnya saja yang kelihatan
melaksanakan Dharma, tetapi hatinya tidak. Bila hati nurani telah
melaksanakan Dharma, untuk apa hanya wujud yang ditonjolkan
seolah-olah melaksanakan Dharma?”

BAGIAN XLI

Hyang Buddha bersabda: “Orang yang melaksanakan Dharma,


bagaikan seekor lembu yang memikul barang-barang yang berat serta
berjalan di atas lumpur. Kendatipun sudah sangat letih namun tidak
berani menengok ke kiri dan ke kanan. Ia harus berusaha keluar dari
lumpur untuk beristirahat. Demikianlah seorang Sramana harus
menyadari bahwa segala macam nafsu keinginan melebihi kubangan
lumpur, hanya dengan sepenuh hati mengingat Dharma, baru dapat
terbebas dari penderitaan.”

BAGIAN XLII

Hyang Buddha bersabda: “Aku memandang kedudukan Raja sebagai


debu-debu yang berterbangan yang melalui sela-sela dinding.
Memandang emas dan permata sebagai tumpukan puing. Memandang
pakaian yang indah hanya sebagai katun biasa. Memandang alam
jagad ini bagaikan sebuah biji tanaman. Memandang air Anavatapta
(kolam air suci) bagaikan minyak pengoles kaki. Memandang metode-
metode pengajaran Dharma yang mudah bagaikan mengumpulkan
benda-benda berharga. Memandang Yana, yang agung (Jalan menuju
pembebasan) bagaikan memperoleh emas dan kain dalam mimpi.
Memandang Jalan ke-Buddha-an bagaikan bunga yang mekar di
hadapan mata. Memandang Dhyana sebagai gunung Semeru yang
kokoh. Memandang Nirvana sebagai orang yang tidur pada siang dan
malam hari. Memandang antara yang benar dan yang salah bagaikan
naga yang sedang menari. Memandang kesamarataan sebagai sesuatu
tanah suci. Memandang perubahan dan perkembangan bagaikan
perubahan empat musim.”

Setelah para Bhikshu mendengarkan wejangan-wejangan Hyang


Buddha, mereka pun dengan senang hati melaksanakannya.

You might also like